Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA

“ PEMBUATAN EKSTRAK DENGAN MASERASI ”

Disusun oleh KELOMPOK 6 (04FKKP004/4D) :

1. Anggria Nurul Hasanah (201030700203)


2. Diva Annisa Riyani (201030700190)
3. Erwin Aji Saputra (201030700183)
4. Nadia Lutfia Putri (201030700061)
5. Phuja Arinda Manuruyah (201030700147)
6. Tarisabrina Salsabila (201030700228)

Dosen Pembimbing :
Nur Hasanah, S.Si., M.Si

STIKES WDH
Tahun Ajaran 2020/2021
Program Studi S-1 Farmasi Klinik dan Komunitas
Jl. Pajajaran No.1, Pamulang Bar., Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15417
A. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui percobaan dari Ekstraksi dingin atau Ekstraksi


Padat-Cair Metode Maserasi
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses teknik analisis cara pembuatan ekstrak
nabati (Apium graveolens L.) dengan metode Maserasi
3. Mahasiswa mampu mendapatkan Ekstrak simplisia nabati dari daun seledri (Apium
graveolens L.).

B. PRINSIP PERCOBAAN

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat


kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah merendam
simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa hari
sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada
beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan
menggunakan pelarut yang cocok. Pelarutpelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur
air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak
campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).

C. TEORI UMUM

1  Herba Seledri

Seledri adalah Apium graveolens L. dari suku Apiaceae. Seledri tidak hanya
dikenal di indonesia saja. Seledri mempunyai banyak nama, diantaranya celery (Inggris),
celeri (Prancis), seleri (Italia), parsley (Jerman), seledri (Indonesia), sledri (Jawa), dan
saledri (Sunda). Seledri dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Seledri
biasanya ditanam di sawah dan di ladang-ladang yang bertanah lembab dan tingginya
kurang dari 1 meter. Seledri berwarna hijau tua dengan bau dan rasa yang khas (Santoso,
2008).

2
 Gambar

 Klasifikasi Tanaman Daun Seledri

Nama ilmiah/Binomial Nomenklaturnya : Apium graveolens Linn

Klasifikasi Daun Seledri


Kingdom (Kerajaan) Plantae
Sub Kingdom Tracheobionta
Super Divisi Spermatophyta
Division (Divisi) Magnoliophyta
Sub Divisi Angiospermae
Kelas Magnoliopsida
Sub kelas Dicotyledonae
Ordo Umbelliferales (Apiacedes)
Famili Umbelliferae (Apiaceae)
Genus Apium
Spesies Apium graveolens L.

(Fazal dan Singla, 2012) dan (Rukmana, 2003)

3
 Deskripsi Tanaman Daun Seledri

Seledri (Apium graveolens L) adalah tanaman sayuran bumbu berbentuk


rumput yang berasal dari benua Amerika, Seledri dapat tumbuh pada dataran rendah
sampai tinggi, dan optimal pada ketinggian tempat 1.000-1.200 m dpl, suhu udara 15-
240C. Tanaman seledri juga dapat dikembangkan pada daerah tropis seperti di
Indonesia. Sebagai tanaman subtropis seledri membutuhkan sinar matahari yang cukup
sekitar 8 jam/hari (Haryoto,2009:13).

Akar tanaman seledri (Apium graveolens L.) yaitu akar tunggang dan
memiliki serabut akar yang menyebar kesamping dengan radius sekitar 5-9 cm dari
pangkal batang dan akar dapat menembus tanah sampai kedalaman 30 cm, berwarna
putih kotor. Batang Seledri memiliki batang tidak berkayu, memiliki bentuk bersegi,
beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak, dan berwarna hijau.

Daun tanaman seledri daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7
helai, anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm tangkai daun berwarna hijau
keputih- putihan, helaian daun tipis dan rapat pangkal dan ujung daun runcing, tepi
daun beringgit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan daun menyirip, daun
berwarna hijau muda sampai hijau tua.

Bunga tanaman seledri adalah bunga majemuk berbentuk payung berjumlah 8-


12 buah kecil-kecil berwarna putih tumbuh dipucuk tanaman tua. Pada setiap ketiak
daun dapat tumbuh sekitar 3- 8 tangkai bunga, pada ujung tangkai bunga ini membetuk
bulatan. Setelah bunga dibuahi akan terbentuk bulatan kecil hijau sebagai buah muda,
setelah tua buah berubah warna menjadi coklat muda. Buah tanaman seledri berbentuk
bulatan kecil hijau sebagai buah muda, setelah tua buah berubah warna menjadi coklat
muda (Haryoto, 2009).

 Kandungan Kimia Tanaman Daun Seledri

Kandungan kimia dalam herba seledri adalah flavonoid, tanin, minyak atsiri,
alkaloid, apiin, glukosida, lipase, saponin, kolin, apigenin (Hariana, 2006).
Berikut penjelasannya

4
 Tanin

Tanin mempunyai efek farmakologis dan fisiologis yang berasal dari senyawa
kompleks. Pembentukan ini didasari dari rantai hidrogen dan interaksi hidrofobik
antara tanin dan protein. Tanin merupakan senyawa aktif yang memiliki aktifitas
antibakteri. Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah menghambat aktivitas
beberapa enzim untuk menghambat rantai ligan dibeberapa reseptor. Mekanisme
kerja tanin sebagai antimikroba berhubungan dengan kemampuan tanin dalam
menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul yang menempel pada sel inang)
yang terdapat pada permukaan sel. Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida
dinding sel yang menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Tanin dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan pada
konsentrasi tinggi tanin bekerja sebagai antimikroba dengan cara mengkoagulasi
atau menggumpalkan protoplasma kuman, sehingga terbentuk ikatan yang stabil
dengan protein kuman dan pada saluran pencernaan, tanin juga diketahui mampu
menggugurkan toksin (Sudirman, 2014)

 Flavonoid

Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan


di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3- C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur,
yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari
beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem
1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak
ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya
senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi
atau glikosilasi dari struktur tersebut. Flavonoid merupakan senyawa polar karena
memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersub stitusi. Pelarut polar seperti
etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan
untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan (Rijke, 2005).

5
Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoid mempunyai
kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan menghambat fungsi membran
sitoplasma bakteri dengan mengurangi fluiditas dari membran dalam dan
membran luar sel bakteri. Akhirnya terjadi kerusakan permeabilitas dinding sel
bakteri membran dan membran tidak berfungsi sebagaimana mestinya, termasuk
untuk melakukan perlekatan dengan substrat. Hasil interaksi tersebut
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom
dan lisosom. Tujuh belas ion hidroksil secara kimia menyebabkan perubahan
komponen organik dan transport nutrisi sehingga menimbulkan efek toksik
terhadap sel bakteri (Sudirman, 2014).

(Struktur Flavonoid)

Flavonoid dapat menginhibisi sintesi asam nukleat, sehingga menyebabkan


pertumbuhan sel bakteri terhambat, flavonoid juga bekerja secara langsung pada
membran barier sel bakteri, yang menyebabkan kebocoran sel. Flavonoid pada
kadar rendah, akan membentuk kompleks lemah dengan protein bakteri, kemudian
menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein bakteri, sedangkan pada kadar
yang tinggi, flavonoid akan menyebabkan koagulasi protein bakteri, dan
menyebabkan membran sitoplasma lisis (Wardhani dan Nanik, 2012)

Hasil penelitian yang didapatkan oleh Parubak 2013 mengenai hasil penentuan
kadar senyawa aktif flavonoid sebesar 0,3680%. Hasil fraksinasi dari ekstrak etil
asetat diperoleh 4 fraksi, fraksi 1 dan 2 positif mengandung flavonoit.
Berdasarkan hasil UV-Vis maka dapat disimpulkan bahwa daun akway
mengandung senyawa flavanoit golongan flavonon yang mempunyai gugus fungsi
OH terikat, CH alifatik, C -O, C -C aromatik, C -O dan C- H aromatik. Pengujian
dari ekstrak etil asetat psda fraksi 1 dan 2 menunjukkan bahwa mempunyai
potensi sebagai senyawa anti bakteri.

6
 Minyak Atsiri

Minyak atsiri memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.


Proses denaturasi protein melibatkan perubahan dalam stabilitas molekul protein
dan menyebabkan perubahan struktur protein dan terjadi proses koagolasi. Protein
yang mengalami proses denaturasi akan kehilangan aktifitas fisiologi dan dinding
sel akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga akan terjadi kerusakan
(Sudirman, 2014).

 Alkaloid

Alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu


komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu,
didalam senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang mengandung nitrogen akan
bereaksi dan mempengaruhi DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur dan susunan asam amino, sehingga akan menimbulkan
kerusakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan menyebabkan
kematian sel (Gunawan et al., 2008)

 Manfaat Tanaman Daun Seledri

Seledri (Apium graveolens L.) mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap
yaitu: protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1,
vitamin C dan air. Selain kandungan gizinya cukup tinggi, seledri juga mengandung
zat glukosida, apiol, flafonoid, dan apiin. Zat-zat tersebut bermanfaat sebagai obat
peluruh keringat, demam, darah tinggi, rematik dan sukar tidur (Haryoto, 2009:15).
Selain itu juga tanaman seledri mempunyai manfaat yang lain seperti :

 Sebagai Anti Inflamasi

Tanaman daun seledri diketahui mengandung zat polysaccharides dan juga


sebagai antioksidan. Kedua dari zat tersebut sangat bermanfaat sebagai anti
inflamasi yang diakibatkan oleh kerusakan elemen tubuh. Inflamasi ini sangat
merusak bagi tubuh karena bisa mengakibatkan penyakit yang berbahaya seperti
halnya penyakit jantung, kanker dan juga arthritis.

7
 Menurunkan Kadar Kolestrol

Jika berkeinginan menurunkan tingginya kadar kolestrol dalam tubuh maka


konsumsilah daun seledri secara rutin untuk setiap hari. Seledri ini diketahui
mengandung sebuah elemen sangat unik yang disebut 3-n-butylphthalide (BuPh).
Elemen ini sangat berguna sebagai penurun dari kadar lemak dan juga pengontrol
untuk kesehatan jantung. Mengonsumsi berbagai suplemen dari bahan seledri juga
bisa menurunkan kolestrol lipoprotein, dan jumlah kolestrol serta konsentrat
triglyceride dalam tubuh.

Dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry menemukan serat dalam


seledri bisa mengurangi kolesterol yang menyumbat di arteri (LDL atau kolesterol
jahat). Mengutip Organic Facts, phthalates pada sayuran bisa membantu
merangsang sekresi cairan empedu yang bekerja mengurangi kadar kolesterol.
Penurunan kadar kolesterol bisa meningkatkan kesehatan jantung. Selain itu, serat
bisa mengikis kolesterol di aliran darah dan membuangnya melalui BAB secara
teratur.

 Mencegah Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu dari penyebab
penyakit jantung koroner. Jika ada yang ingin segera mengobati ataupun
mencegah hipertensi ini, maka konsumsilah seledri secara rutin. Karena Ekstrak
dari biji seledri ini sangat terbukti mempunyai manfaat buat anti-hipertensi yang
bisa membantu untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Selain bisa menurunkan
tekanan darah, maka seledri ini juga mampu untuk mengontrol tekanan darah.

 Menyehatkan Ginjal

Tumbuhan seledri ini merupakan tanaman yang mampu untuk membersihkan


liver secara alami. Kandungan vitamin C, B, A dan juga zat besi tumbuhan seledri
ini sangat tinggi sehingga sangat cocok untuk perlindungan organ ginjal dan juga
liver. Mengkonsumsi seledri secara rutin maka juga terbukti bisa membantu
melindungi ginjal, mencegah dari penyakit liver dan juga bisa membersihkan
racun di tubuh.

8
2. Simplisia

Simplisia adalah bahan yang ilmiah digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau
mineral (Samudra, 2014).

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak,
baik sebagai bahan obat atau produk (Meilisa, 2009).

 Jenis-jenis Simplisia
 Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian


tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni. Contohnya seperti bunga
cengkeh (clove), lada hitam , daun seledri , kulit kayu manis. (Samudra, 2014).

 Simplisia Hewani

Simplisia Hewani, adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum ieconis asselli) dan madu (Mel depuratum).
(Melinda, 2014).

 Simplisia Mineral

Simplisia Mineral atau pelikan, adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contohnya serbuk seng dan tembaga. (Meilisa, 2009).

 Pengolahan Simplisia

9
Proses awal pembuatan simplisia ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
perekatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi
mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia proses
ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia proses
ekstraksi makin efektif, efisien namun makin halus serbuk maka makin rumit secara
teknologi peralatan untuk tahap filtrasi. Selama penggunaan peralatan penyerbukan
dimana ada gerakan atau interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul
panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini
dapat dikomperasi dengan penggunaan nitrogen cair (Melinda, 2014)

Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dalam mengelola simplisia


sebagai bahan baku pada umumnya melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

 Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan


asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar
tanaman obat, bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, herba, akar yang
telah rusak, serta pengotoran lainnya. Tanah yang mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikat dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Melinda, 2014)

 Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang


melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. Bahan
simplisia yang mengandung zat mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian
hendaknya dilakukan dalam waktu yang singkat (Melinda, 2014).

 Perajangan

Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan bahan simplisia


dilakukan untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air.
Akan tetapi irisan yang tipis juga menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat

10
yang berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau,
rasa yang diinginkan (Melinda, 2014).

 Pengeringan

Untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat


disimpan dalam waktu yang lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusak
simplisia. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam
sel bila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses pengeringan yaitu suhu pengeringan, kelembaban
udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan yang
baik adalah tidak melebihi 60° C, tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan
atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu rendah. Pengeringan bisa juga
dengan diangin-anginkan langsung melalui sinar matahari (Melinda, 2014).

 Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.


Tujuan dilakukannya sortasi kering adalah untuk memisahkan benda asing seperti
bagian tanaman yang tidak diinginkan atau pengotoran lainnya yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia (Melinda, 2014).

 Penyimpanan

Simplisia perlu ditempatkan suatu wadah tersendiri agar tidak saling


bercampur dengan simplisia lain. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan
sebagai pembungkus simplisia adalah inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan
bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran
mikroba, kotoran, serangga penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya,
oksigen dan uap air (Melinda, 2014).

2. Metode Ekstraksi Maserasi

11
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang terisi diperlukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Istiqomah,
2013). Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya yaitu :

 Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang.

 Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan dapat
dituang, kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

 Ekstrak kering adalah sediaan yang dimiliki konsistensi kering dan mudah
dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5°C.

 Ekstrak cair adalah ekstrak yang dibuat demikiannya sehingga 1 bagian simplisia
sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Sedangkan Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Dirjen
POM, 2000 hal: 207).

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maseration berasal


dari bahasa laitin macere, yang artiya merendam. Jadi maserasi dapat diartikan sebagai
proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam
mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah
larut akan melarut (Ansel, 1989).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar
terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati di dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan diganti
oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang

12
sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel,
1989).

Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15 o-20o C  dalam waktu selama 3


hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989) Maserasi digunakan untuk
penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari.

Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air,


etanol, etanol-air atau eter.   Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih
selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun,
netral, absorbsinya baik,  etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan
dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.

Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,


kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid,  damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan
saponin hanya sedikit  larut. Dengan demikian zat pengganggu yang   terlarut   hanya  
terbatas.   Untuk   meningkatkan   penyarian   biasanya menggunakan   campuran  
etanol   dan   air.   Perbandingan   jumlah   etanol   dan   air tergantung pada bahan
yang disari.

Dalam buku monografi ekstrak, pembuatan ekstrak kental umumnya dilakukan


dengan cara maserasi menggunakan etanol. Satu bagian serbuk simplisia dimasukkan ke
dalam maserator, ditambah 10 bagian etanol, direndam selama 6 jam sambil sesekali
diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang
diperoleh ditimbang dan dicatat.

Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan dengan tujuan
untuk meratakan konsentrasi larutan diluar serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan
tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara
laruta di dalam sel dengan larutan diluar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu
dibiarkan selama 2 hari untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut
terlarut dalam cairan penyari. Maserasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya :

1) Digesti

13
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40⁰ - 50⁰ C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2) Maserasi dengan mesin pengaduk


Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3) Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2, seluruh serbuk simplisiadimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah diendap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi
dengan cairan penyari yang kedua.

4) Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5) Maserasi melingkar bertingkat


Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi.
Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat.

D. ALAT DAN BAHAN

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu seledri (Apium graveolens),
serbuk simplisia seledri, etanol 96% dan kapur tohor.

Alat- alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, batang pengaduk,
gelas beaker 500 ml, gunting, Maserator. Kertas Saring, Gelas ukur, Nampan, Kain
Bersih, Pisau, jerigen 1 liter, aluminium foil, corong, mangkuk porselen, bak plastik
dan vacuum rotary evaporator.
E. KEGIATAN PRAKTIKUM

14
1. Hari/Tanggal : Kamis, 17 Maret 2022
2. Waktu : 13.00 – 15.30 WIB
3. Tempat pelaksanaan : Laboratorium Biologi
4. Pengumpulan : 07-04-2022, Pertemuan 6

F. PROSEDUR KERJA

1. Prosedur Pembuatan Simplisia


 Bahan sampel disortasi basah, dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-
rumputan, bahan tumbuhan lain atau bagian tumbuhan lain dan bagian
tumbuhan yang rusak.
 Timbang dengan seksama sebanyak 500 gram, catat dan tempatkan diatas
nampan.

 Cuci dengan air mengalir hingga bersih, biarkan hingga tiris.

 Ubah bentuk meliputi perajangan (rimpang, daun, herba), pengupasan(buah,


biji-bijian yang besar), pemotongan (akar, batang, ranting).
 Keringkan dengan cara yang sesuai berdasarkan jenis bagian tumbuhan dan
kandungan zat aktifnya.
 Timbang lagi dengan seksama dan catat beratnya.

2. Prosedur Ekstraksi Maserasi


 Timbang kunyit sebanyak 10 gram, masuakan kedalam maserator
 Tambahkan etanol 96% sebanayak 10 ml, aduk sampai homogen
 Tambahkan etanol 96% sebanyak 65 ml, aduk sampai homogen
 Diamkan selama 3 hari, sambil diaduk sesering mungkin
 Saring maserat dengan menggunakan kertas saring (maserat I)
 Tambahkan etanol 96% sebanyak 25 ml, aduk sampai homogen
 Diamkan selama 3 hari, sambil diaduk sesering mungkin
 Saring maserat dengan menggunakan kertas saring (maserat II)
 Campur maserat I dengan maserat II
 Uapkan dengan cawan penguap di atas waterbath sampai berbentuk pasta
G. DATA PENGAMATAN

15
1. Pembuatan Simplisia Daun Seledri Apium graveolens L

 SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA APIUM GRAVEOLENS L.

Bahan Baku

Dilakukan pemanenan bahan tanaman (daun Apium Graveolens L.) secara


langsung
Ditimbang sebanyak 500 gr
Dicatat beratnya
Ditempatkan di wadah seperti baskom

Sortasi Basah

Dilakukan sortasi basah terhadap spora pada daun, batang atau tangkai pada
daun, dan bahan tanaman lain atau bagian tanaman lain (seperti bagian
tanaman yang rusak)

SIMPLISIA

Dilakukan pencucian
Dilakukan pengubahan bentuk meliputi perajangan atau pemotongan pada daun
salam
Ditempatkan dalam nampan
Dikeringan menggunakan matahari selama 3-4 hari dan jangan lupa
menutupinya dengan sebuah kain serta jangan lupa mengecek dan membolak
baliknya

Sortasi Kering

Dilakukan sortasi kering untuk membersihkan kotoran yang masih menempel


pada simplisia
Ditimbang lagi dengan seksama
Diperoleh 139 gr
Dibagi 2 simplisia untuk dijadikan simplisia kering dihaluskan (dijadikan
serbuk) menggunakan ayakan dan tidak dihaluskan
Dimasukan simplisia serbuk ke dalam sebuah toples sedangkan yang tidak
halus dimasukan kedalam sebuah plastik

HASIL DATA
 HASIL PERHITUNGAN

16
1. Berat awal Simplisia = 500 gr
2. Suhu untuk pengeringan = Suhu matahari
3. Waktu untuk pengeringan = 3-4 hari
4. Berat akhir Simplisia = 139 gr

Berat akhir
5. Perhitungan rendemen = x 100 %
Berat awal
139
= x 100 %
500
= 27,8 %

Berat awal−Berat akhir


6. Perhitungan susut pengeringan = x 100 %
Berat awal
500−139
= x 100 %
500
= 72,2 %

7. Hasil simplisia yang dibuat kering berbentuk serbuk = 92 gram


8. Hasil simplisia yang dibuat kering tak berbentuk serbuk = 28 gram
9. Hasil Rendeman keduanya = 92+23 = 120 gram
(Hasil perhitungannya ada kesalahan karena berat simplisia tidak sesuai dikarenakan simplianya
higroskopis dan terjadi tumpah beserakan kemana-mana menjadikan simplisia menjadi berkurang)

 GAMBAR SIMPLISIANYA

17
2. Maserasi Daun Seledri Apium graveolens L

 SKEMA KERJA EKSTRAK MASERASI SIMPLISIA APIUM GRAVEOLENS

18
 HASIL PERHITUNGAN

1. Perhitungan persen rendemen Ekstrak etanol 96% herba seledri :


a. Total serbuk herba seledri = 120 gr
b. Jumlah ekstrak etanol 96% = 39,156 gr
Berat ekstrak etanol 96 % (gram)
c. % Rendemen = x 100 %
Berat serbuk ekstrak etanol 96 %(gram)
39,156
= x 100 %
120
= 32,63 %

 GAMBAR EKSTRAKNYA

19
H. PEMBAHASAN

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi : simpisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan (mineral). Dan pada praktikum kali ini kita sedang melakukan pembuatan pada
simplisia nabati yang berasal dari tumbuhan

Pada praktikum ini dilakukan identifikasi terhadap simplisia, dengan


tujuan praktikan mampu melakukan pembuatan macam-macam simplisia dan juga
melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik. Secara makroskopik maksudnya
dengan percobaan organoleptis melalui bau, rasa, warna, dan juga bentukan secara luar,
yangdapat dilihat dengan indra. Sehingga kita mendapatkan morfologi dari tumbuhan
tumbuhan tersebut serta dapat menjadikan pembuatan simplisia menjadi tanaman obat
tradisional atau TOGA (Tanaman obat keluarga).

Dan selanjutnya adalah Prosedur pembuatan simplisia. Tahap-tahap pembuatan


simplisia adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan atau Pengelolaan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen,
waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Jika penanganan ataupun pengolahan simplisia
tidak benar maka mutu produk yang dihasilkan kurang berkhasiat atau kemungkinan dapat
menimbulkan toksik apabila dikonsumsi (Wallis, 1960).

Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman
tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut
secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping
waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari

20
(Wallis, 1960). Salam yang sudah diambil dari daerah pekarangan atau daerah lain kemudian
dikumpulkan dan daun Salam dipisahkan dari batangnya.
Bagian Cara pengumpulan Kadar Air
Tanaman Simplisia

Kulit Batang Batang utama dan cabang dikelupas < 10%


dengan ukuran panjang dan lebar
tertentu; untuk kulit batang yang
mengandung minyak atsiri atau
golongan senyawa fenol digunakan alat
pengupas bukan dari logam

Batang Cabang dengan diameter tertentu < 10%


dipotong-potong dengan panjang
tertentu

Kayu Batang atau cabang, dipotong kecil < 10%


setelah kulit dikelupas

Daun Pucuk yang sudah tua atau muda dipetik < 5%


dengan menggunakan tangan satu per
satu

Bunga Kuncup atau bunga mekar, mahkota < 5%


bunga atau daun bunga dipetik dengan
tangan

Pucuk Pucuk berbunga dipetik dengan tangan < 8%


(mengandung daun muda dan bunga)

Akar Dari bawah permukaan tanah, dipotong < 10%


dengan ukuran tertentu

Rimpang Dicabut, dibersihkan dari akar, dipotong < 8%


melintang dengan ketebalan tertentu

Buah Masak, hampir masak, dipetik dengan < 8%


tangan

Biji Buah dipetik, dikupas kulit buahnya < 10%


menggunakan tangan, pisau atau
digilasi, biji dikumpulkan dan dicuci

Kulit buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan < 8%


dicuci

Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari < 8%


daun dan akar dengan memotongnya,
kemudian dicuci

21
(Agoes, 2007).

2. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing


lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak
serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang (Laksana, 2010). Penyortiran segera dilakukan
setelah bahan selesai dipanen, bahan yang mati, tumbuh lumut ataupun tumbuh jamur segera
dipisahkan yang dimungkinkan mencemari bahan hasil panen. Dalam proses sortasi basah, setelah
daun salam dipisahkan dari batangnya, kotoran-kotoran seperti tanah yang menempel kemudian
dipisahkan.

3. Pencucian

Setelah disortir bahan harus segera dicuci sampai bersih. Pencucian bertujuan
untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada
bahan. Pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari
larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian harus menggunakan
air bersih, seperti air dari mata air, sumur atau PAM (Laksana, 2010). Penggunaan air perlu
diperhatikan. Beberapa mikroba yang lazim terdapat di air yaitu Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan E.Coli pada simplisia akar, batang,
atau buah. Cara pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam sambil disikat
menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu
yang terdapat dalam bahan dapat larut dalam air sehingga mutu bahan menurun. Penyikatan
diperbolehkan karena bahan yang berasal dari rimpang pada umumnya terdapat banyak
lekukan sehingga perlu dibantu dengan sikat. Tetapi untuk bahan yang berupa daun-daunan
cukup dicuci dibak pencucian sampai bersih dan jangan sampai direndam berlama-lama
(Agoes, 2007). Setelah proses sortasi basah, dilakukan pencucian pada daun salam dengan
air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel.

4. Perajangan

Perajangan atau pengubahan bentuk bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga


lebih cepat kering tanpa pemanasan yang berlebih. Pengubahan bentuk dilakukan dengan

22
menggunakan pisau tajam yang terbuat dari bahan steinles (Laksana, 2010). Dalam perajangan atau
pemotongan daun salam dilakukan tanpa pisau, dapat dengan tangan yaitu dengan cara helaian daun
dipetik-petik.

5. Pengeringan

Hal yang diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan (cepat), dan luas permukaan bahan. suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan
cara pengeringan. Pengeringan dilakukan antara suhu 30 0-900 C. Pengeringan dilakukan untuk
mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari. Cara
ini sederhana dan hanya memerlukan wadah. Simplisia yang akan dijemur disebar secara merata dan
pada saat tertentu dibalik agar panas merata. Cara penjemuran semacam ini selain murah juga
praktis, namun juga ada kelemahan yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat terkontrol, memerlukan
area penjemuran yang luas, saat pengeringan tergantung cuaca, mudah terkontaminasi dan waktu
pengeringan yang lama. Dengan menurunkan kadar air dapat mencegah tumbuhnya kapang dan
menurunkan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan
simplisia. Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%. Pengeringan dapat
memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu
sebelum diolah, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma khas serta memiliki nilai
ekonomi lebih tinggi (Laksana, 2010). Terdapat beberapa metode pengeringan yaitu:

 Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari

Pengeringan dengan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak sensitif
terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari sangat umum untuk
bagian daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung flavonoid,
kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup mudah terpengaruh
cahaya, umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.
Kadangkala suatu simplisia dijemur terlebih dahulu untuk mengurangi sebagian besar
kadar air, baru kemudian dikeringkan dengan panas atau digantung di dalam ruangan.
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung memiliki keuntungan
yaitu ekonomis. Namun lama pengeringan bergantung pada kondisi cuaca (Agoes, 2007).

 Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari namun tidak lembab

Umumnya dipakai untuk bagian simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya
matahari. Pengeringan dengan metode ini harus memperhatikan sirkulasi udara dari
ruangan. Sirkulasi yang baik akan menunjang proses pengeringan yang optimal.

23
Pengeringan dengan cara ini memiliki keuntungan yaitu ekonomis, serta untuk bahan
yang tidak tahan panas atau cahaya matahari cenderung lebih aman. Namun demikian,
pengeringan dengan cara ini cenderung membutuhkan waktu yang lama dan jika tidak
dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan tumbuhnya kapang (Agoes, 2007).

 Pengeringan dengan menggunakan oven

Pengeringan menggunakan oven, umumnya akan menggunakan suhu antara


30°-90°C. Terdapat berbagai macam jenis oven, tergantung pada sumber panas.
Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki keuntungan berupa: waktu yang
diperlukan relatif cepat, panas yang diberikan relatif konstan. Kekurangan dari teknik ini
adalah biaya yang cukup mahal (Agoes, 2007).

 Pengeringan dengan menggunakan oven vakum.

Pengeringan dengan menggunakan oven vakum merupakan cara pengeringan


terbaik. Hal ini karena tidak memerlukan suhu yang tinggi sehingga senyawa-senyawa
yang tidak tahan panas dapat bertahan. Namun cara ini merupakan cara paling mahal
dibandingkan dengan cara pengeringan yang lain (Agoes, 2007).

 Pengeringan dengan menggunakan kertas atau kanvas

Pengeringan ini dilakukan untuk daun dan bunga. Pengeringan ini bagus untuk
mempertahankan bentuk bunga atau daun serta menjaga warna simplisia. Pengeringan
dengan cara ini dilakukan dengan mengapit bahan simplisia dengan menggunakan kertas
atau kanvas. Pengeringan ini relatif ekonomis dan memberikan kualitas yang bagus,
namun untuk kapasitas produksi skala besar tidak ekonomis (Agoes, 2007).

Selain harus memperhatikan cara pengeringan yang dilakukan, proses


pengeringan juga harus memperhatikan ketebalan dari simplisia yang dikeringkan
(Agoes, 2007). Proses pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang ada pada daun
salam. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara didiamkan, diangin-anginkan, ataupun dijemur
di bawah sinar matahari.

6. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi
untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan

24
tertinggal pada simplisia kering (Laksana, 2010). Proses sortasi kering dilakukan dengan
menggunakan oven, daun salam yang telah dikeringkan kemudian dilakukan sortasi hingga
benar-benar kering agar sisa kotoran hilang dan kadar air pada daun salam berkurang atau
tidak ada.

7. Pengepakan dan Penyimpanan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Setelah


bersih, simplisia dikemas dengan menggunakan bahan yang tidak beracun atau tidak bereaksi
dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman yang
digunakan. Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi agar simplisia tidak
rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Simplisia
disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung. Jenis
kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Bahan cair
menggunakan botol kaca, atau guci porselen. Bahan beraroma menggunakan peti kayu yang
dilapisi timah atau kertas timah (Laksana, 2010). Setelah melewati semua proses di atas,
daun salam yang sudah kering kemudian dikemas dengan menggunakan kantong kertas atau
plastik kemudian disimpan ditempat yang kering.

Pengepakan dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindarkan simplisia dari


beberapa faktor yang dapat menurunkan kualitas simplisia antara lain:
 Cahaya matahari
 Oksigen atau udara
 Dehidrasi
 Absorbsi air
 Pengotoran
 Serangga
 Kapang

Hal yang harus diperhatikan saat pengepakan dan penyimpanan adalah suhu dan
kelembapan udara. Suhu yang baik untuk simplisia umumnya adalah suhu kamar (15° -
30°C). Untuk simplisia yang membutuhkan suhu sejuk dapat disimpan pada suhu (5 - 15°C)
atau simplisia yang perlu disimpan pada suhu dingin (0° - 5°C) (Agoes, 2007).

25
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari
pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni
dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia
Edisi terakhir

Setelah didapatkan simplisia dari cara kerja yang sudah dijelaskan di atas maka
selanjutnya adalah kegiatan melakukan ekstraksi maserasi pada sampel simplisia yang
akan digunakan yakni simplisia daun seledri

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah
zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain (Vargaz & Lopez, 2003). Ekstraksi adalah
jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan (Smith et al.,
2003).Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut (Hamzah,
2009).

Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian


terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan
ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi (Hanum, 2000).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan


cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan
yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel
(Hagerman, 2002).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan


cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

26
yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel
(Hagerman, 2002).

Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan ekstrak


nabati daun jambu seledri dengan metode maserasi. Metode maserasi merupakan metode
ekstraksi dengan prinsip ekstraksi sampai setimbang, maksudnya adalah proses ekstraksi
yang dilakukan dihentikan ketika telah terjadi keseimbangan konsentrasi antara pelarut
dengan cairan intrasel (senyawa di dalam sel). salah satu cara untuk menentukan apakah
proses maserasi sudah selesai dan perlu dihentikan ialah dengan pemberian indikator.
Caranya yaitu mengambil sejumlah tertentu dari maserat lalu ditambahkan pereaksi yang
tepat, lalu di amati apakah terjadi perubahan warna, kekeruhan atau adanya endapan. Bila
hasilnya negatif atau sangat minim berarti zat yang ingin kita ambil dalam maserat sedah
habis atau hampir habis

Proses ekstraksi dengan metode maserasi merupakan metode yang paling mudah
dilakukan karena memakai alat yang sederhana, yaitu toples atau bejana untuk
menampung maserat, batang pengaduk untuk mengaduk maserat setiap harinya dan
rotavapor untuk memekatkan maserat hasil maserasi menjadi ekstrak yang kental. Metode
yang digunakan cukup mudah karena tidak perlu teknik khusus, cukup rendamkan
simplisia dalam sejumlah tertentu etanol 95 % sambil diaduk tiap harinya sampai lima hari
lalu di rotavapor untuk mendapatkan ekstrak yang kental.

Tujuan dari proses ekstraksi ialah yang pertama yaitu untuk mengawetkan,
maksudnya ialah apabila suatu zat disimpan dalam bentuk simplisia kering, nanti
dikhawatirkan akan mudah rusak. Seperti tercemar oleh serangga atau kapang. Sedangkan
apabila dalam bentuk ekstrak, sediaan akan lebih awet karena tidak mengandung air.
Alsan yang kedua ialah untuk identifikasi. Identifikasi yang dimaksud ialah dengan
mengubah simplisia kering menjadi ekstrak dapat lebih mempersempit lagi kandungan zat
aktif dalam suatu ekstrak. Misalnya diperkirakan dalam suatu simplisia kering
mengandung kurang lebih 5000 macam senyawa setelah di proses dalam bentuk ekstrak
akan dapat menyusut menjadi kurang lebih 1000 senyawa. Salah satu sebab terjadinya
pengurangan ini dikarenakan adanya proses pemisahan yaitu zak aktif pada simplisia
kering hanya terlarut pada pelarut yang cocok. Dengan dibuatnya sediaan ekstrak simplisia
tersebut lebuh mudah diamati dan direaksikan. Tujuan yang ke tiga ialah dengan sediaan

27
berbentuk ekstrak akan dapat mudah dibuat menjadi sediaan farmasi lainnya. Contohnya
ialah ekstrak belladona yang diambil dari atropa belladon. Dengan sediaan berbentuk
ekstrak akan mudah untuk dibuat sediaan pil, puyer dan lainnya.

Setelah didapatkan ekstrak yang kental dari Psidii Folium, tahap selanjutnya adalah
skiring fitokimia. Tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai macam zat yang
terkandung dalam psidii folium dengan berbagai macam metode identifikasi.

Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa
digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang, Cina dan Korea
mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini
diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup
atau sebagai lalap. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai
daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan (Watt &Breyer, 1962).

Seledri telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu sebagai unsur pengobatan dan
penyedap masakan. Salman Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern.
Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species Plantarum. Ia
memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang dinamakan Apiaceae (suku
adas-adasan) (Ika & Soemarno, 1991).

Seledri adalah terna kecil, kurang dari 1m tingginya. Daun tersusun gemuk dengan
tangkai pendek. Tangkai ini pada kultivar tertentu dapat sangat besar dan dijual sebagai
sayuran terpisah dari emaknya. Batangnya biasanya sangat bantet. Kelompok budidaya
tertentu membesar membentuk umbi, yang juga dapat dimakan. Bunganya tersusun
majemuk berkarang. Buahnya kecilkecil berwarna coklat gelap (Osol & Farrar, 1955).
Ada tiga kelompok seledri yang dibudidayakan menurut Perry (1980):

 Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens kelompok secalinum) yang biasa
diambil daunnya dan banyak dipakai di masakan Indonesia.

 Seledri tangkai (A. graveolens kelompok dulce) yang tangkai daunnya membesar
dan beraroma segar, biasanya dipakai sebagai komponen salad.

28
 Seledri umbi (A. graveolens kelompok rapaceum), yang membentuk umbi di
permukaan tanah; biasanya digunakan dalam sup, dibuat semur, atau schnitzel.
Umbi ini kaya provitamin A dan K.

Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), isoquersetin,


dan umbelliferon, juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine, choline,
linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B. Kandungan asam-asam dalam minyak atsiri
pada biji antara lain : asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat,
linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu bergapten,
seselin, isomperatorin, osthenol, dan isopimpinelin (Sudarsono et al., 1996).

I. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa


simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang
telah dikeringkan.

Tahap pembuatan simplisia antara lain pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan pengepakan. Praktikum ini
merupakan pembuatan simplisia nabati yang berasal dari tanaman (daun salam, jahe,
temulawak dan kunyit).

Dan dilakukan Pemeriksaan secara makroskopik, didapatkan berat simplisia dengan


besar yang bervariasi dari bobot awal 500 gram dari masing-masing simplisia, semua
memiliki rasa pahit, berwarna coklat mudah dan beraroma khas.

Serta dilakukan 2 pembagian pada masing masing simplisia untuk dijadikan


simplisia tidak halus dan halus, pada simplisia yang tak halus pengepakan menggunakan
plastik sedangkan simplisia halus pengepakan menggunakan toples transparant dan jangan
lupa berikan tanda atau namanya

Setelah itu ambil simplisia yang berhasil yaitu simplisia serbuk halus 92 gram untuk
dilakukan ektraksi dingin padat cair yaitu dengan metode maserasi danBerdasarkan hasil
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa cara membuat ekstrak senyawa-senyawa yang

29
ada dalam simplisia yaitu bahan (seledri) ditimbang 10 gram, kemudian ditambah etanol
96 % 300 ml (tinggi 2,5 cm dari atas bahan).

Langkah selanjutnya ditutup dengan alumunium foil selama 24 jam, kemudian cairan
maserat dituang ke jerigen. Selanjutnya dilakukan remaserasi menggunakan etanol 96 %
300 ml dan ditutup kembali dengan alumunium foil (ulangi sampai 3 kali 24 jam). Maserat
diuapkan dengan Rotary Vacum Evaporatordan dihasilkan ekstrak kental. Ekstrak
disimpan dalam baki plastik dan ditaburi kapur tohor.

J. DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB, Bandung.


Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI
Press.

Arief Hariana. 2006. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Penebar Swadaya : Jakarta Hlm
73-74.

Fazal, S.S., Singla R.K., 2012. Review on the Pharmacognostical & Pharmacological
Characterization of Apium Graveolens Linn, India

Gunawan S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi., Elysabeth., 2008. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta:Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Hamzah, B. 2009. Fitokimia 1. Palu : STIFA PM.

Hanum, T., 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan
Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bul. Teknol. Dan Industri Pangan. Bandar
Lampung : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.

30
Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Yogyakarta: Kanisius

Laksana, Toga, dkk, 2010, Pembuatan Simplisia dan Standarisasi Simplisia, UGM,
Yogyakarta.

Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsonia inermis L), Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Meilisa. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari
Ektrak Etanol Rimpang Tumbuhan (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap
Beberapa Bakteri. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Rijke, E. 2005. Trace-level Determination of Flavonoids and Their Conjugates.


https://dare.ubvu.vu.nl/bitstream/1871/9048/1/Dissertation_E_de_Rijke.pdf 20
Maret 2022

Rukmana, H. R. 2003. Budidaya Stevia. Kanisius. Jakarta.

Samudra, A. 2014. Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum


(Wight)Walp) Dari Tiga Tempat Tumbuh Di Indonesia. [Skripsi].Jakarta : Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah.115 Hal.

Santoso. B. 2008. Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura.


Yogyakarta: Kanisius

Singh, Pande, dan Jain, 2010, Text Book Of Botany Diversity Of Microbes And
Cryptogams, Gangotri, India.

Smith A. H., J.A. Imlay, and R.I. Mackie. 2003. Increasing the oxidative stress response
allows Escherichia coli to overcome inhibitory effect of condensed tannins. Appl.
and Environ. Microb. 69 (6): 3406-3411.

Soni N K, Soni Vandana, 2010, Fundamentals of Botany, McGraw Hill, New delhi.

Sudarsono, Pudjoanto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Drajad, M.,
Wibowo, S., dan Ngatidjan. 1996.Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifatsifat dan
Penggunaan.Yogyakarta : Pusat Penelitian Obat Tradisional, UGM.

Tagawa .M, Iwatsuki .K, 1989, Flora of Thailand, Tem Smitinand. Flora of Thailand,
Bangkok.

31
Vargaz, F.D and Lopez,O.D. 2003. Natural Colorants for Food and Reutra Ceutical Uses.
New York : CRC Press.

Wallis, T. E. 1960, Textbook of Pharmacognosy 4th Edition, J & A. Churcill, London.

Wardhani, L.K. Dan Nanik, S. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) terhadap Shigella flexneri Beserta Profil
Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol 2(1). Hal : 1-16.

32

Anda mungkin juga menyukai