Anda di halaman 1dari 52

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR SIMBOL viii
ABSTRAK ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Percobaan 2

1.3 Batasan Masalah 2


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Soxhlet 3
2.2 Ekstraksi 4
2.3 Distilasi 10
2.4 Lipid 13
2.5 Minyak 14
2.6 Sumber Minyak dan Lemak 16
2.7 Sifat Fisika-Kimia Lemak dan Minyak 16
2.8 Minyak Nabati 19
2.9 Jenis-jenis Minyak Bersumber dari Minyak Nabati 20
2.10 Penentuan Sifat Lemak Minyak 21
2.11 Pelarut 22
2.12 Kelarutan 23
2.13 Larutan 26
2.14 Proses Pelarutan 29
2.15 Kemiri 31
2.16 Panas Laten 36
2.17 Panas Sensible 37

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat 38
3.2 Bahan 39
3.3 Cara Kerja 39
3.4 Diagram Alir 41
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan 42
4.2 Pembahasan 42
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A HASIL PENGAMATAN
LAMPIRAN B HASIL PERHITUNGAN

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kandungan Biji Kemiri............................................................34


Tabel 2 Tabel Bobot Minyak Kemiri....................................................LAMP A-1

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Distilasi… 13


Gambar 2. Biji Kemiri..… 34
Gambar 3. Statif..… 38
Gambar 4. Gelas Ukur 38
Gambar 5. Pemanas Mantel 38
Gambar 6. Kondensor 38
Gambar 7. Soxhlet 100 mL 38
Gambar 8. Labu Didih 250 mL 38
Gambar 9. Desikator38
Gambar 10. Pinset 38
Gambar 11. Petri dish38
Gambar 12. Oven.................................................................................................38
Gambar 13. Neraca Analitik................................................................................38
Gambar 14. Spatula 38
Gambar 15. Cutter...............................................................................................39
Gambar 16. Stopwatch.........................................................................................39
Gambar 17. Gunting............................................................................................39

4
DAFTAR SIMBOL
t = Waktu (s)
m = Massa (gr)
v = Volume (mL)
% = Kadar Minyak (%)
T = Suhu (°C)
QL = Kalor Laten Zat (J)
Le = Kapasitas Kalor Spesifik Laten (J/kg)
Qs = Kalor Sensibel Zat (J)
CP = Kalor Spesifik (J/kg K)
ΔT = Perubahan Temperatur (K)

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan salah satu contoh ekstraksi
dengan pelarut yang disertai pemanasan, dan merupakan proses ekstraksi
yang berkesinambungan. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan
untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan
secara langsung, selain itu pelarut yang digunakan lebih sedikit, serta
pemanasannya dapat diatur (Abdillah, Musfiroh dan Indrayati, 2014).
Prinsip kerja pada percobaan ini terdapat dua metode yaitu ekstraksi dan
distilasi. Ekstraksi merupakan proes pemisahan pada suatu sampel
berdasarkan kelarutannya, sedangkan distilasi adalah proses pemisahan
berdasarkan titik didih. Biji-bijian atau sampel yang mengandung minyak
atau lemak nabati direndam dalam pelarut organik cukup lama dan jumlah
pelarut yang cukup. Pelarut organik yang sering digunakan adalah n-Heksan.
Minyak atau lemak dalam biji-bijian atau sampel tersebut akan terlarut dalam
n-Heksan atau ekstraksi (Penyusun, 2019).
Sokletasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengisolasi minyak lemak. Sokletasi merupakan ekstraksi padat-cair
berkesinambungan, disebut ekstraksi padat-cair karena substansi yang
diekstrak terdapat di dalam campuran yang berbentuk padat, sedangkan
disebut berkesinambungan karena pelarut yang sama dipakai berulang-ulang
sampai proses ekstraksi selesai.
Keuntungannya adalah penggunaan pelarut yang lebih sedikit akan
dipakai untuk mengulang ekstraksi dan uap panas tidak melalui serbuk
simplisia, tetapi melalui pipa samping. Metode ini, tidak dapat digunakan
pada bahan yang mempunyai tekstur jelas, pengerjaannya rumit dan agak
lama, karena harus diuapkan di rotary evaporator untuk memperoleh suatu
ekstrak yang kental maka agak lama (Daniswara, Rohadi dan Mahfud, 2017).

6
1.2 Batasan Masalah
Analisa kadar minyak nabati pada biji kemiri 20 gram dengan pelarut
yaitu n-Heksan 250 mL menggunakan metode soxhlet dengan cara ekstraksi
dan destilasi.

1.3 Tujuan Percoban


Menganalisa kandungan minyak atau lemak nabati dalam biji-bijian hasil
pertanian.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soxhlet
Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan salah satu contoh ekstraksi
dengan pelarut yang disertai pemanasan, dan merupakan proses ekstraksi
yang berkesinambungan. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan
untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan
secara langsung, digunakan pelarut yang lebih sedikit, serta pemanasannya
dapat diatur (Abdillah, Musfiroh dan Indrayati, 2014).
Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara
langsung dengan cara mengekstrak lemak atau minyak dari bahan pangan
dengan pelarut organik non-polar, seperti heksana, petroleum eter dan dietil
eter dengan menggunakan alat khusus yaitu ekstraktor soxhlet. Walaupun
dalam perkembangannya metode ini tidak hanya terbatas untuk ekstraksi
lemak atau minyak (Riandi, et al. 2018).
Metode soxhlet extraction merupakan metode ekstraksi menggunakan
Soxhlet dengan pelarut cair. Sokletasi adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengisolasi minyak lemak. Sokletasi merupakan ekstraksi
padat-cair berkesinambungan, disebut ekstraksi padat-cair karena substansi
yang diekstrak terdapat di dalam campuran yang berbentuk padat, sedangkan
disebut berkesinambungan karena pelarut yang sama dipakai berulang ulang
sampai proses ekstraksi selesai.
Keuntungan dari metode ini antara lain menggunakan pelarut yang lebih
sedikit karena pelarut tersebut akan dipakai untuk mengulang ekstraksi dan
uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Tetapi
metode ini juga memiliki beberapa kelemahan antara lain, tidak dapat
digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang keras, selain itu
pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan di rotavapor
untuk memperoleh ekstrak kental (Daniswara, Rohadi dan Mahfud, 2017).
Ekstraksi soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang
kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut dan pengotor-pengotornya tidak
larut dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang dipisahkan
dengan metode ini berbentuk padatan. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut
dengan ekstraksi padat-cair.
Adapun mekanisme kerja ekstraksi soxhlet ini yaitu pada sokletasi
pelarut pengekstraksi yang mula-mula ada dalam labu dipanaskan sehingga
menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pengalir uap dan cell pendingin
sehingga mengembun dan menetes pada bahan yang diekstraksi.
Cairan ini menggenangi bahan yang diekstrak dan bila tingginya
melebihi tinggi sifon, maka akan keluar dan mengalir ke dalam labu
penampung ekstrak. Ekstrak yang sudah terkumpul dipanaskan sehingga
pelarutnya menguap tetapi substansinya tertinggal pada labu penampung.
Dengan demikian terjadilah pendaur-ulangan (recycling) pelarut dan bahan
tiap kali diekstraksi dengan pelarut yang baru (Melwita dan Oktaviani, 2014).
2.1.1 Keuntungan Metode Soxhlet
Pelarut yang telah digunakan dapat di recycle sehingga lebih
efisien dan dapat menghemat biaya, minyak yang dihasilkan akan
lebih murni karena pada pelarut hanya akan melarutkan minyaknya
saja bukan komponen lain dan juga rendemen yang dihasilkan akan
lebih tinggi (Daniswara, Rohadi dan Mahfud, 2017).
2.1.2 Kelemahan Metode Soxhlet
Tidak dapat digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang
keras, selain itu pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus
diuapkan di rotavapor untuk memperoleh ekstrak yang kental juga
waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi relatif lebih lama dan harga
pelarut yang mahal (Daniswara, Rohadi dan Mahfud, 2017).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya

4
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen
terlarut dari padatan kedalam pelarutnya, proses yang bersifat fisik karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi keadaan semula tanpa
mengalami perubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika
bahan yang diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi, sehingga
membuat ekstrak dengan pelarutnya selalu dapat dipisahkan.
Pada akhir ekstraksi, pelarut akan memiliki kandungan yang kaya
dengan minyak atau lemak kasar, dimana dengan proses sirkulasi pelarut
yang akan berulang didapatkan pada ekstrak minyak yang bebas dari pelarut
yang sebelumnya telah tercampur (Septiawan dan Gustia, 2017).
2.2.1 Macam-macam Ekstraksi
a. Ekstraksi Cara Dingin merupakan metode yang tidak memiliki
proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya
untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak
karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan
perkolasi.
1. Metode Maserasi merupakan cara penyarigan yang
sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel.
2. Metode Perkolasi merupakan metode proses penyarian
simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara
lambat pada simplisia dalam suatu perkolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan
biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun

5
tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan
gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan
daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi).
b. Ekstraksi cara panas merupakan metode yang melibatkan panas
dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses penyarian dibandingkan dengan ekstraksi
cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat
soxhlet dan infusa.
1. Metode Refluks merupakan metode sintesis senyawa
anorganik adalah refluks, metode ini digunakan apabila
dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil.
Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka
pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang
digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan
turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap
ada selama reaksi berlangsung.
2. Metode Soxhlet merupakan suatu metode atau proses
pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat
dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen
yang diinginkan akan terisolasi, digunakan pada pelarut
organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang

6
timbul setelah dingin secara continue akan membasahi
sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali
ke dalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan
diisolasi tersebut.
3. Digesti adalah proses ekstraksi dengan pengadukan continue
pada temperatur tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
4. Infundasi, ekstraksi dengan perebusan, dimana pada
pelarutnya adalah dengan air pada temperatur 96-98°C
selama 14-20 menit (Goyena, 2019).
2.2.2 Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan
proses pemisahan komponen dari suatu campuran homogen
menggunakan pelarut cair solven. Pemisahan terjadi atas dasar
kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen dalam
campuran. Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana satu fase dapat
berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi
berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik.
Proses pemisahan ini menggunakan suatu metode yang disebut
dengan metode ekstraksi soxhlet. Metode ekstraksi soxhlet adalah
suatu metode ekstraksi bahan yang berupa padatan dengan solven
berupa cairan secara continue. Peralatan yang digunakan dinamakan
ekstraktor soxhlet. Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang
berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut:
a. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
b. Pemilihan pelarut
c. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
d. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
e. Pelarut non-polar: n-heksan, petrole-um eter, kloroform, dan
sebagainya.

7
2.2.3 Faktor - faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi
a. Temperatur Operasi
Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh
pelarut semakin tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke
luar padatan, semakin tinggi pula. Temperatur operasi untuk
proses ekstraksi kebanyakan dilakukan dibawah temperatur 100°C
karena pertimbangan ekonomis.
b. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak
minyak dedak yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi
semakin lama juga waktu kontak antara pelarut n-Heksana dengan
bahan baku dedak sebagai padatan sehingga semakin banyak zat
terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di dalam
pelarut (Nasir, Fitriyanti dan Kamila, 2019).
c. Ukuran, bentuk dan kondisi partikel padatan
Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel.
Laju ekstraksi akan rendah jika dinding sel memiliki tahanan
difusi yang tinggi. Pengecilan ukuran partikel ini dapat
mempengaruhi waktu ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel
berarti permukaan luas kontak antara partikel dan pelarut semakin
besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin cepat.
d. Jenis pelarut
Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang
digunakan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
memilih pelarut adalah sebagai berikut:
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan,
bukan komponen lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam
hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu
dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut kedua.

8
2. Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan
solut sesempurna mungkin. Kelarutan solute terhadap pelarut
yang tinggi akan mengurangi jumlah penggunaan pelarut,
sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan
antara pelarut dan padatan.
3. Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solut
akan memudahkan pemisahan keduanya.
4. Aktivitas kimia pelarut
Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap
komponen lainnya didalam system.
5. Kepolaran
Pelarut yang dipilih memiliki kepolaran yang sama
dengan bahan yang akan diekstrak sehingga pelarut dapat
melarutkan solute dengan baik. Dengan tingkat kelarutan
yang tinggi, hanya sedikit pelarut yang diperlukan.
6. Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solute
dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi atau rektifikasi.
Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu
dekat. Dari segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih
pelarut tidak terlalu tinggi.
7. Sifatnya terhadap air
Pelarut yang digunakan sebaiknya bersifat hidrofilik
terlebih bila bahan yang akan diekstrak masih mengandung
sedikit air. Bila pelarut yang digunakan bersifat hidrofob,
pelarut yang diharapkan dapat menembus dinding sel dan
melarutkan isi sel atau klorofil bahan yang akan diekstrak
akan ditolak terlebih dahulu oleh keberadaan air.

9
8. Kecepatan alir
Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar
dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi, agar ekstrak
yang terlarut dapat segera diangkut keluar dari permukaan
bahan padat
9. Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar
dari padatan agar bisa mengalami kontak dengan seluruh
solute. Oleh karena itu, viskositas pelarut harus rendah agar
dapat masuk dan keluar secara mudah dari padatan.
10. Rasio pelarut
Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai
dengan kelarutan zat terlarut atau solute pada pelarut.
Semakin kecil kelarutan solut terhadap pelarut, semakin besar
pula perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga
sebaliknya. Dengan demikian perbandingan solute dan
pelarut yang tepat akan mampu memberikan hasil ekstraksi
yang diharapkan.
Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pelarut yaitu
pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah
yang besar, tidak beracun, tidak korosif, tidak mudah
terbakar, tidak eksplosif bila tercampur dengan udara, tidak
menyebabkan terbentuknya suatu emulsi, dan stabil secara
kimia maupun termis. Karena, hampir tidak ada pelarut yang
dapat memenuhi semua syarat yang terdapat di atas, maka
untuk setiap proses ekstraksi yang terjadi harus di cari pelarut
yang paling seseuai (Nasir, Fitriyanti dan Kamila, 2019).

2.3 Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan

10
uap ini kemudian didinginkan kembali kedalam bantuk cairan. Zat yang
memliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Metode ini
termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan panas. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi
didasarkan pada hukum raoult dan hukum dalton.
2.3.1 Macam – Macam Distilasi
Macam-macam destilasi ada 4 jenis distilasi yang akan dibahas
disini, yaitu distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan
distilasi vakum. Selain itu ada pula distilasi ekstraktif dan distilasi
azeotropic distilasi dengan menggunakan garam berion, distilasi
pressure-swing, serta distilasi reaktif.
a. Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah
perbedaan titik didih yang jauhatau dengan salah satu komponen
bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang
titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu
kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini
dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana
digunakan untuk memisahkan campuran air dan alcohol.
b. Distilasi Fraksionisasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan sebuah
komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang
dari 20°C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan
rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri
minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam
minyak mentah.

11
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah
adanya kolom fraksionasi. Dikolom ini terjadi pemanasan secara
bertahap dengan s uhu yang berbeda-beda pada setiap platnya.
Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian
distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas,
semakin tidak volatil cairannya.
c. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa
yang memiliki titik didih mencapai 200°C atau lebih. Distilasi uap
dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati
100°C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air
mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat
mendistilasi campuran sebuah senyawa di bawah titik didih dari
masing-masing senyawa campurannya.
Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang
tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi
dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak
beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus, minyak sitrus
dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari
tumbuhan. Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan
ke dalam campuran dan mungkin ditambah juga dengan
pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas menuju ke
kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilasi.
d. Distilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin
didistilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi
sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang
memiliki titik didih di atas 150°C. Metode distilasi ini tidak dapat
digunakan pada pelarut dengan titik didih rendah jika
kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang
menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi

12
tekanan digunakan aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun
tekanan pada sistem distilasi ini (Kurniawan, 2015).

Gambar 1. Siklus Distilasi (Kurniawan, 2015).

2.4 Lipid
Lipid merupakan biomolekul yang sangat penting dalam kebutuhan
makanan kita. Salah satu bentuk lipid adalah trigliserol dan lipoprotein.
Trigliserol adalah sumber cadangan kalori yang memiliki energi tinggi. Jika
dibandingkan, metabolisme karbohidrat dan protein akan menghasilkan
energi sekitar 4 sampai 5 kkal/g, sedangkan trigliserol bisa menghasilkan 9
kkal/g. Fungsi biologi lipid tergantung pada struktur kimianya. Minyak dan
lemak merupakan cadangan makanan pada banyak organisme. Fosfolipid dan
sterol merupakan struktur primer pembentuk membran. Beberapa jenis lipid
yang jumlahnya terbatas pada sel organisme memiliki fungsi sebagai
kofaktor, electron carriers, pigmen pengabsorpsi cahaya, ujung hidrofobik
protein, agen pengemulsi, hormon dan messenger intraselular.
Sebagai bentuk umum lipid yang berfungsi sebagai cadangan makanan,
minyak dan lemak memiliki bentuk sebagai asam lemak dan derivatnya.
Asam lemak merupakan derivat hidrokarbon yang memiliki tingkat oksidasi
rendah. Lipid relatif tidak bisa larut dalam air dan bisa larut dalam pelarut
nonpolar seperti eter dan kloroform (Miryanti, 2015).
Lipid mempunyai fungsi sebagai penghasil panas tubuh, pembentukan
dari dinding sel, pelindung organ tubuh, sumber asam lemak esensial,
transporter vitamin larut lemak, dan sebagai pelumas. Lemak yang beredar
dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi

13
organ hati. Lipid diklasifikasikan menjadi dua yaitu lipid sederhana dan lipid
kompleks. Lipid sederhana meliputi ester asam lemak dengan berbagai
alcohol. Contoh lipid sederhana antara lain:
1. Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol.
2. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair.
3. Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol monohidrat
yang berat molekulnya tinggi.
Berbeda dengan lipid sederhana, lipid kompleks merupakan ester asam
lemak yang mengandung gugus-gugus selain alkohol dan asam lemak, seperti
fosfolipid dan glikolipid. Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu
asam fosfor, selain asam lemak dan alkohol, sedangkan glikolipid adalah lipid
yang mengandung asam lemak dan karbohidrat. Lipid kompleks lain juga
meliputi sulfolipid, aminolipid, dan lipoprotein.

2.5 Minyak
Minyak termasuk dalam golongan lipida sederhana yang terdiri dari
trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak
rantai panjang. Minyak berwujud cair pada temperatur kamar dan komponen
minyak biasanya terdiri dari trigliserida yang memiliki banyak asam lemak
tak jenuh. Ekstrak minyak hasil metode soxhlet baik n-Heksan maupun
aseton akan mengendap (berbentuk padat) pada temperatur kamar lebih cepat
dibanding ekstrak minyak metode maserasi. Minyak hasil ekstraksi apabila
ditinjau berdasarkan sifat fisik minyak termasuk kedalam jenis minyak
mengering (drying oil). Minyak tersebut apabila terkena oksidasi akan
berubah menjadi tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput jika
dibiarkan di udara terbuka (Miryanti, 2015).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan
sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein.
Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak dan minyak

14
terdapat pada hampir semua bahan pangan yang memiliki kandungan yang
berbeda-beda, tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan
sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan.
Lemak yang ditambahkan kedalam bahan pangan, atau dijadikan bahan
pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan
pangan seperti daging, ikan, telur, susu, alpokat, kacang tanah, dan beberapa
jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan
bersama bahantersebut (Hermanto, Muawanah dan Wardhani, 2014).
Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi
sebagai media penghantar panas,seperti minyak goreng, shortening
(mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine. Disamping itu,
penambahan lemak juga dimaksudkan untuk menambah kalori serta
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan, seperti pada
kembang gula, penambahan pada pembuatan kue-kue, dan lain-lain.
Lemak yang ditambahkan kedalam bahan pangan, atau dijadikan bahan
pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan
pangan seperti daging, ikan, telur, susu, alpokat, kacang tanah, dan
beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya
termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal
sebagai lemak tersembunyi (invisible fat). Sedangkan lemak dan
minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan
dimurnikan dikenal sebagai minyak biasa atau lemak kasat mata (visible
fat). Lemak nabati atau minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat
dari tumbuhan danbanyak digunakan dalam makanan, sebagai perisai
rasa (flavor), untuk menggoreng dan memasak. Beberapa jenis minyak
nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, minyak
jagung, minyak zaitun, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari.
Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi atas dua golongan.
Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan
(edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai,

15
minyak kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam
industri non makanan (non edible oils), misalnya minyak kayu putih.
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan.
Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan
waktu yang cukup lama, menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk
padat dalam minyak (Hermanto, Muawanah dan Wardhani, 2014).

2.6 Sumber Minyak dan Lemak


Minyak dan Lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya,
antara lain (Miryanti, 2015):
2.6.1 Berasal dari tanaman
a. Biji-bijian palawija, misalnya : minyak jagung, minyak wijen, dan
biji kapas.
b. Kulit buah tahunan, misalnya : minyak zaitun dan minyak kelapa
sawit.
c. Biji-bijian tanaman tahunan, misalnya : kelapa, inti sawit
2.6.2 Berasal dari hewan
a. Susu hewan peliharaan, misalnya : Lemak susu sapi.
b. Daging hewan peliharaan, misalnya : Lemak Sapi dan Lemak
Babi.

2.7 Sifat Fisika-Kimia Lemak dan Minyak


Sifat lemak dan minyak dibagi menjadi sifat fisis dan kimia
2.7.1 Sifat Fisika
Sifat fisika yang akan diuraikan diantaranya adalah sebagai
berikut, yaitu (Miryanti, 2015):
a. Warna
Zat warna pada minyak goreng terdiri dari 2 golongan yaitu :
zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah. Yang pertama zat warna alamiah (natural coloring

16
matter), zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara
alamiah didalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantrofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil
(berwarna kehijuan), dan anthosyanin (berwarna kemerahan).
Golongan kedua adalah zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebakan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E), warna coklat yang disebabkan
oleh bahan untuk membuat minyak yang telah rusak, warna
kuning disebabkan terjadinya minyak tidak jenuh.
b. Odor dan flavor atau bau
Terdapat secara alami pada minyak atau lemak dan juga
terjadi pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek
sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak.
c. Kelarutan
Minyak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol tetapi kan larut
sempurna dalam etileter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut
halogen.
d. Titik cair dan polymorphism
Minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu
nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal.
e. Titik didih (boiling point)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat
dengan akan bertambahnya panjang rantai karbon asam lemak.
f. Titik lunak (softning point)
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud
untuk identifikasi minyak atau lemak tersebut. Cara penetapannya

17
yaitu dengan menggunakan tabung kapiler yang diisi dengan
minyak (Miryanti, 2015).
g. Shot melting point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan
pertama dari minyak atau lemak.
h. Titik kekeruhan (turbidity point)
Titik ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak dan lemak dengan pelarut lemak. Temperatur pada waktu
mulai akan terjadi apabila ada kekeruhan dikenal sebagai titik
kekeruhan.
2.7.2 Sifat Kimia
Sifat kimia yang terdapat ada minyak goreng terdiri dari beberapa
sifat kimia diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hidrolisa
Reaksi hidrolisa minyak atau lemak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat pada
minyak atau lemak mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak
terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak,
misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab dan
terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.
b. Oksidasi
Proses oksidasi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya
reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak.
Hal ini yang disebabkan oleh otoksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam lemak.
c. Hidrogenasi
Proses Hidrogen akan mengikat ikatan rangkap asam lemak
tidak jenuh, sehingga akan mengubah jumlah dan letak ikatan
rangkap akibatnya sifat fisik dan kimianya juga akan berubah.
d. Esterifikasi

18
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester (Miryanti, 2015).
2.8 Minyak Nabati
Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan
trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan
lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak
jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak
mempunyai struktur dasar yang sama.
Minyak merupakan salah satu kelompok dari golongan lipida. Satu sifat
yang khas dari golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya
larutnya dalam pelarut organik (eter, benzene, khloroform) atau sebaliknya
ketidak-larutanya dalam pelarut air. Berdasarkan sumbernya, lemak
digolongkan menjadi dua, yaitu lemak hewani yang berasal dari hewan dan
lemak nabati yang berasal dari tumbuhan.
Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu: lemak hewani
umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak
nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol.
Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit
dibandingkan lemak nabati.
Minyak nabati dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel. Komposisi
yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam
lemak, asam lemak bebas (ALB), monogliserida dan digliserida, serta
beberapa komponen-komponen lain seperti vitamin, mineral, atau sulfur.
Penyusun utama minyak dan lemak adalah trigliserida, Pemurnian yang
merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Trigliserida
atau triasilgliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari gliserol dan tiga
asam lemak, penyusun utama minyak nabati atau lemak hewani adalah
trigliserida, monogliserida dan digliserida. Rumus kimia trigliserida adalah
CO2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R’ dan R" masing-masing
adalah sebuah rantai alkil yang panjang atau asam lemak jenuh dan tak jenuh
dari rantai karbon.

19
Apabila terdapat dua gugus alkohol dari gliserol yang mengikat gugus
asetil dan terdapat satu gugus alkohol maka esternya dinamakan digliserida,
dan jika hanya ada satu gugus alkohol pada gliserol yang mengikat gugus
asetil asam lemak dan dua gugus alkohol lainnya bebas, esternya dinamakan
monogliserida.
Asam lemak bebas (ALB) adalah asam lemak yang terpisahkan dari
trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat
disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses
hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam
minyak nabati (Miryanti, 2015).

2.9 Jenis-Jenis Minyak Bersumber dari Minyak Nabati


Penggolongan jenis minyak goreng berdasarkan iod dan bilangan
penyabunan, terbukti masih ada ketidaksesuaian pelabelan dengan minyak
yang dikemas. Ketidaktepatan pelabelan yang mengarah pada kesalahan
merupakan hal yang menyimpang dari tujuan pengawasan mutu yang
melindungi konsumen.
Penggolongan minyak goreng dengan menggunakan bilangan iod dan
bilangan penyabunan masih dijumpai adanya beberapa kesulitan. Penggunaan
kromatografi gas untuk menentukan komponen asam lemak penyusun
minyak, diharapkam dapat memberikan hasil yang lebih akurat dalam
menggolongkan jenis minyak, disamping melakukan pengujian bilangan iod
dan bilangan penyabunan.
2.9.1 Minyak kelapa
Berdasarkan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan
kedalam asam laurat yang mempunyai karakteristik khas yaitu
mengandung asam laurat (40-50%), asam lemak berantai C 6, C8 dan
C10 dalam jumlah sedang dan jumlah asam lemak tak jenuh rendah.
Sedangkan berat molekulnya berbeda-beda untuk berbagai jenis asam
lemak.
2.9.2 Minyak kelapa sawit

20
Minyak kelapa sawit mengandung 0,2-1,0% bagian yang dapat
tersabunkan, yaitu tokofenol sterol, fosfaida dan alkohol. Minyak
kelapa sawit termasuk minyak oleat-linoleat, dimana komposisi
minyaknya asam lemak jenuh, palmintat 32-47% dan asam lemak
tidak jenuh oleat 40-52% serta linoleat 5-11%.
2.9.3 Minyak kacang tanah
Minyak kacang tanah mengandung fosfolipid dan komponen yang
tidak dikehendaki lebih sedikit daripada minyak kasar kedelai dan biji
kapas. Menurut Blank di dalam Siregar V.A, minyak kacang tanah
hanya mengandung sedikit non-gliserida, sehingga susunannya relatif
sederhana. Komposisi asam lemaknya kompleks, sehingga termasuk
didalam asam lemak jenuh yang memiliki berat molekul yang lebih
besar daripada asam stearat, seperti asam arachidat, asam behenat dan
asam lignoserat (Miryanti, 2015).

2.10Penentuan Sifat Lemak Minyak


Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan sifatnya.
Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini meliputi:
2.10.1 Penentuan angka penyabunan
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan
minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai
karbon yang pendek berarti mempunyai berat molekul yang relatif
kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
bila minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka angka
penyabunan relatif kecil. angka penyabunan ini dinyatakan sebagai
banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu
gram lemak atau minyak.
2.10.2 Penentuan angka ester
Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa
sebagai ester. Angka ester dihitung dengan selisih angka penyabuanan
dengan angka asam.
2.10.3 Penentuan angka iodine

21
Penentuan iodine menunjukkan ketidak jenuhan asam lemak
penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu
mengikat iodium dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya
iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang
terdapat dalam asam lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai
banyaknya iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau
minyak.
2.10.4 Penentuan angka Reichert-Meissel
Angka Reichert-Meissel menunjukkan jumlah asam-asam lemak
yang dapat larut dalam air dan mudah menguap. Angka ini dinyatakan
sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam mL yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak yang menguap dan larut dalam air yang
diperoleh dari penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada kondisi
tertentu. Asam lemak yang mudah menguap dan mudah larut dalam
air adalah yang berantai karbon 4-6 (Herlina dan Ginting, 2017).

2.11Pelarut
Air adalah pelarut ini memiliki beberapa keuntungan dimana relatif
murah, mudah diperoleh, tidak toksik, stabil, tidak mudah menguap, tidak
mudah terbakar, dan digunakan bila senyawa yang akan diekstrak larut air.
Namun tidak dipungkiri pula dengan penggunaan pelarut air ini dapat
dimungkinkan terjadinya reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur dan
mikroba, tidak selektif, titik didih 100°C atau tidak cocok untuk senyawa
yang terurai pada temperatur tinggi, dan untuk pengeringan dibutuhkan waktu
yang lama.
Pelarut organik dalam ekstraksi juga dapat dilangsungkan dengan
berbagai jenis pelarut organik lainnya. Dengan pemakaian pelarut organik
senyawa tidak terhidrolisis sebagaimana bila digunakan pelarut air.
Keuntungan lainnya pemakaian pelarut organik adalah titik didihnya yang
relatif rendah sehingga tidak perlu dilakukan pemanasan tinggi, dan tidak
dapat ditumbuhi jamur. Namun, pemakaian pelarut organik ini pun memiliki

22
beberapa kerugian seperti mahal, beberapa pelarut organik bersifat toksik
(karsinogenik), dan berbahaya (bisa terbakar) seperti: etanol, metanol, CHCl3,
eter, heksan dan lain-lain (Khoerunnisa, 2017).
2.11.1 Macam-macam pelarut
Pelarut yang untuk mengekstraksi kemiri adalah n-heksana dan
etanol
a. n-Heksana
Seperti kebanyakan senyawa dari gugus alkana, heksana
merupakan senyawa non-polar. Karena sifat non-polar inilah
kebanyakan senyawa dari gugus alkana termasuk n-Heksana
larut dalam pelarut non-polar atau sedikit polar seperti dietil
eter (CH3CH2OCH2CH3), atau benzena. Kelarutan disebabkan
oleh gaya tarik Van der Walls antara pelarut dan zat terlarut.
Seperti halnya senyawa-senyawa gugus alkana lainnya adalah
n-Heksana tidak larut dalam air. Sifat racun akut n-Heksana
relatif kecil. Fraksi n-Heksana yang diproduksi dari industri
mendidih pada 65-70°C.
b. Etanol
Etanol yang juga disebut etil alkohol merupakan jenis
pelarut yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak
berwarna serta memiliki aroma yang khas. Etanol merupakan
pelarut serbaguna, dapat larut dengan air dan banyak pelarut
organik termasuk asam asetat, aseton, benzen, karbon
tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilen glikol, gliserol,
nitrometana, piridin dan toluen. Etanol juga larut dengan
hidrokarbon alifatik ringan seperti pentana dan heksana, dan
alifatik klorida seperti tricloroetana (Khoerunnisa, 2017).

2.12Kelarutan
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul
gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul
gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut

23
melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air,
sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau
molekul gula yang lain.
Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau
saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali
membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan
laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan
larutannya disebut jenuh.
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah
yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan
yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang
banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan
(solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut
per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu.
Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat
itu dikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang terlarut kurang
dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan
tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika
jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya
disebut lewat jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat
daripada larutan jenuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut,
jenis pelarut, temperatur, dan tekanan.
2.12.1 Pengaruh jenis zat pada kelarutan
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat
saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur
kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like
dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam
pelarut polar, sedangkan senyawa non-polar akan mudah larut dalam
pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna

24
(completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially
miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely
immiscible) (Khoerunnisa, 2017).
2.12.2 Pengaruh tekanan pada Kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat
cair atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah
kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan
gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum
Henry massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan
(pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh
gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan
larutan itu.
Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5
kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak
berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau
NH3 dalam air.
2.12.3 Pengaruh temperatur pada kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada suatu temperatur yang
lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul sebuah
gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas
yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat
padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi.
Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada
temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium
sulfat.
Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses
pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses
bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika
temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier
kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika

25
proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah
pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan
bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang
lebih tinggi (Khoerunnisa, 2017).
2.13Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
yang jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang
jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja
dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya,
tetapi di sini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut
dan terlarut. Campuran yang dapat saling melarutkan satu lama lain dalam
segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara merupakan larutan
miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fasa
dinamakan cairan immiscible. Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal.
Berdasarkan wujud dari pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam
larutan padat, cair ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut
juga dapat berupa gas, cair ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk
larutan karena semua gas dapat saling campur dalam berbagai perbandingan.
Dalam larutan cair, cairan disebut “pelarut” dan komponen lain (gas atau
zat padat) disebut “terlarut”. Jika dua komponen pembentuk larutan adalah
cairan maka komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidak
berubah dinamakan pelarut.
Contoh, 25 gram etanol dalam 100 gram air, air disebut sebagai pelarut,
sedangkan etanol sebagai zat terlarut, sebab etanol lebih sedikit daripada air.
Contoh lain adalah sirup, dalam sirup, gula pasir merupakan komponen
paling banyak daripada air, tetapi gula dinyatakan sebagai zat terlarut dan air
sebagai pelarut, sebab struktur air tidak berubah, sedangkan gula berubah dari
padat menjadi cairan. Beberapa jenis-jenis larutan:
2.13.1 Larutan Ideal dan Non-Ideal

26
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-molekul
nyata saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilakunya sukar
diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran meramalkan perilaku zat
nyata menimbulkan cara atau model yang dapat menjelaskan prilaku
secara teoritis, dinamakan hukum ideal (Khoerunnisa, 2017).
Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal, sebagai upaya untuk
menjelaskan keadaan sistem dari larutan nyata. Molekul-molekul gas
ideal dipandang sebagai molekul-molekul bebas yang tidak
berantaraksi satu sama lain. Dalam larutan cair pendekatan keidealan
berbeda dengan gas ideal. Dalam larutan ideal partikel-partikel pelarut
dan terlarut yang dicampurkan berada dalam kontak satu sama lain.
Pada larutan ideal dengan zat terlarut molekuler, gaya antaraksi antara
semua partikel pelarut dan terlarut setara.
Dalam larutan non-ideal, gaya antar atom, ion atau molekul harus
dipertimbangkan dalam perhitungan. Sebagai contoh perhatikan daya
hantar listrik larutan elektrolit kuat, misalnya NaCl. Jika larutan NaCI
sangat encer kurang dari 0,01 M, daya hantarnya diharapkan sesuai
dengan disosiasi garam ke dalam ion-ionnya, tetapi jika konsentrasi
larutan besar perbedaan antara harapan dan amatan menjadi lebih
besar. Penyebabnya, ion-ion berlawanan muatan mengadakan baku
tarik satu sama lain, baku tarik ini menimbulkan ion-ion saling
berdekatan sehingga larutan jadi lebih pekat. Setiap ion dikelilingi
oleh molekul pelarut yang berlawanan muatan, kecenderungan ini
dapat menghambat laju ion-ion menuju elektroda yang menyebabkan
daya hantar listriknya lebih rendah dari harapan.
2.13.2 Larutan jenuh, tak jenuh dan lewat jenuh
Larutan jenuh dari sebuah zat adalah larutan yang di dalamnya
terdapat zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan zat yang
tidak larut. Misalnya, untuk membuat larutan jenuh NaCl dalam air
pada 25°C, kita harus menambahkan NaCl berlebih ke dalam air dan
mengaduknya terus sampai tidak ada lagi NaCl yang melarut.

27
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi
lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada 25°C yang
mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh.
Dalam larutan tak jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat
terlarut dan zat yang tidak larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke
dalam larutan maka larutan mendekati jenuh (Khoerunnisa, 2017).
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil,
sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi
konsentrasi kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh umumnya
terjadi jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada suhu tinggi
diturunkan sampai mendekati suhu kamar.
2.13.3 Larutan elektrolit dan non-elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion-
ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+
dan ion Clˉ masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang
terhidrasi itu secara bebas dapat bergerak ke seluruh medium larutan.
Akan tetapi apabila glukosa atau etanol larut dalam air, zat-zat tersebut
tidak berada dalam bentuk ioniknya melainkan dalam bentuk
molekulernya.
Zat-zat yang di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat
elektrolit, dan larutan yang dibentuknya dinamakan larutan elektrolit.
Secara eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya,
misalnya dapat menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong
elektrolit, yaitu asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni,
asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air
akan terurai menjadi ion-ionnya (Khoerunnisa, 2017).
Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan
elektrolit kuat, sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian

28
membentuk ion-ionnya di dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam
dan basa yang merupakan elektrolit kuat disebut asam kuat dan basa
kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi sebagian di dalam air
dinamakan asam lemah dan basa lemah. Selain HCl, HBr, HI, HNO3,
H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah
hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah kecuali berlium.
Lemah atau kuatnya suatu asam dan basa tidak ada kaitannya
dengan kereaktifan asam atau basa. Larutan HF, misalnya merupakan
asam lemah yang hanya 8% terionisasi dari larutan sebesar 0,1 M,
tetapi larutan HF sangat reaktif terhadap banyak zat, termasuk
terhadap gelas (polisilikat) (Khoerunnisa, 2017).

2.14Proses Pelarutan
Bagaimana proses yang terjadi ketika suatu zat dicampurkan membentuk
suatu larutan. Hal ini bergantung pada struktur dan sifat zat yang akan
dicampurkan. Zat-zat yang memiliki struktur sama atau mirip dengan zat
yang akan dicampurkan akan mudah saling melarutkan, sebaliknya zat-zat
yang berbeda struktur satu dengan lainnya, tidak akan saling melarutkan.
Selain itu, kepolaran suatu zat akan membantu meramalkan kelarutan zat.
2.14.1 Pelarutan cair-cair
Dalam membahas pelarutan zat cair dalam zat cair lainnya,
banyak Ilmuwan kimia mengemukakan istilah like dissolved like
sebagai prinsip umum untuk menyatakan pelarutan. Istilah ini
mempunyai makna bahwa zat-zat cair yang mempunyai struktur
serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala
perbandingan, sebab molekul-molekul zat cair yang dicampurkan
mempunyai gaya tarik antarmolekul sama atau hampir sama dalam
jenis maupun kekuatan ikatannya.
Misalnya pada molekul pentana, C5H12 dan heksana, C6H14, yang
keduanya adalah molekul non-polar. Kedua zat tersebut jika
dicampurkan akan saling bercampur satu sama lain dalam segala

29
perbandingan. Mengapa demikian? Molekul-molekul zat non-polar
berantaraksi satu sama lain melalui gaya dispersi yang sama kuat.
Gaya tarik antar molekul C5H12 dalam cairan pentana murni dan gaya
tarik antar molekul C6H14 dalam heksana mumi hampir sama dengan
gaya tarik antar molekul C5H12 dan molekul C6H14 dalam campuran
heksana dan pentane (Khoerunnisa, 2017).
Dengan demikian, molekul pentana akan menyebar dalam
molekul-molekul heksana atau sebaliknya karena tidak mengalami
perubahan lingkungan dalam proses pelarutan. Perbedaan kepolaran
antara zat terlarut dan pelarut tidak mempengaruhi proses pelarutan
selama perbedaannya tidak terlalu besar. Kloroform, CHCl 3 yang polar
dan karbon tetraklorida, CCl4 yang non-polar dapat saling melarutkan
dalam segala perbandingan. Kedua zat tersebut tampak memiliki sifat
pelarut yang sama yakni merupakan pelarut berbagai senyawa karbon,
seperti hidrokarbon, lemak, dan minyak.
Hal ini menunjukkan gaya tarik antarmolekul dalam CHCl3 dan
CCl4 mendekati sama, sekalipun kepolarannya beda. Berdasarkan
kasus ini tampak bahwa sumbangan gaya dipol sangat kecil dalam
pelarutan CHCl3 dalam CCl4. Sering dijumpai zat-zat non-polar
mempunyai kelarutan sangat kecil di dalam air. Contohnya, minyak
bumi yang merupakan campuran hidrokarbon tidak larut dalam air.
Fraksi mol pentana (non-polar) yang dapat larut dalam air hanya
sekitar 0,00003.
Fakta ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Agar pentana larut
dalam air harus mampu memecahkan ikatan hidrogen yang mengikat
sesama molekul air. Namun demikian, tidak ada gaya antaraksi
antarmolekul C5H12 dan H2O yang dapat disumbangkan sebagai energi
untuk memecahkan ikatan hidrogen antarmolekul air. Oleh karena itu,
kelarutan pentana dalam air sangat kecil
Banyak cairan zat organik larut dalam air secara mudah.
Kebanyakan zat organik yang larut dalam air adalah yang mengandung
oksigen dan memiliki massa molekul rendah, contohnya metanol dan

30
etanol. Baik metanol maupun etanol larut dalam air dalam segala
perbandingan. Kedua golongan alkohol itu mengandung gugus
hidroksil (Khoerunnisa, 2017).
2.14.2 Pelarutan Padat-Cair
Zat padat umumnya mempunyai kelarutan terbatas dalam pelarut
cair. Fraksi mol I2 dalam CCl4 mencapai jenuh pada 25°C sekitar
0,011. Jika dibandingkan dengan Br2 yang berwujud cair pada suhu
yang sama tidak mempunyai batas kelarutan dalam CCl 4 sehingga Br2
dalam CCl4 tidak dapat membentuk larutan jenuh.
Perbedaan gaya tarik antar molekuler menyebabkan zat padat
mempunyai kelarutan terbatas di dalam suatu pelarut. Gaya tarik antar
molekuler dalam zat padat lebih besar daripada gaya tarik antar
molekuler dalam zat cair untuk suhu yang sama sehingga dapat diduga
bahwa gaya tarik antar molekul I2 lebih besar daripada gaya tarik antar
molekul CCl4.
Oleh sebab itu, kelarutan I2 dalam CCl4 relatif rendah. Keadaan ini
didukung oleh fakta bahwa zat padat dengan titik leleh lebih rendah
akan memiliki kelarutan lebih besar dibandingkan dengan zat padat
yang memiliki titik leleh lebih tinggi untuk struktur molekuler yang
serupa.
Zat padat non-polar atau sedikit polar memiliki kelarutan tinggi
dalam zat cair yang memiliki kepolaran rendah, tetapi kelarutannya
rendah dalam pelarut polar. Contohnya DDT yang dimana memiliki
struktur serupa dengan CCl4 dan CHCl3 sehingga DDT larut baik
dalam pelarut non-polar atau sedikit polar sebagaimana halnya CCl4
dan CHCl3 dibandingkan dalam pelarut polar seperti air.
2.14.3 Pelarutan Gas-Cair
Terdapat dua prinsip utama yang berkaitan dengan kelarutan gas
dalam cairan. Pertama, yaitu makin tinggi titik cair suatu gas, maka
gaya tarik antarmolekul makin mendekati sifat cairan. Dengan
demikian, gas dengan titik cair lebih tinggi memiliki kelarutan lebih

31
besar. Kedua, yaitu pelarut yang paling baik untuk suatu gas adalah
pelarut yang mempunyai gaya tarik antarmolekul mirip dengan yang
dimiliki oleh gas (Khoerunnisa, 2017).

2.15Kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana, Wild.) disebut dengan candlenut adalah
tanaman yang digolongkan dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).
Tanaman kemiri umumnya dapat tumbuh dan tersebar secara luas di daerah
dengan iklim tropis. Tanaman kemiri tersebar di hampir seluruh wilayah
Indonesia seperti di provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, dan Aceh.
2.15.1 Morfologi Kemiri
Pohon kemiri secara umum banyak ditemukan di daerah yang
beriklim hujan tropis, dengan kondisi agak kering selama musim
kemarau. Pohon kemiri tumbuh subur di daerah tropis yang lembap
hingga mencapai ketinggian 1200 m di atas permukaan laut (dpl)
namun tumbuh idealnya pada ketinggian sampai 800 mdpl.
Di daerah yang berdekatan dengan garis khatulistiwa, kemiri
dapat tumbuh pada ketinggian 2000 mdpl. Di wilayah Indonesia,
kemiri dapat ditemukan pada ketinggian 0 hingga 800 m dengan area
yang berstrukstur datar hingga bergelombang. Kemiri dikenal dapat
beradaptasi dengan baik di daerah lereng hingga lembah yang curam.
Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan biji kemiri ini
berkisar antara kira-kira 640 hingga 4290 mm atau 1940 mm per
tahun. Rata-rata suhu tahunan untuk pertumbuhan kemiri berkisar
antara 18 hingga 28°C. Suhu maksimum pada bulan terpanas sekitar
26-30°C, sedangkan suhu sekitar 8-13°C merupakan suhu minimum
pada bulan terdingin.
Kemiri juga dapat tumbuh pada wilayah yang kering dengan
curah hujan hanya 200 mm seperti di Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur dan bahkan di tempat yang curah hujan tinggi seperti

32
di provinsi Jawa Barat. Pohon kemiri sendiri dapat tumbuh di berbagai
jenis tanah seperti pasir, liat berbatu, lempung merah dan batu kapur.
Kemiri bisa tumbuh pada tanah dengan pH sedikit asam dan
sedikit basa yaitu sekitar pH 5-8. Pohon kemiri memiliki sifat toleran
terhadap kekeringan dan dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang
subur. Hal ini yang mendasari bahwa budidaya tanaman kemiri tidak
membutuhkan biaya tinggi karena tidak banyak memerlukan
perawatan khusus (Goyena, 2019).
Umumnya di kalangan petani kemiri, tanaman kemiri di
budidayakan di lahan yang tidak pernah dipupuk. Tanaman kemiri
tumbuh secara alami di daerah hutan jati dan hutan campuran. Umur
produktif kemiri berkisar 25 hingga 40 tahun dengan ketinggian
tanaman mencapai 40 meter, mempunyai tunas muda yang tertutup
rapat oleh bulu yang berwarna coklat atau putih keabuan-buan dan
beranting banyak.
Daun muda yang dimilikinya berlekuk lima atau tiga sedangkan
daun tua berbentuk bulat dengan ujung sedikit meruncing. Daun
tanaman kemiri memiliki warna hijau kekuningan. Bunga kemiri
merupakan jenis bunga majemuk berumah satu, bertangkai pendek dan
berwarna putih.
Buah kemiri berkulit keras memiliki diameter 5 cm dan
didalamnya terdapat satu ataupun dua biji yang terselubungi oleh kulit
biji keras dengan permukaan kasar. Biji kemiri mengandung
komponen minyak cukup banyak, sehingga memungkinkan untuk
digunakan sebagai lilin. Karakteristik tambahan terkait buah kemiri
yaitu buah kemiri berbentuk bulat, agak gepeng, berbulu lembut dan
memiliki 1-3 ruang yang berisi biji kemiri.
Buah waktu muda berwarna hijau dan setelah buah masak akan
berwarna coklat tua atau kehitaman. Kulit buah memiliki tebal sekitar

33
5-7 mm dan membungkus biji kemiri di dalamnya. Buah masak
mempunyai ukuran sekitar 5-7 cm, dengan panjang 5-6 cm.
Biji termasuk jenis buah batu dikarenakan kulitnya yang keras.
Tebal tempurung biji ini berkisar 3 hingga 5 mm, berwarna cokelat
atau kehitaman. Biji kemiri memiliki bentuk membulat atau limas.
Pada bagian dalam biji terdapat daging biji berwarna putih yang kaku.
Komponen buah jika dilihat secara keseluruhan memiliki kulit luar,
daging buah, lapisan kayu, kulit biji tempurung, dan daging biji yang
dapat dilihat pada bagian bawah (Goyena, 2019).

Gambar 2. Biji Kemiri (Goyena, 2019).


2.15.2 Kandungan Biji Kemiri dan Minyak Kemiri
Biji kemiri memiliki lemak cukup tinggi yaitu sekitar 45-65%.
Minyak biji kemiri mengandung asam hidrosianik sehingga tidak
dapat digunakan sebagai minyak goreng. Minyak kemiri lebih cocok
dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun maupun bahan bakar
setingkat solar. Biji kemiri bila dipres dalam kondisi dingin, maka
minyak akan berwarna kuning dan menghasilkan bau serta rasa yang
menyenangkan, namun apabila dipres dengan kondisi panas, minyak
menjadi gelap dan menghasilkan bau serta rasa yang memuakkan.
Tabel 1. Kandungan Biji Kemiri
Komponen gizi Jumlah kandungan
Energi 636 kalori
Protein 19 g
Karbohidrat 8g
Lemak 63 g
Kalsium 80 mg

34
Fosfor 200 mg
Besi 2 mg
Vitamin B 0,06 mg
Air 7g
(Goyena, 2019).
Benih yang baik dapat diperoleh dengan pemanenan terhadap
buah kemiri yang matang secara keseluruhan buah, karena saat kondisi
tersebut daya kecambahnya tinggi. Buah kemiri yang matang
sempurna akan jatuh sendiri dari pohon. Waktu panen dengan tujuan
untuk dikonsumsi, tidak perlu menunggu hingga buah matang secara
sempurna melainkan hanya 75-80% saja.
Proses pengumpulan buah dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu memetik dari pohon, mengguncang dari pohon maupun
mengumpulkannya di atas tanah. Waktu pengumpulan buah masak ada
baiknya dilakukan saat puncak musim buah. Pengumpulan buah yang
sudah jatuh ke tanah dapat dilakukan 1 hingga 2 kali seminggu selama
puncak musim panen buah untuk menghindari menurunnya daya
perkecambahan benih akibat kelembaban dan mikroorganisme tanah.
2.15.3 Manfaat Kemiri
Tanaman kemiri mempunyai berbagai macam manfaat bagi
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan hampir seluruh bagian
tanaman ini dapat digunakan, antara lain:
a. Kayu kemiri memiliki struktur yang halus, berserat, ringan dan
berwarna putih sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
serta bahan industri
b. Kulit batang dan daun kemiri dapat dimanfaatkan sebagai ramuan
obat tradisional
c. Biji kemiri dimanfaatkan sebagai bumbu masak dikarenakan biji
kemiri mengandung kadar energi, gizi dan minyak yang tinggi
d. Tempurung biji kemiri yang bertekstur keras dapat dimanfaatkan
sebagai arang aktif yang digunakan sebagai bahan memperbaiki
sifat tanah dan sebagai bahan bakar

35
e. Ampas sisa pengepresan minyak kemiri dapat digunakan sebagai
pupuk serta makanan ternak.
f. Buah kemiri dapat juga dimanfaatkan sebagai obat memperlancar
buang air besar, mengatasi diare, demam, menyembuhkan sakit
perut, sariawan, disentri, bisul, mengatasi rambut rontok, sakit
gigi, mengatasi kapalan (kulit menebal), mencegah gigi rusak
serta menyuburkan rambut (Goyena, 2019).
g. Minyak kemiri biasanya digunakan sebagai bahan dasar pernis
atau cat, pembuatan sabun, tinta cetak dan pengawet material
kayu. Selain itu, minyak kemiri juga digunakan sebagai bahan
melapisi bagian dasar perahu, sehingga tahan terhadap korosi
akibat air laut. Dalam bidang kosmetik, minyak kemiri dapat
digunakan sebagai minyak rambut yang berkhasiat memperhitam,
melebatkan dan menguatkan rambut. Kegunaan lain dapat
digunakan sebagai bahan pembatik.
h. Minyak kemiri memiliki sifat mudah terbakar sehingga cocok
sebagai bahan bakar untuk penerangan. Saat ini banyak penelitian
yang dilakukan untuk merubah minyak kemiri menjadi biodiesel.
2.15.4 Minyak Kemiri
Minyak kemiri ialah minyak nabati berbentuk padat pada suhu
15°C, berbentuk cair pada suhu kamar, apabila dikontakkan dengan
udara pada suhu yang tinggi akan cepat teroksidasi dan menghasilkan
bau tengik serta menyebabkan racun. Minyak kemiri mengandung
sejumlah asam lemak tidak jenuh.
Beberapa jenis asam lemak dalam minyak biji kemiri yaitu asam
lemak stearat dan palmitat yang termasuk jenis asam lemak jenuh, dan
asam linoleate, linolenat dan oleat, termasuk jenis asam lemak tidak
jenuh. Minyak kemiri murni memiliki bentuk fisik cair dan memiliki
warna kuning bening, sedangkan minyak kemiri yang tidak murni
akan memiliki warna lebih pekat (Goyena, 2019).

36
2.16 Panas Laten
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi
perpindahan panas antara benda dengan lingkungannya. Pada suatu situasi
tertentu, aliran panas ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila
bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair),
cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat).
Energi yang diperlukan disebut panas transformasi. Energi yang diperlukan
disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa
darimateri bermassa m adalah (Setiawan, Sitepu dan Ambarita, 2015):
QL= m.Le.....................................................................................................(2.1)

2.17Panas Sensible
Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut
merubah temperatur dari suatu benda. Perubahan intensitas panas dapat
diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka
dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai
panas sensibel. Dengan kata lain, panas sensibel adalah panas yang diberikan
atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau
turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.
Material yang digunakan sebagai PCM harus memiliki panas laten yang
besar dan konduktifitas termal yang tinggi. PCM tersebut juga harus memiliki
temperatur titik cair yang bekerja pada rentang temperatur yang diizinkan,
reaksi kimia yang stabil, biaya rendah, tidak beracun, dan tidak menyebabkan
korosi. PCM diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu organik dan non
organik. PCM organik merupakan PCM dari golongan hidrokarbon, asam
atau ester atau garam, alkohol, freon, dan polimer.
Keuntungan penggunaan PCM organik adalah sifat fisik dan kimia yang
stabil dan perilaku termal material yang baik. Kerugian penggunaan PCM ini
adalah konduktifitas termal rendah, massa jenis rendah, titik lebur rendah,

37
kelembapan tinggi, mudah terbakar, dan perubahan volume. PCM non
organik merupakan campuran unsur metal pembentuk garam.
QS = m·Cp·∆ T………………………………………………………………………...
(2.2)
Keuntungan pada penggunaan PCM non organik adalah penyimpanan
energi yang tinggi, konduktifitas termal tinggi, dan tidak mudah terbakar.
Kerugian pada penggunaan PCM ini adalah mudah menyebabkan
pengkaratan, pemisahan unsur ketika terjadi perubahan fasa, dan penurunan
suhu yang drastic (Setiawan, Sitepu dan Ambarita, 2015).

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Gambar 3 Statif Gambar 4 Gelas Ukur Gambar 5 Pemanas


250 mL Mantel

Gambar 6 Kondensor Gambar 7 Soxhlet Gambar 8 Labu Didih


100 mL 250 mL

38
Gambar 9 Desikator Gambar 10 Pinset Gambar 11 Petri dish

Gambar 12 Oven Gambar 13 Neraca Analitik Gambar 14 Spatula

Gambar 15 Cutter Gambar 16 Stopwatch Gambar 17 Gunting

3.2 Bahan
3.2.1 Kacang Kemiri 20 gram
3.2.2 n-Heksan (C6H14)
3.2.3 Kertas Saring
3.2.4 Aluminium Foil
3.2.5 Aquadest (H2O)
3.2.6 Etanol (C2H5OH)

3.3 Cara Kerja


Pertama mencacah dan menimbang kemiri sebanyak 20 gram. Kemudian
membuat selongsong sampel dari kertas saring. Mencuci semua alat
menggunakan etanol, lalu memasukkan ke dalam oven. Kemudian
memasukkan n-Heksana sebanyak 250 mL ke dalam gelas ukur lalu menutup
dengan aluminium foil. Memasukkan kemiri ke dalam selongsong sampel

39
yang telah dibuat, kemudian memasukkan selongsong tersebut ke dalam
soxhlet. Setelah itu, memindahkan n-Heksana yang berada di gelas ukur ke
dalam labu distilasi. Kemudian merangkai alat soxhlet, yang terlebih dulu
diberi pelumas lalu menyalakan pendingin balik dan pemanas mantel/pemanas
listrik dengan suhu 100°C, n-Heksana akan menguap dan didinginkan oleh
pendingin balik sehingga akan jatuh ke dalam soxhlet membasahi sampel
hingga proses overflow terjadi selama 6 kali. Setelah itu matikan pemanas.
Kemudian membongkar alat soxhlet lalu mengeluarkan biji kemiri yang telah
di ekstraksi dan kemudian menuang kembali n-Heksana ke labu distilasi.
Merangkai kembali alat soxhlet dengan menyalakan kembali pemanas
listrik dengan suhu 100°C, tunggu n-Heksana menguap namun tidak sampai
overflow. Setelah n-Heksana menguap dan terkumpul di soxhlet pemanas
mantel dimatikan. Selanjutnya membongkar alat soxhlet. Setelah itu
memindahkan n-Heksana yang terkumpul di soxhlet ke dalam gelas ukur.
Mengulang kembali sampai beberapa kali hingga hanya minyak yang tersisa
di labu distilasi. Setelah itu memindahkan minyak yang terdapat di labu
distilasi, ke dalam petri dish. Selanjutnya mengoven minyak selama 10 menit
yang terdapat di petri dish selama waktu yang ditentukan. Lalu pindahkan ke
desikator selama 2 menit. Setelah di desikator, timbang bobot minyak.
Mengulang beberapa kali sampai hasil yang didapatkan konstan.

40
3.4 Diagram Alir

Mencacah kemiri hingga halus.

Menimbang 20 gram sampel kemiri.

Memasukkan sampel yang telah dibungkus kertas saring ke dalam alat


soxhlet

Memasukkan n-heksan 250 mL ke dalam labu didih

Merangkai alat soxhlet

Menyalakan kondensor juga pemanas mantel sampai overflow 6 kali

Mematikan pemanas mantel dan pendingin balik

Membongkar dan mengeluarkan sampel dari alat soxhlet tersebut.

Melakukan proses destilasi

Merangkai kembali alat dan menyalakan pemanas mantel


41
Menuang minyak ke dalam petri dish kemudian menimbang petri dish +
minyak
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan


Hasil perhitungan kadar minyak biji kemiri
Berat sampel: 20 gram
Kadar Minyak: 14,20 %

4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa kadar minyak dari sampel
biji kemiri adalah sebesar 14,20%. Dimana pada hasil praktikum, minyak ini
dihasilkan dari ekstraksi 20 gram sampel biji kemiri sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Susilowati dan Primaswari, 2014) semakin
banyak waktu yang digunakan pada ekstraksi kemiri maka hasil yang
didapatkan akan semakin banyak pula. Hal ini dikarenakan pengontakan
berkali-kali oleh pelarut n-Heksana dengan sampel kemiri sehingga minyak
dari sampel kemiri terikat lebih banyak oleh pelarut n-Heksana. Begitu juga
dengan semakin banyak overflow yang dilakukan maka semakin banyak
hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 6 kali overflow, hal ini sama dengan
praktikum yang telah dilakukan. Sedangkan untuk pelarut yang digunakan
untuk ektraksi adalah pelarut yang memiliki kepolaran yang sama dengan
minyaknya, seperti petroleum eter, n-Heksan, etanol, dan sebagainya dan

42
menurut (Susilowati dan Primaswari, 2014) pelarut yang paling efektif
untuk mengekstraksi biji kemiri adalah n-Heksan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan maka dapat disimpukan
bahwa larutan susu dengan konsentrasi 10%, 25% dan 40% diperoleh nilai
viskositas kinematiknya yaitu 0,0134 m2/s, 0,0145 m2/s dan 0,0151 m2/s.
Sedangkan untuk larutan kecap dengan konsentrasi 10%, 25% dan 40%
diperoleh nilai viskositas kinematiknya yaitu 0,0129 m2/s, 0,0159 m2/s dan
0,0235 m2/s.

5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Laboratorium
a. Sebaiknya fasilitas laboratorium harus dilengkapi dengan kipas
angin
b. Memperbaiki aliran air
c. Tetap menjaga kebersihan dan tata tertib dalam laboratorium
d. Memperbaiki alat-alat yang rusak
e. Melengkapi alat yang kurang
5.2.2 Saran untuk Asisten
a. Asisten lebih sabar menghadapi praktikan

43
b. Kurangi membuat suasana tegang dalam asistensi maupun
praktikum terhadap praktikan
c. Tegas tapi santai pada saat asistensi ataupun respon
d. Membimbing praktikan dengan baik
e. Adanya koordinasi yang baik antara asisten tetap dan asisten
magang

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, M. N., Musfiroh, I. dan Indrayati, W. (2014) ‘Karakterisasi Minyak Biji


Labu Kuning (Cucurbita Pepo L) Hasil Ekstraksi dengan Alat Soxhlet’, 1(1),
pp. 1–7.
Daniswara, E. F., Rohadi, T. I. dan Mahfud, M. (2017) ‘Ekstraksi Minyak Akar
Wangi dengan Metode Microwave Hydrodistillation dan Soxhlet Extraction’,
6(2), pp. 1–4. doi: 10.12962/j23373539.v6i2.24483.
Goyena, R. (2019) ‘Pengaruh Teknik Pengepresan Terhadap Yield Minyak Kemiri
dan Penggunaan Katalis Basa (KOH) terhadap Biodiesel dari Biji Kemiri
(Aleurites moluccana)’, Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), pp. 1689–1699.
Herlina, N. dan Ginting, M. H. S. (2017) ‘Lemak dan Minyak’, USU Digital
Library, pp. 1–7.
Hermanto, S., Muawanah, A. dan Wardhani, P. (2014) ‘Analisis Tingkat
Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan’,
Jurnal Kimia Valensi, 1(6), pp. 262–268. doi: 10.15408/jkv.v1i6.237.
Khoerunnisa, D. F. (2017) 'Kimia Fisika 2 Larutan 1', Universitas Terbuka,
Jakarta.
Kurniawan, P. (2015) ‘Rancangan Alat Distilasi untuk Menghasilkan Kondensat

44
dengan Metode Distilasi’, Journal Chemurgy, pp. 4–21.
Melwita, E. dan Oktaviani, S. (2014) 'Ekstraksi Minyak Biji Kapuk dengan
Metedo Ekstraksi Soxhlet', Teknik Kimia, 20(192), pp. 20–27.
Miryanti, Y. I. P. A. (2015) ‘Pemurnian dan Karakteristikik Minyak Nabati.
Fakultas Teknik UMP, 2017’, pp. 6–20.
Nasir, S., Fitriyanti, F. dan Kamila, H. (2019) ‘Ekstraksi Dedak Padi Menjadi
Minyak Mentah Dedak Padi (Rice-Bran Oil) dengan Menggunakan Pelarut
n-Heksana dan Etanol’, Jurnal Teknik Kimia, 16(2), pp. 1–10.
Penyusun. (2019) ‘Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia
Makassar’, pp. 1–21.
Riandi, R. et al. (2018) ‘Kandungan Total Lipid Lemak Ayam dan Babi
Berdasarkan Perbedaan Jenis Metode Ekstraksi Lemak’, Universitas Djuanda
Bogor, 4(1), pp. 94–100.
Septiawan, I. dan Gustia, S. J. (2017) ‘Model Kinetika Ekstraksi Flavonoid dari
Bayam Merah (Alternanthera amoena voss)’, Jurnal Teknik Kimia, 6(4), pp.
8–14.
Setiawan, P., Sitepu, T. dan Ambarita, H. (2015) ‘Pengujian Proses Discharging
Sebuah Pemanas Air Energi Surya Tipe Kotak Sederhana yang Dilengkapi
Phase Change Material dengan Kapasitas 100 Liter Air’, e-Dinamis, 2(2), pp.
71–78.
Susilowati, N. dan Primaswari, R. (2014) 'Pengambilan Minyak Biji Kemiri
(Aleurites moluccana, Wild) Melalui Ekstraksi dengan Menggunakan
Soxhlet’ Jurnal Teknik Kimia, pp. 6-12.

45
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

1. Bobot Sampel (Kemiri)= 20gr

2. Bobot Petridish Kosong untuk Sampel = 93,2273 gr

3. Berat Petridish + minyak = 99,5172 gr

Tabel 2Tabel Bobot Minyak Kemiri

No Waktu (m) Bobotpetridish + minyak (gr) Bobot minyak (gr)


1. 10 99,5744 6,3471
2. 5 99,5307 6,3034
3. 5 99,5172 6,2899
4. 5 99,5172 6,2899
5. 5 99,5087 6,2814

46
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Kadar Minyak


( Bobot konstan petri dish + minyak ) -( Bobot petri dish kosong )
% Minyak=
Bobot sampel
x100%
( 99,5172-93,2273 ) gr
=
20 , 4085
0,2899 gr
= x 100%
20,4085 gr
= 14,20 %

47

Anda mungkin juga menyukai