Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif obat
analgesic dan antipiretik dalam tablet dengan kandungan asetosal, yaitu aspilets. Selain memiliki
efek analgesic dan antipiretik, asetosal juga memiliki efek antikoagulan, antiinflamasi dan dapat
digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.

Pengujian yang pertama kali dilakukan, yaitu analisis kualitatif asetosal dalam sampel,
yaitu tablet aspilets. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan asetosal
pada tablet. Analisis kualitatif yang dilakukan, yaitu berupa reaksi warna dan reaksi pembakaran.
Reaksi warna dilakukan dengan cara sedikit serbuk sampel ditambahkan dengan beberapa tetes
larutan FeCl3 3%, sehingga terbentuk reaksi positif, yaitu larutan berwarna ungu biru. Warna biru
ungu ini terbentuk karena adanya reaksi antara FeCl3 dengan asam salisilat yang terbentuk dari
hasil hidrolisis asetosal. Berikut reaksi yang terjadi.

Asetosal merupakan ester fenolik dari asam salisilat, sehingga tidak dapat bereaksi dengan
Fe³⁺. Dimana gugus ester fenolik tersebut harus dipecah untuk dapat berikatan, dengan cara
dihidrolisis terlebih dahulu, sehingga terbentuk salisilat dianion, dimana setelah penambahan
FeCl3 akan terbentuk kompleks besi-salisilat yang menghasilkan warna ungu biru. Setelah
terbentuk warna ungu biru pada larutan sampel, kemudian larutan tersebut ditambahkan etanol
sebanyak 2 ml, dimana tidak terjadi perubahan warna pada larutan sampel, hal ini dikarenakan
sampel terhidrolisis kembali karena adanya ion hidroksida yang diperoleh dari etanol, sehingga
kembali terbentuk asam salisilat yang akan berikatan dengan Fe³⁺ dan membentuk kompleks besi-
salisilat yang menghasilkan warna ungu biru (Cartika, 2017).
Uji kualitatif asetosal selanjutnya, yaitu dengan menggunakan reaksi pembakaran. Reaksi
pembakaran dilakukan dengan cara serbuk sampel ditambah beberapa tetes methanol dan larutan
asam sulfat pekat yang kemudian dipanaskan, sehingga terbentuk bau gondopuro yang
menunjukkan reaksi positif mengandung salisilat. Berikut reaksi yang terjadi.

Reaksi positif terjadi karena asetosal terhidrolisis terlebih dahulu menjadi asam salisilat,
sehingga asam salisilat akan bereaksi dengan metanol menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai
katalisator dan zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua
gugus, yaitu –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi
yang berbeda, dimana jika bereaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan asetosal,
sedangkan dengan metanol akan menghasilkan metil salisilat, sehingga ketika dipanaskan akan
terbentuk bau gondopuro (Cartika, 2017).
Pengujian selanjutnya, yaitu dilakukannya analisis kuantitatif asetosal. Analisis kuantitatif
dilakukan untuk mengetahui kadar asetosal yang terkandung pada tablet aspilets. Prosedur
penetapan kadar asetosal yang tertera dalam Farmakope Indonesia menunjukkan bahwa asetosal
dapat ditentukan kadarnya dengan metode titrasi asam-basa. Titrasi asam-basa adalah suatu titrasi
dimana terjadi reaksi asam-basa atau netralisasi antara titran dan titrat. Jenis titrasi ini dapat
dibedakan menjadi titrasi asidimetri, yaitu titrasi basa dengan suatu asam sebagai titran dan titrasi
alkalimetri, yaitu titrasi dengan suatu basa sebagai titran (Sahara, 2011).
Sebelum dilakukan penetapan kadar, maka perlu dilakukan pembakuan larutan baku
sekunder terlebih dahulu. Pembakuan dilakukan dengan menggunakan baku primer melalui
titrimetri untuk memperoleh konsentrasi dari larutan baku sekunder, yaitu HCl. Baku primer yang
digunakan untuk pembakuan, yaitu natrium karbonat anhidrat. Pembakuan dilakukan dengan cara
sebanyak 25 ml larutan natrium karbonat ditambahkan dengan 3 tetes larutan indikator. Indikator
asam-basa pada umumnya adalah senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah dan dalam
larutan dapat mengalami ionisasi, seperti reaksi berikut.
Bila hanya salah satu dari bentuk diatas yang berwarna tertentu disebut indikator satu
warna, misalnya timolftalein (tak berwarna – biru), fenolftalein (tak berwarna – merah).
Sedangkan bila kedua bentuk tersebut mempunyai warna yang berbeda disebut indikator dua
warna, misalnya metil jingga (merah-orange), metil merah (merah-kuning) dan banyak lainnya
(Sahara, 2011). Pada titrasi asam basa indikator yang dipilih harus dapat berubah warna tepat pada
saat titik ekivalen tercapai, dimana pada praktikum kali ini digunakan indikator metil jingga
sebanyak 3 tetes yang kemudian dititrasi dengan larutan HCl hingga mencapai titik akhir titrasi
berupa terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga. Berdasarkan hasil praktikum,
diperlukan 27 ml larutan HCl untuk terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga, sehingga
normalitas hasil pembakuan yang diperoleh, yaitu 0,0925 N. Berikut reaksi yang terjadi pada
proses pembakuan larutan HCl dengan natrium karbonat.

Na2CO3 + 2 HCl  2 NaCl + H2CO3


Setelah dilakukan pembakuan pada larutan HCl, maka tahap selanjutnya, yaitu
dilakukannya penetapan kadar asetosal pada tablet aspilets. Metode analisis ini merupakan metode
titrasi tidak langsung, yang dilakukan dengan mereaksikan asetosal dengan larutan baku natrium
hidroksida berlebih, kemudian campuran dipanaskan selama 10 menit sehingga asetosal
terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat yang ternetralisasi dengan natrium hisroksida.
Sisa NaOH yang tidak bereaksi dititrasi kembali dengan larutan baku asam (HCl). Titrasi
menggunakan 3 tetes indikator fenoltalein diakhiri saat terjadi perubahan warna dari merah
menjadi tepat tidak berwarna yang konstan selama kira-kira 15 detik (Day et al, 1992). Berikut
reaksi yang terjadi pada penetapan kadar antara asetosal dan natrium hidroksida berlebih.

Berdasarkan hasil praktikum, diperlukan 8,5 ml larutan HCl untuk terjadi perubahan warna
dari merah menjadi tepat tidak berwarna, sehingga kadar asetosal dalam tablet aspilets yang
diperoleh sebesar 78,625 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh FI III (1979), yaitu tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari
105% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis kualitatif asetosal dengan menggunakan dua metode reaksi,
yaitu reaksi warna dan pembakaran pada tablet aspilets positif mengandung asetosal, dimana pada
reaksi warna ketika sampel ditambahkan larutan FeCl3 3% terbentuk larutan berwarna ungu biru,
kemudian ditambahkan dengan 2 ml etanol juga tidak terjadi perubahan warna pada larutan
sampel, yaitu ungu biru dan pada reaksi pembakaran, ketika sampel ditambahkan dengan beberapa
tetes methanol dan asam sulfat pekat, kemudian dipanaskan terbentuk bau gondopuro yang
menunjukkan sampel positif mengandung salisilat. Sedangkan berdasarkan hasil analisis
kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi asam basa, diperoleh kadar asetosal sebesar
78,625%.

Daftar pustaka

Sahara, E. 2011. Analisis Kuantitatif Aspirin dalam Tablet dengan Titrasi Asam Basa. Denpasar:
Universitas Udayana

Cartika, H. 2017. Kimia Farmasi II. Jakarta: BPPSDMK KEMKES RI

DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Day, R., A., & Underwood, A., 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai