Anda di halaman 1dari 81

PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS PELARUT

TERHADAP PEMBUATAN MINYAK BIJI KELAPA


SAWIT DENGAN EKSTRAKSI SEMI-KONTINU

Laporan Penelitian

Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai


gelar sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia

oleh
Teddy Tedjawicaksana (1999620056)

Pembimbing
Prof. Dr. Ign. Suharto, Ir.,APU

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2004
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL: PENGARUH TEMPERATUR DAN JENIS PELARUT TERHADAP


PEMBUATAN MINYAK BIJI KELAPA SAWIT DENGAN
EKSTRAKSI SEMI -KONTINU

CATATAN:

Telah diperiksa dan disetujui,

Bandung, Juni 2004


Pembimbing

Prof. Dr. Ign. Suharto, Ir.,APU

ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan

Surat Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Teddy Tedjawicaksana


NRP : 1999620056

Dengan ini menyatakan bahwa laporan penelitian dengan judul :


Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap pembuatan minyak
biji kelapa sawit dengan ekstraksi semi kontinu
adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat atau materi dari sumber lain
telah dikutip dengan cara penulisan yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidaksesuai
dengan kenyataan maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan yang
berlaku.

Bandung, 8 Juli 2004

Teddy Tedjawicaksana
(1999620056)

iii
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur ke


hadirat Tuhan Yang Mahakuasa. Atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktunya. Laporan penelitian ini
dibuat untuk memenuhi salah satu prasyarat mata kuliah ITK-430 Penelitian.

Tujuan dari mata kuliah ITK-430 Penelitian adalah untuk melatih


mahasiswa dalam mempelajari dan menganalisis objek permasalahan kimia
berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah dan melalui uji-coba
eksperimental.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung sangat membantu kelancaran kerja
penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan baik moril maupun
material,
2. Bapak Prof. Dr. Ign. Suharto., Ir.,APU, sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan selama penelitian,
3. Pak Muchtar, Pak Yana, Pak Handoko, Ibu Rika, dan Ibu Lusy yang telah
memberi bantuan selama penelitian berlangsung,
4. W. Irwin L. Soemadjie, Ronald, Feylina, Budi, Karlino, Hasan, Charles yang
telah banyak membantu selama penyusunan proposal ini,
5. Ivan yang telah memberi semangat penulis selama penyusunan proposal ini,
6. Pak Tukidjo yang berada di LIPI telah banyak membantu dalam
menyelesaikan proposal ini,
7. Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian proposal ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam


penyajian lapor an penelitian ini. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan

iv
v

saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap agar laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Juli 2004

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel ix
Intisari x
Abstract xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Komoditi Minyak Kelapa Sawit 1
1.3 Metode Ekstraksi Kelapa Sawit 3
1.4 Tema Sentral Masalah 3
1.5 Identifikasi Masalah 3
1.6 Premis 4
I .7 Hipotesis 5
1.8 Tujuan Penelitian 5
1.9 Manfaat 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sejarah Singkat Kelapa Sawit 7
2.2 Klasifikasi Kelapa Sawit 8
2.3 Varietas 8
2.4 Komposisi Minyak Biji Kelapa Sawit 12
2.5 Minyak dan Lemak 14
2.6 Standar Mutu Minyak Biji Kelapa Sawit 15

vi
vii

2.7 Kegunaan Minyak Biji Sawit 16


2.8 Metode Pengambilan Minyak dari Biji Kelapa Sawit 17
2.8.1 Secara mekanik 18
2.8.2 Ekstraksi dengan pelarut organik 18
2.9 Mekanisme Pelarutan dalam ekstraksi dengan pelarut 19
2.10 Variabel yang Mempengaruhi Ekstraksi Padat Cair 20
2.11 Pelarut Eks traksi 21
2.12 Sifat Fisika Pelarut yang Digunakan 23
2.13 Pengadukan 25
2.14 Pemisahan minyak dan lemak dari pelarut 26
2.15 Analisa kimia 27

BAB III BAHAN DAN METODA


3.1 Bahan Baku 29
3.1.1 Bahan baku utama 29
3.1.2 Bahan penunjang 29
3.1.3 Bahan analisis 29
3.2 Peralatan 30
3.2.1 Peralatan utama 30
3.2.2 Peralatan penunjang 30
3.3 Metode 30
3.4 Percobaan Pendahuluan 31
3.4.1 Penentuan waktu ekstraksi 31
3.5 Percobaan Utama 32
3.6 Rancangan Percobaan 33
3.7 Analisis 35
3.8 Rencana Penelitian 35
viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Penelitian Pendahuluan 37
4.1.1 Penentuan waktu ekstraksi 37
4.2 Penelitian Utama 40
4.2.1 Perolehan minyak 40
4.3 Pengaruh jenis pelarut 44
4.4 Pengaruh temperatur 47
4.5 Analisis kualitas minyak 47
4.5.1 Kadar asam lemak bebas 47
4.5.2 Bilangan iodin 49
4.5.3 Bilangan peroksida 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53

DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN A ANALISIS KIMIA MINYAK BIJI KELAPA SAWIT 56
LAMPIRAN B DATA PERCOBAAN 58
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN 61
LAMPIRAN D PROSEDUR PERCOBAAN 67
LAMPIRAN E TABEL DISTRIBUSI 69
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbedaan warna kulit buah kelapa sawit 9


Gambar 2.2 Penampang buah kelapa sawit 10
Gambar 2.3 Skema penggunaan hasil pengolahan biji kelapa sawit 12
Gambar 2.4 Reaksi pembentukan trigliserida 14
Gambar 2.5 Skema penggunaan oleokemikal 16
Gambar 2.6 Distilasi 28
Gambar 3.1 Alat ekstraksi 31
Gambar 3.2 Penentuan waktu ekstraksi 32
Gambar 3.3 Prosedur percobaan utama 33
Gambar 4.1 Biji kelapa sawit yang telah dihancurkan 36
Gambar 4.2 Perbandingan waktu ekstraksi setiap pelarut 39
Gambar 4.3 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap
perolehan minyak 42
Gambar 4.4 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut heksana 45
Gambar 4.5 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut etanol 46
Gambar 4.6 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut aseton 46
Gambar 4.7 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap kadar FFA 49
Gambar 4.8 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bilangan iodin 51
Gambar 4.9 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bil peroksida 52

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produksi kelapa sawit dari tahun 1995-2001 2


Tabel 2.1 Produksi kelapa sawit dari tahun 1995-2001 8
Tabel 2.2 Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit 9
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak minyak biji kelapa sawit 14
Tabel 2.4 Standar mutu minyak biji sawit 16
Tabel 2.5 Komposisi nutrisi biji sawit 17
Tabel 2.6 Sifat fisika pelarut etanol, aseton dan n-heksan 25
Tabel 3.1 Variasi jenis pelarut dan kecepatan pengadukan biji kelapa sawit 34
Tabel 3.2 Rancangan percobaan utama 34
Tabel 3.3 Analisis varian rancangan percobaan faktorial dua faktor 34
Tabel 3.4 Jadwal rencana kerja penelitian 37
Tabel 4.1 Penentuan waktu ekstraksi heksana 37
Tabel 4.2 Penentuan waktu ekstraksi aseton 38
Tabel 4.3 Penentuan waktu ekstraksi etanol 38
Tabel 4.4 Persamaan garis dari berbagai pelarut 40
Tabel 4.5 Perolehan minyak dengan sampel 100 gram 41
Tabel 4.6 Perolehan minyak rata-rata 41
Tabel 4.7 Analisis varian percobaan dua faktor untuk percobaan utama 43
Tabel 4.8 Kadar asam lemak bebas 48
Tabel 4.9 Kadar asam lemak bebas rata-rata 48
Tabel 4.10 Bilangan iodium hasil percobaan 50
Tabel 4.11 Bilangan iodium rata-rata 50
Tabel 4.12 Bilangan peroksida hasil percobaan 51
Tabel 4.13 Bilangan peroksida rata-rata 52

x
INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh temperatur dan jenis


pelarut etanol, aseton dan n-heksan dalam ekstraksi semi kontinu biji kelapa sawit
terhadap pembuatan minyak biji sawit. Manfaat penelitian ini adalah memberi
informasi mengenai kandungan minyak dalam biji kelapa sawit, nilai lebih minyak
biji kelapa sawit, informasi jenis pelarut dan temperatur yang paling baik dalam
pembuatan minyak biji sawit.
Metoda penelitian yang digunakan adalah ekstraksi padat cair menggunakan
tiga jenis pelarut dimana biji kelapa sawit diekstraksi secara semi kontinu dalam
reaktor yang dilengkapi dengan kondensor, termometer, pemanas waterbath, distilasi
dan pompa dengan percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Rancangan
percobaan yang digunakan untuk percobaan utama menggunakan analisis varian dua
faktor dengan variabel temperatur yang berturut-turut adalah titik didih pelarut, 50 0 C,
80 0 C dan jenis pelarut.yaitu etanol, aseton dan n-heksan. Analisis kimia yang
dilakukan meliputi analis bilangan peroksida, bilangan iodin, bilangan asam lemak
bebas.
Hasil percobaan pendahuluan untuk penentuan waktu ekstraksi yaitu
penentuan waktu ekstraksi untuk heksana dan aseton adalah 150 menit sedangkan
waktu ekstraksi untuk etanol adalah 180 menit. Sedangkan pada percobaan utama
dihasilkan pelarut yang paling baik untuk ekstraksi yaitu heksana dan temperatur
yang paling baik untuk ekstraksi adalah pada titik didihnya.
Analisis minyak biji kelapa sawit yang telah dilakukkan yaitu kadar asam
lemak bebas antara 2.9-3,6 %, bilangan peroksida 1-1.5 meq, bilangan iodium 12-
13.5 menunjukkan bahwa minyak biji kelapa sawit sesuai dengan standar mutu
Direktorat Jendral Perkebunan.

xi
ABSTRACT

The objective of this research is to study the effect of temperature and type of
solvent hexane, aceton, and ethanol in palm kernel extraction for the making of Palm
Kernel Oil (PKO).The benefits of this research is to give more information about oil
content in palm kernel, more oil value in palm kernel, how far is the oil can be used,
and giving information about the best type of solvent and temperature to get the oil
from the seeds.
The reseach method that issued is solid-liquid extraction using three solvent
where palm kernel is semi continuous extracted with reactor which is completed with
condensor, termometer, waterbath, distilation and pumping in the prepremary and
main research . Statistical method is used to study the effect and interaction between
solvent and temperature. The main research, which is use double factor varians.
Process extraction using 3 variation of solvent, which are n-hexane, aseton, and
etanol. The temperature using 3 variation which are the boiling point of the solvent,
50 0 C and 80 0 C .
The result of the presource research is to determine the time of extraction
with hexane and aceton are 150 minutes while the time of extraction using ethanol is
180 minutes. In the main research, we can conclution taht hexane is the best solvent
for extraction and the best temperature for extraction is at the boiling point.
Analisis palm kernel oil seed that is being research is taht content of free faty
acid between 2.9-3.6%, peroxide value is between 1-1.5 meq, and iodine value
between 12-13.5. This show that palm kernel oil is included in standard palm kernel
oil by Direktorat Jendral Perkebunan.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan salah satu tanaman utama yang
dihasilkan adalah kelapa sawit. Kelapa sawit memiliki nama latin yaitu Elaeis
guineensis. Selain harganya cukup murah, tanaman ini juga cukup mudah untuk
dibudidayakan dan cocok dengan iklim di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan
kelapa sawit mempunyai pangsa pasar yang cukup baik di dalam negeri maupun di
luar negeri karena jumlah produksi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini terbukti
dari data yang menyebutkan bahwa produksi kelapa sawit di Indonesia tahun 2001
adalah 280 juta ton. [Gapki,2002]
Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar akan kelapa sawit
maka harus diimbangi pula dengan meningkatnya pemanfaatan biji kelapa sawit
sebagai produk samping. Berat biji kelapa sawit sekitar 6 - 6,5 % dari berat kelapa
sawit dengan kadar minyak sekitar 47 - 52 % dari berat biji kering [Ketaren, 1986].
Kandungan minyak yang tinggi ini masih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
minyak biji sawit sebagai minyak goreng atau produk-produk lainnya.

1.2 Komoditi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis , JACQ) merupakan komoditi non-migas yang


telah ditetapkan sebagai salah satu komoditi yang dikembangkan menjadi produk lain
untuk ekspor. Produksi kelapa sawit di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari
tahun ketahun yang saat ini menempati urutan kedua produksi dunia setelah
Malaysia.

1
2

Peningkatan produksi kelapa sawit di Indonesia belakangan ini cukup


signifikan. Hal ini dapat dilihat dilihat dari tabel 1.1 berikut ini

Tabel 1.1 Produksi kelapa sawit dari tahun 1995-2001


Produksi
kelapa sawit Produksi minyak biji
Tahun ( juta ton) kelapa sawit (juta ton)
1995 149 4.48
1996 162 4.90
1997 185 5.38
1998 167 5.01
1999 203 5.90
2000 216 6.50
2001 280 8.30
[Sumber : Gapki, 2002]

Dari tahun 1995 - 2001 telah terjadi peningkatan produksi minyak sawit dari
4.480.000 ton pada tahun 1995 menjadi 8.300.000 ton pada tahun 2001 [Gapki,
2002], Direktorat Jenderal Perkebunan memperkirakan produksi minyak kelapa sawit
pada tahun 2010 Indonesia akan menempati urutan pertama dalam produksi minyak
sawit dunia dengan jumlah produksi 12.293.000 ton. Diperkirakan produksi minyak
sawit pada tahun 2020 akan menjadi 17.137.000 ton.

Hampir 90 % produk kelapa sawit digunakan untuk industri pangan, antara


lain minyak goreng, mangarin, butter, shortening untuk pembuatan kue -kue, ice
cream dll. Selain itu kelapa sawit juga digunakan dalam industri non-pangan yaitu
dalam bidang farmasi menghasilkan -karoten (provitamin A) dan tokoferol (sebagai
antioksidan alami dan sumber vitamin E).

Pemanfaatan daging dan biji kelapa sawit yang lain antara lain digunakan
sebagai bahan baku oleokemikal, yaitu asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam
amino, dan gliserin yang berguna dalam industri kosmetik. Selain itu dapat digunakan
sebagai makanan ternak dan bahan bakar sebagai sumber energi.
3

1.3 Metode ekstraksi kelapa sawit

Metoda pengambilan minyak dari biji kelapa sawit dapat dilakukkan dengan
ekstraksi padat cair (Solid Liquid Extraction ). Ekstraksi ini dapat dilakukan
menggunakan reaktor berpengaduk yang dilengkapi dengan kondensor dan
waterbath. Variabel yang sangat mempengaruhi ekstraksi ini yaitu temperatur yang
berturut-turut pada titik didih pelarutnya [Karnofsky, 1986; Johnson dan Lusas,1983],
10-45 0C dibawah titik didih [Wan, et al,1995], 60-100 0 C [Kirk Othmer,1969;
Chistensen dan Towle,1973], dan jenis pelarut berturut-turut n heksan [Wolf dan
Cowan, 1977 dan De, 1971], etanol [The Merk Index, 1989] dan aseton [The Merk
Index,1989].

1.4 Tema Sentral Masalah

Masalah penelitian adalah ketidakjelasan dan ketidakpastian pelarut


etanol, aseton, heksana dan temperatur ekstraksi semi kontinu biji kelapa sawit
terhadap pembuatan minyak biji kelapa sawit yang direfleksikan oleh tiadanya
landasan teori tentang rekayasa teknologi ekstraksi padat cair; jenis pelarut dan
temperatur ekstraksi semi kontinu biji kelapa sawit yang paling baik digunakan
untuk memperoleh minyak biji kelapa sawit.

1.5 Identifikasi Masalah

Masalah yang teridentifikasi dalam kaitan dengan pembuatan minyak biji


kelapa sawit:

1. Seberapa besar pengaruh jenis pelarut etanol, aseton dan n-heksana dalam
ekstraksi biji kelapa sawit terhadap pembuatan minyak biji sawit pada ekstraksi
semi kontinu?

2. Seberapa besar pengaruh temperatur ekstraksi biji kelapa sawit terhadap


pembuatan minyak biji kelapa sawit pada ekstraksi semi kontinu?
4

3. Adakah interaksi antara variabe l jenis pelarut dengan temperatur ekstraksi biji
kelapa sawit terhadap pembuatan minyak biji sawit pada ekstraksi semi kontinu?

1.6 Premis

1. Perlakuan awal terhadap biji-bijian meliputi pemecahan [Johnson dan Lusas,


1983; Karnofsky,1949], pemanasan dalam oven selama 2 jam pada temperatur
130 oC [Karnofsky,1949], pengeringan [Johnson dan Lusas, 1983; Hron, et
al.,1982]

2. Pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi minyak biji-bijian adalah


heksana, etanol, aseton, bensena, trikloroetilen [Sakkhe ,et al., 1992 ;
Bernardini, 1983; Wolf dan Cowan, 1977].

3. Heksana sering kali digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian


yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi [Swern, 1964 ; Bernardini,
1983].

4. Kandungan minyak dalam biji kelapa sawit 47 - 52 % dari berat biji kering
[Ketaren, 1986], 48,75 % [Bernardini, 1983], 47 % [Direktorat Jenderal
Perkebunan, 1989].

5. Temperatur yang digunakan untuk ekstraksi adalah pada titik didih pelarutnya
[Karnofsky, 1986; Johnson dan Lusas,1983], 10-45 0C dibawah titik didih
0
[Wan, et al,1995], 60-100 C [Kirk Othmer,1969; Chistensen dan
0
Towle,1973], 37.78 C [Karnofsky, 1986], temperatur kamar [Ziegler, et
al.,1983].

6. Ukuran mesh yang paling baik untuk ekstraksi adalah 20 mesh [Hron, et
al.,1982]
5

7. Pemisahan minyak dari pelarutnya dapat dilakukan dengan evaporasi


[Karnofsky ,1949; Johnson dan Lusas,1983; Wan ,et al.,1995], distilasi [Hron,
et al.,1982] dan pendinginan [Johnson dan Lusas, 1983].

1.7 Hipotesis

Pelarut etanol, aseton dan n-heksan dan temperatur ekstraksi sangat


berpengaruh terhadap pembuatan minyak biji kelapa sawit dengan ekstraksi semi
kontinu.

1.8 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengaruh jenis pelarut etanol, aseton dan n-heksana terhadap


ekstraksi padat cair biji kelapa sawit.

2. Mempelajari pengaruh temperatur ekstraksi biji kelapa sawit terhadap pembuatan


minyak biji kelapa sawit.

3. Mempelajari interaksi antara variabel jenis pelarut dan temperatur ekstraksi


terhadap perolehan minyak biji kelapa sawit hasil ekstraksi.

1.9 Manfaat

Manfaat pe nelitian ini adalah memberi informasi mengenai kandungan


minyak dalam biji kelapa sawit, nilai lebih minyak inti kelapa sawit, informasi jenis
pelarut dan temperatur ekstraksi biji kelapa sawit yang paling sesuai digunakan
sehingga diperoleh minyak biji sa wit yang paling banyak. Diharapkan penelitian ini
dapat memberi manfaat untuk:
6

1 Bagi bidang ilmu pengetahuan, yaitu memberi masukan-masukan bagi


perkembangan teknologi ekstraksi padat cair.

2. Bagi pemerintah, yaitu meningkatkan sumber daya alam dan menambah


devisa Negara melalui ekspor minyak biji kelapa sawit serta dapat
menciptakan lapangan kerja baru.

3. Bagi industri, yaitu memberikan masukan dan kondisi terbaik dalam ekstraksi
padat cair sehingga hasil penelitian ini dapat meningkatkan nilai ekonomi dan
produktivitas industri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah singkat Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis) adalah tanaman berkeping satu


yang termasuk dalam famili Palmae. Nama genus Elais berasal dari bahasa
Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata
Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman
kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Sekitar awal tahun 1910 seorang
berkewarganegaraan Belgia, yaitu Andrien Hallet yang telah belajar banyak
tentang kelapa sawit mulai membudidayakan kelapa sawit secara komersial. Lalu
beberapa tahun kemudian K. Schadt mulai membudidayakan kelapa sawit di
Indonesia. Dan sejak saat itu kelapa sawit mulai berkembang di Indonesia.
Perkebunan kelapa sawit pertama di Indonesia terletak di Deli, Sumatra Utara dan
Aceh.. Pada tahun 1919 Indonesia mulai mengekspor minyak kelapa sawit ke
negara-negara Eropa sebanyak 576 ton, dan pada tahun 1923 Indonesia baru mulai
mengekspor minyak biji kelapa sawit sebanyak 850 ton.

Pada masa kependudukan Belanda produksi kelapa sawit di Indonesia


mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada tahun 1940 Indonesia dapat
mengekpor kelapa sawit sebanyak 250.000 ton dan pada saat itu Indonesia mulai
menggeser dominasi ekspor kelapa sawit negara-negara Afrika. Pada masa
penjajahan Jepang, perkembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami
kemunduran. Lahan perkebunan menyusut sebesar 16% dari total luas lahan yang
ada sehingga produksi kelapa sawit di Indonesia menurun sangat tajam. Pada
tahun 1948 Indonesia hanya mengekspor kelapa sawit sebanyak 56.000 ton

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan kelapa


sawit ditujukan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan sebagai penghasil devisa negara. Sejak saat itu
perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang sangat pesat.

7
8

Perkembangan perkebunan bertambah pesat setelah pemerintah mengembangkan


program transmigrasi, program tersebut berhasil menambah luas lahan dan
produksi kelapa sawit sampai sekarang. Berikut ini adalah data produksi kelapa
sawit dan produksi minyak sawit dari tahun 1995-2001
Tabel 2.1 Produksi kelapa sawit dari tahun 1995-2001
Produksi
kelapa sawit Produksi minyak biji
Tahun ( juta ton) kelapa sawit (juta ton)
1995 149 4.48
1996 162 4.90
1997 185 5.38
1998 167 5.01
1999 203 5.90
2000 216 6.50
2001 280 8.30
[Sumber : Gapki, 2002]

2.2 Klasifikasi Kelapa sawit


Klasifikasi lengkap tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Palmales
Famili : Palmacea
Sub-famili : Palminae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jack
: Elaeis malanococca
: Elaeis odora
: Elaeis Oleivera

2.3 Varietas
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) memiliki berbagai jenis yang dapat
dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah yaitu : dura,
pisifera, tenera dan macro-carya.
9

Tabel 2.2 Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit
Tipe Tebal tempurung (mm) Keterangan
Macrocarya 5 Tebal sekali
Dura 3-5 Tebal
Tenera 2-3 Sedang
Pisifera <2 Tipis
[Sumber : Ketaren,1986]

Selain itu juga dapat dibedakan berdasarkan warna kulit buahnya yaitu
nigrescens, virescens, dan albescens. Perbedaan warna kulit buah kelapa sawit
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Perbedaan warna kulit buah kelapa sawit


[Sumber : Tim Penulis PS Kelapa Sawit, 1998]

Secara anatomi, bagian-bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam dapat
dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :
10

Gambar 2.2 Penampang Buah Kelapa Sawit

[ Tim Penulis PS Kelapa Sawit, 1998 ]

Warna daging buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna
jingga setelah buah menjadi matang.

Daerah penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah daerah Jawa Barat


(Lebak dan Tangerang), Lampung, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Aceh.
Negara penghasil kelapa sawit selain Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah
dan Nigeria.

Minyak biji kelapa sawit dan bungkil biji kelapa sawit dari dulu
sampai sekarang telah menghasilkan devisa yang cukup besar bagi Indonesia.
Pada tahun 1973 jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor adalah 8.009.188 kg
dengan nilai ekspor US $ 3.434.986 sedangkan bungkil biji kelapa sawit yang
diekspor adalah 6.200 kg dengan nilai ekspor sebesar US $ 540.005. Pada tahun
1974 bungkil biji kelapa sawit yang diekspor adalah 17.657 kg dengan nilai
ekspor US $ 1.115.884.

Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standard an


pengawasan mutu biji kelapa sawit unuk memberikan jaminan mutu pada
11

konsumen. Faktor - faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor -faktor lain yang
mempengaruhi mutu adalah titik cair, kandungan gliserida padat, kandungan
logam berat, dan bilangan penyabunan. Semua faktor diatas harus dianalisa untuk
mengetahui mutu minyak biji kelapa sawit.

Keunggulan dari kelapa sawit yaitu bahan baku yang murah, produktivitas
minyak per hektar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lain. Selain itu
tanaman kelapa sawit termasuk tanaman tangguh yang tidak mudah terkena
penyakit. Kelapa sawit memiliki keragaman kegunaan baik dalam bidang pangan
maupun non-pangan. Skema penggunaan kelapa sawit dapat dilihat pada gambar
2.3. Keunggulan kelapa sawit inilah yang mendorong teknologi pemanfaatan biji
kelapa sawit.

Sebuah pohon kelapa sawit yang telah berbuah dapat menghasilkan 20


tandan buah yang masing-masing tandan berbuah 1600 buah dengan berat 20 kg.
Di pasar dunia dari tiap kilogram minyak inti sawit, para pengusaha memperoleh
keuntungan sebesar Rp 1550. [Kompas, April 2003].

Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada kadar minyak mesokarp


mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat
buah mencapai tingkat kematangan tertentu (ripe). Kriteria kematangan yang tepat
ini dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah yang rontok pada tiap tandan.
Penyelidikan yang dilakukan terhadap 400 tandan kelapa sawit menunjukan
adanya hubungan linier antara jumlah tandan yang rontok dan persentase minyak
yang terdapat pada mesokarp. Kenaikan jumlah tandan yang rontok dari 5 menjadi
74% menunjukan kenaikan kandungan minyak pada mesokarp sebesar 5% dan
kadar asam lemak bebas meningkat dari 0.5 % menjadi 2.9%.
12

Gambar 2.3 Skema penggunaan hasil pengolahan kelapa sawit


[ Sumber: Sasaran. No 07.II,1987]

2.4 Komposisi Minyak Biji Kelapa Sawit

Minyak (golongan lipid) tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik. Minyak atau lemak dapat digolongkan menjadi tiga yaitu gliserida, asam
lemak, dan non-gliserida. Gliserida terbentuk dari reaksi gliserol dan asam lemak.
Asam lemak merupaka n komponen terbesar dalam minyak yaitu 94-96 % dimana
asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh dan
yang berikatan tunggal disebut asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh dapat
meningkatkan kolesterol dalam darah. Golongan non-gliserida sangat sedikit yaitu
2 - 3 % mencakup phosphatida, hidrokarbon, protein, pigmen, dan sterol.
13

Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang sangat berlainan


sifatnya yaitu minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) dan minyak yang
berasal dari biji. Kandungan minyak yang terdapat pada buah kelapa sawit
varietas tenera, yang umumnya ditanam dewasa ini, berkisar 28,5 - 29,5 % dari
berat buah sawit. Sedangkan berat biji kelapa sawit berkisar antara 6 - 6,5 %
dengan kadar minyak berkisar 47 - 52 % dari berat biji kering [Ketaren, 1986].
Kandungan minyak biji sawit dapat dilihat pada Tabel 2.3

Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak
yang membentuk trigliserida dalam minyak kelapa sawit dan minyak biji kelapa
sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda
dalam kepadatan. Minyak kelapa sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat,
sedangkan pada suhu yang sama minyak biji kelapa sawit berbentuk cair.

Perbedaan minyak sawit dengan minyak biji kela pa sawit, yaitu dalam
minyak sawit terdapat pigmen karotenoid yang berwama kuning kemerah-
merahan yang hampir tidak terdapat dalam minyak biji kelapa sawit [Muchtadi,
1992].

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak minyak biji kelapa sawit

Minyak Biji Sawit (%)


Jenis asam lemak Dirjen Bernardini
Perkebunan (1983)
Asam Lemak Jenuh
Oktanoat 2 4
Dekanoat 3 7
Asam Laurat 41 55 44 52
Asam meristat 14 19 12 17
Asam Palmitat 6 10 6,5 9
Asam Stearat 1 4 1 3
Caprilic 9 10
Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam Oleat 10 20 13 19
Asam Linoleat 1 5 2 3
Asam Linolenat 1 5 1- 2
[Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 dan Bernardini, 1983]
14

Biji kelapa sawit kering memiliki dry matter 92 %, kandungan air 8,40 %,
protein 8,41 %, minyak 48,75 %, serat 5,8 %, non-nitrogenous extractives 26,9 %,
debu 1,8 % [Bernardini, 1983].

2.5 Minyak dan Lemak


Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau trigliserol, kedua istilah ini
berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak
yaitu pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair.
Sedangkan asam lemak merupakan asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis
suatu lemak atau minyak, umumnya mempunyai rantai karbon panjang dan tak
bercabang.
Karakteristik gliserida ditentukan oleh komposisi asam lemak yang
membentuknya karena radikal asam lemak merupakan bagian terbesar dalam
molekul trigliserida. Dua perbedaan utama yang membedakan asam lemak adalah
panjang rantai dan kandungan rantai rangkapnya. Umumnya asam lemak yang
banyak terkandung dalam lemak dan minyak dari hewan dan tumbuhan
mempunyai rantai karbon 16 atau 18 (yang lebih banyak dijumpai adalah asam
lemak dengan rantai karbon 18) (Jacobs,1951). Reaksi pemnentukan trigliserida
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
H H
H C OH H OOC R 1 H OH H C OOC R1
H C OH H OOC R 2 H OH H C OOC R2
H C OH H OOC R 3 H OH H C OOC R3
H H
Gliserol Asam Lemak Air Trigliserida
Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Trigliserida

Asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh yang hanya mempunyai
ikatan tunggal antar atom-atom karbonnya, dan asam lemak tak jenuh yang
mempunyai ikatan rangkap antar atom-atom karbonnya. Asam lemak tak jenuh
dengan satu ikatan rangkap dinamakan mono-unsaturated, sedangkan asam lemak
dengan dua atau lebih ikatan rangkap dinamaka n poly-unsaturated. Asam lemak
15

jenuh mempunyai titik leleh relatif tinggi dan tidak reaktif, sedangkan asam lemak
tidak jenuh mempunyai titik leleh rendah dan reaktif.

2.6 Standar Mutu Minyak Biji Kelapa Sawit

Menurut Bernardini [1983] minyak biji kelapa sawit secara umum


memiliki spesifikasi spesific weight pada 15 C adalah 0.920-0.945, iodine value
14 - 23, melting point 25 - 30 C, berat molekular 215 - 223, titre 21 - 24 C, dan
massa yang tidak tersabunkan 0.2 - 0.5 %.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 minyak biji kelapa sawit


memiliki standar mutu yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standar mutu minyak biji sawit

Biji Sawit
Karakteristik Minyak Biji Sawit Keterangan
(Daging Biji)
Asam lemak bebas 3.50% 3.50% maksimal
Kadar kotoran 0.02% 0.02% maksimal
Kadar zat menguap 7.50% 0.20% maksimal
Bilangan peroksida 2.2 meq maksimal
Bilangan iodine 10.5 - 18.5 mg/gr
Kadar minyak 47% minimal
Kontaminasi 6% maksimal
Kadar pecah 15% maksimal
[ Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 ]

2.7 Kegunaan Minyak Biji Sawit

Minyak biji kelapa sawit dapat digunakan sebagai minyak goreng rendah
kolesterol dan bahan baku oleokemikal. Bahan baku oleokemikal adalah bahan
baku industri yang diperoleh dari minyak nabati. Untuk menggambarkan luasnya
ruang lingkup industri oleokemikal, Gambar 2.5 merupakan skema sederhana
penggunaan oleokemikal untuk berbagai industri yang membutuhkannya.
16

Industri :
asam lemak tekstil
kertas
kulit
lemak alkohol kosmetik
pelengkap bangunan
Penghasil pestisida
lemak amina penghasil insektisida
oleokemikal
derivatif deterjen
dasar bahan pembersih
industri minyak mineral
metil ester polimerisasi
cat
lilin
gliserin bahan pemadam api
sabun
vernis

Gambar 2.5 Skema Penggunaan Oleokemikal


[ Sumber : Tim Penulis PS Kelapa Sawit, 1998 ]

Asam lemak digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener


untuk makanan, tinta, tekstil, aspal dan perekat. Minyak biji sawit memiliki
keunggulan lebih biodegradable dan harganya relatif murah. Lemak alkohol
merupakan bahan dasar pembuatan detergen yang umumnya berasal dari metil
ester asam laurat. Minyak biji sawit yang kaya akan laurat merupakan bahan dasar
pembuatan lemak alkohol. Lemak amina digunakan dalam industri plastik sebagai
pelumas dan pemantap, industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain. Dibandingkan
minyak kelapa penggunaan minyak biji kelapa sawit (CPKO) sebagai bahan baku
dalam industri sabun dan kosmetika lebih unggul karena vitamin E yang bersifat
antioksidan dan melindungi kulit dari oksidasi.

Bungkil biji sawit kering hasil pengempaan secara mekanik masih


mengandung protein yang dapat digunakan untuk pakan ternak atau bahan bakar
biodiesel. Komposisi nutrisi bungkil biji sawit setelah diambil minyaknya
menurut Hutagalung dan Jalaudin, 1982 dan Balai Penelitian Ternak Bogor 1981
dalam Majalah Sasaran XXXIII 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel 2.5.
17

Tabel 2.5 Komposisi nutrisi biji sawit

Zat Makanan Bungkil Biji Sawit


Bahan kering 89 - 90
Protein kasar 16 - 21.3
Lemak kasar 0.7 - 6.1
Serat kasar 14 - 16
Abu 3- 4
Beta-N 43.6 - 55.3
Kalsium (Ca) 0.21 - 0.24
Fosfor 0.48 - 0.71
Mangan (Mn) mg/kg 163 - 340
Tembaga (Cu) mg/kg 22 - 36
Besi (Fe) mg/kg 300 - 500
Seng (Zn) mg/kg 0 - 100
[ Sumber : Tim Penulis PS Kelapa Sawit, 1998 ]

2.8 Metode Pengambilan Minyak dari Biji Kelapa Sawit

Metoda pengambilan minyak dan biji-bijian dapat dilakukan dengan cara


pengempaan mekanik (mechanical expression) atau dengan ekstraksi dengan
pelarut (solvent extraction).

2.8.1 Pengempaan mekanik

Pengempaan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,


terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini digunakan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang mengandung minyak yang tinggi yaitu
antara 30 - 70 % [Bailey, 1950]. Pada pengempaan mekanis ini diperlukan
perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup penghancuran biji, penggilingan, serta
tempering atau pemasakan. Namun perlakuan secara mekanik ini mengakibatkan
residu dan proses pengambilan minyak biasanya masih banyak yaitu sekitar 4 8
% [Hidayat, 1990].
18

Dua cara yang umum untuk pengepresan mekanik adalah pengempaan


hidrolik (hydraulic pressing) dan pengempaan berulir (expeller pressing). Pada
cara pengempaan hidrolik, bahan dipres dengan tekanan sebesar 136 atm.
Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstrak tergantung dari lamanya
pengempaan serta banyaknya kandungan minyak yang terdapat dalam biji
tersebut. Sedangkan cara pegempaan ulir memerlukan perlakuan pendahua n yaitu
0
pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlasung pada temperature 240 F
dengan kadar minyak atau lemak yang dihasilkan sekitar 2.5-3.5 %.
Keunggulan metode pengempaan adalah jika minyak yang diambil untuk
dikonsumsi atau digunakan untuk masyarakat bersifat aman, karena metode ini
tidak menggunakan pelarut pengekstrak yang beracun. Kunggulan yang lain
adalah metode pengempaan lebih murah dan lebih mudah dilakukan untuk biji-
bijian dengan kandungan lemak yang besar misalnya kacang tanah dan kopr a,
tetapi metode ini tidak akan mendapatkan minyak semaksimal dengan cara
ekstraksi pelarut.

2.8.2 Ekstraksi dengan pelarut organik

Prinsip dari proses ini adalah solut nonpolar (minyak) lebih dapat larut
dalam pelarut nonpolar, demikian pula sebaliknya. Dalam pelarut organik
kelarutan minyak tinggi karena energi yang diperoleh dari interaksi antara
minyak-pelarut organik dapat mengkompensasi kehilangan energi yang
diperlukan untuk memecahkan ikatan molekul pelarut dan mendispersikan
molekul minyak dalam pelarut [Johnson dan Lucas, 1983]. Pengambilan minyak
dari bahan mentahnya biasanya lebih sempurna bila dilakukan dengan ekstraksi
dengan pelarut karena residu yang dihasilkannya hanya sekitar 1 - 2 % [Hidayat,
1990].

2.9 Mekanisme Pelarutan dalam Ekstraksi dengan Pelarut


Menurut Sedine dan Hasegawa, teori pelarutan pada ekstraksi pelarut
secara teori didasarkan pada hukum thermodinamika. Pada saat pelarutan, zat
19

terlarut dan pelarut membentuk campuran molekular (Johnson dan Lusas, 1983).
Pelarut selalu berhubungan dengan perubahan energi bebas Gibbs. Nilai
perubahan energi bebas Gibbs untuk pelarutan adalah negatif.

Proses pelarutan terdiri dari dua proses endoterm dan satu eksoterm. Yang
pertama, molekul zat terlarut/solut (baik padat maupun cair) memisah menjadi
molekul terisolasi. Proses ini berlangsung secara endotermik, energinya disebut
lattice energy, kalor sublimasi, atau kalor penguapan, dan nilainya kecil jika
molekul solut bersifat nonpolar. Molekul solut yang memisah kemudian
terdispersi ke dalam pelarut. Energi dibutuhkan untuk memutus molekul pelarut,
sebagai persiapan untuk mengikat molekul solut. Energi tersebut sebanding
dengan peningkatan ikatan intermolekular dalam pelarut murni (pelarut nonpolar
< pelarut polar < pelarut dengan ikatan hidrogen). Semakin besar molekul solut,
maka energi yang dibutuhkan pun semakin besar, karena lebih banyak ikatan
intermolekular antar molekul pelarut yang harus dirusak untuk membuat ruang
bagi solut. Proses yang ketiga (eksotermik) adalah molekul solut terdispersi
berinteraksi dengan molekul pelarut yang berdekatan. Energi yang dilepaskan jika
molekul pelarut dan solut keduanya nonpolar < salah satu polar dan yang lainnya
nonpolar < molekul solut dipecah oleh molekul pelarut.
Perubahan enthalpi keseluruhan lebih negatif (eksotermik) jika interaksi
solut-solut dan pelarut -pelarut mempunyai energi hilang lebih besar dibandingkan
energi yang didapatkan dalam interaksi solut- pelarut. Jika molekul solut
mempunyai ikatan antar molekul yang kuat, solut tersebut hanya larut dalam
pelarut yang mempunyai ikatan solut-pelarut besar. Kelarutan trigliserida dalam
air kecil karena molekul trigliserida berikatan lemah dengan air, dan energi yang
diperoleh dari interaksi trigliserida-air tidak dapat mengganti jumlah energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan hidrogen intermolekular air. Kelarutan
minyak dalam n-heksana tinggi karena interaksi antara solut-pelarut yang lebih
kuat sehingga dapat mengganti kehilangan energi dalam tahap pertama dan kedua.
Pada proses ekstraksi, minyak berpindah dari biji secara difusi dan
perpindahan minyak dari biji ke pelarut berlangsung terus menerus sampai
kesetimbangan tercapai. Laju difusi ini sebanding dengan luas permukaan dari
20

partikel biji dan berbanding terbalik dengan ketebalan biji. Oleh karena itu biji
yang akan diekstraksi umumnya diubah menjadi bentuk bubuk maupun
dihancurkan.
Hal yang harus menjadi perhatian dalam proses ekstraksi adalah
mendapatkan perolehan yang baik, semurni mungkin, hasil yang diperoleh
banyak, sesuai dengan keekonomian proses dan menghasilkan residu dengan nilai
yang cukup tinggi.

2.10 Variabel Yang Mempengaruhi Ekstraksi Padat Cair

Ekstraksi padat cair dipengaruhi oleh ukuran padatan, temperatur, waktu


ekstraksi, kecepatan pengadukan, rasio jumlah pelarut banding padatan yang akan
diekstrak, dan jenis pelarut.

Semakin kecil ukuran partikel padatan semakin banyak solute yang dapat
terambil karena luas permukaan bahan yang bersentuhan langsung dengan pelarut
semakin luas. Tetapi apabila terlalu kecil maka volatile oil akan hilang pada saat
penggilingan. Ukuran padatan juga harus diusahakan seragam, karena jika tidak
bahan yang berukuran kecil akan menempati celah-celah yang terbentuk antara
bahan yang berukuran lebih besar. Dengan demikian kontak antara padatan
dengan pelarut menjadi tidak efektif [ Goldman, 1949 ].

Temperatur yang digunakan untuk ekstraksi sangat mempengaruhi hasil


ekstraksi. Pada umumnya ekstraksi akan lebih cepat jika dilakukan pada
temperatur tinggi. Namun kandungan -Karoten sebagai sumber provitamin A
yang terdapat dalam minyak kelapa sawit akan mengalami kerusakan pada
temperatur tinggi.

Waktu ekstraksi sangat mempengaruhi hasil ekstraksi. Semakin lama


ekstraksi dilakukan akan semakin banyak solute yang dapat diambil, tetapi setelah
solute yang diambil mencapai maksimal sesuai dengan kondisi ekstraksi maka
waktu tidak banyak mempengaruhi hasil ekstraksi.
21

Semakin cepat pengadukan, tumbukan antara pelarut dan solute akan lebih
banyak, sehingga solute yang didapat lebih banyak [Goldman, 1970 dan Shianny,
1995]. Pengadukan sangatlah penting karena menyebabkan kenaikan perpindahan
solute dan permukaan partikel padatan ke seluruh pelarut. Selain itu pengadukan
pada ukuran partikel padatan yang sangat halus juga dapat mencegah terjadinya
pengendapan.

Semakin banyak jumlah pelarut, partikel padatan yang berkontak dengan


pelarut semakin banyak sehingga solute yang dapat terambil semakin banyak.

2.11 Pelarut Ekstraksi

Pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi minyak dari biji-bijian adalah
heksana, etanol, aseton, benzena, trikloroetilen [Sakkhe, et al.,1992 dan
Bernardini, 1983]. Heksana sering kali digunakan untuk mengekstrak minyak dari
biji-bijian yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi [Swern,1964 ;
Sakkhe, et al., 1992 ; Bernardini, 1983 ]. Hal ini disebabkan karena heksana
memiliki beberapa kelebihan yaitu viskositasnya rendah, derajat selektifitas ke
solut tinggi, tekanan uap rendah, densitas rendah dan memiliki tegangan
permukaan yang rendah [ Fessenden, 1997 ]. Di samping itu, heksana tidak
menghasilkan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan seperti uap belerang,
senyawa klor, maupun sisa karbon disulfit sehingga cocok digunakan sebagai
pelarut bagi minyak makan (edible oil). ) Selain itu heksana mempunyai panas
laten yang jauh lebih kecil dibandingkan pelarut karbon disulfit dan trikloroetilen
sehingga menghemat penggunaan steam pada proses desolventasi. Pelarut ini juga
memiliki viskositas yang rendah sehingga tidak mengganggu proses pengadukan
selama operasi ekstraksi. Di industri, n-heksana tidak menyebabkan korosi pada
peralatan proses (Bernadini, 1983).

Heksana dan benzena merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam


proses ekstraksi karena dapat menghasilkan minyak dengan tingkat kemurnian
22

tinggi, memiliki stabilitas yang tinggi, sifat korosinya rendah, serta residu bahan
berminyak rendah [ Patterson, 1988]. Namun apabila proses ekstraksi dilakukan
dengan pelarut benzena maka harus sangat berhati-hati karena pelarut ini
tergolong ke dalam pelarut yang sangat beracun (memiliki tingkat toksisitas
tinggi). Benzena dalam konsentrasi tinggi dapat merusak system syaraf (yang
dapat mengakibatkan kelumpuhan) dan juga merupakan racun darah, dalam
konsentrasi rendah pun dapat mengakibatkan sakit kepala, cemas, menurunnya
kepekaan indera pengecap serta dapat menyebabkan iritasi [Jacobs, 1953 dan
Durrans, 1950]. Trikloroetilena jarang digunakan karena harganya yang mahal,
tidak boleh bersentuhan dengan kulit, dan berbahaya jika uapnya terhirup.

Menurut Glasstone dan Lewis, 1968 polaritas suatu bahan dapat dilihat
pada konstanta dielektriknya. Semakin besar konstanta dielektriknya, maka
bersifat semakin polar.

Sedangkan menurut Durrans, 1933 komponen yang mengandung gugusan


hidroksil dan karbonil, seperti alkohol dan keton bersifat polar. Sedangkan
hidrokarbon termasuk gugus non-polar.

Menurut Fessenden ikatan kovalen yang terbentuk antara atom atom ada
yang bersifat polar atau non-polar. Kepolaran suatu ikatan dipengaruhi oleh dua
hal yaitu keelektronegatifan da n polarizabilitas atom atom.
Keelektronegatifan adalah kemampuan atom untuk menarik elektron
lainnya. Keelektronegatifan sendiri dipengaruhi oleh jumlah proton dalam inti dan
jumlah kulit yang mengandung elektron. Dalam suatu periode pada susunan
berkala, sifat keelektronegatifan bertambah dari kiri ke kanan. Hal ini disebabkan
karena proton (muatan inti positif) dalam inti semakin bertambah banyak sehingga
tarikan untuk elektron ikatan bertambah. Dari bawah ke atas dalam golongan
tertentu pada susunan berkala sifat keelektronegatifan semakin bertambah. Hal ini
karena semakin ke atas jumlah kulit atom semakin kecil, sehingga elektron makin
mudah ditarik oleh inti.
Polarizabilitas atom-atom adalah kemampuan awan elektron untuk
didistorsi (diubah bentuknya). Atom-atom yang besar memiliki elektron-elektron
23

terluar yang lebih jauh dari inti daripada atom-atom kecil. Hal ini mengakibatkan
elektron kurang kuat terikat sehingga atom besar lebih sulit untuk menarik
elektron.
Atom-atom yang berikatan jika memiliki keelektronegatifan yang sama
atau hampir sama maka akan membentuk ikatan kovalen non-polar. Kedua atom
memiliki kemampuan yang sama atau hampir sama dalam hal menarik elektron
ikatan. Ikatan kovalen yang terbentuk dari atom atom dimana satu atom memiliki
keelektronegatifan lebih besar daripada yang lain, sehingga distribusi rapat
elektronnya tidak merata akan membentuk ikatan kovalen polar

Menurut Sabel dan Warren, 1973 pelarut yang digunakan hendaknya


memiliki titik didih yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, karena
dapat mempersulit proses pemisahan pelarut. Pemisahan pelarut bertitik didih
tinggi akan membutuhkan waktu lama dan suhu tinggi sehingga menyebabkan
kerusakan -karoten. Pelarut bertitik didih rendah akan mudah menguap dan
menyebabkan kehilangan pelarut besar selama ekstraksi dan pada saat dipisahkan.

2.12 Sifat Fisika Pelarut yang Digunakan

Etanol memiliki nama lain yaitu etil alkohol (ethyl hydroxide) dengan
rumus molekul C2 H6 O dengan rumus bangun CH3 CH2 OH. Etanol digunakan
sebagai pelarut dalam industri parfum, flavor compounds, germicide, minuman,
bahan bakar, penghambat, dan khususnya sebagai bahan kimia perantara untuk
bahan kimia lainnya.

Etil alkohol atau etanol dalam keadaan normal adalah cairan yang volatile,
mudah terbakar, tidak berwarna, baunya sangat dikenal, dan mempunyai ciri
tertentu jika dilarutkan dalam air. Etanol juga digunakan sebagai pelarut dalam
ekstraksi untuk mengekstrak zat-zat dari tumbuhan [ Guenther, 1952 ].

Keuntungan pelarut etanol ialah produk minyak yang dihasilkan tidak


perlu dimurnikan lagi, 97 % etanol dapat didaur ulang, kandungan FFA (asam
lemak bebas) produk rendah, selain itu pemisahan etanol dan minyak mudah.
24

Sedangkan kelemahan pelarut etanol yaitu mahal, mengekstraksi komponen non-


trigliserin lebih banyak, dan kalor laten penguapannya tinggi.

Pelarut lain yang dapat digunakan untuk mengekstraksi biji-bijian adalah


aseton. Nama lainnya yaitu dimetil keton (pyroacetic ether) dengan rumus
molekul C3 H6 O dengan rumus bangun CH3 COCH3 . Aseton adalah salah satu
pelarut yang paling banyak digunakan dalam industri. Aseton adalah pelarut yang
baik untuk suspensi yang lengket, pelapis, lemak, zat lilin, resin, pelumas,
minyak, pewarna, dan selulosa.

Aseton digunakan sebagai pelarut dan sebagai perantara reaksi dalam


produksi berbagai komponen lain. Kegunaan aseton secara langsung sebagai
pelarut dalam formulasi pelapis permukaan dan thinner, umumnya pada jenis cat
aciylic dan nitrocellulose lacquers. Aseton juga digunakan untuk pelarut pada
pembuatan obat-obatan dan kosmetik

Aseton juga memiliki kelebihan dalam mengekstrak yaitu mampu


mengekstrak zat warna lebih banyak [ Tandon, 1964 ]. Aseton juga digunakan
untuk mengekstrak zat-zat dari tumbuhan dan binatang [ Jacobs, 1941 ].

Keunggulan dari pelarut aseton ialah kandungan gossypol dalam rafinat


rendah, rafinat mengandung nilai nutrisi yang baik, pemisahan minyak dan
miscella mudah, kandungan FFA, gossypol, alfatoxin dalam minyak rendah, dan
mengekstraksi lebih banyak pigmen. Sedangkan kelemahannya ialah warna
minyak yang dihasilkan kurang baik karena mengekstrak zat warna lebih banyak

Heksana merupakan hidrokarbon berantai lurus, yaitu C6 H14 . Heksana


umumnya digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi minyak dari biji-bijian,
sebagai media reaksi, dan sebagai komponen dalam formulasi berbagai produk.
Penggunaan terbesar heksana adalah ekstraksi minyak biji-bijian seperti kedelai,
cottonseed, flaxseed, safflower seed, kacang tanah, dan beberapa biji-bijian lain.
Hampir semua proses ekstraksi biji-bijian menggunakan heksana [ Johnson dan
Lucas, 1983 ].
25

Keunggu!an n-heksan yaitu sangat stabil, kehilangan akibat penguapan


kecil, tidak korosif, produk memiliki rasa dan bau yang baik. Sedangkan
kelemahannya yaitu harga cukup mahal, mudah terbakar dan meledak, tak
terbiodegradasi, merusak lapisan ozon.

Tabel 2.6 Sifat fisika pelarut etanol, aseton, dan heksana

Sifat Fisika Pelarut Etanol Aseton Heksana


Titik didih (o C) 78.44 56.1 69
Spesific gravity ( T = 20 o C ) 0.79357 0.7925 0.659
Indeks bias ( T = 20 o C ) 13.619 13.591 13.748
Titik nyala (o C) 12.93 20 - 23
Flammability limits (vol dalam udara) 4.3 % - 19 % 2.5 % - 12.8 %
Konstanta dielektrik 24.3 21.2 1.9
Kalor laten penguapan pada 25 o C (kal/g) 204.26 130.92 87.5
kalor jenis (kal/g o C) 0.68 0.514 0.6
Densitas pada 20 o C (g/cc) 0.789 0.792 0.659
Viskositas pada 20 o C (cP) 1.22 0.316 0.32
Kelarutan dalam air (% berat) ~ ~ 0.014
[Sumber : Daubert, 1984 dan Perry, 1984]

2.13 Pengadukan

Pada suatu pengadukan untuk suatu proses ekstraksi diinginkan pola aliran
yang aksial dan radial karena pola aliran aksial tidak akan menimbulkan vorteks
dan solid body rotation (gerakan cairan berputar-putar dalam tangki) serta dapat
mempercepat kontak antara padatan dan pelarut selama proses ekstraksi
sedangkan pola aliran radial akan menghasilkan gerakan memutar ke segala arah.
Pola aliran tangensial tidak dikehendaki karena da pat menimbulkan vorteks
permukaan, terutama jika kecepatan pengadukannya tinggi dan juga
memungkinkan terjadinya solid body rotation.

2.14 Pemisahan Minyak dan Lemak dari Pelarut


Distilasi adalah unit operasi pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
kemampuan menguap (volatilitas) dari komponen-komponen yang akan
dipisahkan. Umumnya pelarut merupakan komponen yang lebih mudah menguap
daripada minyak. Perbedaan volatilitas pelarut dan minyak ini dimanfaatkan untuk
memisahkan kedua komponen dalam larutan dengan distilasi. Agar distilasi dapat
26

berlangsung, larutan harus berada dalam kesetimbangan uap-cair. Oleh karena itu,
larutan dipanaskan pada suhu didihnya, yaitu suhu di antara titik didih pelarut dan
titik didih minyak sehingga terbentuk fasa uap dan fasa cair. Uap yang terbentuk
dikondensasi sehingga menjadi cair dan akan mengandung lebih banyak pelarut
daripada minyak. Penelitian ini dilakukan dengan metode distilasi batch.
Distilasi batch umumnya digunakan dalam skala laboratorium (skala
kecil). Prosesnya terbatas untuk pemisahan dua buah komponen. Keuntungan
distilasi ini adalah prosesnya sederhana, mudah untuk dioperasikan, dan
dihasilkan produk dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Beberapa
aplikasinya dalam industri antara lain: penghilangan kontaminan volatil dan
pembuatan minuman berakohol. Gambar distilasi batch dapat dilihat pada Gambar
2.6

Gambar 2.6 Distilasi Batch

2.15 Analisis kimia

Analisis kimia yang biasa dilakukan untuk melihat kualitas minyak adalah
bilangan iodium, bilangan peroksida, dan kadar asam lemak bebas.

Bilangan iod dilakukan untuk melihat derajat ketidakjenuhan dari asam


lemak. Bilangan iod yang tinggi menunjukkan semakin tinggi ketidakjenuhan
suatu minyak. Oleh karena itu semakin tinggi bilangan iod berarti semakin rendah
27

melting point dari asam lemak tersebut [Bernardini, 1983]. Menurut Chow, 1992
derajat ketidakjenuhan asam lemak besar pengaruhnya terhadap oksidasi.
Sehingga dalam reaksi oksidasi, asam lemak tidak jenuh dalam minyak seperti
asam linoleat, akan memulai periode induksi pada tahapan autooksidasi minyak.
Oksidasi ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan membentuk senyawa
peroksida yang nantinya akan menjadi indikator ketengikan minyak.

Bilangan Peroksida menunjukkan tingkat kerusakan oksidatif lemak yang


ditunjukkan oleh jumlah asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen. Proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak atau
lemak. Proses oksidasi menghasilkan sejumlah aldehid, keton, dan asam lemak
bebas yang menimbulkan bau tidak sedap [ Ketaren, 1986 ].

Bilangan asam atau kadar asam lemak bebas menunjukkan tingkat


kerusakan hidrolitik lemak. Bilangan asam yang tinggi menunjukkan asam lemak
bebas yang tinggi. Asam lemak bebas terbentuk dan proses hidrolisis lemak atau
minyak. Semakin tinggi bilangan asam semakin rendah pula mutu minyak
tersebut.
28

BAB III
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan Baku


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku
utama, bahan penunjang, dan bahan analisis

3.1.1 Bahan baku utama


1. Biji kelapa sawit
Biji yang digunakan berasal dari berbagai macam varietas, tidak dikhususkan
untuk varietas tertentu. Bentuk biji yang digunakan, sebagai umpan ekstraksi
dipilih dalam bentuk mesh. Biji kelapa sawit tersebut dapat diperoleh dari
Lampung.
2. Pelarut pengekstrak
Dalam penelitian digunakan tiga variasi pelarut organik yaitu heksana, etanol
dan aseton. Pelarit organik tersebut dapat diperoleh di toko Brataco Chemical
yang berada di jalan Klenteng 8,Bandung.

3.1.2 Bahan penunjang


Bahan penunjang yang digunakan adalah saringan dan kertas saring untuk
memisahkan ekstrak dan rafinatnya yaitu dengan menyaring padatan sehingga
didapat minyak biji dengan kualitas yang baik.

3.1.3 Bahan analisis


Bahan analisis adalah bahan yang digunakan untuk menganalisis minyak
biji kelapa sawit. Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 96 %, indikator pp
( fenoftalein ), larutan kalium hidroksida (KOH 0,1 N), asam acetat glacial,
chloroform, natrium tiosulfat (Na2 S 0,02 N dan 0,1 N), indikator kanji 0,5 %,
CCl4 , larutan wijs, dan larutan KI 10 %.
29

3.2 Peralatan
Seperti halnya bahan baku, peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi peralatan utama dan peralatan penunjang.

3.2.1 Peralatan utama


Dalam penelitian ini digunakan peralatan utama, antara lain:
??Ekstraktor dan pelaratan distilasi
Ekstraktor yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari labu ekstraktor
bervolume 2000 ml, kondensor, pengaduk (magnetic stirrer), termometer, water
bath, refraktometer. Peralatan distilasi terdiri atas labu distilasi, penampung
distilat, kondensor, heating mantle, dan termometer. Gambar dari peralatan
utama dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.2.2 Peralatan penunjang


Peralatan penunjang yang dibutuhkan untuk me mperkecil biji kelapa sawit
adalah: blender, pisau, dan alat penumbuk. Perangkat penunjang lain yang
diperlukan untuk analisis minyak yaitu refraktometer, gelas kimia, batang
pengaduk, filler, botol semprot, labu ukur, oven, eksikator, neraca analitik, kertas
saring, labu erlenmeyer 300 ml, mikroburet 10 ml, dan gelas ukur.

3.3 Metode

Metode yang digunakan dalam percobaan utama ekstraksi dengan pelarut


menggunakan reaktor berpengaduk. Ekstraksi ini dilakukan dalam reaktor
berleher lima untuk alat pengambil sampel, kondensor, pelarut, recycle dan
termometer yang dilengkapi dengan pemanas waterbath. Alat ini dapat dilihat
pada gambar 3.1. Setelah biji kelapa sawit dipotong-potong kemudian dicampur
dengan pelarut dalam reaktor. Kemudian panaskan waterbath pada suhu tertentu.
Pelarut akan mengekstrak minyak dalam biji kelapa sawit. Pelarut yang menguap
akan masuk ke dalam kondensor dan akan didinginkan sehingga uap pelarut akan
30

berubah menjadi fasa cair kembali dan akan mengekstrak biji lagi dan demikian
selanjutnya sampai tercapai kesetimbangan antara konsentrasi solut (minyak)
dalam biji dan pelarut.

Dengan adanya bantuan pengadukan, maka ekstraksi akan lebih sempurna


dimana kontak antara pelarut dengan biji kelapa sawit lebih baik.

Kran

Kondensor

Pelarut Air pendingin


Termometer

Air pendingin
Kran

Vakum
Kondensor

Termostat

Waterbath

Magnetic stirer

Heating Mantle

Gambar 3.1 Alat ekstraksi

Sebelum diekstraksi biji kelapa sawit mengalami perlakuan awal terlebih


dahulu. Perlakuan awal biji kelapa sawit:

1. biji dengan daging buah kelapa sawit dipisahkan.

2. Sejumlah tertentu biji kelapa sawit dipecahkan tempurungnya


menggunakan palu dan ambil daging bijinya.

3. Daging biji (kernel) diblender, dipotong pipih atau ditumbuk.


0
4. Dipanaskan dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam.
31

3.4 Percobaan Pendahuluan

3.4.1. Penentuan waktu ekstraksi


Mula-mula hancurkan biji kelapa sawit kemudian panaskan
0
dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam

Timbang 100 g biji


kelapa sawit

Masukan ke
dalam reaktor

Masukan pelarut heksana secara


kontinu ke dalam reaktor

Aduk denga n kecepatan


pengadukan tertentu

Panaskan dengan
o
suhu 69 C

Ambil sampel untuk pengukuran


indeks bias setiap 10 menit

Indeks bias diukur


sampai konstan

Lalu catat waktu ekstraksi

Lakukan juga pengukuran waktu ekstraksi untuk pelarut etanol


o o
dengan suhu 79 C dan aseton dengan suhu 57 C

Gambar 3.2 Penentuan waktu ekstraksi


32

3.5 Percobaan Utama


Ekstraksi dilakukan dengan perlakuan yang diterapkan yaitu dengan
menggunakan jenis pelarut yang bervariasi, berturut-turut yaitu heksana , aseton,
dan etanol. Selain itu juga dilakukan pada temperatur yang bervariasi berturut -
o
turut adalah pada temperatur titik didih pelarut dan 50 C

Prosedur percobaan utama dapat dilihat pda gambar 3.3 berikut ini :
Mula-mula hancurkan biji kelapa sawit kemudian panaskan
0
dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam

Timbang 100 g biji


kelapa sawit

Masukan ke
dalam reaktor

Masukan pelarut
secara kontinu ke
dalam reaktor

Aduk dengan
kecepatan pe ngadukan
tertentu

Panaskan dengan
variasi temperatur

Ekstraksi dilakukan sesuai dengan waktu ekstraksi yang telah


ditentukan dalam percobaan pendahuluan

Analisa

Gambar 3.3 Prosedur percobaan utama


33

3.6 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah


rancangan blok teracak lengkap dengan dua faktor, yaitu jenis pelarut yang
digunakan dan temperatur ekstraksi.

Tabel 3.1 Variasi jenis pelarut dan kecepatan pengadukan biji kelapa sawit
Variasi Jenis Variasi temperatur
Pelarut ekstraksi
n-Heksana Titik didih pelarut
0
Aseton 50 C
Etanol

Tabel 3.2 Rancangan percobaan utama


M1 (titik didih
0
pelarut) M2 ( 50 C )
P1 (n-Heksan) M1 P1 M2 P1
P2 ( aseton ) M1 P2 M2 P2
P3 (etanol) M1 P3

Adapun hipotesis nol untuk pengaruh perlakuan secara umum akan ditolak
menggunakan tabel distnbusi F.
34

Tabel 3.3 Analisis varian rancangan percobaan faktorial dua faktor


No. Variasi Degrees of Fhitung
Sum of Square Mean Square
Freedom
a
yi.. 2 y.. 2 MSA = Fo,A =
1. Jenis Pelarut SSA = ? - a-1
i ?1 bn abn SSA /(a-1) MSA /MSE

b 2 2 MSB = Fo,B =
y y
2. Temperatur SSB= ? . i .. - .. b-1
j ?1 an abn SSB/(b-1) MSB/MSE

a b y ij.. 2
y
2

3. Interaksi
SSAB= ??
i ?1 j ?1 n
- .. -
abn (a-1)(b-1)
MSAB = Fo,AB =

SSAB/(a-1)(b-1) MSAB/MSE
SSA - SSB

MSE =
4. Error SSE = SST SSA SSB - SSAB ab(n-1)
SSE /ab(n-1)

a b n 2 2
y
5. Total SST = ????yijk ? - .. Abn-1
i ?1 j ?1 k ?
1 abn

Jika hasil analisis varian menunjukkan perbedaan yang nyata, maka


dilakukan analisis untuk menunjukkan perbedaan antara perlakukan atau blok
dengan menggunakan metode LSD (Least Significant Difference). Persamaan
LSD adalah sebagai berikut :

t? ?
1 1?
LSD ? MSE? ? ?
2ab(n ?1) ?
a b?

3.7 Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu analisis
perolehan minyak dan analisis kualitas minyak Analisis kualitas minyak yang
lebih rinci dapat dilihat pada lampiran A. Analisis kualitas minyak yang dilakukan
yaitu kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida, dan bilangan iodium
35

3.8 Jadwal Penelitian

Penelitian ini berlangsung dan bulan Februari 2004 sampai Juni 2004.
Jadwal tentatif kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3.6

Tabel 3.4 Jadwal kerja penelitian

Februari Maret April Mei Juni


No Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengumpulan biji
2 Pengenalan karakteristik alat
3 Percobaan pendahaluan
4 Percobaan utama
5 Analisis minyak
6 Pembahasan
7 Penyelesaian laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji kelapa sawit yang diteliti berasal dari Lampung. Biji kelapa sawit ini
berwarna hitam kemerah-merahan (matang), dan biji kelapa sawit ini memiliki
tempurung berwarna coklat kehitam-hitaman dengan ketebalan 2 mm. Biji kelapa
sawit yang belum matang memiliki tempurung biji berwarna kuning dan tebalnya
0,5 cm. Biji kelapa sawit yang akan diekstrak dihancurkan dahulu dalam alat
penghancur. Setelah itu dipanaskan dengan suhu 130 0 C selama 2 jam. Gambar
biji kelapa sawit yang telah dihancurkan dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Biji kelapa sawit yang telah dihancurkan.

36
37

4.1 Penelitian Pendahuluan


4.1.1 Penentuan waktu kesetimbangan

Penentuan waktu kesetimbangan dilakukan dengan pelarut yang berbeda -


beda pada titik didihnya (heksana pada temperatur 68o C, aseton pada temperatur
57oC, dan etanol pada temperatur 79oC). Kondisi yang ditetapkan yaitu kecepatan
pengadukan 750 rpm, dan massa biji kelapa sawit yang digunakan adalah 100
gram. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan mengambil sampel tiap 30 menit,
sampai indeks bias yang dihasilkan kontan.

Mekanisme yang terjadi dalam ekstraksi ini adalah padatan biji kelapa
sawit yang didispersikan pada pelarut akan menyebabkan minyak biji kelapa sa wit
yang berada pada padatan biji kelapa sawit berdifusi ke pelarut. Peristiwa difusi ini
akan terus berlanjut sampai konsentrasi minyak dalam padatan dan minyak dalam
pelarut sama atau disebut mencapai kesetimbangan. Waktu untuk mencapai
keadaan setimbang dinamakan waktu kesetimbangan. Secara mikroskopis waktu
kesetimbangan dicapai saat kecepatan perpindahan solut dari padatan ke pelarut
sama dengan kecepatan perpindahan solut dari pelarut ke padatan. Secara
makroskopis waktu kesetimbangan dapat diketahui dengan melihat indeks bias
ekstrak. Pada saat indeks bias konstan berarti konsentrasi minyak dalam padatan
sama dengan konsentrasi minyak dalam pelarut dan kesetimbangan tercapai.
Waktu kesetimbangan perlu diketahui terlebih dahulu supaya proses ekstraksi
dapat berlangsung secara efektif sehingga dapat diperoleh yield yang optimum.
Data penentuan waktu kesetimbangan yang diperoleh dengan berbagai pelarut
dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3. Dan perbandingan waktu
kesetimbangan setiap pelarut dapat dilihat pada gambar 4.2.
38

Tabel 4.1 Penentuan kesetimbangan ektraksi heksana

indeks bias ekstrak (pelarut +


Waktu(menit)
minyak) sebelum didistilasi

0 1.36622
1.36808
30
1.37117
60

90 1.37422

120 1.37727

150 1.37829

180 1.37829

210 1.37829

Tabel 4.2 Penentuan kesetimbangan ektraksi aseton

Waktu indeks bias ekstrak (pelarut +


(menit) minyak) sebelum didistilasi

0 1.36531
30 1.36819

60 1.37219

90 1.37421
120 1.37823
150 1.37928
180 1.37928
210 1.37928
39

Tabel 4.3 Penentuan kesetimbangan ektraksi etanol

Waktu indeks bias ekstrak (pelarut +


(menit) minyak) sebelum didistilasi

0 1.3651
30 1.36712

60 1.37523

90 1.37826
120 1.38029
150 1.38079
180 1.38131
210 1.38131
240 1.38131

Semakin tinggi indeks bias berarti semakin ba nyak kandungan minyak


dalam ekstrak. Dari hasil percobaan dapat terlihat bahwa pada pelarut heksana,
waktu 150 menit indeks bias ekstrak tetap pada 1,37829 dan tidak lagi mengalami
kenaikan. Hal ini berarti waktu kesetimbangan untuk heksana adalah 150 menit.
Dari hasil percobaan pada aseton dapat terlihat bahwa waktu 150 menit indeks
bias ekstrak tetap pada 1,37932 dan tidak lagi mengalami kenaikan. Hal ini berarti
waktu kesetimbangan untuk aseton adalah 150 menit. Sedangkan pada etanol
waktu 180 menit indeks bias ekstrak tetap pada 1,38131 dan tidak lagi mengalami
kenaikan. Hal ini berarti waktu kesetimbangan untuk etanol adalah 180 menit.
Indeks bias minyak yang didapat seharusnya tidak konstan, indeks bias yang
terjadi seharusnya ketika awal reaksi indeks bias minyak naik tetapi setelah
beberapa waktu tertentu indeks bias minyak tersebut akan mengalami penurunan.
Dari hasil percobaan didapat indeks bias minyak konstan, hal ini disebabkan
karena setelah beberapa waktu tidak ada minyak yang dapat diekstrak kembali
sehingga indeks bias yang didapat pun akan konstan.
40

Gambar perbandingan waktu kesetimbangan setiap dapat dilihat pada gambar 4.2

Perbandingan waktu kesetimbangan setiap pelarut

1.385

1.38
Indeks bias

1.375 Heksana
Aseton
1.37 Etanol

1.365

1.36
0 50 100 150 200 250
Menit

Gambar 4.2 Perbandingan waktu kesetimbangan setiap pelarut

Dari grafik diatas dapat dibuat persamaan garis yang dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persamaan garis dari berbagai pelarut
Pelarut Persamaan garis
-7 2
Heksana -3 10 X + 0.00009 X + 1.3658
-7 2
Aseton -6 10 X + 0.0002 + 1.3643
-7 2
Etanol -3 10 X + 0.0001 + 1.3647

Dari perhitungan didapat bahwa waktu kesetimbangan optimum untuk


heksana adalah 150 menit dengan indeks bias optimum adalah 1.37255, sedangkan
waktu kesetimbangan optimum untuk aseton adalah 166.67 menit dengan indeks
bias optimum adalah 1.38096 dan waktu kesetimbangan optimum untuk etanol
adalah 167.67 menit dengan indeks bias optimum adalah 1.3731.
41

4.2 Penelitian Utama


Pada penelitian utama ini dilakukan ekstraksi biji kelapa sawit dengan jenis
pelarut yang berbeda-beda yaitu: heksana, aseton, dan etanol serta dengan
temperatur yang berbeda pula yaitu: pada titik didih pelarutnya dan 50o C.
Percobaan ini masing-masing dilakukan duplo. Setelah itu dilakukan analisis -
analisis yang meliputi: perolehan minyak, rendemen, asam lemak bebas (FFA),
bilangan peroksida, dan bilangan iodin.

4.2.1 Perolehan minyak


Data hasil percobaan utama yaitu massa minyak yang diperoleh setelah
proses distilasi dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Perolehan minyak dengan sampel 100 gram


Berat minyak dengan sampel 100 gr
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana ( t.d 69) 51.6 49.9 46.3 48.5
Aseton ( t.d 57) 43.4 45.5 42.4 38.3
Etanol (t.d 79) 39.2 41.3 36.7 35.9

Dari Tabel 4.5 dapat diperoleh perolehan minyak rata-rata yang dapat dilihat pada
Tabel 4.6
Tabel 4.6 Perolehan minyak rata-rata
Berat minyak dengan sampel 100 gr
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana ( t.d 69) 50.75 47.4
Aseton ( t.d 57) 44.45 40.35
Etanol (t.d 79) 40.25 36.3
42

4.2.1.1 Pendekatan histogram


Grafik batang yang menggambarkan hubungan antara temperatur dan
perolehan minyak rata-rata yang dihasilkan pada masing-masing jenis pelarut
dapat dilihat pada Gambar 4.3. Grafik batang ini didasarkan pada perolehan
minyak rata-rata pada Tabel 4.6.

Pengaruh temperatur dan jenis pelarut


terhadap perolehan minyak

60
Massa minyak

40 Heksana
Aseton
20 Etanol

0
Titik didih 50 0C
Temperatur

Gambar 4.3 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap perolehan


minyak

Dari grafik batang di atas dapat dilihat perolehan minyak terbesar diperoleh
pada saat ekstraksi dilakukan pada titik didihnya. Sedangkan untuk variabel jenis
pelarut perolehan minyak tertinggi diperoleh pada pelarut heksana.
Perolehan minyak menurut hasil percobaan mencapai 50.75 % dari
kandungan minyak secara keseluruhan dalam biji kelapa sawit kering yaitu 47 52
% berat biji kelapa sawit kering.
43

4.2.1.2 Pendekatan analisis statistik


Untuk mengetahui pengaruh variabel jenis pelarut dan temperatur maka
dilakukan analisis varian dua faktor terhadap data percobaan utama berdasarkan
perolehan minyak. Analisis varian ini dapat dilihat pada Tabel 4.7. Contoh
perhitungan analisis varian dua faktor ini secara mendetail dapat dilihat di
lampiran.

Tabel 4.7 Analisis varian percobaan dua faktor untuk percobaan utama

Derajat F
Variasi Jumlah Kuadrat Kebebasan Kuadrat Rata-rata Fo tabel

Jenis pelarut SSa = MSa = Foa =


237.615 2 118.8075 41.932059 8.02
Temperatur SSb = 43.32 1 MSb = 43.32 Fob = 15.289412 8.02
Interaksi SSab = 0.315 2 MSab = 0.07875 Foab = 0.0277941 6.42
Kesalahan
SSe = MSe =
Percobaan
17 6 2.833333
Total SSt =
298.25 11

Dari analisis varian didapat bahwa variasi jenis pelarut dan temperatur
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan minyak dan tidak ada
interaksi di antara keduanya.

4.3 Pengaruh Jenis Pelarut


Dari hasil pengolahan diatas diperoleh bahwa variabel jenis pelarut
berpengaruh terhadap perolehan minyak hasil ekstraksi. Dari uji LSD didapat
bahwa pelarut heksana memberikan hasil yang paling yang signifikan
dibandingkan dengan pelarut aseton dan pelarut etanol. Ini berarti pelarut terbaik
untuk ekstraksi ini adalah pelarut heksana.
Pelarut heksana memberikan hasil yang signifikan untuk ekstraksi ini
disebabkan karena perbedaan kepolarannya. Heksana yang memiliki rumus C6 H14
44

(CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3 ) termasuk gugus alkana yang memiliki sifat non-
polar. Karbon memiliki nomor atom 6 sehingga orbital terluarnya yaitu sp3 akan
membentuk empat ikatan tunggal. Karbon dengan 4 hidrogen akan membentuk
ikatan dengan sudut 109,5o. Oleh karena kekuatan empat ikatan ini sama, maka
akan terbentuk ikatan kovalen nonpolar. Demikian pula ikatan antara karbon-
karbon yang terbentuk pada n-heksan memiliki keelektronegatifan yang sama,
sehingga keseluruhan n-heksan memiliki ikatan nonpolar [ Fessenden, 1997 ]..
Pelarut aseton dengan rumus C2 H6 O (CH3 -O-CH3 ) termasuk kelompok
eter, yang memiliki ikatan kovalen polar. Atom O memiliki nomor atom 8
sehingga memiliki dua pasang elektron menyendiri dan dua elektron tunggal yang
akan berikatan dengan atom lain. Oleh karena dua pasang elektron menyendiri
inilah maka distribusi rapat elektron tidak merata jika atom O berikatan dengan
molekul CH3. Dua pasang elektron menyendiri ini memiliki ukuran yang besar
sehingga akan menekan sudut ikatan dengan dua molekul CH3 .
Pelarut yang terakhir yaitu etanol dengan rumus C2H6 O (CH3 CH2OH)
memiliki ikatan kovalen polar bahkan lebih polar daripada aseton. Atom O yang
memiliki dua pasang elektron menyendiri, satu elektron berikatan dengan CH2 dan
satu elektron lagi berikatan dengan atom H memiliki rapat elektron yang sangat
tidak merata.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelarut heksana
merupakan pelarut non-polar sehingga dapat mengekstrak minyak yang non-polar
pula. Sedangkan pelarut etanol dan aseton adalah pelarut polar, namun kepolaran
etanol lebih besar daripada aseton. Pe larut aseton dan etanol yang polar dapat
mengekstrak minyak ini disebabkan karena kedua pelarut itu mengekstrak gugus
ester( COO - ) yang terdapat dalam minyak. Perbedaan inilah yang mempengaruhi
perolehan minyak dan sifat minyak yang dihasilkan. Minyak yang dihasilkan oleh
pelarut heksana dan etanol berwarna kuning bening. Pigmen berwarna kuning
disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Dan minyak yang
dihasilkan pelarut aseton berwana kuning kecoklat-coklatan.. Minyak yang
45

dihasilkan oleh pelarut heksana, etanol dan aseton dapat dilihat pada gambar 4.4,
gambar 4.5 dan gambar 4.6.

Gambar 4.4 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut heksana

Gambar 4.5 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut etanol


46

Gambar 4.6 Minyak yang dihasilkan oleh pelarut aseton

Perbedaan warna pada aseton disebabkan kemampuan pelarut aseton untuk


menyerap warna lebih baik daripada pelarut lainnya. Warna kuning kecoklatan
pada minyak yang dihasilkan oleh pelarut aseton, karena aseton mengekstrak pula
zat warna karoten dari biji kelapa sawit.

4.4 Pengaruh Temperatur


Dari hasil pengolahan percobaan diatas diperoleh bahwa variabel
temperatur berpengaruh terhadap perolehan minyak hasil ekstraksi. Dari uji LSD
didapat bahwa pada pada titik didih pelarut akan memberikan hasil yang
signifikan. Ini berarti suhu terbaik untuk ekstraksi semi-kontinu biji kelapa sawit
ini adalah pada titik didih dari setiap pelarutnya pada kondisi 696 mmHg ( pada
tekanan Laboratorium Universitas Katolik Parahyangan, Bandung).
Dalam ekstraksi padat cair, ekstraksi dilakukan pada suhu setinggi
mungkin karena semakin tinggi temperatur semakin tinggi konsentrasi solut dalam
pelarut. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur, maka viskositas
47

akan semakin rendah dan difusitas solut akan semakin tinggi sehingga semakin
cepat dan semakin banyak solut yang berpindah. Akan tetapi jumlah solut dalam
padatan terbatas, oleh karena itu sampai batas tertentu solut tidak dapat terekstrak
lagi sehingga batas ini pertambahan temperatur tidak memberikan pengaruh yang
berarti terhadap perpindahan solut dari padatan ke pelarut. Pada saat percobaan
juga dilakukan pemanasan dengan temperatur lingkungan 80 0C tetapi temparatur
di dalam reaktor tidak dapat mencapai temperatur tersebut, sehingga hasil dari
temperatur 80 0 C tidak dimasukan ke dalam laporan ini.

4.5 Analisis Kualitas Minyak


4.5.1 Kadar asam lemak bebas
Kadar asam lemak bebas menunjukkan tingkat kerusakan hidrolitik lemak.
Pada saat percobaan, setelah minyak dicampur dengan alkohol 96 % maka minyak
akan larut dalam alkohol. Kemudian setelah ditambah indikator pp warna larutan
tetap (tidak berubah), hal ini berarti larutan bersifat asam. Dan untuk mengetahui
kadar asam lemak bebas, maka larutan dititrasi menggunakan KOH 0,1 N yang
bersifat basa. Setelah larutan bersifat sedikit basa maka warna larutan akan
berwarna merah muda. Data hasil analisis kadar asam lemak bebas yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 4.8
. Tabel 4.8 Kadar asam lemak be bas
Kadar asam lemak bebas
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana 3.12192 2.77504 2.94848 3.29536
Aseton 3.29536 3.12192 3.29536 3.12192
Etanol 3.64224 3.29536 3.12192 3.4688

Dari Tabel 4.8 dapat diperoleh kadar asam lemak bebas rata-rata yang dapat dilihat
pada Tabel 4.9
48

Tabel 4.9 Kadar asam lemak bebas rata-rata


Kadar asam lemak bebas rata-rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 2.95 3.12
Aseton 3.21 3.21
Etanol 3.47 3.30

Grafik batang yang menggambarkan hubungan antara temperatur dan kadar


asam lemak bebas (FFA) rata-rata yang dihasilkan pada masing-masing jenis
pelarut dapat dilihat pada Gambar 4.7. Grafik batang ini didasarkan pada kadar
asam lemak bebas rata-rata pada Tabel 4.9
.

Penagaruh temperatur dan jenis pelarut


terhadap kadar asam lemak bebas

3.60
3.40
Kadar FFA

Heksana
3.20
Aseton
3.00
Etanol
2.80
2.60
Titik didih 50 0C
Temperatur

Gambar 4.7 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap kadar FFA

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas minyak biji
sawit hasil percobaan adalah pada rentang 2.7-3.6%. sedangkan standar mutu
kadar asam lemak bebas menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 adalah 3.5
%. Kadar asam lemak bebas yang didapat cukup besar ini mungkin disebabkan
karena pada saat perlakuan awal menggunakan suhu yang cukup tinggi sehingga
49

minyak tersebut rusak sebelum diekstrak. Namun untuk mendapatkan minyak


dengan kadar asam lemak bebas yang rendah maka minyak hasil percobaan ini
harus diolah atau dimurnikan dengan proses RBD (Refining Bleach Deodorizing ).

4.5.2 Bilangan iodin


Bilangan iodin menunjukkan derajat ketidakjenuha n dari asam lemak.
Kandungan minyak biji sawit sebagian besar (hampir 80 %) adalah asam lemak
jenuh. Semakin tinggi bilangan iodin maka melting point minyak tersebut akan
semakin tinggi pula. Sehingga semakin tinggi bilangan iodin maka minyak yang
dihasilkan semakin tidak jenuh. Data hasil analisis bilangan iodin yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Bilangan iodin hasil percobaan
Bilangan iodin
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana 13.32 12.94 13.07 12.44
Aseton 12.06 12.56 12.82 13.07
Etanol 12.94 12.18 13.45 12.94

Dari Tabel 4.10 dapat diperoleh bilangan iodin rata-rata yang dapat dilihat pada
Tabel 4.11
Tabel 4.11 Bilangan iodin rata-rata
Bilangan iodin rata -rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 13.13 12.75
Aseton 12.31 12.94
Etanol 12.56 13.20

Grafik batang yang menggambarkan hubungan antara temperatur dan


bilangan iodium rata-rata yang dihasilkan pada masing-masing jenis pelarut dapat
50

dilihat pada Gambar 4.8. Grafik batang ini didasarkan pada bilangan iodium rata-
rata pada Tabel 4.11

Gambar 4.8 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bilangan iodin

Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap


bilangan iodium

13.50
Bilangan iodium

13.00
Heksana
12.50 Aseton
Etanol
12.00

11.50
Titik didih 50 0C
Temperatur

Bilangan iodin minyak biji kelapa sawit hasil percobaan berada antara
rentang 12-13.5 mg/gr sedangkan standar mutu minyak biji sawit menurut
Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 menunjukkan bahwa nilai maksimum
bilangan iodin antara 10.5 dan 18.5 mg/gr. Hal ini berarti mutu minyak biji kelapa
sawit hasil percobaan masih baik.

4.5.3 Bilangan peroksida


Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan oksidatif lemak atau
ketengikan minyak . Ketengikan minyak dapat diperlambat dengan penyimpanan
minyak dalam ruang gelap yang tidak terkena sinar matahari dan tersimpan dalam
botol tertutup rapat. Data hasil analisis bilangan peroksida yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 4.12
51

Tabel 4.12 Bilangan peroksida hasil percobaan


Bilangan peroksida
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana 1.48 1.26 1.48 1.24
Aseton 1.08 1.28 1.22 1.28
Etanol 1.24 1.24 1.14 1.24
Dari Tabel 4.12 dapat diperoleh bilangan peroksida rata-rata yang dapat dilihat
pada Tabel 4.13

Tabel 4.13 Bilangan peroksida rata -rata


Bilangan peroksida rata-rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 1.37 1.36
Aseton 1.18 1.25
Etanol 1.24 1.19

Grafik batang yang menggambarkan hubungan antara temperatur dan


bilangan perosida rata-rata yang dihasilkan pada masing-masing jenis pelarut
dapat dilihat pada Gambar 4.9. Grafik batang ini didasarkan pada bilangan
peroksida rata-rata pada Tabel 4.13
52

Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap


bilangan peroksida

1.50
Bilangan peroksida

Heksana
Aseton
Etanol

1.00
Titik didih 50 0C
Temperatur

Gambar 4.9 Pengaruh temperatur dan jenis pelarut terhadap bilangan perosida

Dari grafik dapat dilihat bahwa minyak biji kelapa sawit hasil percobaan
memiliki bilangan peroksida berada antara rentang 1-1.5 meq, sedangkan standar
minyak biji kelapa sawit nilai maksimum bilangan peroksida adalah 2.2 meq. Hal
ini berarti minyak belum tengik. Bila bilngan peroksida suatu minyak besar, maka
minyak tersebut sudah teroksidasi dan hal ini berarti minyak tersebut sudah tengik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Waktu optimum untuk heksana adalah 150 menit dengan indeks bias
optimum adalah 1.37255, sedangkan waktu optimum untuk aseton adalah
166.67 menit dengan indeks bias optimum adalah 1.38096 dan waktu
optimum untuk etanol adalah 167.67 menit dengan indeks bias optimum
adalah 1.3731
2. Pelarut terbaik untuk ekstraksi minyak biji kelapa sawit adalah heksana
jika dibandingkan aseton dan etanol.
3. Temperatur yang paling baik untuk ekstraksi adalah pada titik didih
pelarut.
4. Jenis pelarut dan temperature memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap perolehan minyak.
5. Analisis minyak biji kelapa sawit yang dihasilkan berdasarkan analisis
kadar asam lemak bebas sebesar 2.9-3.6% dengan standar mutu 3.5 %
sedangkan analisis bilangan iodin sebesar 12-13.5 mg/gr dengan standar
mutu sebesar 10.5-18.5 mg/gr dan untuk analisis bilangan peroksida
sebesar 1-1.5 meq denagn standar mutu sebesar 2.2 meq.

5.2 Saran
1. Perlakuan awal terhadap biji kelapa sawit sebaiknya digunakan
temperature 100 0 C selama 2 jam.
2. Proses pengambilan minyak dari biji kelapa sawit untuk mendapatkan
perolehan minyak yang lebih tinggi perlu didahului dengan proses
pengepresan, kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi padat cair
dengan pelarut.
3. Untuk mendapatkan hasil minyak yang lebih baik perlu dilakukan RBD
(Refining Bleach Deodorizing).

53
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Perkebunan, 1995 Masih 10 Tahun Untuk Menjadi Nomor


Satu Dunia, Kompas Rabu 26 Juli 1995.
Fessenden & Fessenden. Kimia Organik . Jilid 2. Erlangga, Jakarta,1982.
Gunawan, Narita dan David Gunawan. Ekstraksi Lemak Biji Rambutan.
Proposal Penelitian dan Seminar. Fakultas Teknologi Industri Jurusan
Teknik Kimia,2000
Hamdan, Dedi Saiful. Kajian Peningkatan Scala, Proses Ekstraksi Minyak
Sawit Kaya akan -Karoten dengan Superficial Extraction. Skripsi SI,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor, 1994.
Hasanuddin, Asriani. Kajian Teknologi Pengolahan Minyak Sawit Mentah
untuk Produksi Emulsifier Mono-Diasilgilserol dan Konsentrat
Karotenoid. Disertasi S-3, FPS, IPB, Bogor, 2001.
Hidayat, F. Mempelajari Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu
Pengempaan Terhadap Rendemen dari Mutu Minyak Kemiri . Laporan
Penelitian. Institute Pertanian Bogor, 1990.
Ketaren, S. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Jakarta. 1986.
Maharani, Geovani. Pengaruh Ukuran Partikel Biji Kemiri dan Jenis Pelarut
dalam Ekstraksi Terhadap Pembuatan Minyak Kemiri . Proposal
Penelitian dan Seminar. Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Kimia,
2002.
Muhilal. Minyak Sawit Suatu Produk Nabati Untuk Penanggulangan
Archelosklerosis dan Penundaan Proses Penuaan. Prosiding Seminar
Nilai Tambah Minyak Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Derajat
Kesehatan. Jakarta, 1991.
Tim Penulis PS. Kelapa Sawit. Jakarta : PT Penebar Swadaya cetakan 10 (LIPI),
1998.
Bailey, Alton E., Industrial Oil and Fat Products, Interscience Publishers, Inc.,
London:1951
nd
Bailey, J.E dan D.F. Ollis. Biochemical Engineering Fundamentals. 2 ed.
McGraw-Hill Book Compai Singapore. Hal 86 156,1986.
Bernardini,Ernesto. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Publising
house : BE. Oii-0012g ROME. 1983.
Corley. R. H. V, dkk. Oil Palm Research. Elsevier Science Publising Company
Inc, New York. First Edition 1976. Second Impresion. 1982.

54
55

Iwasaki, R dan M. Murakoshi. Palm oil Yields Carotene For World Markets
OleochemicaL INFORM, Vol.3. Febr P, 210 - 217.1992.
Karnofsky, G., The Theory of Solvent Extraction, JAOCS, 1949
nd
Kirk-Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology 2 ed. Volume 14, hal
132-133.
nd
Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology 2 ed. Volume 18, hal 838
May, C.Y. Palm Oil Carotenoids Food and Nutrition Bulletin. 15(2): P 130
136. 1994.
Peralta, Francisco and Cristbal Montoya and Ricardo Escobar. Oil and Kernel
Extraction Rates in the Oil Palm Industry in Costa Rica, Central America
- COUNTRY REPORT. ASD Oil Palm Papers, N15, 1-7. 1996.
nd
Perry, R.H, D.Green. Chemical Engineers Handbook. 7 ed. McGraw-Hill mc,
USA. 1997.
Vossen., H.A.M. Van der., Plant Resources of South-East Asia no. 14,
Vegetable Oil and Fats., Backhuys Publishers., Leiden:2001.
LAMPIRAN A
ANALISIS KIMIA
MINYAK BIJI KELAPA SAWIT

A.1 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)


Prosedur :
1. Timbang 1 gram sampel ke dalam Erlenmeyer 300 ml
2. Tambahkan 50 ml alkohol 96 %
3. Tambahkan beberapa tetes indicator pp
4. Titrasi dengan KOH 0,1 N hingga berwarna merah jambu (15 detik).
Perhitungan :
Kadar Asam lemak bebas = m x a x b
10c
Ket :
a = KOH yang diperlukan (ml)
b = normalitas KOH
c = bobot sampel (gram)
m = bobot molekul asam lemak, sebagai asam lemak laurat yaitu 256

A.2 Analisa Bilangan Iodium


Prosedur :
1. Timbang 1 gram sampel, lalu tambah 10 ml CCL4 dan diaduk-aduk sampai
semua larut.
2. Tambahkan 20 ml larutan wijs, lalu tutup dan didiamkan selama 30 menit
dalam kamar gelap sambil sekali-kali dikocok.
3. Tambah 15 ml larutan KI 10 % dan 100 ml air suling, lalu titrasi dengan
lar 0,1 N Na2 S2 O3 dengan indikator amylum.
4. Lakukan juga langkah-langkah diatas untuk larutan blanko yang terdiri
dari 20 ml larutan wijs tambah 15 ml KI 10 % dan 100 ml air suling.

56
Perhitungan :
Angka Yod = (b - a) x 1,269
c
Ket :
a = volume Na2 S2 O3 untuk sampel
b = volume Na2 S2 O3 untuk larutan blanko
c = berat minyak (gram)

A.3 Analisa Bilangan Peroksida


1. Timbang 5 gram minyak ke dala m Erlenmeyer
2. Tambah 30 ml asam asetat dalam kloroform (3 : 2)
3. Tambah 0,5 ml larutan KI jenuh
4. Aduk selama 1 menit sampai larut.
5. Tambah 30 ml aquadest, kocok lagi.
6. Titrasi dengan tio 0,001 N sampai warna kuning hampir hilang
7. Tambahkan larutan amylum 1 % dan lanjutkan titrasi sampai warna biru
hampir hilang.
8. Lakukan juga langkah-langkah diatas untuk larutan blanko.
Perhitungan :
Angka peroksida = ml titrasi (blako-contoh) x N tio x 1000
Berat contoh (gr)

57
LAMPIRAN B
DATA PERCOBAAN

B.1 Penelitian Pendahuluan


Tabel B.1 Data penentuan waktu kesetimbangan heksana

Waktu (menit) Indeks bias sebelum didistilasi


0 1.36622
30 1.36808
60 1.37117
90 1.37422
120 1.37727
150 1.37829
180 1.37829
210 1.37829

Tabel B.2 Data penentuan waktu kesetimbangan aseton


Waktu (menit) Indeks bias sebelum didistilasi
0 1.36531
30 1.36819
60 1.37219
90 1.37421
120 1.37823
150 1.37928
180 1.37928
210 1.37928

Tabel B.3 Data penentuan waktu kesetimbangan etanol


Waktu (menit) Indeks bias sebelum didistilasi
0 1.3651
30 1.36712
60 1.37523
90 1.37826
120 1.38029
150 1.38079
180 1.38131
210 1.38131
240 1.38131

58
B.2 Penelitian Utama

B.2.1 Berat minyak denagn sampel 100 gram


Tabel B.4 Data berat biji kelapa sawit dengan sampel 100 gram
Berat minyak dengan sampel 100 gr
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana 51.6 49.9 46.3 48.5
Aseton 43.4 45.5 42.4 38.3
Etanol 39.2 41.3 36.7 35.9

B.2.2 Indeks bias minyak


Tabel B.5 Data indeks bias minyak setelah diditilasi
Indeks bias minyak setelah didistilasi dengan sampel 100 gr
Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 1.45016 1.44565 1.44689 1.42357
Aseton 1.42663 1.44963 1.43356 1.42477
Etanol 1.43857 1.44364 1.42345 1.42436

B.2.3 Kadar asam lemak bebas


Tabel B.6 Data volume titrasi kadar asam lemak bebas
Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 1.8 1.6 1.7 1.9
Aseton 1.9 1.8 1.9 1.8
Etanol 2.1 1.9 1.8 2

Tabel B.7 Nilai kadar asam lemak bebas


Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 3.12 2.78 2.95 3.30
Aseton 3.30 3.12 3.30 3.12
Etanol 3.64 3.30 3.12 3.47

59
B.2.4 Bilangan iodin
Tabel B.8 Data volume titrasi bilangan iodin
Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 24.5 24.8 24.7 25.2
Aseton 25.5 25.1 24.9 24.7
Etanol 24.8 25.4 24.4 24.8

Tabel B.9 Nilai bilangan iodin


Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 13.32 12.94 13.07 12.44
Aseton 12.06 12.56 12.82 13.07
Etanol 12.94 12.18 13.45 12.94

B.2.5 Bilangan peroksida


Tabel B.10 Data volume titrasi bilangan peroksida
Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 14.6 15.7 14.6 15.8
Aseton 16.6 15.6 15.9 15.6
Etanol 15.8 15.8 16.3 15.8

Tabel B.11 Nilai bilangan peroksida


Jenis pelarut dan temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 1.48 1.26 1.48 1.24
Aseton 1.08 1.28 1.22 1.28
Etanol 1.24 1.24 1.14 1.24

60
LAMPIRAN C
CONTOH PERHITUNGAN

C.1 Penelitian Pendahuluan


Pada penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan waktu reaksi
dari setiap palarut. Setelah itu dibuat grafik antara waktu dengan indeks bias. Lalu
didapt persamaan garis. Untuk pelarut heksana didapat persamaan garis
-7 2
Y= -3 10 X + 0.00009 X + 1.3658. Dari persamaan tersebut kemudian diturunkan
dY -7
menjadi = 0 = -6 10 X + 0.00009 maka topt yang didapat untuk heksana
dt
adalah 150 menit. Lalu hasil tersebut dimasukan ke persamaan diatas maka
didapat indeks bias optimum untuk heksana adalah 1.37255.

C.2 Penelitian Utama


Pada penelitian utama dilakukan pengukuran perolehan minyak, analisis
kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan iodin.

C.3 Perolehan minyak


C.3.1. Perhitungan Rancangan Percobaan
Metode analisis varian digunakan untuk mengetahui variabel-variabel
yang berpengaruh dalam suatu percobaan. Pada percobaan ini dilakukan
perhitungan metode rancangan dua faktor untuk mengetahui pengaruh jenis
pelarut dan temperatur terhadap perolehan minyak.

Tabel C.1 Data perolehan minyak


Berat minyak dengan sampel 100 gr
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Run 1 2 1 2
Heksana 51.6 49.9 46.3 48.5
Aseton 43.4 45.5 42.4 38.3
Etanol 39.2 41.3 36.7 35.9

61
Dari Tabel C.1 diatas dapat diperoleh perolehan minyak rata-rata yang dapat
dilihat pada Tabel C.2
Tabel C.2 Perolehan minyak rata-rata
Perolehan minyak rata-rata
Temperatur
0
Pelarut Titik didih 50 C
Heksana 50.75 47.4
Aseton 44.45 40.35
Etanol 40.25 36.3

Tabel C.3 Analisis Varian 2 faktor perolehan minyak

Derajat F
Variasi Jumlah Kuadrat Kuadrat Rata-rata Fo
Kebebasan tabel

Jenis pelarut SSa = MSa = Foa =


237.615 2 118.8075 41.932059 8.02
Temperatur SSb = MSb = Fob =
43.32 1 43.32 15.289412 8.02
Interaksi SSab = MSab = Foab =
0.315 2 0.07875 0.0277941 6.42
Kesalahan
SSe = MSe =
Percobaan
17 6 2.833333
Total SSt =
298.25 11

?196.3?2 ??169.6?2 ?(153.1) 2 ?519?2


SSJenis pelarut ? ?
?3 x 2? ?3??2?(2)
= 237.615
?270.9?2 ??248.1?2 ?519?2
SS Temperatur ? ?
?3 x 2? ?3??2?( 2)
= 43.32

SSInteraksi =

?51.6 ?49.9?2 ??43.4 ?45.5?2 ?... ??36.7 ?35.9?2 ?519?2


?237.6 ?43.32 ?
?2? ?3??2?( 2)
= 0.315

62
(519) 2
???51.6? ??49.9? ?.... ??35.9? ??
2 2 2
SSTotal
?3??2??2?
= 298.25
SSGalat ?298 .25 ?237.6 ?43.32 ?0.315
= 17
Derajat kebebasan faktor jenis pelarut = 3-1 = 2
Derajat kebebasan faktor temperatur = 2-1 =1
Derajat kebebasan interaksi = (3-1) x (2-1) = 2
Derajat kebebasan galat = ( 3 x 2 ) (2-1) = 6
237.6
MS Jenis pelarut = ?118.8
2
43.32
MS Temperatur = ?43.32
1
0.315
MS Interaksi = ?0.07
2
17
MS Galat = ?2.83
6
118.8
Fo,percobaan jenis pelarut = ?41.93
2.83
43.32
Fo,percobaan rasio temperatur = ?15.28
2.83
0.07
Fo,percobaan interaksi = ?0.02
2.83
Dari analisis varian, yang memberikan pengaruh adalah faktor jenis pelarut dan
faktor rasio F:S (karena Fo,percobaan lebih besar dari pada Fo,tabel). Sedangkan tidak
ada interaksi diantara kedua faktor tersebut.

Dari analisis varian didapatkan bahwa jenis pelarut dan temperatur


berpengaruh karena Fo,percobaan lebih besar daripada Fo,tabel. Karena ada interaksi,
maka analisis dilanjutkan dengan analisis LSD.

63
C.4 Kadar Asam Lemak Bebas
Cara membua t KOH 0,1 N
?? Mr = (39 + 16 + 1) = 56
z
?? 0,1 = , z = 1400 mg = 1.4 gram
56 x 250ml
Timbang 1,4 gram KOH dan larutkan dalam 250 ml air demin
?? Buat larutan H2 C2 O4 .2H2 O (Mr = 2 + 24 + 16 x 4 + 18 x 2) = 126
?? 1 gram H2 C2 O4 dalam 100 ml = 0,1587 N
?? Titrasi KOH dengan H2 C2 O4 , dan hitung konsentrasi KOH sebenarnya.
V1 x N1 = V2 x N2
20 ml x 0,1587 N = 39 ml x NKOH
NKOH = 0,0813 N

Kadar Asam lemak bebas = m x a x b


10c
Ket :
a = KOH yang diperlukan (ml)
b = normalitas KOH
c = bobot sampel (gram)
m = bobot molekul asam lemak, sebagai asam lemak oleat yaitu 256

a = 1.8 ml
b = 0.0813 N
c = 1.2 gram
m = 256

Jadi Kadar Asam Lemak Bebas (%) = 256 x 1.8 ml x 0.0813


10 x 1.2
= 3.12 %

64
C.5 Bilangan Yodium
Cara membuat larutan KI 10 %
?? Timbang KI 10 gram
?? Larutkan dalam air demin 100 ml
Cara membuat larutan Na2 S2 O3 .5H2 O
?? Mr = (23 x 2) + (32 x 2) + (16 x 3) + (18 x 5 )= 248
?? 6,375 gram Na2 S2 O3 dalam 250 ml air demin = 0,1028 N
?? Titrasi dengan larutan K2 Cr2 O7 (Mr = 294) 0,6 N
Timbang 2,94 gram dan larutkan dalam air demin 100 L
?? Reaksi oksidasi reduksi
2- + 3+
Cr2 O7 + 14H + 6e ? 2Cr + 7H2 O
2- 2-
2S2 O3 ? S4 O6 + 2e
2- + 2- 2- 3+
Cr2 O7 + 14H + 6S2 O3 ? 3S4 O6 + 2Cr + 7H2 O
?? V1 x N1 = V2 x N2
10 ml x 0,6 N = 66 ml x NNa2S2O3.5H2O
NNa2S2O3.5H2O = 0,0909 N
?? V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 0,0909 = 150 x 0,001 N
V1 = 1,65 ml

Perhitungan :
Angka Yod = (b - a) x 1,269
c
Ket :
a = volume Na2 S2 O3 untuk sampel
b = volume Na2 S2 O3 untuk larutan blanko
c = berat minyak (gram)

a = 24.5 ml
b = 35 ml
c = 1 gram

65
Angka Yod = ( 35 24.5 ) ml x 1,269
1 gram
= 13.32

C.6 Bilangan Peroksida

Angka peroksida = ml titrasi (blako-contoh) x N tio x 1000


Berat contoh (gr)

Bilangan Peroksida = (22-14.6) x 0,001 x 1000


5 gr
= 1.48 meq

66
LAMPIRAN D
PROSEDUR PERCOBAAN

D.1 Prosedur percobaan pendahuluan


D.1.1 Penentuan waktu kesetimbangan

Mula-mula hancurkan biji kelapa sawit kemudian pa naskan


0
dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam

Timbang 100 g biji


kelapa sawit

Masukan ke
dalam reaktor

Masukan pelarut heksana secara


kontinu ke dalam reaktor

Aduk dengan kecepatan


pengadukan tertentu

Panaskan dengan
o
suhu 69 C

Ambil sampel untuk pengukuran


indeks bias setiap 10 menit

Indeks bias diukur


sampai konstan

Lalu catat waktu ekstraksi

Lakukan juga pengukuran waktu ekstraksi untuk pelarut etanol


o o
dengan suhu 79 C dan aseton dengan suhu 57 C

67
D.2 Percobaan Utama

Mula-mula hancurkan biji kelapa sawit kemudian panaskan


0
dalam oven dengan suhu 130 C selama 2 jam

Timbang 100 g biji


kelapa sawit

Masukan ke
dalam reaktor

Masukan pelarut
secara kontinu ke
dalam reaktor

Aduk dengan
kecepatan pengadukan
tertentu

Panaskan dengan
variasi temperatur

Ekstraksi dilakukan sesuai dengan waktu ekstraksi yang telah


ditentukan dalam percobaan pendahuluan

Analisa

68
69

Anda mungkin juga menyukai