Laporan Penelitian
oleh
Teddy Tedjawicaksana (1999620056)
Pembimbing
Prof. Dr. Ign. Suharto, Ir.,APU
CATATAN:
ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan
Surat Pernyataan
Teddy Tedjawicaksana
(1999620056)
iii
KATA PENGANTAR
1. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan baik moril maupun
material,
2. Bapak Prof. Dr. Ign. Suharto., Ir.,APU, sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan selama penelitian,
3. Pak Muchtar, Pak Yana, Pak Handoko, Ibu Rika, dan Ibu Lusy yang telah
memberi bantuan selama penelitian berlangsung,
4. W. Irwin L. Soemadjie, Ronald, Feylina, Budi, Karlino, Hasan, Charles yang
telah banyak membantu selama penyusunan proposal ini,
5. Ivan yang telah memberi semangat penulis selama penyusunan proposal ini,
6. Pak Tukidjo yang berada di LIPI telah banyak membantu dalam
menyelesaikan proposal ini,
7. Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian proposal ini.
iv
v
saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap agar laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel ix
Intisari x
Abstract xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Komoditi Minyak Kelapa Sawit 1
1.3 Metode Ekstraksi Kelapa Sawit 3
1.4 Tema Sentral Masalah 3
1.5 Identifikasi Masalah 3
1.6 Premis 4
I .7 Hipotesis 5
1.8 Tujuan Penelitian 5
1.9 Manfaat 5
vi
vii
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN A ANALISIS KIMIA MINYAK BIJI KELAPA SAWIT 56
LAMPIRAN B DATA PERCOBAAN 58
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN 61
LAMPIRAN D PROSEDUR PERCOBAAN 67
LAMPIRAN E TABEL DISTRIBUSI 69
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
INTISARI
xi
ABSTRACT
The objective of this research is to study the effect of temperature and type of
solvent hexane, aceton, and ethanol in palm kernel extraction for the making of Palm
Kernel Oil (PKO).The benefits of this research is to give more information about oil
content in palm kernel, more oil value in palm kernel, how far is the oil can be used,
and giving information about the best type of solvent and temperature to get the oil
from the seeds.
The reseach method that issued is solid-liquid extraction using three solvent
where palm kernel is semi continuous extracted with reactor which is completed with
condensor, termometer, waterbath, distilation and pumping in the prepremary and
main research . Statistical method is used to study the effect and interaction between
solvent and temperature. The main research, which is use double factor varians.
Process extraction using 3 variation of solvent, which are n-hexane, aseton, and
etanol. The temperature using 3 variation which are the boiling point of the solvent,
50 0 C and 80 0 C .
The result of the presource research is to determine the time of extraction
with hexane and aceton are 150 minutes while the time of extraction using ethanol is
180 minutes. In the main research, we can conclution taht hexane is the best solvent
for extraction and the best temperature for extraction is at the boiling point.
Analisis palm kernel oil seed that is being research is taht content of free faty
acid between 2.9-3.6%, peroxide value is between 1-1.5 meq, and iodine value
between 12-13.5. This show that palm kernel oil is included in standard palm kernel
oil by Direktorat Jendral Perkebunan.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris dengan salah satu tanaman utama yang
dihasilkan adalah kelapa sawit. Kelapa sawit memiliki nama latin yaitu Elaeis
guineensis. Selain harganya cukup murah, tanaman ini juga cukup mudah untuk
dibudidayakan dan cocok dengan iklim di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan
kelapa sawit mempunyai pangsa pasar yang cukup baik di dalam negeri maupun di
luar negeri karena jumlah produksi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini terbukti
dari data yang menyebutkan bahwa produksi kelapa sawit di Indonesia tahun 2001
adalah 280 juta ton. [Gapki,2002]
Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar akan kelapa sawit
maka harus diimbangi pula dengan meningkatnya pemanfaatan biji kelapa sawit
sebagai produk samping. Berat biji kelapa sawit sekitar 6 - 6,5 % dari berat kelapa
sawit dengan kadar minyak sekitar 47 - 52 % dari berat biji kering [Ketaren, 1986].
Kandungan minyak yang tinggi ini masih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
minyak biji sawit sebagai minyak goreng atau produk-produk lainnya.
1
2
Dari tahun 1995 - 2001 telah terjadi peningkatan produksi minyak sawit dari
4.480.000 ton pada tahun 1995 menjadi 8.300.000 ton pada tahun 2001 [Gapki,
2002], Direktorat Jenderal Perkebunan memperkirakan produksi minyak kelapa sawit
pada tahun 2010 Indonesia akan menempati urutan pertama dalam produksi minyak
sawit dunia dengan jumlah produksi 12.293.000 ton. Diperkirakan produksi minyak
sawit pada tahun 2020 akan menjadi 17.137.000 ton.
Pemanfaatan daging dan biji kelapa sawit yang lain antara lain digunakan
sebagai bahan baku oleokemikal, yaitu asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam
amino, dan gliserin yang berguna dalam industri kosmetik. Selain itu dapat digunakan
sebagai makanan ternak dan bahan bakar sebagai sumber energi.
3
Metoda pengambilan minyak dari biji kelapa sawit dapat dilakukkan dengan
ekstraksi padat cair (Solid Liquid Extraction ). Ekstraksi ini dapat dilakukan
menggunakan reaktor berpengaduk yang dilengkapi dengan kondensor dan
waterbath. Variabel yang sangat mempengaruhi ekstraksi ini yaitu temperatur yang
berturut-turut pada titik didih pelarutnya [Karnofsky, 1986; Johnson dan Lusas,1983],
10-45 0C dibawah titik didih [Wan, et al,1995], 60-100 0 C [Kirk Othmer,1969;
Chistensen dan Towle,1973], dan jenis pelarut berturut-turut n heksan [Wolf dan
Cowan, 1977 dan De, 1971], etanol [The Merk Index, 1989] dan aseton [The Merk
Index,1989].
1. Seberapa besar pengaruh jenis pelarut etanol, aseton dan n-heksana dalam
ekstraksi biji kelapa sawit terhadap pembuatan minyak biji sawit pada ekstraksi
semi kontinu?
3. Adakah interaksi antara variabe l jenis pelarut dengan temperatur ekstraksi biji
kelapa sawit terhadap pembuatan minyak biji sawit pada ekstraksi semi kontinu?
1.6 Premis
4. Kandungan minyak dalam biji kelapa sawit 47 - 52 % dari berat biji kering
[Ketaren, 1986], 48,75 % [Bernardini, 1983], 47 % [Direktorat Jenderal
Perkebunan, 1989].
5. Temperatur yang digunakan untuk ekstraksi adalah pada titik didih pelarutnya
[Karnofsky, 1986; Johnson dan Lusas,1983], 10-45 0C dibawah titik didih
0
[Wan, et al,1995], 60-100 C [Kirk Othmer,1969; Chistensen dan
0
Towle,1973], 37.78 C [Karnofsky, 1986], temperatur kamar [Ziegler, et
al.,1983].
6. Ukuran mesh yang paling baik untuk ekstraksi adalah 20 mesh [Hron, et
al.,1982]
5
1.7 Hipotesis
1.9 Manfaat
3. Bagi industri, yaitu memberikan masukan dan kondisi terbaik dalam ekstraksi
padat cair sehingga hasil penelitian ini dapat meningkatkan nilai ekonomi dan
produktivitas industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
2.3 Varietas
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) memiliki berbagai jenis yang dapat
dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah yaitu : dura,
pisifera, tenera dan macro-carya.
9
Tabel 2.2 Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit
Tipe Tebal tempurung (mm) Keterangan
Macrocarya 5 Tebal sekali
Dura 3-5 Tebal
Tenera 2-3 Sedang
Pisifera <2 Tipis
[Sumber : Ketaren,1986]
Selain itu juga dapat dibedakan berdasarkan warna kulit buahnya yaitu
nigrescens, virescens, dan albescens. Perbedaan warna kulit buah kelapa sawit
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
Secara anatomi, bagian-bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam dapat
dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :
10
Warna daging buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna
jingga setelah buah menjadi matang.
Minyak biji kelapa sawit dan bungkil biji kelapa sawit dari dulu
sampai sekarang telah menghasilkan devisa yang cukup besar bagi Indonesia.
Pada tahun 1973 jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor adalah 8.009.188 kg
dengan nilai ekspor US $ 3.434.986 sedangkan bungkil biji kelapa sawit yang
diekspor adalah 6.200 kg dengan nilai ekspor sebesar US $ 540.005. Pada tahun
1974 bungkil biji kelapa sawit yang diekspor adalah 17.657 kg dengan nilai
ekspor US $ 1.115.884.
konsumen. Faktor - faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor -faktor lain yang
mempengaruhi mutu adalah titik cair, kandungan gliserida padat, kandungan
logam berat, dan bilangan penyabunan. Semua faktor diatas harus dianalisa untuk
mengetahui mutu minyak biji kelapa sawit.
Keunggulan dari kelapa sawit yaitu bahan baku yang murah, produktivitas
minyak per hektar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lain. Selain itu
tanaman kelapa sawit termasuk tanaman tangguh yang tidak mudah terkena
penyakit. Kelapa sawit memiliki keragaman kegunaan baik dalam bidang pangan
maupun non-pangan. Skema penggunaan kelapa sawit dapat dilihat pada gambar
2.3. Keunggulan kelapa sawit inilah yang mendorong teknologi pemanfaatan biji
kelapa sawit.
Minyak (golongan lipid) tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik. Minyak atau lemak dapat digolongkan menjadi tiga yaitu gliserida, asam
lemak, dan non-gliserida. Gliserida terbentuk dari reaksi gliserol dan asam lemak.
Asam lemak merupaka n komponen terbesar dalam minyak yaitu 94-96 % dimana
asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh dan
yang berikatan tunggal disebut asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh dapat
meningkatkan kolesterol dalam darah. Golongan non-gliserida sangat sedikit yaitu
2 - 3 % mencakup phosphatida, hidrokarbon, protein, pigmen, dan sterol.
13
Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak
yang membentuk trigliserida dalam minyak kelapa sawit dan minyak biji kelapa
sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda
dalam kepadatan. Minyak kelapa sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat,
sedangkan pada suhu yang sama minyak biji kelapa sawit berbentuk cair.
Perbedaan minyak sawit dengan minyak biji kela pa sawit, yaitu dalam
minyak sawit terdapat pigmen karotenoid yang berwama kuning kemerah-
merahan yang hampir tidak terdapat dalam minyak biji kelapa sawit [Muchtadi,
1992].
Biji kelapa sawit kering memiliki dry matter 92 %, kandungan air 8,40 %,
protein 8,41 %, minyak 48,75 %, serat 5,8 %, non-nitrogenous extractives 26,9 %,
debu 1,8 % [Bernardini, 1983].
Asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh yang hanya mempunyai
ikatan tunggal antar atom-atom karbonnya, dan asam lemak tak jenuh yang
mempunyai ikatan rangkap antar atom-atom karbonnya. Asam lemak tak jenuh
dengan satu ikatan rangkap dinamakan mono-unsaturated, sedangkan asam lemak
dengan dua atau lebih ikatan rangkap dinamaka n poly-unsaturated. Asam lemak
15
jenuh mempunyai titik leleh relatif tinggi dan tidak reaktif, sedangkan asam lemak
tidak jenuh mempunyai titik leleh rendah dan reaktif.
Biji Sawit
Karakteristik Minyak Biji Sawit Keterangan
(Daging Biji)
Asam lemak bebas 3.50% 3.50% maksimal
Kadar kotoran 0.02% 0.02% maksimal
Kadar zat menguap 7.50% 0.20% maksimal
Bilangan peroksida 2.2 meq maksimal
Bilangan iodine 10.5 - 18.5 mg/gr
Kadar minyak 47% minimal
Kontaminasi 6% maksimal
Kadar pecah 15% maksimal
[ Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 ]
Minyak biji kelapa sawit dapat digunakan sebagai minyak goreng rendah
kolesterol dan bahan baku oleokemikal. Bahan baku oleokemikal adalah bahan
baku industri yang diperoleh dari minyak nabati. Untuk menggambarkan luasnya
ruang lingkup industri oleokemikal, Gambar 2.5 merupakan skema sederhana
penggunaan oleokemikal untuk berbagai industri yang membutuhkannya.
16
Industri :
asam lemak tekstil
kertas
kulit
lemak alkohol kosmetik
pelengkap bangunan
Penghasil pestisida
lemak amina penghasil insektisida
oleokemikal
derivatif deterjen
dasar bahan pembersih
industri minyak mineral
metil ester polimerisasi
cat
lilin
gliserin bahan pemadam api
sabun
vernis
Prinsip dari proses ini adalah solut nonpolar (minyak) lebih dapat larut
dalam pelarut nonpolar, demikian pula sebaliknya. Dalam pelarut organik
kelarutan minyak tinggi karena energi yang diperoleh dari interaksi antara
minyak-pelarut organik dapat mengkompensasi kehilangan energi yang
diperlukan untuk memecahkan ikatan molekul pelarut dan mendispersikan
molekul minyak dalam pelarut [Johnson dan Lucas, 1983]. Pengambilan minyak
dari bahan mentahnya biasanya lebih sempurna bila dilakukan dengan ekstraksi
dengan pelarut karena residu yang dihasilkannya hanya sekitar 1 - 2 % [Hidayat,
1990].
terlarut dan pelarut membentuk campuran molekular (Johnson dan Lusas, 1983).
Pelarut selalu berhubungan dengan perubahan energi bebas Gibbs. Nilai
perubahan energi bebas Gibbs untuk pelarutan adalah negatif.
Proses pelarutan terdiri dari dua proses endoterm dan satu eksoterm. Yang
pertama, molekul zat terlarut/solut (baik padat maupun cair) memisah menjadi
molekul terisolasi. Proses ini berlangsung secara endotermik, energinya disebut
lattice energy, kalor sublimasi, atau kalor penguapan, dan nilainya kecil jika
molekul solut bersifat nonpolar. Molekul solut yang memisah kemudian
terdispersi ke dalam pelarut. Energi dibutuhkan untuk memutus molekul pelarut,
sebagai persiapan untuk mengikat molekul solut. Energi tersebut sebanding
dengan peningkatan ikatan intermolekular dalam pelarut murni (pelarut nonpolar
< pelarut polar < pelarut dengan ikatan hidrogen). Semakin besar molekul solut,
maka energi yang dibutuhkan pun semakin besar, karena lebih banyak ikatan
intermolekular antar molekul pelarut yang harus dirusak untuk membuat ruang
bagi solut. Proses yang ketiga (eksotermik) adalah molekul solut terdispersi
berinteraksi dengan molekul pelarut yang berdekatan. Energi yang dilepaskan jika
molekul pelarut dan solut keduanya nonpolar < salah satu polar dan yang lainnya
nonpolar < molekul solut dipecah oleh molekul pelarut.
Perubahan enthalpi keseluruhan lebih negatif (eksotermik) jika interaksi
solut-solut dan pelarut -pelarut mempunyai energi hilang lebih besar dibandingkan
energi yang didapatkan dalam interaksi solut- pelarut. Jika molekul solut
mempunyai ikatan antar molekul yang kuat, solut tersebut hanya larut dalam
pelarut yang mempunyai ikatan solut-pelarut besar. Kelarutan trigliserida dalam
air kecil karena molekul trigliserida berikatan lemah dengan air, dan energi yang
diperoleh dari interaksi trigliserida-air tidak dapat mengganti jumlah energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan hidrogen intermolekular air. Kelarutan
minyak dalam n-heksana tinggi karena interaksi antara solut-pelarut yang lebih
kuat sehingga dapat mengganti kehilangan energi dalam tahap pertama dan kedua.
Pada proses ekstraksi, minyak berpindah dari biji secara difusi dan
perpindahan minyak dari biji ke pelarut berlangsung terus menerus sampai
kesetimbangan tercapai. Laju difusi ini sebanding dengan luas permukaan dari
20
partikel biji dan berbanding terbalik dengan ketebalan biji. Oleh karena itu biji
yang akan diekstraksi umumnya diubah menjadi bentuk bubuk maupun
dihancurkan.
Hal yang harus menjadi perhatian dalam proses ekstraksi adalah
mendapatkan perolehan yang baik, semurni mungkin, hasil yang diperoleh
banyak, sesuai dengan keekonomian proses dan menghasilkan residu dengan nilai
yang cukup tinggi.
Semakin kecil ukuran partikel padatan semakin banyak solute yang dapat
terambil karena luas permukaan bahan yang bersentuhan langsung dengan pelarut
semakin luas. Tetapi apabila terlalu kecil maka volatile oil akan hilang pada saat
penggilingan. Ukuran padatan juga harus diusahakan seragam, karena jika tidak
bahan yang berukuran kecil akan menempati celah-celah yang terbentuk antara
bahan yang berukuran lebih besar. Dengan demikian kontak antara padatan
dengan pelarut menjadi tidak efektif [ Goldman, 1949 ].
Semakin cepat pengadukan, tumbukan antara pelarut dan solute akan lebih
banyak, sehingga solute yang didapat lebih banyak [Goldman, 1970 dan Shianny,
1995]. Pengadukan sangatlah penting karena menyebabkan kenaikan perpindahan
solute dan permukaan partikel padatan ke seluruh pelarut. Selain itu pengadukan
pada ukuran partikel padatan yang sangat halus juga dapat mencegah terjadinya
pengendapan.
Pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi minyak dari biji-bijian adalah
heksana, etanol, aseton, benzena, trikloroetilen [Sakkhe, et al.,1992 dan
Bernardini, 1983]. Heksana sering kali digunakan untuk mengekstrak minyak dari
biji-bijian yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi [Swern,1964 ;
Sakkhe, et al., 1992 ; Bernardini, 1983 ]. Hal ini disebabkan karena heksana
memiliki beberapa kelebihan yaitu viskositasnya rendah, derajat selektifitas ke
solut tinggi, tekanan uap rendah, densitas rendah dan memiliki tegangan
permukaan yang rendah [ Fessenden, 1997 ]. Di samping itu, heksana tidak
menghasilkan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan seperti uap belerang,
senyawa klor, maupun sisa karbon disulfit sehingga cocok digunakan sebagai
pelarut bagi minyak makan (edible oil). ) Selain itu heksana mempunyai panas
laten yang jauh lebih kecil dibandingkan pelarut karbon disulfit dan trikloroetilen
sehingga menghemat penggunaan steam pada proses desolventasi. Pelarut ini juga
memiliki viskositas yang rendah sehingga tidak mengganggu proses pengadukan
selama operasi ekstraksi. Di industri, n-heksana tidak menyebabkan korosi pada
peralatan proses (Bernadini, 1983).
tinggi, memiliki stabilitas yang tinggi, sifat korosinya rendah, serta residu bahan
berminyak rendah [ Patterson, 1988]. Namun apabila proses ekstraksi dilakukan
dengan pelarut benzena maka harus sangat berhati-hati karena pelarut ini
tergolong ke dalam pelarut yang sangat beracun (memiliki tingkat toksisitas
tinggi). Benzena dalam konsentrasi tinggi dapat merusak system syaraf (yang
dapat mengakibatkan kelumpuhan) dan juga merupakan racun darah, dalam
konsentrasi rendah pun dapat mengakibatkan sakit kepala, cemas, menurunnya
kepekaan indera pengecap serta dapat menyebabkan iritasi [Jacobs, 1953 dan
Durrans, 1950]. Trikloroetilena jarang digunakan karena harganya yang mahal,
tidak boleh bersentuhan dengan kulit, dan berbahaya jika uapnya terhirup.
Menurut Glasstone dan Lewis, 1968 polaritas suatu bahan dapat dilihat
pada konstanta dielektriknya. Semakin besar konstanta dielektriknya, maka
bersifat semakin polar.
Menurut Fessenden ikatan kovalen yang terbentuk antara atom atom ada
yang bersifat polar atau non-polar. Kepolaran suatu ikatan dipengaruhi oleh dua
hal yaitu keelektronegatifan da n polarizabilitas atom atom.
Keelektronegatifan adalah kemampuan atom untuk menarik elektron
lainnya. Keelektronegatifan sendiri dipengaruhi oleh jumlah proton dalam inti dan
jumlah kulit yang mengandung elektron. Dalam suatu periode pada susunan
berkala, sifat keelektronegatifan bertambah dari kiri ke kanan. Hal ini disebabkan
karena proton (muatan inti positif) dalam inti semakin bertambah banyak sehingga
tarikan untuk elektron ikatan bertambah. Dari bawah ke atas dalam golongan
tertentu pada susunan berkala sifat keelektronegatifan semakin bertambah. Hal ini
karena semakin ke atas jumlah kulit atom semakin kecil, sehingga elektron makin
mudah ditarik oleh inti.
Polarizabilitas atom-atom adalah kemampuan awan elektron untuk
didistorsi (diubah bentuknya). Atom-atom yang besar memiliki elektron-elektron
23
terluar yang lebih jauh dari inti daripada atom-atom kecil. Hal ini mengakibatkan
elektron kurang kuat terikat sehingga atom besar lebih sulit untuk menarik
elektron.
Atom-atom yang berikatan jika memiliki keelektronegatifan yang sama
atau hampir sama maka akan membentuk ikatan kovalen non-polar. Kedua atom
memiliki kemampuan yang sama atau hampir sama dalam hal menarik elektron
ikatan. Ikatan kovalen yang terbentuk dari atom atom dimana satu atom memiliki
keelektronegatifan lebih besar daripada yang lain, sehingga distribusi rapat
elektronnya tidak merata akan membentuk ikatan kovalen polar
Etanol memiliki nama lain yaitu etil alkohol (ethyl hydroxide) dengan
rumus molekul C2 H6 O dengan rumus bangun CH3 CH2 OH. Etanol digunakan
sebagai pelarut dalam industri parfum, flavor compounds, germicide, minuman,
bahan bakar, penghambat, dan khususnya sebagai bahan kimia perantara untuk
bahan kimia lainnya.
Etil alkohol atau etanol dalam keadaan normal adalah cairan yang volatile,
mudah terbakar, tidak berwarna, baunya sangat dikenal, dan mempunyai ciri
tertentu jika dilarutkan dalam air. Etanol juga digunakan sebagai pelarut dalam
ekstraksi untuk mengekstrak zat-zat dari tumbuhan [ Guenther, 1952 ].
2.13 Pengadukan
Pada suatu pengadukan untuk suatu proses ekstraksi diinginkan pola aliran
yang aksial dan radial karena pola aliran aksial tidak akan menimbulkan vorteks
dan solid body rotation (gerakan cairan berputar-putar dalam tangki) serta dapat
mempercepat kontak antara padatan dan pelarut selama proses ekstraksi
sedangkan pola aliran radial akan menghasilkan gerakan memutar ke segala arah.
Pola aliran tangensial tidak dikehendaki karena da pat menimbulkan vorteks
permukaan, terutama jika kecepatan pengadukannya tinggi dan juga
memungkinkan terjadinya solid body rotation.
berlangsung, larutan harus berada dalam kesetimbangan uap-cair. Oleh karena itu,
larutan dipanaskan pada suhu didihnya, yaitu suhu di antara titik didih pelarut dan
titik didih minyak sehingga terbentuk fasa uap dan fasa cair. Uap yang terbentuk
dikondensasi sehingga menjadi cair dan akan mengandung lebih banyak pelarut
daripada minyak. Penelitian ini dilakukan dengan metode distilasi batch.
Distilasi batch umumnya digunakan dalam skala laboratorium (skala
kecil). Prosesnya terbatas untuk pemisahan dua buah komponen. Keuntungan
distilasi ini adalah prosesnya sederhana, mudah untuk dioperasikan, dan
dihasilkan produk dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Beberapa
aplikasinya dalam industri antara lain: penghilangan kontaminan volatil dan
pembuatan minuman berakohol. Gambar distilasi batch dapat dilihat pada Gambar
2.6
Analisis kimia yang biasa dilakukan untuk melihat kualitas minyak adalah
bilangan iodium, bilangan peroksida, dan kadar asam lemak bebas.
melting point dari asam lemak tersebut [Bernardini, 1983]. Menurut Chow, 1992
derajat ketidakjenuhan asam lemak besar pengaruhnya terhadap oksidasi.
Sehingga dalam reaksi oksidasi, asam lemak tidak jenuh dalam minyak seperti
asam linoleat, akan memulai periode induksi pada tahapan autooksidasi minyak.
Oksidasi ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan membentuk senyawa
peroksida yang nantinya akan menjadi indikator ketengikan minyak.
BAB III
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Peralatan
Seperti halnya bahan baku, peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi peralatan utama dan peralatan penunjang.
3.3 Metode
berubah menjadi fasa cair kembali dan akan mengekstrak biji lagi dan demikian
selanjutnya sampai tercapai kesetimbangan antara konsentrasi solut (minyak)
dalam biji dan pelarut.
Kran
Kondensor
Air pendingin
Kran
Vakum
Kondensor
Termostat
Waterbath
Magnetic stirer
Heating Mantle
Masukan ke
dalam reaktor
Panaskan dengan
o
suhu 69 C
Prosedur percobaan utama dapat dilihat pda gambar 3.3 berikut ini :
Mula-mula hancurkan biji kelapa sawit kemudian panaskan
0
dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam
Masukan ke
dalam reaktor
Masukan pelarut
secara kontinu ke
dalam reaktor
Aduk dengan
kecepatan pe ngadukan
tertentu
Panaskan dengan
variasi temperatur
Analisa
Tabel 3.1 Variasi jenis pelarut dan kecepatan pengadukan biji kelapa sawit
Variasi Jenis Variasi temperatur
Pelarut ekstraksi
n-Heksana Titik didih pelarut
0
Aseton 50 C
Etanol
Adapun hipotesis nol untuk pengaruh perlakuan secara umum akan ditolak
menggunakan tabel distnbusi F.
34
b 2 2 MSB = Fo,B =
y y
2. Temperatur SSB= ? . i .. - .. b-1
j ?1 an abn SSB/(b-1) MSB/MSE
a b y ij.. 2
y
2
3. Interaksi
SSAB= ??
i ?1 j ?1 n
- .. -
abn (a-1)(b-1)
MSAB = Fo,AB =
SSAB/(a-1)(b-1) MSAB/MSE
SSA - SSB
MSE =
4. Error SSE = SST SSA SSB - SSAB ab(n-1)
SSE /ab(n-1)
a b n 2 2
y
5. Total SST = ????yijk ? - .. Abn-1
i ?1 j ?1 k ?
1 abn
t? ?
1 1?
LSD ? MSE? ? ?
2ab(n ?1) ?
a b?
3.7 Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu analisis
perolehan minyak dan analisis kualitas minyak Analisis kualitas minyak yang
lebih rinci dapat dilihat pada lampiran A. Analisis kualitas minyak yang dilakukan
yaitu kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida, dan bilangan iodium
35
Penelitian ini berlangsung dan bulan Februari 2004 sampai Juni 2004.
Jadwal tentatif kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3.6
Biji kelapa sawit yang diteliti berasal dari Lampung. Biji kelapa sawit ini
berwarna hitam kemerah-merahan (matang), dan biji kelapa sawit ini memiliki
tempurung berwarna coklat kehitam-hitaman dengan ketebalan 2 mm. Biji kelapa
sawit yang belum matang memiliki tempurung biji berwarna kuning dan tebalnya
0,5 cm. Biji kelapa sawit yang akan diekstrak dihancurkan dahulu dalam alat
penghancur. Setelah itu dipanaskan dengan suhu 130 0 C selama 2 jam. Gambar
biji kelapa sawit yang telah dihancurkan dapat dilihat pada Gambar 4.1
36
37
Mekanisme yang terjadi dalam ekstraksi ini adalah padatan biji kelapa
sawit yang didispersikan pada pelarut akan menyebabkan minyak biji kelapa sa wit
yang berada pada padatan biji kelapa sawit berdifusi ke pelarut. Peristiwa difusi ini
akan terus berlanjut sampai konsentrasi minyak dalam padatan dan minyak dalam
pelarut sama atau disebut mencapai kesetimbangan. Waktu untuk mencapai
keadaan setimbang dinamakan waktu kesetimbangan. Secara mikroskopis waktu
kesetimbangan dicapai saat kecepatan perpindahan solut dari padatan ke pelarut
sama dengan kecepatan perpindahan solut dari pelarut ke padatan. Secara
makroskopis waktu kesetimbangan dapat diketahui dengan melihat indeks bias
ekstrak. Pada saat indeks bias konstan berarti konsentrasi minyak dalam padatan
sama dengan konsentrasi minyak dalam pelarut dan kesetimbangan tercapai.
Waktu kesetimbangan perlu diketahui terlebih dahulu supaya proses ekstraksi
dapat berlangsung secara efektif sehingga dapat diperoleh yield yang optimum.
Data penentuan waktu kesetimbangan yang diperoleh dengan berbagai pelarut
dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3. Dan perbandingan waktu
kesetimbangan setiap pelarut dapat dilihat pada gambar 4.2.
38
0 1.36622
1.36808
30
1.37117
60
90 1.37422
120 1.37727
150 1.37829
180 1.37829
210 1.37829
0 1.36531
30 1.36819
60 1.37219
90 1.37421
120 1.37823
150 1.37928
180 1.37928
210 1.37928
39
0 1.3651
30 1.36712
60 1.37523
90 1.37826
120 1.38029
150 1.38079
180 1.38131
210 1.38131
240 1.38131
Gambar perbandingan waktu kesetimbangan setiap dapat dilihat pada gambar 4.2
1.385
1.38
Indeks bias
1.375 Heksana
Aseton
1.37 Etanol
1.365
1.36
0 50 100 150 200 250
Menit
Dari grafik diatas dapat dibuat persamaan garis yang dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persamaan garis dari berbagai pelarut
Pelarut Persamaan garis
-7 2
Heksana -3 10 X + 0.00009 X + 1.3658
-7 2
Aseton -6 10 X + 0.0002 + 1.3643
-7 2
Etanol -3 10 X + 0.0001 + 1.3647
Dari Tabel 4.5 dapat diperoleh perolehan minyak rata-rata yang dapat dilihat pada
Tabel 4.6
Tabel 4.6 Perolehan minyak rata-rata
Berat minyak dengan sampel 100 gr
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana ( t.d 69) 50.75 47.4
Aseton ( t.d 57) 44.45 40.35
Etanol (t.d 79) 40.25 36.3
42
60
Massa minyak
40 Heksana
Aseton
20 Etanol
0
Titik didih 50 0C
Temperatur
Dari grafik batang di atas dapat dilihat perolehan minyak terbesar diperoleh
pada saat ekstraksi dilakukan pada titik didihnya. Sedangkan untuk variabel jenis
pelarut perolehan minyak tertinggi diperoleh pada pelarut heksana.
Perolehan minyak menurut hasil percobaan mencapai 50.75 % dari
kandungan minyak secara keseluruhan dalam biji kelapa sawit kering yaitu 47 52
% berat biji kelapa sawit kering.
43
Tabel 4.7 Analisis varian percobaan dua faktor untuk percobaan utama
Derajat F
Variasi Jumlah Kuadrat Kebebasan Kuadrat Rata-rata Fo tabel
Dari analisis varian didapat bahwa variasi jenis pelarut dan temperatur
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan minyak dan tidak ada
interaksi di antara keduanya.
(CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3 ) termasuk gugus alkana yang memiliki sifat non-
polar. Karbon memiliki nomor atom 6 sehingga orbital terluarnya yaitu sp3 akan
membentuk empat ikatan tunggal. Karbon dengan 4 hidrogen akan membentuk
ikatan dengan sudut 109,5o. Oleh karena kekuatan empat ikatan ini sama, maka
akan terbentuk ikatan kovalen nonpolar. Demikian pula ikatan antara karbon-
karbon yang terbentuk pada n-heksan memiliki keelektronegatifan yang sama,
sehingga keseluruhan n-heksan memiliki ikatan nonpolar [ Fessenden, 1997 ]..
Pelarut aseton dengan rumus C2 H6 O (CH3 -O-CH3 ) termasuk kelompok
eter, yang memiliki ikatan kovalen polar. Atom O memiliki nomor atom 8
sehingga memiliki dua pasang elektron menyendiri dan dua elektron tunggal yang
akan berikatan dengan atom lain. Oleh karena dua pasang elektron menyendiri
inilah maka distribusi rapat elektron tidak merata jika atom O berikatan dengan
molekul CH3. Dua pasang elektron menyendiri ini memiliki ukuran yang besar
sehingga akan menekan sudut ikatan dengan dua molekul CH3 .
Pelarut yang terakhir yaitu etanol dengan rumus C2H6 O (CH3 CH2OH)
memiliki ikatan kovalen polar bahkan lebih polar daripada aseton. Atom O yang
memiliki dua pasang elektron menyendiri, satu elektron berikatan dengan CH2 dan
satu elektron lagi berikatan dengan atom H memiliki rapat elektron yang sangat
tidak merata.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelarut heksana
merupakan pelarut non-polar sehingga dapat mengekstrak minyak yang non-polar
pula. Sedangkan pelarut etanol dan aseton adalah pelarut polar, namun kepolaran
etanol lebih besar daripada aseton. Pe larut aseton dan etanol yang polar dapat
mengekstrak minyak ini disebabkan karena kedua pelarut itu mengekstrak gugus
ester( COO - ) yang terdapat dalam minyak. Perbedaan inilah yang mempengaruhi
perolehan minyak dan sifat minyak yang dihasilkan. Minyak yang dihasilkan oleh
pelarut heksana dan etanol berwarna kuning bening. Pigmen berwarna kuning
disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Dan minyak yang
dihasilkan pelarut aseton berwana kuning kecoklat-coklatan.. Minyak yang
45
dihasilkan oleh pelarut heksana, etanol dan aseton dapat dilihat pada gambar 4.4,
gambar 4.5 dan gambar 4.6.
akan semakin rendah dan difusitas solut akan semakin tinggi sehingga semakin
cepat dan semakin banyak solut yang berpindah. Akan tetapi jumlah solut dalam
padatan terbatas, oleh karena itu sampai batas tertentu solut tidak dapat terekstrak
lagi sehingga batas ini pertambahan temperatur tidak memberikan pengaruh yang
berarti terhadap perpindahan solut dari padatan ke pelarut. Pada saat percobaan
juga dilakukan pemanasan dengan temperatur lingkungan 80 0C tetapi temparatur
di dalam reaktor tidak dapat mencapai temperatur tersebut, sehingga hasil dari
temperatur 80 0 C tidak dimasukan ke dalam laporan ini.
Dari Tabel 4.8 dapat diperoleh kadar asam lemak bebas rata-rata yang dapat dilihat
pada Tabel 4.9
48
3.60
3.40
Kadar FFA
Heksana
3.20
Aseton
3.00
Etanol
2.80
2.60
Titik didih 50 0C
Temperatur
Gambar 4.7 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap kadar FFA
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas minyak biji
sawit hasil percobaan adalah pada rentang 2.7-3.6%. sedangkan standar mutu
kadar asam lemak bebas menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 adalah 3.5
%. Kadar asam lemak bebas yang didapat cukup besar ini mungkin disebabkan
karena pada saat perlakuan awal menggunakan suhu yang cukup tinggi sehingga
49
Dari Tabel 4.10 dapat diperoleh bilangan iodin rata-rata yang dapat dilihat pada
Tabel 4.11
Tabel 4.11 Bilangan iodin rata-rata
Bilangan iodin rata -rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 13.13 12.75
Aseton 12.31 12.94
Etanol 12.56 13.20
dilihat pada Gambar 4.8. Grafik batang ini didasarkan pada bilangan iodium rata-
rata pada Tabel 4.11
Gambar 4.8 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bilangan iodin
13.50
Bilangan iodium
13.00
Heksana
12.50 Aseton
Etanol
12.00
11.50
Titik didih 50 0C
Temperatur
Bilangan iodin minyak biji kelapa sawit hasil percobaan berada antara
rentang 12-13.5 mg/gr sedangkan standar mutu minyak biji sawit menurut
Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 menunjukkan bahwa nilai maksimum
bilangan iodin antara 10.5 dan 18.5 mg/gr. Hal ini berarti mutu minyak biji kelapa
sawit hasil percobaan masih baik.
1.50
Bilangan peroksida
Heksana
Aseton
Etanol
1.00
Titik didih 50 0C
Temperatur
Gambar 4.9 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bilangan perosida
Dari grafik dapat dilihat bahwa minyak biji kelapa sawit hasil percobaan
memiliki bilangan peroksida berada antara rentang 1-1.5 meq, sedangkan standar
minyak biji kelapa sawit nilai maksimum bilangan peroksida adalah 2.2 meq. Hal
ini berarti minyak belum tengik. Bila bilngan peroksida suatu minyak besar, maka
minyak tersebut sudah teroksidasi dan hal ini berarti minyak tersebut sudah tengik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Waktu optimum untuk heksana adalah 150 menit dengan indeks bias
optimum adalah 1.37255, sedangkan waktu optimum untuk aseton adalah
166.67 menit dengan indeks bias optimum adalah 1.38096 dan waktu
optimum untuk etanol adalah 167.67 menit dengan indeks bias optimum
adalah 1.3731
2. Pelarut terbaik untuk ekstraksi minyak biji kelapa sawit adalah heksana
jika dibandingkan aseton dan etanol.
3. Temperatur yang paling baik untuk ekstraksi adalah pada titik didih
pelarut.
4. Jenis pelarut dan temperature memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap perolehan minyak.
5. Analisis minyak biji kelapa sawit yang dihasilkan berdasarkan analisis
kadar asam lemak bebas sebesar 2.9-3.6% dengan standar mutu 3.5 %
sedangkan analisis bilangan iodin sebesar 12-13.5 mg/gr dengan standar
mutu sebesar 10.5-18.5 mg/gr dan untuk analisis bilangan peroksida
sebesar 1-1.5 meq denagn standar mutu sebesar 2.2 meq.
5.2 Saran
1. Perlakuan awal terhadap biji kelapa sawit sebaiknya digunakan
temperature 100 0 C selama 2 jam.
2. Proses pengambilan minyak dari biji kelapa sawit untuk mendapatkan
perolehan minyak yang lebih tinggi perlu didahului dengan proses
pengepresan, kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi padat cair
dengan pelarut.
3. Untuk mendapatkan hasil minyak yang lebih baik perlu dilakukan RBD
(Refining Bleach Deodorizing).
53
DAFTAR PUSTAKA
54
55
Iwasaki, R dan M. Murakoshi. Palm oil Yields Carotene For World Markets
OleochemicaL INFORM, Vol.3. Febr P, 210 - 217.1992.
Karnofsky, G., The Theory of Solvent Extraction, JAOCS, 1949
nd
Kirk-Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology 2 ed. Volume 14, hal
132-133.
nd
Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology 2 ed. Volume 18, hal 838
May, C.Y. Palm Oil Carotenoids Food and Nutrition Bulletin. 15(2): P 130
136. 1994.
Peralta, Francisco and Cristbal Montoya and Ricardo Escobar. Oil and Kernel
Extraction Rates in the Oil Palm Industry in Costa Rica, Central America
- COUNTRY REPORT. ASD Oil Palm Papers, N15, 1-7. 1996.
nd
Perry, R.H, D.Green. Chemical Engineers Handbook. 7 ed. McGraw-Hill mc,
USA. 1997.
Vossen., H.A.M. Van der., Plant Resources of South-East Asia no. 14,
Vegetable Oil and Fats., Backhuys Publishers., Leiden:2001.
LAMPIRAN A
ANALISIS KIMIA
MINYAK BIJI KELAPA SAWIT
56
Perhitungan :
Angka Yod = (b - a) x 1,269
c
Ket :
a = volume Na2 S2 O3 untuk sampel
b = volume Na2 S2 O3 untuk larutan blanko
c = berat minyak (gram)
57
LAMPIRAN B
DATA PERCOBAAN
58
B.2 Penelitian Utama
59
B.2.4 Bilangan iodin
Tabel B.8 Data volume titrasi bilangan iodin
Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 24.5 24.8 24.7 25.2
Aseton 25.5 25.1 24.9 24.7
Etanol 24.8 25.4 24.4 24.8
60
LAMPIRAN C
CONTOH PERHITUNGAN
61
Dari Tabel C.1 diatas dapat diperoleh perolehan minyak rata-rata yang dapat
dilihat pada Tabel C.2
Tabel C.2 Perolehan minyak rata-rata
Perolehan minyak rata-rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 50.75 47.4
Aseton 44.45 40.35
Etanol 40.25 36.3
Derajat F
Variasi Jumlah Kuadrat Kuadrat Rata-rata Fo
Kebebasan tabel
SSInteraksi =
62
(519) 2
???51.6? ??49.9? ?.... ??35.9? ??
2 2 2
SSTotal
?3??2??2?
= 298.25
SSGalat ?298 .25 ?237.6 ?43.32 ?0.315
= 17
Derajat kebebasan faktor jenis pelarut = 3-1 = 2
Derajat kebebasan faktor temperatur = 2-1 =1
Derajat kebebasan interaksi = (3-1) x (2-1) = 2
Derajat kebebasan galat = ( 3 x 2 ) (2-1) = 6
237.6
MS Jenis pelarut = ?118.8
2
43.32
MS Temperatur = ?43.32
1
0.315
MS Interaksi = ?0.07
2
17
MS Galat = ?2.83
6
118.8
Fo,percobaan jenis pelarut = ?41.93
2.83
43.32
Fo,percobaan rasio temperatur = ?15.28
2.83
0.07
Fo,percobaan interaksi = ?0.02
2.83
Dari analisis varian, yang memberikan pengaruh adalah faktor jenis pelarut dan
faktor rasio F:S (karena Fo,percobaan lebih besar dari pada Fo,tabel). Sedangkan tidak
ada interaksi diantara kedua faktor tersebut.
63
C.4 Kadar Asam Lemak Bebas
Cara membua t KOH 0,1 N
?? Mr = (39 + 16 + 1) = 56
z
?? 0,1 = , z = 1400 mg = 1.4 gram
56 x 250ml
Timbang 1,4 gram KOH dan larutkan dalam 250 ml air demin
?? Buat larutan H2 C2 O4 .2H2 O (Mr = 2 + 24 + 16 x 4 + 18 x 2) = 126
?? 1 gram H2 C2 O4 dalam 100 ml = 0,1587 N
?? Titrasi KOH dengan H2 C2 O4 , dan hitung konsentrasi KOH sebenarnya.
V1 x N1 = V2 x N2
20 ml x 0,1587 N = 39 ml x NKOH
NKOH = 0,0813 N
a = 1.8 ml
b = 0.0813 N
c = 1.2 gram
m = 256
64
C.5 Bilangan Yodium
Cara membuat larutan KI 10 %
?? Timbang KI 10 gram
?? Larutkan dalam air demin 100 ml
Cara membuat larutan Na2 S2 O3 .5H2 O
?? Mr = (23 x 2) + (32 x 2) + (16 x 3) + (18 x 5 )= 248
?? 6,375 gram Na2 S2 O3 dalam 250 ml air demin = 0,1028 N
?? Titrasi dengan larutan K2 Cr2 O7 (Mr = 294) 0,6 N
Timbang 2,94 gram dan larutkan dalam air demin 100 L
?? Reaksi oksidasi reduksi
2- + 3+
Cr2 O7 + 14H + 6e ? 2Cr + 7H2 O
2- 2-
2S2 O3 ? S4 O6 + 2e
2- + 2- 2- 3+
Cr2 O7 + 14H + 6S2 O3 ? 3S4 O6 + 2Cr + 7H2 O
?? V1 x N1 = V2 x N2
10 ml x 0,6 N = 66 ml x NNa2S2O3.5H2O
NNa2S2O3.5H2O = 0,0909 N
?? V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 0,0909 = 150 x 0,001 N
V1 = 1,65 ml
Perhitungan :
Angka Yod = (b - a) x 1,269
c
Ket :
a = volume Na2 S2 O3 untuk sampel
b = volume Na2 S2 O3 untuk larutan blanko
c = berat minyak (gram)
a = 24.5 ml
b = 35 ml
c = 1 gram
65
Angka Yod = ( 35 24.5 ) ml x 1,269
1 gram
= 13.32
66
LAMPIRAN D
PROSEDUR PERCOBAAN
Masukan ke
dalam reaktor
Panaskan dengan
o
suhu 69 C
67
D.2 Percobaan Utama
Masukan ke
dalam reaktor
Masukan pelarut
secara kontinu ke
dalam reaktor
Aduk dengan
kecepatan pengadukan
tertentu
Panaskan dengan
variasi temperatur
Analisa
68
69