Anda di halaman 1dari 70

PERANCANGAN TANGKI PREMIXING

UNTUK PEMBUATAN POWDER COATINGS


DENGAN ATOMISASI

Laporan Penelitian
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar sarjana
di bidang ilmu teknik kimia

oleh
Ryan Varyan (2000620094)
Natalia Synta Dewi (2000620132)

Pembimbing:
Dr. Ir. Budi Husodo Bisowarno, M.Eng.
Tony Handoko, ST.

ITAS KA
RS
E

TO
U NIV

L IK
PA

R
A

AH G
YA N

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2004

i
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PERANCANGAN TANGKI PREMIXING UNTUK


PEMBUATAN POWDER COATINGS DENGAN
ATOMISASI

CATATAN / KOMENTAR :

Telah diperiksa dan disetujui,

Bandung, 9 Juli 2004 Bandung, 9 Juli 2004


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Husodo Bisowarno, M.Eng. Tony Handoko, ST.

ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan

SURAT PERNYATAAN

Kami, yang bertandatangan di bawah ini :


1. Nama : Ryan Varyan
NRP : 6200094
2. Nama : Natalia Synta Dewi
NRP : 6200132

Dengan ini menyatakan bahwa laporan penelitian (skripsi) dengan judul :


PERANCANGAN TANGKI PREMIXING UNTUK PEMBUATAN
POWDER COATINGS DENGAN ATOMISASI
Adalah hasil pekerjaan kami, dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber
lain, telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka kami bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan
yang berlaku.

Bandung, 29 Juni 2004

Ryan Varyan Natalia Synta Dewi


(6200094) (6200132)

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan segala berkat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk memenuhi pendidikan sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Dalam penulisan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Budi Husodo Bisowarno, M.Eng selaku pembimbing I.
2. Tony Handoko, S.T. selaku pembimbing II.
3. Bapak Hendrik Tunriallu dari PT. International Coatings.
4. Bapak Kokoh dari PT. International Coatings.
5. Ir. Heryanto Tanurachman dan Ibu Novi dari PD & Biro Teknik Menara .
6. Saudara Angelica Tanisia, Ridwan, Andi Bing Toro, Meta, dan Alfred yang
telah memberi masukan dalam penyusunan penelitian.
7. Keluarga penulis yang telah memberikan dorongan moral dan material kepada
penulis.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pembaca
demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis berharap laporan ini dapat
berguna bagi semua pihak.

Bandung, 29 Juni 2004

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
INTISARI ix
ABSTRACT x

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tema Sentral Masalah 2
1.3 Identifikasi Masalah 2
1.4 Hipotesis 3
1.5 Tujuan 3
1.6 Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Coatings 5
2.2 Liquid Coatings 5
2.3 Powder Coatings 7
2.4 Bahan Penyusun Powder Coatings 13
2.4.1 Resin 13
2.4.2 Pigmen 15
2.4.3 Filler 17
2.4.4 Ekstender 17
2.4.5 Curing Agent 17
2.4.6 Bahan Aditif 18
2.5 Pembuatan Powder Coatings dengan Ekstruder 18
2.6 Pembuatan Powder Coatings dengan VAMP 20
2.7 Pembuatan Powder Coatings dengan Atomisasi 21
v
2.8 Aplikasi Powder Coatings 25
2.9 Analisis 27

BAB III BAHAN DAN METODE 29


3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 29
3.1.1 Bahan 29
3.1.2 Peralatan 30
3.2 Percobaan Penelitian 30
3.3 Pengaplikasian powder coatings 32
3.4 Analisis Hasil Pengaplikasian 32
3.5 Lokasi dan Lama Penelitian 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35


4.1 Pembahasan Desain 35
4.2 Pembahasan Hasil 42
4.3 Pembahasan Analisis 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53


5.1 Kesimpulan 53
5.2 Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS 57
LAMPIRAN B PERHITUNGAN DESAIN TANGKI 58
LAMPIRAN C GAMBAR PERALATAN ANALISIS 59

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian solvent based coatings 6


Tabel 2.2 Keuntungan dan kerugian water based coatings 7
Tabel 2.3 Perbedaan resin organik dan inorganik 16
Tabel 3.1 Formulasi powder coatings 29
Tabel 3.2 Jadwal kegiatan penelitian 34
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Tempuhan 1a 42
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Tempuhan 1b 43
Tabel 4.3 Hasil Penelitian Tempuhan 2 43
Tabel 4.4 Hasil Penelitian Tempuhan 3 43
Tabel 4.5 Hasil Penelitian Tempuhan 4 44
Tabel 4.6 Hasil Analisis Powder 48
Tabel 4.7 Standar Kekilapan Permukaan Film 51
Tabel 4.8 Berat Beban Standar untuk Analisis Impact 52

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1a Perkembangan Powder Coatings 9


Gambar 2.1 Diagram alir pembuatan powder coatings dengan ekstruder 19
Gambar 2.2 Diagram alir pembuatan powder coatings dengan VAMP 20
Gambar 2.3 Diagram alir pembuatan powder coatings dengan atomisasi 22
Gambar 2.4 Spray chamber 23
Gambar 3.1 Diagram Prosedur Percobaan 32
Gambar 3.2 Diagram Prosedur Analisis 33
Gambar 4.1 Skema Tangki Premixing Lama 35
Gambar 4.2 Skema Peralatan Premixing Baru 37
Gambar 4.3 Tangki Premixing dengan Pengontrol Temperatur 38
Gambar 4.4 Gambar Tangki Premixing 39
Gambar 4.5 Jenis Pengaduk yang Digunakan 40
Gambar 4.6 Jenis Pemanas yang Digunakan 41
Gambar 4.7 Pengontrol 41
Gambar 4.8 Tahap Pemanasan Oli 42
Gambar 4.9 Bahan-bahan Penyusun Powder Coatings 45
Gambar 4.10 Campuran bahan penyusun powder coatings yang
mulai meleleh 46
Gambar 4.11 Pasta yang Terbentuk 46
Gambar 4.12 Lembaran Tipis (flakes) 47
Gambar 4.13 Flakes yang telah dihancurkan 47
Gambar 4.14 Hasil analisis pada plat 49

viii
INTISARI

Coatings adalah suatu proses pelapisan suatu bahan menggunakan zat lain dengan
tujuan dekoratif dan fungsional. Pada mulanya digunakan coatings jenis liquid.
Karena solvent yang digunakan menghasilkan polusi maka dikembangkan coatings
yang berbentuk serbuk dinamakan powder coatings. Powder coatings adalah suatu
serbuk pelapis yang tidak mengandung pelarut.

Pembuatan powder coatings ada beberapa cara. Pada saat ini proses yang biasa
digunakan umumnya ialah dengan menggunakan ekstruder. Tahapan pembuatan
powder coatings dengan ekstruder ialah premixing, ekstrusi, grinding, dan sieving.
Selain menggunakan ekstruder, ada pula yang menggunakan proses VAMP. Proses
ini menggunakan CO2 pada titik superkritisnya sebagai medium untuk melelehkan
resin. Saat ini akan dicoba suatu metode baru yang memiliki jumlah tahap lebih
sedikit bila dibandingkan dengan proses ekstruder dan tidak perlu menggunakan
CO2 untuk melelehkan resinnya. Proses ini dinamakan proses atomisasi. Proses ini
akan menggabungkan tahap premixing dan ekstrusi menjadi satu tahap tanpa
mengurangi kualitas powder coatings yang dibuat dengan ekstruder. Pada penelitian
ini akan dirancang suatu tangki premixing untuk digunakan pada pembuatan powder
coatings dengan menggunakan atomisasi.

Bahan penyusun powder coatings terdiri dari resin, pigmen, curing agent, filler, dan
bahan aditif. Pada penelitian ini akan digunakan dua macam resin yaitu resin epoksi
dan poliester, pigmen menggunakan titanium dioksida, filler BaSO4, bahan aditif
uni resi flow dan Benzoin. Untuk variasi yang akan dilakukan pada penelitian ini
meliputi jumlah pengaduk dan lama pengadukan. Powder coatings yang telah jadi
akan dianalisis ukurannya, ketebalannya, kekilapannya, dan daya tahan terhadap
impact.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tangki premixing yang telah
dirancang dapat digunakan untuk pembuatan powder coatings. Hal-hal yang
mempengaruhi kualitas powder yang dihasilkan ialah formula powder coatings,
ukuran powder, jumlah pengaduk, dan lama pengadukan. Jenis pengaduk yang
cocok digunakan pada penelitian ini adalah pengaduk yang biasa digunakan untuk
membuat kue. Media pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah oli.
Jumlah pengaduk yang paling baik ialah 2 buah. Hampir semua powder yang
diperoleh menghasilkan gloss yang baik. Ukuran powder yang digunakan pada saat
aplikasi ialah 100 mesh.

ix
ABSTRACT

Coatings is a process to coat a material surface for decorative and functional


purpose. In the beginning, liquid coatings was more preferable, but the solvent
caused pollution. Nowdays, the new kind of coatings called powder coatings is
developed. Powder coatings is sort of coatings in powder form containing no
solvent.

There are some alternatives to produce powder coatings. Generally, most people use
extruder to produce powder coatings. The extruder stage consists of several stages
such as premixing, extruding, grinding, and sieving. Beside of extruder process,
there is another process called VAMP (Valve and Micro Pump). This process use
CO2 in its supercritical point to melt the resin. This research will use new methods
with less number of stages compared with the extruder process and this process does
not need CO2 to melt the resins. This process will combine the premixing and
extruding become one stage without reducing the powder quality. In this research,
we are designing a premixing tank to produce powder coatings with atomization.

Powder coatings consist of resins, pigments, curing agents, filler, and additives. This
research will use two kinds of resins, that is epoxy resins and polyester resins.
Titanium dioxide is use as pigments, BaSO4 as filler, uni resi flow and benzoin as
additives. Variations in this research are the number of mixers and the time length
of mixing. The analysis being made to the powder are the particle size, the film
thickness, the glossness, and the durability of impact.

From this research, we conclude that the premixing tank can be used to make
powder coatings. Some factors affecting the powder quality are the powder coatings
formula, the particle size, the number of mixers being used, and the time length of
mixing. The types of mixer which is compatible in this research is the one we used
to make cakes. The heating media being used in this research is oil. The number of
mixers being used are two. Almost all powder produces good glossy quality. The
powder particle size being used is 100 mesh.

x
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Proses coatings adalah suatu proses pelapisan terhadap suatu permukaan
bahan. Tujuan dari pelapisan ini adalah untuk dekoratif, memberikan
perlindungan terhadap korosi dan sinar ultraviolet, dan untuk insulasi. Beberapa
contoh coatings adalah cat, enamel, varnish, dan lain-lain.
Pada mulanya coatings dibuat dalam bentuk liquid dengan menggunakan
suatu pelarut yang disebut solvent based coatings. Solvent based coatings
menimbulkan polusi pada pembuatannya dan juga pada saat pengaplikasiannya.
Polusi ini disebabkan oleh penggunaan pelarut organik. Oleh karena masalah
tersebut maka penggunaan solvent based ini digantikan oleh water based. Namun
pemakaian water based coatings ini juga belum memberikan hasil yang maksimal
untuk pelapisan suatu bahan, maka dikembangkan coatings berbentuk bubuk
(powder) dan tidak mengandung pelarut, yang disebut powder coatings.
Powder coatings adalah proses finishing kering yang menggunakan bahan
dasar pigmen dan resin. Pengaplikasian powder coatings ini adalah dengan cara
pengisian powder dengan muatan elektrostatis kemudian disemprotkan ke
permukaan bahan yang akan dilapisi. Proses coatings dapat dilakukan secara
manual atau otomatis dengan jenis peralatan yang bermacam-macam..
Sejak diperkenalkan di Amerika Selatan sejak 40 tahun yang lalu, powder
coatings menjadi teknologi finishing yang berkembang dengan pesat. Saat ini
powder coatings telah muncul dalam industri pemasaran finishing lebih dari 10%.
Hal ini memicu para engineers untuk mengembangkan powder coatings sehingga
menghasilkan jenis powder coatings dengan kualitas yang baik dan tahan lama. Di
samping itu, pembuatan powder coatings juga dapat mengikuti peraturan tentang
lingkungan yang semakin ketat.
2

Sekarang ini pembuatan powder coatings yang umum digunakan dalam


skala industri adalah dengan menggunakan alat ekstruder. Seiring kemajuan
teknologi, mulai dikembangkan produksi powder coatings dengan proses VAMP
(Valve And Micro Pump). Proses ini menggunakan gas karbondioksida yang
dipanaskan hingga titik superkritisnya untuk melelehkan resin sebagai bahan baku
utama. Namun, dilihat dari segi ekonomi, proses ini tidak efisien karena harga gas
karbondioksida yang mahal dan jumlah yang diperlukan juga sangat banyak. Oleh
karena itu, dikembangkan teknologi baru, yaitu dengan cara atomisasi yang hanya
menggunakan udara biasa sebagai media. Proses ini diharapkan dapat
memproduksi powder coatings dengan lebih efisien dan kualitas coatings yang
maksimal.
Tahap yang paling penting dalam pembuatan powder coatings dengan
atomisasi adalah pada tahap premixing, karena pengadukan dan pencampuran
bahan-bahan penyusun powder coatings hanya terjadi pada tahap ini. Oleh sebab
itu, pada tahap ini pencampuran harus dilakukan dengan baik sehingga campuran
benar-benar homogen. Proses produksi powder coatings dengan atomisasi yang
telah dilakukan saat ini mempunyai kelemahan. Kelemahan ini terletak pada
proses mixingnya yang masih gagal, yaitu bentuk campuran pada saat premixing
telah memadat sebelum memasuki spray chamber. Padahal seharusnya campuran
yang akan memasuki spray chamber berbentuk pasta. Tahap premixing ini sangat
menentukan hasil powder yang dihasilkan.

1.2 Tema Sentral Masalah


Tema sentral masalah yang mendasari penelitian ini adalah desain alat
premixing yang tepat untuk menghasilkan campuran bahan penyusun powder
coatings yang homogen sehingga setiap butir powder yang dihasilkan telah
mengandung seluruh komponen penyusun powder coatings.

1.3 Identifikasi Masalah


1. Apakah pembuatan powder coatings dapat dilakukan dengan menggunakan
proses atomisasi?
3

2. Bagaimana kondisi mixing yang tepat agar dihasilkan powder dengan


kualitas yang baik?
3. Bagaimana desain alat premixing yang dapat membuat campuran bahan
penyusun powder coatings menjadi homogen?
4. Apakah powder yang dihasilkan dapat memiliki ketahanan terhadap berbagai
macam gangguan?

1.4 Hipotesis
1. Pembuatan powder coatings dapat dilakukan dengan cara atomisasi.
2. Alat premixing yang dirancang mampu membuat campuran menjadi homogen.
3. Pemanasan pada tahap premixing yang tepat adalah pada suhu 110 oC.

1.5 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari proses pembuatan powder coatings dengan menggunakan proses
atomisasi
2. Merancang alat premixing yang tepat untuk pembuatan powder coatings
dengan atomisasi.
3. Mengetahui kondisi mixing yang tepat untuk pembuatan powder.
4. Mengaplikasikan powder coatings terhadap suatu bahan untuk mengetahui
ketahanan dan kualitas powder coatings tersebut.
5. Mempelajari cara analisis powder.

1.6 Manfaat
Kegunaan dan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi masyarakat, powder coatings dapat mengurangi tingkat polusi yang
dihasilkan oleh coatings pada umumnya.
2. Bagi ilmu pengetahuan, pembuatan powder coatings dengan atomisasi dapat
membuat suatu terobosan baru bagi perkembangan proses pembuatan powder
coatings.
4

3. Bagi dunia industri, atomisasi akan memberi alternatif baru dalam proses
pembuatan powder coatings, dan
4. Bagi negara, powder coatings dapat mendapat menambah devisa negara
karena dapat dijadikan sebagai komoditi ekspor.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Coatings
Proses coatings adalah suatu proses pelapisan terhadap permukaan suatu
bahan (surface treatment). Tujuan dari pelapisan ini adalah untuk dekoratif dan
untuk fungsional, yaitu memberikan perlindungan terhadap korosi dan sinar
ultraviolet, untuk insulasi, dan untuk meningkatkan daya tahan suatu material.
Ada berbagai jenis coatings, diantaranya adalah cat, varnish, lacquer,
semir dan enamel. Perbedaan dari jenis-jenis coatings ini terdapat pada unsur-
unsur penyusunnya, material yang akan dilapisi, dan ketahanan terhadap hasil
pelapisannya.
Perkembangan coatings semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring
dengan perubahan peraturan pemerintah dan permasalahan pencemaran
lingkungan hidup, industri coatings harus melakukan perubahan terhadap proses
dan produk yang mengandung bahan-bahan berbahaya, seperti pelarut organik dan
resin TGIC. Perubahan dilakukan dengan mengganti pelarut organik dengan air.
Namun pemakaian water based coatings ini juga belum memberikan hasil yang
maksimal untuk pelapisan suatu bahan Perubahan yang meningkat pesat adalah
mengubah wujud liquid menjadi bubuk (powder)

2.2 Liquid Coatings


Proses coatings yang berkembang pertama kali adalah coatings yang
berbentuk liquid, yang disebut dengan liquid coatings jenis solvent based.
Pembuatan solvent based coatings ini menggunakan suatu solvent yang disebut
Volatile Organic Compounds (VOCs). VOCs bersifat polutan terhadap
lingkungan karena dapat merusak atmosfir. Karena sifatnya sebagai polutan inilah
solvent based coatings digolongkan dalam golongan HAPs (Hazardous Air
Pollutants). Contoh dari solvent based ialah enamel, polyurethane paving, silicone
6

masonry sealer, dan lain-lain. Keuntungan dan kerugian digunakannya solvent


based coatings dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian solvent based coatings


Keuntungan Kerugian
Dapat memberikan rembesan dan Beberapa produk pelapisannya
sifat adhesi yang lebih baik pada dapat membahayakan kesehatan.
permukaan.

Tidak mudah rusak akibat Pada saat pengaplikasian, orang


temperatur lingkungan yang rendah. akan memerlukan suatu pakaian
Oleh sebab itu, banyak digunakan di pelindung khusus dan diperlukan
negara-negara yang mengalami suatu cairan khusus untuk
musim dingin. membersihkan cipratannya.

Tahan terhadap air Umumnya bersifat mudah terbakar.

Dapat merusak bahan plastik

Menghasilkan uap sehingga


memerlukan sistem ventilasi yang
baik.

Memerlukan beberapa pelarut


khusus untuk membersihkan
peralatan.

Tidak dapat digunakan pada


permukaan yang lembab.

Sifat solvent based coatings yang dapat merusak lingkungan menyebabkan


munculnya protes keras dari para pecinta alam dan lingkungan. Oleh sebab itu,
mulai dikembangkan liquid coatings jenis water based yang tujuannya
mengurangi polusi yang biasa diakibatkan oleh pelarut. Keuntungan dan kerugian
water based coatings dapat dilihat pada Tabel 2.2
7

Tabel 2.2 Keuntungan dan kerugian water based coatings


Keuntungan Kerugian
Tidak ada pelarut yang menguap, Hasil pelapisan tidak tahan lama
sehingga tidak menghasilkan bau, karena dapat luntur terbawa air
tidak berbahaya bagi pernapasan, hujan, terutama bila terkena air
dan tidak memerlukan sistem hujan sebelum pelapisan kering.
ventilasi.

Tidak beracun, terutama jika terjadi Mudah membeku ketika basah.


sentuhan fisik. Harus diperhatikan kondisi saat
penyimpanan dan pengangkutan.

Cipratan yang terjadi pada saat


pengaplikasian dapat dibersihkan
dengan mudah dengan air, tidak
memerlukan memerlukan pelarut
khusus.

Peralatan dapat dibersihkan dengan


mudah menggunakan air.

Tidak merusak bahan plastik

Dapat diaplikasikan untuk berbagai


jenis permukaan, baik yang kering
maupun lembab.

Tetapi, water based coatings belum memberikan hasil yang maksimal untuk
pelapisan suatu bahan.

2.3 Powder Coatings


Seiring dengan kemajuan teknologi untuk peningkatan kualitas pelapisan
terhadap permukaan suatu bahan, maka dikembangkan coatings berbentuk bubuk
(powder).
Powder coatings adalah coatings yang berbentuk serbuk dan tidak
mengandung pelarut. Pengaplikasian powder coatings ini adalah dengan cara
pengisian powder dengan muatan elektrostatis kemudian disemprotkan ke
permukaan bahan yang akan dilapisi. Proses coatings dapat dilakukan secara
manual atau otomatis dengan jenis peralatan yang bermacam-macam.
8

Powder coatings sering disebut dengan pulverized plastics. Bahan baku


penyusun powder coatings sama dengan bahan baku yang digunakan untuk
membuat cat dan plastik. Perbedaannya terletak pada berat molekul resin
polimerik yang digunakan. Powder coatings menggunakan resin polimerik
dengan berat molekul yang rendah, sedangkan plastik menggunakan resin
polimerik dengan berat molekul yang tinggi.
Sejak diperkenalkan di Amerika Selatan sejak 40 tahun yang lalu, powder
coatings menjadi teknologi finishing yang berkembang dengan pesat. Saat ini
powder coatings telah muncul dalam industri pemasaran finishing lebih dari 10%.
Hal ini memicu para engineers untuk mengembangkan powder coatings sehingga
menghasilkan jenis powder coatings dengan kualitas yang baik dan tahan lama. Di
samping itu, pembuatan powder coatings juga dapat mengikuti peraturan tentang
lingkungan yang semakin ketat.
Dilihat dari segi ekonomi, teknologi powder coatings memerlukan biaya
yang relatif tinggi, khususnya jika dilihat dari biaya fasilitas yang diperlukan
untuk mengkonversikan dari liquid menjadi powder. Akan tetapi, dari angka
penjualan powder coatings itu sendiri, modal produksi dapat kembali dalam
tempo yang singkat [Liquid or Powder Coatings: Choosing for The Right
Reasons, http://www.paint.org-ind_issue/background.htm].
Perkembangan powder coatings dari tahun ke tahun dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
9

2000

1800

1600

1400

1200
kapasitas
1000
(1juta pounds)
800

600

400

200

0
1962 1966 1969 1972 1975 1980 1984 1988 1992 1996 2000

tahun

Gambar 1.1. Perkembangan Powder Coatings


[Sumber: Satas, D. and Tracton, Arthur. A.: Coatings Technology
Handbook, 2nd edition, 2001, Marcell Dekker, Inc., USA]

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa mula-mula powder coatings


berkembang pada tahun 1960. Sebelum tahun 1972 tidak terjadi peningkatan
produksi powder coatings yang terlalu signifikan, karena produksi powder
coatings terbatas hanya menggunakan bahan baku spesifik dengan resin tertentu
dan hasil powder yang diperoleh belum maksimal. Setelah tahun 1972, terjadi
peningkatan produksi powder coatings yang sangat pesat, karena dilakukan
pengembangan produksi powder coatings dengan berbagai jenis resin dan metode-
metode yang semakin canggih sehingga diperoleh hasil coatings yang maksimal
terhadap suatu bahan.
Berdasarkan pengamatan dalam Powder Coatings Europe 2001-2010-A
Global Comparison Europe, America, and Asia, pada tahun 2003 pemasaran
powder coatings akan mencapai satu juta ton (2,2 milyar lb) Mark, tahun 2006
diperkirakan produksi powder coatings di dunia telah mencapai 1.460.000 ton,
sedangkan pada tahun 2011 telah mencapai 2.295.000 ton [Howard, J.P. Paint and
Resin Technology, vol 27, no 2, hal 77-80, 1998]. Saat ini pabrik yang
10

memproduksi powder coatings di Indonesia ada 7 buah, diantaranya adalah PT.


DuPont Indonesia, PT. Akzonobel, dan PT. Shell Chemical Indonesia.
Powder coatings pertama kali diproduksi sekitar tahun 1950 di Amerika,
yaitu menggunakan ball mill. Proses pencampuran bahan-bahan penyusun
powder coatings seperti resin epoksi, curing agent padat, dan pigmen dilakukan di
dalam ball mill sehingga partikel-partikelnya terpecah. Sifat dari powder yang
dihasilkan adalah tahan terhadap temperatur dan ukuran powder yang besar.
Pengaplikasiannya dengan fluidized bed yang memang sangat cocok untuk
digunakan pada powder yang tahan terhadap temperatur tinggi. Hasil
pelapisannya memberikan ketebalan sekitar 200 mikron terhadap substrat yang
telah dipanaskan terlebih dahulu dan terjadinya perbedaan ketebalan. Hal ini
sangat tidak efisien, oleh sebab itu tujuan pengaplikasiannya hanya terbatas untuk
meningkatkan daya tahan terhadap korosi dan untuk insulasi.
Pada akhir tahun 1950 hingga awal tahun 1960, perusahaan Shell Chemical
di Inggris dan Belanda mengembangkan dua alternatif baru dalam memproduksi
powder coatings, yaitu metoda B-staging dan hot melt mixing. Tujuan dari kedua
alternatif ini adalah untuk mencari pelapisan yang efektif bagi pipa-pipa dan gas
bumi.
Pada metoda B-staging, resin epoksi dan curing agent yang berwujud cair
direaksikan dengan proses curing parsial membentuk B-stage dimana komponen
tersebut terpolimerisasi parsial pada titik leleh yang rendah membentuk suatu
padatan yang tidak terlalau kering, kemudian komponen tersebut digiling bersama
pigmen dan bahan aditif lainnya. B-stage ini setelah diaplikasikan pada material,
dicuring pada temperatur tinggi sehingga dapat membentuk crosslink yang
sempurna yang disebut dengan C-stage. Masalah yang dihadapi jika
menggunakan metoda ini adalah variasi temperatur yang sangat tipis, sehingga
sulit untuk dikontrol.
Metoda hot melt mixing menggunakan Z blade mixer yang telah
dipanaskan. Mixer ini digunakan untuk mencampur resin epoksi, curing agent
padat, dan pigmen. Keluaran dari mixer ini dibuat menjadi lembaran-lembaran
yang tipis untuk kemudian digiling dalam sebuah mill.
11

Powder coatings pada metoda-metoda penelitian awal yang menggunakan


resin epoksi ini mendorong pengembangan lebih jauh terhadap sifat adhesi, sifat
ketahanan terhadap korosi dan bahan-bahan kimia, meminimalisasi emisi volatil,
dan waktu curing.
Resin yang mula-mula dikembangkan untuk pembuatan powder coatings
adalah resin epoksi yang berkembang pada tahun 1960. Tahun 1969, diproduksi
powder coatings yang dibuat dari resin poliester, tetapi masih mempunyai banyak
kelemahan, misalnya memerlukan waktu curing yang lama. Tahun 1972 mulai
terjadi peningkatan produksi powder coatings menggunakan resin poliester TMA
(Trimetil-Anhydride Free). Setelah tahun 1972, produksi powder coatings
meningkat dengan pesat karena mulai dilakukan eksperimen-eksperimen
pembuatan powder coatings dengan berbagai macam resin untuk menghasilkan
powder coatings dengan kualitas terbaik.
Pengaplikasian dry paint dimulai sekitar tahun 1940 dengan penyemprotan
formula pulverized thermoplastic pada permukaan logam. Dengan adanya api,
plastik akan meleleh, kemudian dialirkan ke logam dan didinginkan untuk
membentuk pelapis. Metoda ini tidak efektif karena menghasilkan limbah yang
banyak dimana bahan akan terdekomposisi saat dibakar dan pengontrolan
terhadap keseragaman lapisan pada tiap bagian material sangat kecil.
Tingkat polusi udara yang dihasilkan pada saat itu sanggat tinggi. Oleh
sebab itu, pada tahun 1960 dikeluarkan suatu peraturan pemerintah untuk
mengatur polusi udara di California, yang dikenal dengan nama Rule 66.
Ada dua tipe powder yang dapat digunakan untuk finishing permukaan
suatu bahan, yaitu :
a) Thermoplastic Powder
Powder jenis ini ditemukan lebih dahulu. Sifat-sifatnya antara lain
mempunyai sifat adhesi yang kecil, tidak bereaksi pada fasa curing,
membentuk lapisan film yang tebal (>250 ). Contoh : resin polielefin,
nilon, dan PVDF. Powder ini akan meleleh jika dipanaskan dan akan
mengeras jika didinginkan. Hal ini akan menguntungkan jika diaplikasikan
pada material yang akan diberi sentuhan akhir. Material thermoplastic
12

seringkali dipilih saat diperlukan coatings yang memiliki daya tahan dan
kekenyalan yang tinggi.
b) Thermosetting Powder
Sifat-sifat powder ini adalah membentuk crosslink pada fasa curing
dengan bantuan curing agent, mempunyai sifat adhesi yang besar, resin-
resinnya bersifat merugikan karena terjadi ikatan-ikatan antar
monomernya sehingga selalu dijaga temperaturnya. Contoh : resin epoksi,
poliester dan akrilik. Powder ini lebih diinginkan karena membentuk
lapisan film yang tipis (20-80 ), sehingga cocok untuk dekoratif. Proses
pengaplikasiannya relatif mudah karena sebelumnya hanya diperlukan
pembersihan material. Crosslink yang terbentuk pada fasa curing
memproduksi material dengan berat molekul yang lebih besar. Berat
molekul yang besar inilah yang membuat thermosetting powder tidak
mudah meleleh jika dipanaskan.
Powder coatings dapat berkembang dari tahun ke tahun karena memiliki
keuntungan sebagai berikut :
b) Powder coatings dapat digunakan pada berbagai substrat, baik logam
maupun non-logam. Hanya saja, untuk pengaplikasian pada substrat non-
logam diperlukan suhu curing yang lebih rendah daripada suhu curing
untuk substrat logam.
c) Mengandung konsentrasi padatan yang lebih banyak karena bebas pelarut.
Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya polusi dan bahaya kebakaran.
d) Tidak menghasilkan bau pada saat pengaplikasian.
e) Lebih efisien. Untuk suatu daerah pelapisan, diperlukan jumlah powder
coatings yang lebih sedikit daripada pelapisan menggunakan wet paint,
karena pelapisan dengan powder coatings lebih merata sekalipun untuk
bentuk substrat yang tidak beraturan.
f) Menghemat tenaga kerja. Pada umumnya, pabrik powder coatings dapat
dioperasikan dengan tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pabrik wet
paint dengan kapasitas yang sama.
13

g) Biaya perawatan peralatan sistem powder lebih sedikit, karena mudah


dibersihkan dan tidak memerlukan penggantian yang sering.
h) Tidak menghasilkan limbah pada saat pengaplikasian, karena bebas sovent
yang mengandung Volatile Organic Compounds (VOCs) yang berbahaya
bagi atmosfir.

2.4. Bahan Penyusun Powder Coatings


2.4.1 Resin
Resin adalah bahan baku utama penyusun powder coatings. Ada berbagai
jenis resin yang biasa digunakan, yaitu epoksi, akrilik, poliolefin, nilon, poliester,
PVDF. Jenis resin akan menentukan kualitas powder coatings karena sifat powder
coatings yang dihasilkan akan sama dengan sifat resin penyusunnya. Contohnya,
bila menggunakan resin akrilik, maka coatings yang dihasilkan akan tahan
terhadap sinar ultraviolet. Pada penelitian ini akan digunakan resin epoksi dan
poliester, berdasarkan formula yang telah dibuat. Selain itu kedua jenis resin ini
adalah jenis yang banyak digunakan pada industri coatings.
Beberapa fungsi resin dalam suatu formulasi powder coatings antara lain
menentukan sifat-sifat fisik coatings (titik leleh, flow, dan leveling), memberi
bentuk pada molekul-molekul coatings dengan membentuk matriks, dan
menempelkan coatings pada bahan. Jaringan resin yang mengikat seluruh
komponen yang terdapat dalam coatings disebut binder. Dalam suatu formulasi,
hanya terdapat satu macam resin yang berfungsi sebagai binder. Pada lapisan
coatings yang telah mengering sifat binder akan sebanding dengan konsentrasi
volume coatings tersebut.
Parameter-parameter yang penting dalam menyusun suatu resin untuk
membuat powder coatings disebut resin parameter, yang meliputi berat molekul,
functionality, glass transition temperature (Tg), viskositas lelehannya dan
reaktivitas.
1. Berat Molekul
Ketahanan fisik suatu powder coatings akan bergantung pada berat
molekul (Mr) dan viskositas lelehan resin tersebut. Mr yang besar akan
14

menghasilkan ketahanan mekanikal dan viskositas lelehan yang besar. Hal


itu juga akan membuat binder system kurang sensitif untuk macam-macam
variabel dalam pembuatan powder tersebut, seperti galat berat dan
perbedaan dalam berat ekivalen epoksi dan nilai asamnya.
2. Functionality
Functionality dapat diartikan sebagai rata-rata dari jumlah reactive group
per molekul. Semakin besar functionality akan menurunkan sensitivitas
formula terhadap resin/curing agent ratio dan mengakibatkan chemical
resistance.
3. Viskositas
Viskositas resin yang rendah maka pembasahan permukaan pigmen pada
ekstrusi akan terganggu, namun akan merangsang deagglomeration dan
pendispersian bagian pigmen.
Jenis-jenis resin yang digunakan dalam pembuatan powder coatings :
a. Resin epoksi
Resin epoksi biasa dikarakterisasi oleh grup epoksida. Hampir semua
resin epoksi yang digunakan di dalam powder coatings memiliki dasar antara
lain resin DGEBA (diglycidyl ethers of bisphenol A) atau epoxy-novolacs
(glycidyl ethers of novolac resins). Perbedaan yang mendasar dari dua macam
resin ini adalah dari fungsinya. Biasanya untuk jenis resin DGEBA digunakan
untuk tujuan dekoratif. Sedangkan untuk resin jenis novolac biasa digunakan
untuk keperluan fungsional secara luas. Pengaruh dari berat molekul ialah bila
berat molekul semakin besar maka titik leleh, viskositas, dan konsentrasi
hydroxyl juga akan semakin bertambah, namun konsentrasi epoksi akan
menurun.
Dari struktur resin epoksi-novolac dapat terlihat bahwa novolac resin
bertindak sebagai tulang punggung molekul tersebut. Karena memiliki sifat
fungsional yang lebih besar dan cukup signifikan daripada resin DGEBA,
coatings yang dibuat berdasarkan bahan resin epoxy-novolac ini akan
memiliki densitas crosslink yang lebih besar. Hal ini akan menyebabkan
coatings yang dihasilkan akan memiliki keunggulan dalam hal ketahanan
15

terhadap bahan kimia tertentu, tahan terhadap korosi, dan tahan terhadap
perubahan suhu. Namun kekurangan resin epoksi adalah strukturnya lebih
rapat sehingga coatings yang dihasilkan akan kaku.
b. Resin Poliester
Resin poliester dibagi menjadi dua macam kelompok, yaitu:
a. Saturated polyesters
Ciri dari kelompok ini ialah polimer alifatik atau aromatik yang berikatan
dengan grup hidroksil atau karboksil.
b. Unsaturated polyesters
Secara fungsional, jenis ini memiliki kemiripan dengan jenis saturated,
namun mengandung ikatan yang unsaturated yang timbul pada waktu
sintesis.
Resin poliester yang digunakan untuk pembuatan thermosetting powder
coatings hampir semuanya menggunakan jenis saturated, baik yang gugus
karboksil maupun gugus hidroksil. Meskipun demikian, versi heterofungsional
yang mengandung dua grup reaktif yang berbeda dapat digunakan. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana memperoleh komposisi parameter yang benar untuk
resin poliester sehingga dapat diperoleh hasil coatings yang bagus dan
memuaskan karena sifat resin polyester strukturnya renggang dan coatings yang
dihasilkan rapuh.
Untuk menghasilkan suatu coatings yang baik dapat pula menggabungkan
kedua resin ini dengan suatu perbandingan yang tepat antara jumlah resin epoksi
dan resin poliester agar sifatnya saling melengkapi.

2.4.2. Pigmen
Pigmen merupakan zat penghasil warna pada powder yang dihasilkan.
Pigmen biasanya terdiri dari dua macam, yaitu organik dan inorganik. Untuk
kebanyakan pengguna powder coatings, fungsi utama dari coatings ialah untuk
mewarnai produk yang dibuatnya sebagai tahap finishing. Ada pula yang
menggunakan powder coatings untuk menghiasi interior yang letaknya cukup
mudah dijangkau untuk pengaplikasian, sehingga mengubah warnanya menjadi
16

warna yang diinginkan dan bersinar. Secara umum, sifat dari kedua macam
pigmen dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perbedaan resin organik dan inorganik

Karakteristik Inorganik Organik


Warna dull cerah
Opacity tinggi biasanya rendah
Kekuatan pewarnaan pada umumnya rendah tinggi
Kemudahan terdispersi mudah susah
Stabilitas temperatur biasanya baik bervariasi
Blooming tidak mungkin terjadi
Effect on Rheology sedikit seringkali besar
Weather fastness biasanya baik bervariasi

1. Pigmen Inorganik
Pigmen ini terdiri dari beberapa macam, misalnya iron oxides, lead
chromates, chromium oxide, cadmium, ultramarine blues, mixed-phase
titanates dan mixed-phase metal, titanium dioxide dan carbon black.
Namun penggunaan pigmen jenis ini sangat terbatas disebabkan
kandungan racun yang terdapat pada pigmen jenis ini dan juga telah diatur
segala ketentuan-ketentuan mengenai pemakaian pigmen ini demi
kelestarian lingkungan hidup.
2. Pigmen Organik
Pigmen ini cukup banyak, namun hanya sedikit yang cocok dengan
pewarnaan dalam powder coatings. Meskipun karakteristik warna yang
dihasilkan oleh pigmen organik dipengaruhi oleh komposisi kimia,
keefektifan pigmen dalam menghasilkan warna bergantung pada ukuran
partikel ketika terdispersi.
17

2.4.3. Filler
Filler digunakan untuk mengisi pori-pori atau ruang kosong pada coatings
sehingga coatings lebih kuat dan permukaan yang dihasilkan pada saat
pengaplikasian akan lebih rata.

2.4.4. Ekstender
Ekstender memiliki keunggulan sedikit lebih baik dari filler dan memiliki
beberapa hiding power. Kegunaannya lebih pada pewarnaan.

2.4.5. Curing Agent


Curing agent adalah zat yang akan mengikat resin penyusun powder
coatings. Curing agent juga dapat menambah daya adhesi pada saat
pengaplikasian karena membentuk crosslink antara bahan penyusun powder
coatings. Curing agent memiliki pengaruh yang penting pada saat produksi,
penyimpanan, aplikasi dan properti dari powder coatings itu sendiri. Idealnya,
suatu curing agent harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Bila dicampur dengan resin akan menghasilkan lapisan dengan
kemampuan yang diinginkan
b. Bereaksi dengan resin secara efisien pada temperatur curing yang
diinginkan
c. Stabil terhadap kelembaban dan kondisi lingkungan.
d. Memiliki titik leleh yang mirip dengan resin
e. Tidak boleh mengandung racun yang berbahaya
f. Tidak boleh menghasilkan produk yang volatil pada saat proses atau
pada saat curing
Beberapa contoh curing agent antara lain DICY (untuk powder coatings
dengan resin epoksi) dan TGIC (untuk powder coatings dengan resin poliester).
Selain itu, resin juga dapat berfungsi sebagai curing agent dalam pembuatan
powder coatings.
18

2.4.6. Bahan Aditif


Tujuan digunakannya bahan aditif adalah :
meminimalkan kerusakan pada permukaan dengan cara menurunkan
tegangan permukan
hasil aplikasi tahan terhadap sinar matahari
dengan adanya katalis dapat mempercepat reaksi dan menurunkan suhu
curing pada proses curing.
Contoh bahan aditif adalah uni resi flow dan benzoin.

2.5 Pembuatan Powder Coatings dengan Ekstruder


Ekstruder pertama kali ditemukan pada awal tahun 1941 oleh seorang
insinyur berkebangsaan Jerman bernama Heinz List. Tujuan penggunaan alat ini
pada mulanya adalah hanya untuk memproses bahan-bahan dengan viskositas
tinggi. Mulai tahun 1951 ekstruder digunakan untuk memproduksi cat,
memproduksi pigmen dalam bentuk pasta dan varnish. Pada tahun 1962 mulai
digunakan untuk memproduksi powder coatings.
Prinsip kerja ekstruder yaitu berupa mesin yang beroperasi secara kontinu
menggunakan screw. Ada dua tipe ekstruder berdasarkan jumlah screw-nya, yaitu
single screw ekstruder dan twin screw ekstruder. Ada dua jenis twin screw
ekstruder berdasarkan arah putaran screw-nya, yaitu twin screw ekstruder co-
rotating .dan twin screw ekstruder counter-rotating. Dari semua tipe screw ini,
yang paling sering digunakan adalah tipe twin screw dengan arah putar screw
berlawanan (Twin Screw Ekstruder Counter Rotating) karena memberikan hasil
pemecahan partikel yang lebih baik.
Keuntungan pengoperasian ekstruder adalah dengan fenomena fatique
dimana proses yang dilakukan aman, cepat, dan memerlukan temperatur rendah
pada proses curing. Pencampuran distributif meliputi dua tahap, yaitu melapisi
partikel padatan dan menghomogenkan campuran.
Proses pembuatan powder coatings dengan ekstruder dapat dilihat pada
Gambar 2.1
19

Premixing
Cyclone

Ekstruder Sieving

Conveyor Powder

Oversize particle

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Powder Coatings dengan Ekstruder

Bahan baku dimasukkan dalam suatu kontainer kemudian digiling dengan


menggunakan mixer (blending station). Di sini ukuran partikel dipecah-pecah
dengan harapan pencampuran dapat lebih baik lagi karena dua partikel yang
ukurannya lebih kecil lebih mudah untuk bercampur. Di dalam ekstruder,
campuran tersebut dilelehkan (terjadi perubahan fasa) kemudian dicampur lagi
agar partikel-partikel dapat terdispersi dengan baik. Tujuan perubahan fasa
campuran ini adalah agar sifat campuran lebih homogen karena mirip dengan sifat
campuran molekular.
Pasta yang keluar dari tahap ekstruder ini kemudian dibentuk menjadi
lembaran-lembaran tipis (flakes) dan disemprotkan udara dingin sehingga akan
memadat. Lembaran-lembaran ini dialirkan melalui konveyor menuju ke ball mill.
Di dalam ball mill, lembaran tipis ini digerus dan dihancurkan menjadi bentuk
serbuk. Serbuk akan masuk ke dalam cyclone. Debu dan kotoran pada powder
akan terbawa oleh udara keluar cyclone. Udara yang keluar dari cyclone dialirkan
ke filter untuk memisahkan debu dan kotoran sebelum dibuang ke udara bebas.
Powder yang lolos dari tahap cyclone ini dijaga ukuran partikelnya dengan
menggunakan pengayak.
20

2.6 Pembuatan Powder Coatings dengan VAMP


Pada proses VAMP (Valve and Micro Pump), CO2 digunakan pada titik
superkritisnya sebagai processing medium. Kondisi ini akan tercapai bila
temperatur dan tekanannya berada di bawah 32oC dan 7,391 kPa. Dalam kondisi
ini kelarutan CO2 pada kebanyakan polimer setinggi typical organic liquid
swelling agents dan juga memiliki efek plasticising.
Perbedaan antara proses pembuatan powder dengan ekstruder dan proses
VAMP adalah pada proses VAMP, pada tahap premixing terjadi pencampuran
bahan baku sekaligus terjadi perubahan fasa. Tahap premixing ini menggantikan
tahap ekstruding dan grinding pada proses dengan ekstruder.
Proses pembuatan powder coatings dengan VAMP dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Powder Coatings dengan VAMP

Bahan mentah dimasukkan ke dalam tangki bertekanan dengan mixing


blade, yang kemudian dimampatkan dengan CO2 hingga keadaan superkritik
dicapai. Pada keadaan ini, CO2 memiliki efek seperti solvent yaitu melunakkan
21

resin dan membiarkan bahan mentah lainnya menjadi bercampur. Fluida tersebut
diaduk hingga homogen dan dikeluarkan melalui nozzle ke tangki penyimpanan.
Tahap ini bertindak sebagai pengatur besar partikel untuk powder yang telah
terbentuk. Bahan yang terlalu besar akan dikirim ke mill untuk di-grinding.
Sebagai alternatif, semua bahan dapat digiling secara konvensional setelah
dikeluarkan dari tangki bertekanan. Beberapa keuntungan dari proses VAMP ini
adalah diantaranya mengenai pengaturan besar partikel yang baik.
Pembuatan powder coatings dengan VAMP ini tidak lagi digunakan karena
pertimbangan dari segi ekonomi dan efisiensi proses. Gas CO2 diperlukan dalam
jumlah yang banyak, sedangkan harga gas CO2 mahal. Proses VAMP tidak efisien
karena pelelehan resin hanya dapat berlangsung jika gas CO2 telah mencapai titik
superkritisnya.

2.7 Pembuatan Powder Coatings dengan Atomisasi


Proses pembuatan powder coatings dengan atomisasi mirip dengan proses
pembuatan powder coatings dengan VAMP. Hanya pada metode atomisasi tidak
disemprotkan gas CO2, tetapi hanya udara biasa yang harganya jauh lebih murah.
Pada dasarnya, pembuatan powder coatings dengan atomisasi sama
dengan spray dryer. Di dalam chamber terjadi proses atomisasi dan pendispersian
tetes-tetes. Proses inilah yang dianggap lebih menguntungkan daripada
menggunakan ekstruder, karena :
1. sistem spray dapat digunakan untuk larutan, slurry, pasta
2. beberapa tahap dapat digabung di dalam spray chamber sehingga mengurangi
investasi alat dan keperluan energi.
3. sistem spray dapat digunakan untuk pemuatan powder.
Dengan adanya atomizer, beberapa tahap dapat digabung di dalam spray chamber
sehingga mengurangi jumlah alat dan energi.
Prinsip kerja atomisasi adalah proses pembuatan powder dengan
mengkonversikan cairan menjadi kabut-kabutan dan mengalirkannya ke dalam
media pengeringan yang panas, untuk menghasilkan partikel-partikel yang kering.
22

Proses pembuatan powder coatings dengan atomisasi dapat dilihat pada Gambar
2.3

Gambar 2.3 Diagram Alir Pembuatan Powder Coatings dengan Atomisasi

Tahap-tahap proses :
1. Tahap Penimbangan Bahan Baku
Pada tahap ini, dilakukan penimbangan bahan baku pembuatan
powder coatings berdasarkan formula yang telah dibuat. Kesalahan jumlah
dalam formula dapat menyebabkan hasil yang berbeda dengan yang
diinginkan. Bahan baku ini berbentuk granula.
2. Tahap Premixing dan Pemanasan
Tahap premixing dan pemanasan dilakukan dalam tangki
premixing. Semua bahan baku yang telah ditimbang tadi dicampur menjadi
satu, sambil diaduk dan dilakukan pemanasan hingga meleleh dan
berbentuk pasta. Gumpalan gumpalan pigmen juga harus dapat
dipecahkan. Tujuan pengadukan adalah agar partikel-partikel besar dari
masing-masing bahan baku terpecah menjadi partikel-pertikel yang lebih
kecil dengan menggunakan mixer. Sambil diaduk, campuran bahan-baku
23

ini dipanaskan hingga titik leleh resin. Tujuannya adalah agar


pencampuran menjadi lebih homogen karena disertai perubahan fasa dari
bahan baku penyusun powder coatings. Akibat perubahan fasa ini, sifat
campuran berbentuk pasta yang dihasilkan akan mendekati sifat campuran
molekular (yaitu: campuran cair-cair). Tahap ini adalah tahap yang sangat
penting di dalam pembuatan powder coatings, karena pada proses
atomisasi, bahan baku tidak mengalami pengadukan 2 kali sehingga pada
tahap ini resin harus dapat meleleh dan campuran harus homogen. Namun
pemanasan yang dilakukan juga harus dijaga agar tetap tinggi mendekati
titik leleh resin namun di bawah suhu curing agar tidak terjadi crosslink
dahulu selama proses premixing tersebut.

3. Tahap Atomisasi dan Pendinginan


Tahap atomisasi berlangsung dalam spray chamber. Atomisasi
terjadi karena adanya perbedaan ukuran saluran masuk dan saluran
keluaran aliran dan perbedaan tekanan. Bentuk spray chamber dapat
dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Spray Chamber


24

Pasta akan masuk pada bagian atas spray chamber dan mengenai
nozzle yang berputar. Pasta yang keluar dari lubang nozzle disemprot
dengan udara dingin, sehingga akan berbentuk powder. Waktu kontak
antara tetes-tetes pasta dengan udara pendingin dapat di atur dengan
mengatur beda tekan aliran campuran dan udara pendingin. Ukuran
powder yang terbentuk sangat ditentukan oleh ukuran nozzle yang
digunakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses pembuatan
spray berhasil adalah sifat fisik umpan (viskositas) yang akan
mempengaruhi jenis atomizer, beda tekan, diameter nozzle, laju alir, waktu
kontak, jenis media pendingin, dan temperatur.
4. Tahap Sieving
Powder yang dihasilkan akan keluar dari bagian bawah spray
chamber dan dilanjutkan dengan proses sieving. Proses ini bertujuan untuk
menjaga keseragaman ukuran powder yang dihasilkan. Seharusnya powder
yang keluar dari nozzle ukurannya seragam, namun kadang terjadi
penggumpalan di dalam spray chamber. Bila ukuran tidak seragam, maka
pada saat diaplikasikan powder akan membentuk coatings yang tebalnya
tidak merata. Powder yang lolos dari siever dapat digunakan untuk proses
coatings. Powder yang tidak lolos dapat dihaluskan dengan ball mill
kemudian kembali lagi ke proses sieving.
Pengatomisasian umpan adalah kunci sukses sebuah spray dryer [Karel,
1975]. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang berukuran seragam, partikel
feed harus berukuran kecil (10-90 mm). Pengatomisasian menggunakan nozzle.
Ada tiga jenis nozzle yang sering digunakan, yaitu : pressure nozzle, fluid nozzle
dan rotating wheels/rotating disc. Pada pressure nozzle, liquid dipompakan pada
temperatur tinggi tinggi dengan laju alir tertentu melalui orifice berdiameter kecil.
Prinsip kerja nozzle ini adalah menggunakan energi tekan untuk mengatomisasi.
Fluid nozzle, menggunakan gas (udara/steam) dengan tekanan rendah untuk
mengalirkan liquid sedikit demi sedikit. Prinsip kerja fluid nozzle adalah atomisasi
dengan menggunakan energi kinetik, sedangkan rotating disc menggunakan
energi sentrifugal.
25

Pada skala industri lebih sering digunakan rotating disc. Rotating disc
dapat berbentuk plane, vane, dan cup dengan diameter 0,3 m dan kecepatan putar
50-200 rps. Feed dialirkan ke bagian tengah nozzle untuk kemudian disemprotkan.
Nozzle banyak digunakan untuk menghasilkan kabut dalam partikel granular yang
cukup besar yang kering. Rotary disc atomization memproduksi kabut yang halus
untuk memperoleh powder yang lebih halus.
Pemilihan atomizer bergantung pada sifat fisik umpan dan spesifikasi
produk yang diinginkan. Kadang-kadang digunakan beberapa buah nozzle jika
tower yang digunakan sangat tinggi, pada kasus ini lebih baik digunakan rotary
disc atomizer memiliki laju alir yang tinggi, dapat mencegah terjadinya abrasi
pada umpan, mencegah terjadinya penyumbatan, umpan yang dialirkan memiliki
tekanan rendah dan pengontrolan kabutan lebih mudah digunakan.
Kelebihan metoda atomisasi dibandingkan dengan metoda ekstrusi adalah
waktu operasi yang lebih singkat dan luas permukaan bahan yang akan
didinginkan lebih besar. Waktu operasi yang lebih singkat disebabkan oleh waktu
tinggal saat atomisasi lebih singkat Bahan yang didinginkan pada atomisasi
berupa partikel sedangkan pada ekstrusi berupa plat tipis, diharapkan dengan luas
permukaan yang lebih besar akan menyebabkan proses pendinginan menjadi lebih
sempurna.

2.8 Aplikasi Powder Coatings


Aplikasi powder coatings antara lain adalah untuk proses finishing suatu
bahan dengan karakteristik dan standar yang berbeda-beda, misalnya untuk
pelapisan terhadap peralatan rumah tangga, bangunan dan industri otomotif.
Pengaplikasian powder coatings dapat dilakukan dengan 3 teknik, antara
lain dengan menggunakan :
1. Fluidized bed.
Digunakan pada suatu bahan yang sulit diaplikasikan dengan sistem spray.
Proses pengaplikasiannya tidak memerlukan arus listrik, dan hanya
menggunakan udara kering sehingga sifat powder akan menyerupai sifat
fluida.
26

2. Electrostatic fluidized bed.


Proses ini membutuhkan arus listrik untuk memanaskan suatu bahan,
kemudian bahan tersebut akan melewati kabut powder, sehingga akan
membentuk lapisan film pada permukaan bahan.
3. Electrostatic spray gun
Powder diaplikasikan dengan electrostatic gun ke bahan yang telah
memiliki potensial alami. Powder difluidisasikan sebelum dimasukkan ke
spray gun. Tujuannya adalah agar butiran-butiran powder terpisah dan
meningkatkan arus listrik pada powder, sehingga powder dapat lebih mudah
mengalir ke gun. Powder akan menutupi saluran keluaran sistem karena
partikel powder bermuatan listrik. Efisiensi proses dapat ditingkatkan dengan
mengumpulkan dan menyaring kembali powder yang tidak menempel pada
bahan.
Selama powder ini bermuatan listrik, powder akan tetap tinggal di dalam
gun. Powder diletakkan dalam oven dan dipanaskan pada suhu 160-210oC.
Pemilihan temperatur ini bergantung pada jenis resin yang digunakan. Tujuan
pemanasan ini adalah untuk menghasilkan produk yang kuat, padat dan tahan
abrasi. Selama waktu pemanasan ini, thermosetting powder mengalami
pelelehan, pengaliran, gek, dan pemadatan.
Dilihat dari muatannya, ada tiga jenis electrostatic gun, yaitu :
1. Contact guns/Charging Bell.
Powder bermuatan listrik dialirkan ke perimeter bell. Gun jenis ini sangat
jarang digunakan.
2. Tribo charging guns.
Jika diinginkan powder yang bermuatan positif, maka jenis ini adalah yang
sesuai. Hasil pelapisannya sangat tipis sehingga digunakan untuk melapisi
bahan dengan lapisan yang bening untuk proteksi (overcoat).
3. Corona charging guns.
Merupakan guns yang paling sering digunakan, karena lebih efisien,
bentuknya lebih sederhana dan lebih ringan dari komponen-komponen
penyusunnya. Corona lebih banyak diinginkan bila diinginkan powder yang
27

bermuatan negatif. Biasanya diaplikasikan pada nilon dan poliester.


Pengaplikasian powder dengan corona membutuhkan sumber listrik
bertegangan tinggi. Semakin ringan gun, semakin mudah digunakan, tahan
lama, dan menghasilkan kualitas coatings terbaik.
Berdasarkan cara penggunaannya, ada dua jenis gun, yaitu automatic gun
dan manual gun. Walaupun manual gun harganya lebih murah dan dapat
diaplikasikan pada bahan yang memiliki bentuk yang sulit dijangkau, tetapi
kecepatannya rendah (1m/menit). Berbeda dengan sistem otomatis yang dapat
bekerja dengan kecepatan yang tinggi dan menghasilkan coatings dengan kualitas
yang memuaskan.

2.9 Analisis
Tujuan dari pelapisan suatu permukaan dengan powder coatings adalah
untuk meningkatkan daya tahan dan melindungi suatu bahan dari berbagai
gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, powder coatings
harus memenuhi standar dan kualitas sebagai berikut :
a) Daya tahan terhadap korosi.
Kelembaban udara dapat menyebabkan suatu bahan menjadi korosif dan
mudah berkarat. Untuk melindungi bahan dari korosivitas udara,
digunakan powder coatings yang mempunyai kandungan seng tinggi pada
primer coatnya.
b) Daya tahan terhadap bahan kimia
Komponen-komponen penyusun coatings harus dijaga agar tidak bereaksi
dengan bahan kimia yang juga melapisi suatu bahan. Misalnya oli
pelumas, gasoline dan antibeku digunakan untuk melapisi suatu bahan
untuk pembersih, dan keperluan lainnya yang akan mengalami kontak
langsung dengan coatings.
c) Insulasi listrik
Umumnya powder coatings dapat digunakan sebagai insulator listrik yang
baik. Tetapi dalam penggunaannya dibuatuhkan suatu uji ketahanan
coatings terhadap arus listrik. Jika telah dipastikan bahwa coatings
28

tersebut memang tahan terhadap arus listrik, maka baru dapat digunakan
sebagai insulator pada alat-alat elektronik.
d) Daya tahan terhadap panas
Suatu hasil pelapisan akan mengalami kontak langsung dengan temperatur.
Oleh sebab itu, dalam pengguanaannya dibutuhkan suatu ketahanan
terhadap temperatur yang tinggi dalam jangka waktu tertentu. Akibat
temperatur yang tinggi, suatu coatings dapat mengalami degradasi yang
dapat mereduksi keawetan coatings tersebut. Hal ini akan sangat penting,
terutama jika bahan-bahan yang akan dilapisi adalah bahan yang memang
harus mengalami kontak langsung dengan temperatur yang sangat tinggi
dan digunakan pada lingkungan terbuka.
e) Daya tahan terhadap kotoran
Analisis terhadap hasil powder maupun hasil pelapisan dengan powder
untuk spesifikasi ini sangat diperlukan, terutama untuk menentukan
keseragaman kualitas produk hasil pelapisan. Ada dua macam metoda
analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis penampilan dan kontrol
terhadap kualitas. Analisis penampilan dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian pelapisan dengan penggunaan bahan yang akan dilapisi.
Kontrol terhadap kualitas dilakukan untuk memastikan keseragaman
kualitas produk yang dihasilkan maupun setelah diaplikasikan.
f) Daya tahan terhadap abrasi
Powder coatings digunakan terutama pada peralatan yang mengalami
abrasi, misalnya mebel di perpustakaan, rumah, perkantoran, dan
pertokoan. Powder coatings sendiri mempunyai daya tahan yang tinggi
terhadap abrasi.
g) Daya tahan terhadap impact
Powder coatings harus dapat melindungi suatu barang dari tumbukan,
karena sesuai dengan fungsinya, coatings yang dihasilkan harus tahan
terhadap tumbukan oleh benda-benda di sekitarnya.
29

BAB III
BAHAN DAN METODE

Pada bab ini akan dibahas tentang bahan, peralatan yang akan digunakan, dan
metode yang digunakan dalam menyusun rancangan percobaan.
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi bahan baku
utama dan bahan baku penunjang.
a. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam percobaan ini ialah resin
poliester, resin epoksi, bahan aditif (Benzoin dan uni resi flow), pigmen
putih (TiO2), pigmen biru, dan filler (Blanc fixe). Formulasi yang
digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formulasi powder coatings

Material Spesifikasi Jumlah (%)


Resin poliester Binder 35.8
Resin epoksi Binder (CA) 23.2
Uni Resi Flow Flow agent 0.5
Benzoin Degassing Agents 0.3
Titanium dioksida Pigmen 12
Pigmen biru Pigmen 18
Blanc fixe (BaSO4) Microbytes (Filler) 10.2
TOTAL 100
[Howel, 2000]

b. Bahan Baku Penunjang


Bahan baku penunjang adalah bahan yang bukan merupakan variabel
percobaan namun digunakan untuk membantu berlangsungnya
30

percobaan. Pada penelitian ini digunakan bahan baku penunjang berupa


oli sebagai media pemanas.

3.1.2 Peralatan
Alat-alat yang akan digunakan pada penelitian ini ialah :
1. mixer : 1 buah
2. tangki premixing : 1 buah
3. stabilizer : 1 buah
4. gelas kimia : 1 buah
5. spatula : 1 buah
6. timbangan analitis : 1 buah
7. termometer alkohol : 1 buah
8. termometer air raksa 200 oC : 2 buah
9. gelas kimia : 3 buah
10. gelas ukur : 1 buah
11. material yang akan dilapisi : 6 buah
12. oven : 1 buah

3.2 Percobaan Penelitian


Pada penelitian ini terdapat dua buah proses yang sangat penting, yaitu
premixing dan atomisasi. Kedua proses ini dianggap penting karena pada tahap
premixing resin harus dapat meleleh sehingga bahan-bahan baku penyusun
powder coatings dapat bercampur secara homogen. Namun pada penelitian ini
hanya dibatasi pada tahap premixing saja. Setelah bercampur, campuran yang
berupa pasta seharusnya dimasukkan ke dalam atomizer dengan dialirkan lewat
nozzle dan dikontakkan dengan udara biasa (temperatur kamar), tetapi pada
penelitian ini pasta tidak dialirkan ke atomizer melainkan dialirkan melalui
saluran keluaran dan digiling menjadi lembaran tipis. Langkah-langkah percobaan
dapat dilihat pada Gambar 3.1, sedangkan prosedur desain dapat dilihat pada
Gambar 3.2
31

Gambar 3.1. Diagram Prosedur Percobaan


32

Prosedur desain tangki premixing :


Tangki premixing yang digunakan pada penelitian ini dirancang sedemikian rupa
agar bahan-bahan penyusun powder coatings dapat tercampur dengan homogen
dan pasta yang terbentuk dapat dialirkan ke spray chamber untuk diatomisasi.
Langkah-langkah perancangan tangki premixing ialah:

Gambar 3.2 Bagan prosedur percobaan


33

3.3. Pengaplikasian powder coatings

Hasil akhir dari percobaan ini berupa powder digunakan untuk melapisi
permukaan plat besi. Powder disemprotkan ke permukaan plat besi dengan
menggunakan spray gun hingga merata, kemudian dipanaskan di dalam oven
hingga powder meleleh.

3.4 Analisis Hasil Pengaplikasian

Analisis yang dilakukan pada hasil aplikasi bertujuan untuk mengetahui


jenis dan kualitas powder coatings yang telah diperoleh. Macam-macam analisis
yang dilakukan ialah :

a. Analisis fisik
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui warna dan ukuran partikel
powder coatings yang dihasilkan. Untuk analisis warna akan digunakan
indra penglihatan.

b. Analisis ketebalan film


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ketebalan film yang dihasilkan
sepanjang permukaan plat.
c. Analisis gloss
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kekilapan powder yang
dihasilkan.

d. Analisis daya tahan terhadap impact.


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan daya adhesi coatings
terhadap perusakan yang berupa pukulan/benturan suatu benda tumpul
secara langsung.

3.5. Lokasi dan Lama Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
34

Lama penelitian adalah sekitar lima bulan dengan jadwal kerja dapat dilihat pada
Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian


Februari Maret April Mei Juni
No Kegiatan penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengadaan bahan baku


Persiapan dan
2 pengenalan alat

3 Percobaan

4 Analisis

5 Pembahasan

6 Penyelesaian laporan
35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Desain


Fokus penelitian pembuatan powder coatings dengan atomisasi ini adalah
pada tahap premixing. Tahap premixing adalah tahap yang paling penting pada
pembuatan powder coatings karena pencampuran bahan-bahan penyusun powder
coatings hanya terjadi pada tahap ini. Semua bahan baku dicampur dan dilelehkan
hingga homogen. Homogenitas campuran sangat mempengaruhi kualitas powder
yang dihasilkan.
Pada penelitian sebelumnya telah dirancang suatu alat premixing yang
terdiri dari tangki yang dilengkapi pemanas, motor, batang pengaduk, dan
pengontrol temperatur tipe PID. Skema alat yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 4.1

Gambar 4.1 Skema Tangki Premixing Lama


36

Semua bahan penyusun powder coatings dimasukkan ke dalam tangki yang telah
dilengkapi pemanas. Alat premixing dirangkai seperti pada Gambar 4.1. Alat ini
dilengkapi dengan pengontrol temperatur dan kecepatan pengaduk. Mula-mula
temperatur diatur pada nilai yang diinginkan, lalu thermocouple dimasukkan ke
dalam tangki. Pada rangkaian alat ini terdapat beberapa kekurangan, antara lain
pengaturan temperatur yang kurang baik, jenis pengaduk yang digunakan, dan
tidak terdapatnya saluran keluaran pasta.
Pengaturan temperatur campuran masih kurang baik karena heater
berkontak langsung dengan campuran. Ketika campuran telah mencapai suhu
yang diinginkan, pengontrol langsung mematikan arus listrik ke heater, namun
temperatur di dalam tangki masih terus naik. Hal ini diketahui dengan melakukan
pengukuran temperatur campuran dengan dua jenis termometer, yaitu termometer
raksa dan termometer alkohol. Misalnya pada saat temperatur di-set 130 oC,
temperatur campuran di dalam tangki ketika diukur dengan termometer tidak
menunjukkan temperatur sebesar 130 oC, melainkan lebih besar dari 180 oC yang
merupakan suhu curing-nya. Tidak tepatnya pengukuran temperatur campuran
dengan temperatur yang telah di-set disebabkan masih adanya kalor yang tersisa
pada heater walaupun heater telah dimatikan. Hal ini mengakibatkan temperatur
campuran di dalam tangki tidak dapat dijaga konstan sehingga dapat merusak
campuran bahan penyusun powder coatings. Campuran bahan penyusun powder
coatings telah mencapai temperatur curing-nya sehingga campuran yang mula-
mula berbentuk pasta berubah menjadi keras.
Jenis pengaduk yang digunakan pada tahap premixing kurang sesuai. Hal
ini diketahui dengan melakukan pengamatan ketika campuran diaduk. Pada saat
diaduk, terlihat bahwa campuran tidak tercampur. Campuran hanya berputar di
bagian tengah tangki yang terdekat dengan impeller. Selain itu tipe pengaduk
yang digunakan tidak cocok untuk pasta karena memberikan pola aliran ke arah
radial saja.
Pada tangki premixing yang lama tidak terdapat saluran keluaran pasta
yang telah diaduk ke spray chamber. Pada pembuatan powder coatings dengan
atomisasi, setelah campuran menjadi homogen di tahap premixing, pasta yang
37

terbentuk akan dialirkan ke dalam spray chamber untuk dijadikan powder.


Seharusnya pada tangki premixing terdapat saluran yang langsung menuju ke
spray chamber. Selain itu, di sepanjang saluran tersebut juga harus dijaga
temperaturnya sedekat mungkin dengan kondisi di dalam tangki untuk
menghindari penyumbatan di saluran tersebut akibat turunnya temperatur
campuran.
Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, maka pada penelitian
ini akan dirancang suatu alat premixing baru. Alat premixing baru ini harus bisa
mengaduk campuran hingga homogen, dapat menjaga suhu di dalam tangki
konstan, dan memiliki saluran yang dapat mengalirkan pasta ke spray chamber.
Rancangan skema alat premixing baru dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar
4.3

14 cm

30 cm

Tangki kecil

Tangki besar

Tampak atas

Mixer +
pengaduk
Tangki
kecil
Thermocouple
Pemanas 2
Jenis
pengaduk

Oli
Pengontrol pemanas
temperatur

Pemanas 1
Tangki Saluran
besar keluaran

Gambar 4.2 Skema Peralatan Premixing Baru


38

Alat-alat ini terdiri dari :


1. Tangki stainless steel besar 30 cm.
2. Tangki stainless steel kecil 14 cm.
3. Mixer dan pengaduk.
4. Pemanas 1 (880 W).
5. Pemanas 2 (600 W).
6. Pengontrol temperatur.

Gambar 4.3 Tangki Premixing dengan pengontrol temperatur

Alat-alat tersebut dirangkai sedemikian rupa seperti pada Gambar 4.2. Pada skema
ini digunakan 2 tangki yang berbeda ukuran. Tangki kecil berdiameter 14 cm dan
tingginya 15 cm. Hal ini berdasarkan pertimbangan volume untuk 2 kg campuran.
Tinggi tangki yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 cm sehingga masih
terdapat ruang kosong agar tidak meluap pada saat diaduk. Selain itu, tangki ini
masih dapat dipergunakan untuk campuran yang jumlahnya lebih banyak dari
kapasitas desainnya. Perhitungan desain tangki dapat dilihat pada Lampiran B.
Tangki besar diisi dengan media pemanas yang akan memanaskan tangki
kecil yang diletakkan di dalam tangki besar. Tangki kecil akan diisi dengan
bahan-bahan penyusun powder coatings. Pada tangki kecil dibuat sebuah lubang
39

di pinggir dengan diameter sekitar 22 mm untuk saluran keluaran pasta. Sebelum


campuran benar-benar homogen, lubang ini akan disumbat dahulu. Pada mulanya,
lubang tersebut disumbat dari atas, tetapi hal ini menyebabkan pengadukan tidak
sempurna. Hal ini terbukti dari adanya bagian dalam tangki yang terhalang oleh
sumbat sehingga mixer tidak dapat mengaduk semua campuran. Oleh sebab itu,
lubang disumbat dari bawah. Gambar tangki premixing dapat dilihat pada Gambar
4.4

Gambar 4.4 Gambar tangki premixing

Campuran bahan tidak langsung kontak dengan pemanas untuk menjaga


agar temperaturnya konstan. Heater akan memanaskan media pemanas yang
kemudian akan memanaskan campuran bahan penyusun powder coatings. Media
40

pemanas tersebut diharapkan dapat menyerap panas yang masih tersisa di heater
walaupun telah dimatikan.
Mixer yang digunakan ialah jenis mixer yang biasa digunakan untuk
membuat adonan roti atau kue. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
campuran powder coatings yang telah dipanaskan akan berubah wujudnya
menjadi pasta. Sifat dari pasta ini sangat viskos dan lengket. Bila digunakan
pengaduk biasa, pencampuran menjadi tidak homogen. Mixer untuk adonan roti
atau kue telah dirancang khusus untuk mengaduk campuran seperti pasta. Oleh
sebab itu, mixer jenis ini mampu mencampur semua bahan penyusun powder
coatings di dalam tangki kecil menjadi homogen. Pada penelitian ini digunakan 2
macam pengaduk. Jenis pengaduk dapat dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Jenis Pengaduk yang Digunakan

Pemanas yang digunakan untuk memanaskan campuran ada 2 macam.


Pemanas pertama diletakkan di bawah tangki besar, sedangkan pemanas kedua
dimasukkan ke dalam media pemanas. Pada mulanya pemanas yang digunakan
hanya satu dan diletakkan di bawah tangki besar. Namun diperlukan waktu yang
lama untuk mencapai suhu oli sekitar 180 oC, yaitu sekitar 2 jam, kemudian
dicoba menggunakan 2 jenis pemanas yang berbeda. Hal ini bertujuan agar panas
yang dihasilkan dapat merata di sekeliling tangki kecil. Selain itu juga dengan
digunakannya dua pemanas dapat mempercepat kenaikan temperatur. Dengan
digunakannya dua buah pemanas, waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu oli
sekitar 180 oC hanya membutuhkan waktu 1 jam. Jenis pemanas yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 4.6
41

Gambar 4.6 Jenis Pemanas yang Digunakan

Pengontrol temperatur memegang peranan yang sangat penting.


Pengontrol ini akan bertugas untuk menjaga suhu media pemanas agar tetap
konstan. Bila suhu media pemanas konstan, maka dapat dipastikan bahwa suhu di
dalam tangki kecil juga konstan. Jenis pengontrol yang digunakan ialah PID,
menggunakan pengontrol yang digunakan pada penelitian sebelumnya yang telah
dimodifikasi oleh pihak bengkel. Pengontrol yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 4.7

Gambar 4.7 Pengontrol

Media pemanas yang digunakan ialah oli karena oli memiliki titik didih
sekitar 200 oC. Pada mulanya campuran diperkirakan dapat meleleh pada suhu
sekitar 60 oC. Oleh karena itu, digunakan media pemanas air. Setelah dilakukan
percobaan, ternyata resin tidak meleleh pada suhu 60 oC. Saat temperatur set point
42

dinaikkan menjadi 90 oC, resin belum meleleh, sedangkan air telah mulai
mendidih. Diperkirakan titik leleh resin berada di atas 90 oC dan tidak dapat
menggunakan air sebagai media pemanas. Kemudian digunakan media pemanas
oli karena titik didihnya sekitar 200 oC, sehingga dapat digunakan untuk
memanaskan campuran hingga suhu di atas 100 oC. Tahap pemanasan oli sebagai
media pemanas dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Tahap Pemanasan Oli

4.2 Pembahasan Hasil


Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tempuhan 1
Bahan Baku : Resin Akrilik Resin Epoksi
Media Pemanas : Air
Jumlah heater : 1 buah
a. Kedua Tangki Dibuka
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Tempuhan 1a
No. T set point T campuran T air Keterangan
(oC) (oC) (oC)
1 100 45 77 Resin belum meleleh
2 100 54 79 Resin belum meleleh
3 100 68 84 Resin belum meleleh
4 100 72 83 Resin belum meleleh
5 145 79 88 Resin belum meleleh
43

b. Kedua Tangki Ditutup


Tabel 4.2 Hasil Penelitian Tempuhan 1b
No. T set point T campuran T air Keterangan
(oC) (oC) (oC)
1 150 78 95 Resin mulai lembek,
2 150 78 97 Resin mulai lembek, tetapi belum
bisa bercampur dengan baik

2. Tempuhan 2
Bahan Baku : Resin Akrilik Resin Epoksi
Media Pemanas : Oli
Jumlah heater : 1 buah
Kedua Tangki Ditutup
Tabel 4.3 Hasil Penelitian Tempuhan 2
No. T set point T campuran T oli Keterangan
(oC) (oC) (oC)
1 280 120 150 mulai menjadi pasta
2 300 130 160 campuran menjadi lebih cair
3 325 140 168 lebih cair lagi
4 350 154 181 paling cair

3. Tempuhan 3
Bahan Baku : Resin Akrilik Resin Epoksi
Media Pemanas : Oli
Jumlah heater : 2 buah
Kedua Tangki Ditutup
Tabel 4.4 Hasil Penelitian Tempuhan 3
No. T set point T campuran T oli Keterangan
(oC) (oC) (oC)
1 350 91 120 mulai menjadi pasta
2 350 145 180 campuran menjadi lebih cair
Campuran yang terdiri dari semua bahan penyusun powder coatings dengan
perbandingan pigmen merah : pigmen putih 60 : 40 diaduk dengan menggunakan
mixer. Campuran berubah menjadi pasta yang berwarna merah muda. Dapat dilihat
44

campuran telah menjadi homogen, namun batang pengaduknya masih kurang


panjang, sehingga tidak dapat mencapai dasar tangki.

4. Tempuhan 4
Bahan Baku : Resin Poliester Resin Epoksi dengan
perbandingan pigmen biru : pigmen putih =
60 : 40
Media Pemanas : Oli
Jumlah heater : 2 buah
Kedua Tangki Ditutup
Tabel 4.5 Hasil Penelitian Tempuhan 4
T
No. T set point campuran T oli Keterangan
(oC) (oC) (oC)
1 325 37 62 Resin belum meleleh
2 325 52 81 Resin belum meleleh
3 325 70 120 Resin mulai meleleh
4 325 82 140 mulai menjadi pasta
5 325 120 160 campuran menjadi lebih cair

Pada awal penelitian (Tempuhan 1 hingga Tempuhan 3), digunakan


formula resin akrilik-epoksi, karena pada saat itu sulit sekali untuk memperoleh
resin poliester dan hanya tersedia resin akrilik dan resin epoksi. Hal ini dilakukan
untuk memperkirakan titik leleh resin. Tempuhan 1 yang menggunakan air
sebagai media pemanas dilakukan dengan 2 perlakuan, yaitu kedua tangki dibuka
dan kedua tangki ditutup. Pemanasan yang dilakukan dengan kedua tangki dibuka
menyebabkan temperatur media pemanas dan campuran sulit sekali naik. Oleh
sebab itu, dilakukan pemanasan dengan kedua tangki ditutup. Hasil yang
diperoleh adalah temperatur campuran dan media pemanas lebih mudah untuk
dinaikkan karena tidak ada aliran dengan udara luar secara langsung, sehingga
pada tempuhan-tempuhan selanjutnya dilakukan dengan menutup kedua tangki.
Air yang digunakan sebagai media pemanas juga tidak mampu memanaskan
campuran hingga mencapai titik leleh resin, oleh sebab itu media pemanasnya
diganti dengan oli. Dari Tempuhan 2, dapat diperkirakan titik leleh campuran,
45

yaitu sekitar 120 oC. Tetapi waktu yang diperlukan untuk memanaskan oli sebagai
media pemanas yang kemudian akan memanaskan campuran cukup lama, yaitu
sekitar 2 jam. Oleh sebab itu, pada Tempuhan 3 ditambahkan suatu pemanas baru
(berupa koil dengan daya 600 W) yang mampu mempercepat pemanasan menjadi
sekitar 1 jam. Namun pada Tempuhan 3 ini masih terdapat kekurangan, yaitu
kurang panjangnya batang pengaduk, sehingga impeller tidak dapat mencapai
dasar tangki. Dari ketiga Tempuhan ini, campuran telah menjadi homogen. Hal ini
dapat diketahui dari warna campuran yang merata (berwarna merah muda).
Tempuhan 4, yang merupakan inti dari penelitian ini, menggunakan formula
untuk resin poliester dan resin akrilik. Campuran yang digunakan terdiri dari dua
jenis pigmen yaitu pigmen biru dan pigmen putih dengan perbandingan 60 : 40.
Tujuan digunakannya pigmen berwarna ialah untuk mengetahui kehomogenan
campuran ketika diaduk karena bahan-bahan penyusun powder coatings lainnya
berwarna putih. Bahan-bahan penyusun powder coatings dapat dilihat pada
Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Bahan-bahan penyusun powder coatings

Dapat dilihat pada gambar di atas, bahan yang berwarna putih adalah resin
poliester, pigmen putih (TiO2), blanc fixe, benzoin, dan flow agent. Bahan yang
berwarna bening adalah resin epoksi. Sedangkan bahan yang berwarna biru tua
adalah pigmen biru.
Pasta yang terbentuk diaduk dengan memvariasikan waktu pengadukan,
yaitu 5 menit, 10 menit, dan 20 menit. Setelah diaduk selama waktu tertentu, pasta
dialirkan dari tangki premixing melalui saluran keluaran. Pasta tersebut kemudian
46

digiling sehingga menghasilkan lembaran tipis. Setelah keras, lembaran tipis


tersebut kemudian dihancurkan hingga berbentuk potongan-potongan yang lebih
kecil. Campuran bahan penyusun powder coatings yang mulai meleleh dan pasta
yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11.

Gambar 4.10 Campuran bahan penyusun powder coatings yang mulai meleleh

Gambar 4.11 Pasta yang terbentuk

Lembaran tipis (flakes) dan flakes yang telah dihancurkan dapat dilihat pada
Gambar 4.12 dan Gambar 4.13.
47

Gambar 4.12 Lembaran Tipis (flakes)

Gambar 4.13 Flakes yang telah dihancurkan

4.3 Pembahasan Analisis


Pengaduk yang digunakan pada Tempuhan 4 ini ada 2 macam yaitu
dengan menggunakan 1 buah pengaduk dan dengan 2 buah pengaduk. Pasta yang
terbentuk diaduk dengan masing-masing pengaduk dengan memvariasikan waktu
pengadukan, yaitu 5 menit, 10 menit, dan 20 menit. Powder coatings kemudian
diaplikasikan dan dianalisis di laboratorium milik PT. International Coatings.
48

Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik, analisis ketebalan, analisis gloss /
kekilapan, dan analisis daya tahan terhadap impact (benturan). Dari hasil analisis
fisik diperoleh ukuran powder sekitar 100 mesh dan berwarna biru muda yang
merata di setiap butiran powder. Hasil analisis lainnya dapat dilihat pada Tabel
4.6.
Tabel 4.6 Hasil Analisis Powder
Analisis Ketebalan Analisis Impact
No. Plat Analisis Gloss
(m) Keterangan Beban (kg)
5'A 35-45 2.4 - 2.4 Tidak Lulus 30
10'A 70-82 30.1 - 29 Tidak dilakukan -
20'A 66-73 36.6 - 35.7 Tidak Lulus 40
5'B 60-81 69.2 - 56.4 Tidak Lulus 40
10'B 78-81 75.8 - 75.7 Tidak Lulus 40
20'B 81-86 77.3 - 76.8 Tidak Lulus 40
Keterangan :
A : Menggunakan 1 pengaduk.
B : Menggunakan 2 pengaduk.

Powder yang dihasilkan kemudian diaplikasikan pada plat besi, kemudian


dilakukan analisis ketebalan, analisis gloss, dan analisis daya tahan terhadap
impact. Namun sebelum diaplikasikan, terlebih dahulu dilakukan analisis fisik
untuk mengetahui ukuran dan kehomogenan powder. Setelah memiliki ukuran
sekitar 100 mesh, powder diaplikasikan pada suatu plat besi dengan menggunakan
spray gun. Powder yang diaplikasikan diusahakan terdispersi secara merata pada
permukaan plat, karena hal ini akan mempengaruhi tekstur lapisan film yang
terbentuk setelah dilakukan proses curing. Oleh sebab itu, diperlukan keahlian
khusus pada saat mengaplikasikan powder menggunakan spray gun. Hasil aplikasi
pada plat dapat dilihat pada Gambar 4.14.
49

Gambar 4.14 Hasil Analisis pada Plat

4.3.1 Analisis Fisik


Ukuran powder harus diperhatikan keseragamannya, tujuannya adalah
agar memiliki kualitas yang baik setelah diaplikasikan. Powder harus memiliki
ukuran sekitar 100 mesh. Dengan ukuran ini, powder akan membentuk lapisan
film yang merata di atas plat besi dan permukaan yang halus. Jika ukuran powder
terlalu besar, maka lapisan film yang dibentuknya tidak merata di seluruh
permukaan plat, yaitu ada bagian yang lapisan filmnya terlalu tebal dan terlalu
tipis, tetapi permukaannya relatif halus.
Selain ukuran powder, pada analisis fisik ini juga dilakukan pengamatan
terhadap kehomogenan warna. Pigmen biru dan pigmen putih yang digunakan
terdispersi secara merata dalam setiap butir powder. Hal ini dapat diketahui dari
50

warna powder yang sama setiap bagiannya. Dari hasil analisis fisik diketahui
bahwa jumlah pengaduk dan lama pengadukan tidak mempengaruhi ukuran
powder dan warna powder yang dihasilkan.

4.3.2 Analisis Ketebalan


Setelah diaplikasikan, lapisan film tersebut dianalisis ketebalannya. Alat
pengukur ketebalan lapisan film yang digunakan adalah Thicknessmeter Sheen.
Gambar alat tersebut dapat dilihat pada Lampiran C. Dari analisis ketebalan dapat
diketahui bahwa secara umum, lapisan film yang dihasilkan memiliki ketebalan
standar, yaitu berkisar antara 60-85 m. Namun untuk plat 5A (yang diaduk
selama 5 menit dengan menggunakan 1 pengaduk) terjadi penyimpangan
ketebalan yang jauh di bawah standar. Hal ini dapat disebabkan jumlah powder
terlalu sedikit, sehingga terlalu tipis pada saat diaplikasikan. Selain itu, setelah
proses curing permukaan lapisan film yang terbentuk juga sangat kasar dan
kualitasnya rendah.
Jumlah pengaduk yang digunakan juga mempengaruhi kualitas powder.
Lapisan film pada powder yang dihasilkan dengan 2 pengaduk mempunyai tekstur
yang lebih halus daripada lapisan film yang dihasilkan dengan 1 pengaduk saja.
Lapisan film yang dihasilkan dari 1 pengaduk memberikan permukaan yang
bergelombang menyerupai kulit jeruk. Hal ini dapat disebabkan dari pengadukan
yang kurang merata, sehingga zat aditif tidak terdispersi secara merata pada setiap
butiran powder. Sedangkan pada lapisan film yang dihasilkan dengan 2 pengaduk
tidak memberikan permukaan yang bergelombang. Tetapi jika dibandingkan
dengan plat yang dihasilkan di pabrik, lapisan film yang dihasilkan dengan 2
pengaduk ini tidak sehalus tekstur yang dihasilkan oleh pabrik. Perbedaan tekstur
ini dapat disebabkan oleh perbedaan formula yang digunakan pada saat penelitian
dan formula yang digunakan di pabrik.

4.3.3 Analisis Gloss


Setelah dianalisis ketebalannya, kemudian dilakukan analisis gloss untuk
mengetahui derajat kekilapan lapisan film yang dihasilkan. Alat pengukur derajat
51

kekilapan lapisan film adalah MicroGloss 60 Sheen. Gambar alat tersebut dapat
dilihat pada Lampiran C. Standar kekilapan suatu permukaan film yang dilapisi
dengan powder coatings dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Standar Kekilapan Permukaan Film
Kekilapan Keterangan
> 90 High Gloss
60 - 80 Gloss
50 - 60 Satin

Dari hasil analisis gloss, diketahui bahwa lapisan film yang diperoleh
dengan menggunakan 2 buah pengaduk mempunyai kekilapan yang baik, karena
rentang gloss yang diperoleh berada dalam rentang standar gloss yang ditetapkan
oleh pabrik. Sedangkan pada pengadukan dengan 1 pengaduk, rentang gloss yang
dihasilkan jauh di bawah standar. Hal ini dapat disebabkan oleh pengadukan yang
kurang merata sehingga campuran menjadi kurang homogen dan bahan aditif
tidak terdispersi secara merata ke seluruh bagian pasta. Selain itu, waktu
pengadukan juga mempengaruhi derajat gloss lapisan film. Semakin lama waktu
pengadukan semakin baik pula gloss pada lapisan film yang dihasilkan. Waktu
pengadukan yang terlalu singkat akan menyebabkan kurang tercampurnya seluruh
bahan penyusun powder coatings sehingga pasta yang diperoleh belum homogen.
Hal ini terbukti dengan membandingkan hasil pengukuran gloss pada masing-
masing plat. Plat yang dilapisi dengan powder yang diperoleh dengan waktu
pengadukan yang lebih lama menghasilkan rentang gloss yang lebih baik.

4.3.4 Analisis Daya Tahan Terhadap Impact


Setelah dilakukan analisis gloss terhadap permukaan film, dilakukan juga
analisis daya tahan terhadap impact. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut Tubular Impact Tester. Gambar alat tersebut dapat dilihat pada
Lampiran C. Alat ini menggunakan sebuah beban berbentuk bola yang terbuat
dari besi yang harus dikalibrasi dahulu berdasarkan analisis gloss-nya. Berat
beban yang digunakan untuk menganalisis adalah dari berat beban standarnya.
Berat beban standar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.8.
52

Tabel 4.8 Berat Beban Standar untuk Analisis Impact


Berat Beban Standar Berat Beban yang
Kekilapan Keterangan
(kg/m) Digunakan (kg)
> 90 High Gloss 100 50
60 - 80 Gloss 80 40
50 - 60 Satin 60 30

Dari hasil analisis impact, dapat diketahui bahwa semua plat tidak lulus uji
terhadap beban yang digunakan, padahal seharusnya lapisan film pada permukaan
plat tersebut mampu menahan benturan yang disebabkan oleh beban. Semua plat
yang permukaannya terkena beban, lapisan filmnya retak. Hal ini disebabkan oleh
formula yang digunakan pada saat penelitian kurang baik dan terlalu umum,
sehingga kualitas powder yang dihasilkan juga kurang baik. Seharusnya jumlah
bahan aditif yang digunakan diperbanyak lagi, sehingga diperoleh kualitas powder
yang baik dan memiliki sifat adhesitivitas yang lebih baik lagi. Dengan demikian,
powder tersebut mampu menahan beban yang diberikan pada saat dilakukan uji
ketahanan terhadap impact.
53

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Alat premixing baru yang telah dirancang dapat digunakan untuk
pembuatan powder coatings dengan baik.
2. Tangki yang cocok digunakan untuk tangki premixing adalah tangki
dengan spesifikasi :
a. 2 buah tangki dengan ukuran yang berbeda yang dilengkapi
pemanas dan pengontrol temperatur.
b. Menggunakan jenis pengaduk yang biasa digunakan untuk
membuat kue dan jumlahnya 2 buah.
3. Media pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah air dan oli,
namun yang paling cocok untuk penelitian ini adalah oli.
4. Titik leleh campuran pada formula yang digunakan pada penelitian ini
adalah 110 oC.
5. Variasi waktu p3engadukan pasta adalah 5, 10, dan 20 menit. Yang
memberikan hasil terbaik adalah dengan pengadukan selama 20 menit
karena lebih homogen.
6. Hal yang mempengaruhi ketebalan lapisan film adalah ukuran powder
dan teknik aplikasi.
7. Hal yang mempengaruhi gloss adalah jumlah pengaduk dan waktu
pengadukan.
8. Hal yang mempengaruhi daya tahan terhadap impact adalah formula
powder coatings.
54

5.2 Saran
Saran yang dapat diajukan untuk kelanjutan dari penelitian ini antara lain:
1. Mixer yang digunakan sebaiknya diberi dudukan khusus sedemikian
rupa pada tangki premixing sehingga tidak perlu dipegang dengan
tangan.
2. Sebaiknya pada saat diaduk tangki kecil diberi penutup sehingga
campuran yang masih berbentuk serbuk tidak berhamburan keluar.
3. Untuk memperoleh kualitas powder yang lebih baik, sebaiknya dicari
formula lain dengan jumlah zat aditif yang lebih banyak.
4. Sebelum dimasukkan ke tangki premixing, bahan-bahan penyususn
powder coatings sebaiknya diaduk terlebih dahulu.
5. Untuk membersihkan tangki premixing sebaiknya menggunakan
pelarut MEK dengan cara direndam dahulu selama beberapa jam.
55

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, Akzo Nobel: Complete Guide To Powder Coatings, Interpon


Powder Coatings, Issue I, 1999.

Anonymous, All About Powder Coatings, http://www.powdercoatings.org

Anonymous, Global Powder Coatings Market to Reach One Million Tons by


2003, Journal of Coatings Technology, Blue Bell, 2002.

Anonymous, Liquid or Powder Coatings : Choosing for The Right Reasons,


http://www.paint.org-ind_issue/background.htm

Anonymous, Powder Coatings Technology, www.students_pages.htm

Anonymous, Powder Coatings, http://www.ppg.com

Anonymous, Powder Coatings, http://www.state.ga.us

Anonymous, Powder Technology, http://www.sciencedirect.com

Anonymous, The Powder Coatings Guide, www.wagner-systems.com

Collins, Chris, and Ford, Steve, Physical Properties and Characteristics of


Coatings, http://www.turtlethough.home.attbi.com/powdercoatings.htm

Franz, Peter and Meier, Edmund: Processing of Powder Coatings in a


Reciprocating Single Screw Extruder, ECN Journal, Switzerland, 2002.
56

Geankoplis J Christi, Transport Unit and Unit Operations, 3rd ed., Prentice Hall
Int., ed., New Jersey, 1993.

Howard, J.P. Paint and Resin Technology, Vol 27, No. 2, hal 77-80, 1998.

Howell, David, M: The Technology, Formulation and Application of Powder


Coatings, Volume 1, John Wiley and Sons, London, 2000.

Pennisi S, Mario, Powder Coatings, www.Finishing.com, Queensland, 2002.

Picecky, J. Bulletin S-217. Milk droplets : Their creation and drying. Niro
Atomizer Ltd. Copenhagen, 305 Gladsaxevej. DK-2860, Sborg
Denmark. Bull. S-217

Powder R&D, The Role of Additives in Powder Coatings, Industrial of Paint and
Powder, www.ippmagazine.com, Vol. 1, No. 1, 1990.

Robert H. Perry and Don Green, Perrys Chemical Engineers Handbook, 6th ed.,
McGraw Hill Book Co., New York, 1985.

Satas, D and Tracton, A, Arthur: Coatings Technology Handbook, 2nd ed., Marcel
Dekker, Inc. New Jersey, 2001.

Walas. M. Stanley, Chemical Process Equipment, 10th ed., Butterworth


Publishers., Stoneham MA, 1988.
57

LAMPIRAN A

PROSEDUR ANALISIS

A.1 Analisis Fisik


Powder diamati ukuran dan warnanya dengan indra penglihatan

A.2 Analisis Ketebalan


Setelah diaplikasikan, lapisan film yang terbentuk sepanjang permukaan
plat diukur ketebalannya dengan thicknessmeter.

A.3 Analisis Gloss / Kekilapan


Powder coatings yang telah diaplikasikan terhadap suatu pelat, dianalisis
dengan Microgloss Sheen yang terdapat di PT. International Coatings.

A.4 Analisis Daya Tahan Terhadap Impact


Bahan yang akan dilapisi disiapkan. Powder diaplikasikan pada bahan.
Masukkan ke dalam oven hingga tercapai temperatur curing-nya (180 oC
selama 10 menit). Keluarkan bahan dari oven, dinginkan. Analisis dengan
Tubular Impact Tester. Amati permukaan yang terkena benturan.
58

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN DESAIN TANGKI

Perhitungan Volume Tangki


Berikut ini adalah perhitungan kebutuhan volume tangki kecil :

Berat campuran = 0,5 kg


Tinggi campuran di dalam tangki kecil = 2 cm.
Volume minimum tangki yang diperlukan untuk 0,5 kg campuran =
V = 1 / 4D 2T
V = x x (14 cm)2 x 2 cm = 307,72 cm3
Volume minimum tangki untuk 2 kg campuran = 307.72 cm3 x 4 =
1230,88 cm3.
Tinggi minimum tangki untuk 2 kg campuran = 8 cm.
59

LAMPIRAN C

GAMBAR PERALATAN ANALISIS

1. Analisis Ketebalan
Nama Alat : Thicknessmeter Sheen

2. Analisis Gloss
Nama Alat : Glossmeter 60 Sheen

3. Analisis Daya Tahan Terhadap Impact


Nama Alat : Tubular Impact Tester
60

Cara kerja alat :


1. Pastikan tubular impact tester telah dikalibrasi.
2. Letakkan panel test di antara steel base dan steel ball dengan
mengangkat round plate.
3. Jepit panel test dengan clamp.
4. Naikkan beban (round plate) pada ketinggian yang dikehendaki.
5. Lepaskan beban (round plate) dengan bebas agar membentur panel
test.
6. Pindahkan panel test dengan mengangkat beban (round plate).

Anda mungkin juga menyukai