PRAKTIKUM FITOKIMIA
Dosen Pembimbing :
Nur Hasanah, S.Si., M.Si
STIKES WDH
Tahun Ajaran 2020/2021
Program Studi S-1 Farmasi Klinik dan Komunitas
Jl. Pajajaran No.1, Pamulang Bar., Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15417
A. TUJUAN PERCOBAAN
B. PRINSIP PERCOBAAN
C. TEORI UMUM
1 Herba Seledri
Seledri adalah Apium graveolens L. dari suku Apiaceae. Seledri tidak hanya
dikenal di indonesia saja. Seledri mempunyai banyak nama, diantaranya celery (Inggris),
celeri (Prancis), seleri (Italia), parsley (Jerman), seledri (Indonesia), sledri (Jawa), dan
saledri (Sunda). Seledri dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Seledri
biasanya ditanam di sawah dan di ladang-ladang yang bertanah lembab dan tingginya
kurang dari 1 meter. Seledri berwarna hijau tua dengan bau dan rasa yang khas (Santoso,
2008).
2
Gambar
3
Deskripsi Tanaman Daun Seledri
Akar tanaman seledri (Apium graveolens L.) yaitu akar tunggang dan
memiliki serabut akar yang menyebar kesamping dengan radius sekitar 5-9 cm dari
pangkal batang dan akar dapat menembus tanah sampai kedalaman 30 cm, berwarna
putih kotor. Batang Seledri memiliki batang tidak berkayu, memiliki bentuk bersegi,
beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak, dan berwarna hijau.
Daun tanaman seledri daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7
helai, anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm tangkai daun berwarna hijau
keputih- putihan, helaian daun tipis dan rapat pangkal dan ujung daun runcing, tepi
daun beringgit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan daun menyirip, daun
berwarna hijau muda sampai hijau tua.
Kandungan kimia dalam herba seledri adalah flavonoid, tanin, minyak atsiri,
alkaloid, apiin, glukosida, lipase, saponin, kolin, apigenin (Hariana, 2006).
Berikut penjelasannya
4
Tanin
Tanin mempunyai efek farmakologis dan fisiologis yang berasal dari senyawa
kompleks. Pembentukan ini didasari dari rantai hidrogen dan interaksi hidrofobik
antara tanin dan protein. Tanin merupakan senyawa aktif yang memiliki aktifitas
antibakteri. Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah menghambat aktivitas
beberapa enzim untuk menghambat rantai ligan dibeberapa reseptor. Mekanisme
kerja tanin sebagai antimikroba berhubungan dengan kemampuan tanin dalam
menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul yang menempel pada sel inang)
yang terdapat pada permukaan sel. Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida
dinding sel yang menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Tanin dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan pada
konsentrasi tinggi tanin bekerja sebagai antimikroba dengan cara mengkoagulasi
atau menggumpalkan protoplasma kuman, sehingga terbentuk ikatan yang stabil
dengan protein kuman dan pada saluran pencernaan, tanin juga diketahui mampu
menggugurkan toksin (Sudirman, 2014)
Flavonoid
5
Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoid mempunyai
kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan menghambat fungsi membran
sitoplasma bakteri dengan mengurangi fluiditas dari membran dalam dan
membran luar sel bakteri. Akhirnya terjadi kerusakan permeabilitas dinding sel
bakteri membran dan membran tidak berfungsi sebagaimana mestinya, termasuk
untuk melakukan perlekatan dengan substrat. Hasil interaksi tersebut
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom
dan lisosom. Tujuh belas ion hidroksil secara kimia menyebabkan perubahan
komponen organik dan transport nutrisi sehingga menimbulkan efek toksik
terhadap sel bakteri (Sudirman, 2014).
(Struktur Flavonoid)
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Parubak 2013 mengenai hasil penentuan
kadar senyawa aktif flavonoid sebesar 0,3680%. Hasil fraksinasi dari ekstrak etil
asetat diperoleh 4 fraksi, fraksi 1 dan 2 positif mengandung flavonoit.
Berdasarkan hasil UV-Vis maka dapat disimpulkan bahwa daun akway
mengandung senyawa flavanoit golongan flavonon yang mempunyai gugus fungsi
OH terikat, CH alifatik, C -O, C -C aromatik, C -O dan C- H aromatik. Pengujian
dari ekstrak etil asetat psda fraksi 1 dan 2 menunjukkan bahwa mempunyai
potensi sebagai senyawa anti bakteri.
6
Minyak Atsiri
Alkaloid
Seledri (Apium graveolens L.) mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap
yaitu: protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1,
vitamin C dan air. Selain kandungan gizinya cukup tinggi, seledri juga mengandung
zat glukosida, apiol, flafonoid, dan apiin. Zat-zat tersebut bermanfaat sebagai obat
peluruh keringat, demam, darah tinggi, rematik dan sukar tidur (Haryoto, 2009:15).
Selain itu juga tanaman seledri mempunyai manfaat yang lain seperti :
7
Menurunkan Kadar Kolestrol
Mencegah Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu dari penyebab
penyakit jantung koroner. Jika ada yang ingin segera mengobati ataupun
mencegah hipertensi ini, maka konsumsilah seledri secara rutin. Karena Ekstrak
dari biji seledri ini sangat terbukti mempunyai manfaat buat anti-hipertensi yang
bisa membantu untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Selain bisa menurunkan
tekanan darah, maka seledri ini juga mampu untuk mengontrol tekanan darah.
Menyehatkan Ginjal
8
2. Simplisia
Simplisia adalah bahan yang ilmiah digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau
mineral (Samudra, 2014).
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak,
baik sebagai bahan obat atau produk (Meilisa, 2009).
Jenis-jenis Simplisia
Simplisia Nabati
Simplisia Hewani
Simplisia Hewani, adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum ieconis asselli) dan madu (Mel depuratum).
(Melinda, 2014).
Simplisia Mineral
Simplisia Mineral atau pelikan, adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contohnya serbuk seng dan tembaga. (Meilisa, 2009).
Pengolahan Simplisia
9
Proses awal pembuatan simplisia ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
perekatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi
mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia proses
ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia proses
ekstraksi makin efektif, efisien namun makin halus serbuk maka makin rumit secara
teknologi peralatan untuk tahap filtrasi. Selama penggunaan peralatan penyerbukan
dimana ada gerakan atau interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul
panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini
dapat dikomperasi dengan penggunaan nitrogen cair (Melinda, 2014)
Sortasi Basah
Pencucian
Perajangan
10
yang berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau,
rasa yang diinginkan (Melinda, 2014).
Pengeringan
Sortasi Kering
Penyimpanan
11
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang terisi diperlukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Istiqomah,
2013). Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya yaitu :
Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang.
Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan dapat
dituang, kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
Ekstrak kering adalah sediaan yang dimiliki konsistensi kering dan mudah
dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5°C.
Ekstrak cair adalah ekstrak yang dibuat demikiannya sehingga 1 bagian simplisia
sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.
Sedangkan Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Dirjen
POM, 2000 hal: 207).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar
terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati di dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan diganti
oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang
12
sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel,
1989).
Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan dengan tujuan
untuk meratakan konsentrasi larutan diluar serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan
tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara
laruta di dalam sel dengan larutan diluar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu
dibiarkan selama 2 hari untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut
terlarut dalam cairan penyari. Maserasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya :
1) Digesti
13
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40⁰ - 50⁰ C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
3) Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2, seluruh serbuk simplisiadimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah diendap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi
dengan cairan penyari yang kedua.
4) Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu seledri (Apium graveolens),
serbuk simplisia seledri, etanol 96% dan kapur tohor.
Alat- alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, batang pengaduk,
gelas beaker 500 ml, gunting, Maserator. Kertas Saring, Gelas ukur, Nampan, Kain
Bersih, Pisau, jerigen 1 liter, aluminium foil, corong, mangkuk porselen, bak plastik
dan vacuum rotary evaporator.
E. KEGIATAN PRAKTIKUM
14
1. Hari/Tanggal : Kamis, 17 Maret 2022
2. Waktu : 13.00 – 15.30 WIB
3. Tempat pelaksanaan : Laboratorium Biologi
4. Pengumpulan : 07-04-2022, Pertemuan 6
F. PROSEDUR KERJA
15
1. Pembuatan Simplisia Daun Seledri Apium graveolens L
Bahan Baku
Sortasi Basah
Dilakukan sortasi basah terhadap spora pada daun, batang atau tangkai pada
daun, dan bahan tanaman lain atau bagian tanaman lain (seperti bagian
tanaman yang rusak)
SIMPLISIA
Dilakukan pencucian
Dilakukan pengubahan bentuk meliputi perajangan atau pemotongan pada daun
salam
Ditempatkan dalam nampan
Dikeringan menggunakan matahari selama 3-4 hari dan jangan lupa
menutupinya dengan sebuah kain serta jangan lupa mengecek dan membolak
baliknya
Sortasi Kering
HASIL DATA
HASIL PERHITUNGAN
16
1. Berat awal Simplisia = 500 gr
2. Suhu untuk pengeringan = Suhu matahari
3. Waktu untuk pengeringan = 3-4 hari
4. Berat akhir Simplisia = 139 gr
Berat akhir
5. Perhitungan rendemen = x 100 %
Berat awal
139
= x 100 %
500
= 27,8 %
GAMBAR SIMPLISIANYA
17
2. Maserasi Daun Seledri Apium graveolens L
18
HASIL PERHITUNGAN
GAMBAR EKSTRAKNYA
19
H. PEMBAHASAN
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi : simpisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan (mineral). Dan pada praktikum kali ini kita sedang melakukan pembuatan pada
simplisia nabati yang berasal dari tumbuhan
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen,
waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Jika penanganan ataupun pengolahan simplisia
tidak benar maka mutu produk yang dihasilkan kurang berkhasiat atau kemungkinan dapat
menimbulkan toksik apabila dikonsumsi (Wallis, 1960).
Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman
tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut
secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping
waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari
20
(Wallis, 1960). Salam yang sudah diambil dari daerah pekarangan atau daerah lain kemudian
dikumpulkan dan daun Salam dipisahkan dari batangnya.
Bagian Cara pengumpulan Kadar Air
Tanaman Simplisia
21
(Agoes, 2007).
2. Sortasi Basah
3. Pencucian
Setelah disortir bahan harus segera dicuci sampai bersih. Pencucian bertujuan
untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada
bahan. Pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari
larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian harus menggunakan
air bersih, seperti air dari mata air, sumur atau PAM (Laksana, 2010). Penggunaan air perlu
diperhatikan. Beberapa mikroba yang lazim terdapat di air yaitu Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan E.Coli pada simplisia akar, batang,
atau buah. Cara pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam sambil disikat
menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu
yang terdapat dalam bahan dapat larut dalam air sehingga mutu bahan menurun. Penyikatan
diperbolehkan karena bahan yang berasal dari rimpang pada umumnya terdapat banyak
lekukan sehingga perlu dibantu dengan sikat. Tetapi untuk bahan yang berupa daun-daunan
cukup dicuci dibak pencucian sampai bersih dan jangan sampai direndam berlama-lama
(Agoes, 2007). Setelah proses sortasi basah, dilakukan pencucian pada daun salam dengan
air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel.
4. Perajangan
22
menggunakan pisau tajam yang terbuat dari bahan steinles (Laksana, 2010). Dalam perajangan atau
pemotongan daun salam dilakukan tanpa pisau, dapat dengan tangan yaitu dengan cara helaian daun
dipetik-petik.
5. Pengeringan
Hal yang diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan (cepat), dan luas permukaan bahan. suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan
cara pengeringan. Pengeringan dilakukan antara suhu 30 0-900 C. Pengeringan dilakukan untuk
mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari. Cara
ini sederhana dan hanya memerlukan wadah. Simplisia yang akan dijemur disebar secara merata dan
pada saat tertentu dibalik agar panas merata. Cara penjemuran semacam ini selain murah juga
praktis, namun juga ada kelemahan yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat terkontrol, memerlukan
area penjemuran yang luas, saat pengeringan tergantung cuaca, mudah terkontaminasi dan waktu
pengeringan yang lama. Dengan menurunkan kadar air dapat mencegah tumbuhnya kapang dan
menurunkan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan
simplisia. Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%. Pengeringan dapat
memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu
sebelum diolah, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma khas serta memiliki nilai
ekonomi lebih tinggi (Laksana, 2010). Terdapat beberapa metode pengeringan yaitu:
Pengeringan dengan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak sensitif
terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari sangat umum untuk
bagian daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung flavonoid,
kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup mudah terpengaruh
cahaya, umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.
Kadangkala suatu simplisia dijemur terlebih dahulu untuk mengurangi sebagian besar
kadar air, baru kemudian dikeringkan dengan panas atau digantung di dalam ruangan.
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung memiliki keuntungan
yaitu ekonomis. Namun lama pengeringan bergantung pada kondisi cuaca (Agoes, 2007).
Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari namun tidak lembab
Umumnya dipakai untuk bagian simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya
matahari. Pengeringan dengan metode ini harus memperhatikan sirkulasi udara dari
ruangan. Sirkulasi yang baik akan menunjang proses pengeringan yang optimal.
23
Pengeringan dengan cara ini memiliki keuntungan yaitu ekonomis, serta untuk bahan
yang tidak tahan panas atau cahaya matahari cenderung lebih aman. Namun demikian,
pengeringan dengan cara ini cenderung membutuhkan waktu yang lama dan jika tidak
dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan tumbuhnya kapang (Agoes, 2007).
Pengeringan ini dilakukan untuk daun dan bunga. Pengeringan ini bagus untuk
mempertahankan bentuk bunga atau daun serta menjaga warna simplisia. Pengeringan
dengan cara ini dilakukan dengan mengapit bahan simplisia dengan menggunakan kertas
atau kanvas. Pengeringan ini relatif ekonomis dan memberikan kualitas yang bagus,
namun untuk kapasitas produksi skala besar tidak ekonomis (Agoes, 2007).
6. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi
untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan
24
tertinggal pada simplisia kering (Laksana, 2010). Proses sortasi kering dilakukan dengan
menggunakan oven, daun salam yang telah dikeringkan kemudian dilakukan sortasi hingga
benar-benar kering agar sisa kotoran hilang dan kadar air pada daun salam berkurang atau
tidak ada.
Hal yang harus diperhatikan saat pengepakan dan penyimpanan adalah suhu dan
kelembapan udara. Suhu yang baik untuk simplisia umumnya adalah suhu kamar (15° -
30°C). Untuk simplisia yang membutuhkan suhu sejuk dapat disimpan pada suhu (5 - 15°C)
atau simplisia yang perlu disimpan pada suhu dingin (0° - 5°C) (Agoes, 2007).
25
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari
pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni
dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia
Edisi terakhir
Setelah didapatkan simplisia dari cara kerja yang sudah dijelaskan di atas maka
selanjutnya adalah kegiatan melakukan ekstraksi maserasi pada sampel simplisia yang
akan digunakan yakni simplisia daun seledri
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah
zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain (Vargaz & Lopez, 2003). Ekstraksi adalah
jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan (Smith et al.,
2003).Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut (Hamzah,
2009).
26
yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel
(Hagerman, 2002).
Proses ekstraksi dengan metode maserasi merupakan metode yang paling mudah
dilakukan karena memakai alat yang sederhana, yaitu toples atau bejana untuk
menampung maserat, batang pengaduk untuk mengaduk maserat setiap harinya dan
rotavapor untuk memekatkan maserat hasil maserasi menjadi ekstrak yang kental. Metode
yang digunakan cukup mudah karena tidak perlu teknik khusus, cukup rendamkan
simplisia dalam sejumlah tertentu etanol 95 % sambil diaduk tiap harinya sampai lima hari
lalu di rotavapor untuk mendapatkan ekstrak yang kental.
Tujuan dari proses ekstraksi ialah yang pertama yaitu untuk mengawetkan,
maksudnya ialah apabila suatu zat disimpan dalam bentuk simplisia kering, nanti
dikhawatirkan akan mudah rusak. Seperti tercemar oleh serangga atau kapang. Sedangkan
apabila dalam bentuk ekstrak, sediaan akan lebih awet karena tidak mengandung air.
Alsan yang kedua ialah untuk identifikasi. Identifikasi yang dimaksud ialah dengan
mengubah simplisia kering menjadi ekstrak dapat lebih mempersempit lagi kandungan zat
aktif dalam suatu ekstrak. Misalnya diperkirakan dalam suatu simplisia kering
mengandung kurang lebih 5000 macam senyawa setelah di proses dalam bentuk ekstrak
akan dapat menyusut menjadi kurang lebih 1000 senyawa. Salah satu sebab terjadinya
pengurangan ini dikarenakan adanya proses pemisahan yaitu zak aktif pada simplisia
kering hanya terlarut pada pelarut yang cocok. Dengan dibuatnya sediaan ekstrak simplisia
tersebut lebuh mudah diamati dan direaksikan. Tujuan yang ke tiga ialah dengan sediaan
27
berbentuk ekstrak akan dapat mudah dibuat menjadi sediaan farmasi lainnya. Contohnya
ialah ekstrak belladona yang diambil dari atropa belladon. Dengan sediaan berbentuk
ekstrak akan mudah untuk dibuat sediaan pil, puyer dan lainnya.
Setelah didapatkan ekstrak yang kental dari Psidii Folium, tahap selanjutnya adalah
skiring fitokimia. Tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai macam zat yang
terkandung dalam psidii folium dengan berbagai macam metode identifikasi.
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa
digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang, Cina dan Korea
mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini
diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup
atau sebagai lalap. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai
daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan (Watt &Breyer, 1962).
Seledri telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu sebagai unsur pengobatan dan
penyedap masakan. Salman Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern.
Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species Plantarum. Ia
memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang dinamakan Apiaceae (suku
adas-adasan) (Ika & Soemarno, 1991).
Seledri adalah terna kecil, kurang dari 1m tingginya. Daun tersusun gemuk dengan
tangkai pendek. Tangkai ini pada kultivar tertentu dapat sangat besar dan dijual sebagai
sayuran terpisah dari emaknya. Batangnya biasanya sangat bantet. Kelompok budidaya
tertentu membesar membentuk umbi, yang juga dapat dimakan. Bunganya tersusun
majemuk berkarang. Buahnya kecilkecil berwarna coklat gelap (Osol & Farrar, 1955).
Ada tiga kelompok seledri yang dibudidayakan menurut Perry (1980):
Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens kelompok secalinum) yang biasa
diambil daunnya dan banyak dipakai di masakan Indonesia.
Seledri tangkai (A. graveolens kelompok dulce) yang tangkai daunnya membesar
dan beraroma segar, biasanya dipakai sebagai komponen salad.
28
Seledri umbi (A. graveolens kelompok rapaceum), yang membentuk umbi di
permukaan tanah; biasanya digunakan dalam sup, dibuat semur, atau schnitzel.
Umbi ini kaya provitamin A dan K.
I. KESIMPULAN
Tahap pembuatan simplisia antara lain pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan pengepakan. Praktikum ini
merupakan pembuatan simplisia nabati yang berasal dari tanaman (daun salam, jahe,
temulawak dan kunyit).
Setelah itu ambil simplisia yang berhasil yaitu simplisia serbuk halus 92 gram untuk
dilakukan ektraksi dingin padat cair yaitu dengan metode maserasi danBerdasarkan hasil
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa cara membuat ekstrak senyawa-senyawa yang
29
ada dalam simplisia yaitu bahan (seledri) ditimbang 10 gram, kemudian ditambah etanol
96 % 300 ml (tinggi 2,5 cm dari atas bahan).
Langkah selanjutnya ditutup dengan alumunium foil selama 24 jam, kemudian cairan
maserat dituang ke jerigen. Selanjutnya dilakukan remaserasi menggunakan etanol 96 %
300 ml dan ditutup kembali dengan alumunium foil (ulangi sampai 3 kali 24 jam). Maserat
diuapkan dengan Rotary Vacum Evaporatordan dihasilkan ekstrak kental. Ekstrak
disimpan dalam baki plastik dan ditaburi kapur tohor.
J. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI
Press.
Arief Hariana. 2006. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Penebar Swadaya : Jakarta Hlm
73-74.
Fazal, S.S., Singla R.K., 2012. Review on the Pharmacognostical & Pharmacological
Characterization of Apium Graveolens Linn, India
Gunawan S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi., Elysabeth., 2008. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta:Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Hanum, T., 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan
Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bul. Teknol. Dan Industri Pangan. Bandar
Lampung : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
30
Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Yogyakarta: Kanisius
Laksana, Toga, dkk, 2010, Pembuatan Simplisia dan Standarisasi Simplisia, UGM,
Yogyakarta.
Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsonia inermis L), Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Meilisa. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari
Ektrak Etanol Rimpang Tumbuhan (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap
Beberapa Bakteri. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Singh, Pande, dan Jain, 2010, Text Book Of Botany Diversity Of Microbes And
Cryptogams, Gangotri, India.
Smith A. H., J.A. Imlay, and R.I. Mackie. 2003. Increasing the oxidative stress response
allows Escherichia coli to overcome inhibitory effect of condensed tannins. Appl.
and Environ. Microb. 69 (6): 3406-3411.
Sudarsono, Pudjoanto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Drajad, M.,
Wibowo, S., dan Ngatidjan. 1996.Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifatsifat dan
Penggunaan.Yogyakarta : Pusat Penelitian Obat Tradisional, UGM.
Tagawa .M, Iwatsuki .K, 1989, Flora of Thailand, Tem Smitinand. Flora of Thailand,
Bangkok.
31
Vargaz, F.D and Lopez,O.D. 2003. Natural Colorants for Food and Reutra Ceutical Uses.
New York : CRC Press.
Wardhani, L.K. Dan Nanik, S. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) terhadap Shigella flexneri Beserta Profil
Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol 2(1). Hal : 1-16.
32