Anda di halaman 1dari 6

4.

1 Memeriksa komponen saliva

4.1.1 Uji mikroskopik

(Epitel Transisional) (Leukosit)


Pada pengamatan ini menggunakan mikroskop. Dari hasil saliva itu terdapat epitel
transisional dan leukosit.

4.2.1 Peoses pencernaan protein secara in vitro

 Putih telur+pepsin pada suasana asam → inkubasi 3 hari pd suhu 370 C →


masih terdapat putih telur
 Kemudian di netralkan dengan NaOH → masih ada endapan →
dipanaskan dan disaring → uji biuret → larutan berwarna kekuningan

4.2.2 Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Tabung Warna yang tejadi setelah Warna yang terjadi pada


inkubasi uji biuret
1. 5 ml Pepsin 5% Tidak berwarna Berwarna ungu (tidak
pekat)
2. 5 ml Hcl 0,4% Tidak berwarna Tidak berwarna
3. 5 ml Pepsin 5%+Hcl Tidak berwarna Berwarna ungu (tidak
0,4% sampai pH 1,5-2 pekat)
4. 2 ml Pepsin 5%+5 ml Tidak berwarna Berwarna ungu (tidak
NaCO3 0,5% pekat)
5. 5 ml aquadest Tidak berwarna Berwarna ungu (tidak
pekat)
 Tabung 1 + tabung 2 → larutan putih susu → diinkubasi → keruh dan ada
endapan putih

Pembahasan

6.1 Uji Mikroskopik pada Saliva

Pada pengamatan uji mikroskopik pada saliva menggunakan mikroskop,


yang diamati adanya sel-sel epitel, butir-butir lemak, leukosit, dan bakteri. Dari
hasil pengamatan terdapat epitel transisional dan leukosit. Nilai pH saliva normal
berkisar 6 – 7. Konsumsi karbohidrat padat maupun cair dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan difermentasi oleh bakteri
dan akan melekat ke permukaan gigi. Kelenjar saliva disusun oleh jaringan epitel
dan jaringan ikat. Dindingnya merupakan jaringan epitel yang dikelilingi oleh
jaringan ikat. Jaringan ikat yang mengelilingi bagian luar seluruh kelenjar disebut
kapsul, sedangkan jaringan ikat yang membagi kelenjar menjadi lobus lobus di
bagian dalam disebut septa. Pada bagian kapsul dan septa ini terdapat pembuluh
darah dan saraf yang mensuplai kelenjar.Sel epitel yang memproduksi saliva
disebut sel sekretori, Enzim yang ada pada saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva
dan beberapa diantaranya merupakan produk dari bakteri, lemak, leukosit yang
ada pada rongga mulut. Beberapa enzim yang terdapat dalam saliva adalah
amylase dan lysozyme yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di
rongga mulut atau fagosit.
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun
demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum
karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik
terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat
(sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein
yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin,
vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti
testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2.
Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi
rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Metilen biru berfungsi untuk mewarnai sel-sel bawang merah
yang diamati melaluimikroskop. Secara fisik, metilen biru memberi warna pada sel, namun
secara kimia tidak menggangu metabolisme dalam sel, sehingga pengamatan tetap akurat. Selain
itu, metilen birubisa menjadi indikator adanya kehidupan dalam sel. Jika warnanya berangsur-
angsur memudar,maka sel yang diamati masih hidup dan menghasilkan enzim yang
menguraikan metilen biru.Jika warnanya tetap biru, berarti sel yang diamati sudah mati.

6.2 Pencernaan di lambung

Lambung merupakan suatu tempat yang pada berbagai spesies, protein


mula-mula dicerna. Asam hidrokhlorida dihasilkan oleh sel-sel lambung dengan
demikian memberikan medium asam yang mengaktivir pepsin dan rennin untuk
membantu pencernaan protein. Pepsin memecah protein menjadi gugusan yang
lebih sederhana, yaitu proteosa dan pepton. (Guyton, 1997)

Getah pankreas yang mengandung enzim tripsin, khimotripsin, dan


karboksipeptidase dialirkan ke duodenum. Enzim-enzim tersebut meneruskan
pencernaan protein, yang dalam lambung dimulai oleh pepsin, memecah zat-zat
lebih rumit menjadi peptida dan akhirnya kedalam asam-asam amino. (Guyton,
1997)

`Pencernaan protein dimulai dari lambung oleh HCL dan pepsin(menjadi


proteosa dan pepton) → enzim pencernaan protein (tripsin, kemotripsin)
dikeluarkan dari pankreas ke usus halus → diusus halus, protein di cerna asam
amino didalam mukosa usus sel usus halus di absorbs → absorbsi asam amino
masuk ke vena porta dan masuk ke hati → hati mengatur distribusi asam  asam
amino keseluruh tubuh. Protein yang berlebih tidak diperlukan / sintesis oleh
tubuh akan dieksresikan memalui urine dan feces dalam bentuk urea. (Guyton,
1997)

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC. P. 208 – 212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287.

6.2.2 Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Pada tabung satu yang berisi 5 ml pepsin ditambah sedikit protein dan
diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit, kemudian dilakukan uji biuret
terjadi perubahan warna ungu (tidak pekat) pada larutan setelah uji Biuret. Hal ini
menunjukan bahwa pepsin mencerna protein hanya dengan bantuan pemanasan
atau inkubasi.

Pada tabung dua yang berisi 5 ml HCl ditambah sedikit protein dan
diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit, kemudian dilakukan uji biuret tidak
terjadi perubahan warna pada larutan yang menunjukan HCl tidak mencerna
protein.

Pada tabung tiga yang berisi 5 ml pepsin ditambah sedikit protein pada
suasana asam dan diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit, kemudian
dilakukan uji biuret terjadi perubahan warna ungu (tidak pekat) pada larutan yang
menunjukan aktivitas dari pepsin yang mencerna protein.

Pada tabung empat yang berisi 5 ml pepsin ditambah sedikit protein dalam
suasana basa dan diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit, kemudian
dilakukan uji biuret terjadi perubahan warna menjadi warna ungu (tidak pekat)
pada larutan.hal ini menunjukan pepsin mencerna protein pada suasana basa.

Pada tabung lima yang berisi 5 ml Hcl ditambah sedikit protein dan
diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit, kemudian dilakukan uji biuret
terjadi perubahan warna ungu (tidak pekat) pada larutan yang menunjukan
aquadest mencerna protein.
Isi dari tabung satu dan dua dicampurkan dan diinkubasi pada suhu 400 C
selama 15-20 menit, terbentuk endapan putih. Hal ini menunjukan bahwa kondisi
optimum untuk aktivitas pepsin dalam mencerna protein pada suasana asam dan
pada suhu tubuh sekitar 370 C- 400 C.

Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau


kecepatanpembentukan produk pada kondisi optimum. Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, konsentrasi enzim, konsentrasi
substrat, dan pH. Enzim akan bekerja lebihcepat pada suhu, kosentrasi dan pH
optimal enzim tersebut. Semakin tinggi suhu yangdiberikan maka semakin cepat
enzim bekerja sampai pada titik optimum suhu untuk enzimtersebut. Reaksi kimia
umumnya akan berlangsung dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 10°C,
sampai pada suhu 35°C - 60°C. Jika enzim dinaikkan melebihi batas
optimum suhu tersebut, maka enzim akan mengalami denaturasi sehingga
merusak fungsi katalisatornya yang mengakibatkan enzim tidak akan bekerja.
Sedangkan pada suhu di bawah suhu optimum, enzim tidak akan bekerja optimal
karena dalam keadaan tersebut tidak terjadibenturan antara molekul enzim dan
molekul substrat yang berarti tidak berlangsungnya suatu reaksi dan tidak
terbentuknya produk. Suhu yang sangat rendah akan menyebabkan terhentinya
kerja enzim secara reversible, karena dalam keadaan tersebut tidak terjadi
benturan antara molekul enzim [E] dan substrat, karena benturan tidak terjadi
maka komplek E-S yang sangat penting pada reaksi enzimatik tidak terjadi, hal
ini secara otomatis menghambat terjadinya produk [P]. Kerja enzim akan semakin
meningkat apabila suhu dinaikan. Hal ini terjadi karenakenaikan suhu
meningkatkan benturan antara enzim dan substrat. Kenaikan ini terjadi
sampaipada suhu tertentu, suhu ini disebut dengan suhu optimum. Apabila suhu
lebin tinggi dari suhu optimum, maka enzim akan terdenaturasi dan tidak akan
mampu menghasilkan produk, walaupun benturan antara enzim dan substrat
semakinsering terjadi. Denaturasi enzim dapat terjadi secara irreversible, apabila
suhu kerja enzimatik jauh melampaui suhu optimum (Martin, 1992)
Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus. Jika
enzim berbeda maka hasilnya akan berbeda pula. Misalnya, pemecahan rafinosa
(suatu trisakarida). Jikadilakukan oleh enzim sukrase rafinosa akan terurai menjadi melibiosa
dan fruktosa, sedangkan jikadilakukan dengan oleh enzim emulsion rafinosa akan terurai
menjadi sukrosa dan galaktosa.Ada dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and
key theory dan induced fit theory.1) Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)Teori ini
dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim diumpamakan sebagai gembok karena
memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat yang disebut dengan sisiaktif,
sedangkan substrat sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif
enzim.Substrat dapat berikatan dengan enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi aktif
enzimmempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja, hal itu
menyebabkanenzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai
dengan sisiaktif enzim akan berikatan dan membentuk kompleks transisi enzim-substrat.
Senyawa transisi initidak stabil sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya.
Jika enzim mengalamidenaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif akan berubah sehingga
substrat tidak sesuai lagi.Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama. (Kimball, J.W.
1983)

Martini F. 1992. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 2nd ed. USA :


Prentice – Hall, inc. 636, 637.

Kimball, J.W. 1983. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Proses pencernaan protein secara in vitro

Putih telur yang di rendam dengan pepsin pada suasana asam dan
diinkubasikan pada suhu 37°C selama satu hari, hal ini dimaksudkan untuk
meniru keadaan sebenarnya di dalam tubuh manusia.

Setelah diinkubasi selama satu hari masih terdapat putih telur, setelah
dinetralkan dan diuji biuret larutan berubah menjadi warna ungu kemerahan atau
merah keunguan, maka dalam waktu satu hari protein sudah terurai menjadi
proteosa dan pepton. Hal ini menunjukan reaksi urai protein sudah terjadi dengan
sempurna karena pH larutan sama dengan pH lambung atau pH larutan tidak
berubah saat proses inkubasi atau karena inkubator yang suhunya tidak tepat
37°C.

Anda mungkin juga menyukai