Anda di halaman 1dari 71

SKRIPSI

UJI EMISI GAS CO DARI PEMBAKARAN BRIKET


CAMPURAN TANDAN KOSONG SAWIT (TKS) DAN SPENT
BLEACHING EARTH (SBE) DENGAN VARIASI JARAK
PENGUKURAN EMISI

Oleh :

WANDA PUTRI SARAGI


NIM: 1607123183

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Uji Emisi Gas CO dari Pembakaraan Briket


Campuran Tandan Kosong Sawit (TKS) dan Spent
Bleaching Earth (SBE) Dengan Variasi Jarak
Pengukuran Emisi

Peneliti : Wanda Putri Saragi (1607123183)

Fakultas : Teknik Universitas Riau

Program Studi : Teknik Lingkungan S1

Tempat Penelitian : Fakultas Teknik Universitas Riau

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Hafidawati, STp. MT Elvi Yenie,. ST. M. Eng


NIP. 19721011 199903 2 001 NIP.197004081997022001

i
PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Uji
Emisi Gas CO dari Pembakaran Briket Campuran Tandan Kosong Sawit
(TKS) dan Spent Bleaching Earth (SBE) dengan Variasi Jarak Pengukuran
Emisi. Penulisan Skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Lingkungan di Fakultas Teknik Universitas
Riau.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai tahapan penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
Terima Kasih kepada :
1. Koordinator Program Studi Teknik Lingkungan, Bapak Aryo Sasmita, ST, MT
2. Ibu Dr. Hafidawati, STp., MT selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Elvi Yenie., ST.
M. Eng selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan banyak waktu,
pemikiran, ilmu, dan nasehat dalam memberikan bimbingan serta arahan selama
penelitian dan penulisan Skripsi.
3. Dosen Penguji Ibu Dewi Fitria, Ph. D dan Ibu Shinta Elystia, ST, M.Si atas kritik
dan saran yang telah diberikan dalam seminar proposal dan seminar hasil penelitian.
4. Dosen Penasehat Akademis penulis, Ibu Ivnaini Andesgur, ST, MSc dan Bapak
Gunadi Priyambada, ST. MT atas nasehat dan arahan yang diberikan selama masa
perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu Dosen dan Staff Program Studi Teknik Lingkungan, Teknik Kimia,
Teknik Sipil, dan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan bekal pendidikan
yang sangat berharga dan berguna di dunia kerja nantinya.
6. Kedua orang tua tersayang, My daddy Timbul Parlin Saragi dan My Mum Purnama
Parningotan Hutauruk yang telah menjadi sosok keluarga terhebat bagi penulis, yang
tidak pernah berhenti mendoakan, memberikan nasehat, motivasi, kasih sayang,
semangat, dan segala bentuk bantuan lainnya baik secara materil maupun moril
kepada penulis selama menempuh pendidikan.

ii
7. Adik-adik penulis Wanda Putri Saragi, Rachel Geraldine Saragi, Tri Novianti Saragi
dan Filip Desanto Saragi yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang
sangat berharga.
8. Partner Tugas Akhir, Efpia Naomi Yohana Tambunan, Alya Liva Dewi, Alen
Agustarizal, Pipi Domita Anggun Tridani, Annisah Muslimah, Keni Novia Jasmela
dan Nurhaliza Oktikaputri yang selalu menemani penulis selama masa penelitian.
9. Keluarga Doa Keliling (Dokel) Ayu Sri Rejeki Sitompul, Angel Novelyeni
Cahyaningtyas, Bayu Simanjuntak, David Christian Pratama Hutabarat, Effendi
Sianturi, Rosianna Sihombing dan Theofanny Siambaton yang menjadi keluarga
rohani yang selalu ada baik susah maupun senang dan selalu berdoa untuk
kelancaran penulis dalam penyusunan skripsi.
10. Teman sekamar penulis, adik tercinta Rachel Geraldine Saragi yang telah menemani
penulis baik senang maupun susah, see you on top sist!
11. Teman-teman seperjuangan Teknik Lingkungan 2016 yang selalu membantu dan
memberikan dukungan selama ini.
12. Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Riau (HMTL UR) serta
seluruh Civitas Teknik Lingkungan Universitas Riau.
13. Dan seluruh pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik
yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan guna penyempurnaan
penulisan skripsi ini kedepannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
.

Pekanbaru, Agustus 2021


Penulis,

Wanda Putri Saragi

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
ABSTARK viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 6
1.6 Sistematika Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit 8
2.1.1 Tandan Kosong Sawit (TKS) 8
2.1.2 Spent Bleaching Earth (SBE) 9
2.2 Briket 9
2.2.1 Karakteristik Briket 10
2.2.2 Proses Pembuatan Briket 11
2.2.3 Keuntungan Penggunaan Briket 13
2.2.4 Kondisi Optimal Briket TKS dan Briket Campuran TKS & SBE 13
Hasil Penelitian Sebelumnya
2.3 Potensi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif 14
2.4 Pembakaran Briket 16
2.4.1 Proses dan Karakteristik 16
2.4.2 Emisi Gas Pembakaran 17
2.4.2.1 Gas CO 17
2.4.2.2 Dampak Gas CO 18
2.4.2.3 Standar Baku Mutu Emisi CO 19
2.5 Kompor Biomassa 19
2.5.1 Prinsip 19
2.5.2 Faktor-faktor Perancangan 20
2.6 Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah 23

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Bahan, Peralatan dan Lokasi Penelitian 25
3.1.1 Bahan Penelitian 25
3.1.2 Peralatan Penelitian 25
3.1.2 Lokasi Penelitian 26
3.2 Variabel Penelitian 27
3.3 Prosedur Penelitian 27
3.3.1 Studi Literatur 29
3.3.2 Prosedur Pembuatan Briket 29
3.3.3 Pembakaran Briket Dengan Tungku Biomassa 29
3.3.4 Peletakan dan Pengambilan Sampel Gas CO Menggunakan 31
Enironmental Combustion Analyzer Model 450
3.3.5 Analisis Hasil 32
3.3.6 Kesimpulan dan Saran 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Uji Emisi CO 34
4.1.1 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket TKS 34
4.1.2 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran TKS 37
dan SBE
4.2 Perbandingan Hasil Uji Emisi CO dengan Baku Mutu 40

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tandan Kosong Sawit (TKS) 9
Gambar 2.2 Spent Bleaching Earth (SBE) 9
Gambar 2.3 Kompor Biomassa Sawir 20
Gambar 3.1 (a) Kompor Biomassa 23
(b) Sungkup 23
(c) Enironmental Combustion Analyzer Model 450 23
(d) Stopwatch 23
Gambar 3.2 Lokasi Penelitian 23
Gambar 3.3 Diagram Alir Prosedur Penelitian 25
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket 27
Gambar 3.5 Pembakaran Briket dengan Kompor Biomassa 28
Gambar 3.6 Sketsa Tiga Dimensi Pengambilan Sampel Emisi dengan 32
Menggunakan Alat Enironmental Combustion Analyzer
Model 450
Gambar 3.7 Sketsa Dua Dimensi Tampak Atas dan Tampak Samping 32
Sampling Gas CO
Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket TKS 34
Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran 37
TKS dan SBE
Gambar 4.3 Grafik Pembanding Hasil Uji Emisi CO 39

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Karakteristik Briket Arang menurut SNI 01-6235-2000 10
Tabel 2.2 Kondisi Optimal Briket TKS 13
Tabel 2.3 Kondisi Optimal Briket TKS dan SBE 14
Tabel 4.1 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket TKS 32
Tabel 4.2 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran TKS 36
dan SBE
Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Uji Emisi 38

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 SNI Briket 47
LAMPIRAN 2 PERMEN ESDM Pedoman Pembuatan Kompor 48
LAMPIRAN 3 PERMEN ESDM Standar Emisi Kompor 49
LAMPIRAN 4 Aturan dan Perhitungan Bukaan Ventilasi 50
LAMPIRAN 5 Prosedur Pengaktifan Environmental Combustion Analyzer 51
Model 450
LAMPIRAN 6 Pedoman Perancangan Dapur 54
LAMPIRAN 7 Sketsa Sampling Gas CO 57
LAMPIRAN 8 Tabel Hasil 58
LAMPIRAN 9 Dokumentasi Kegiatan Penelitian 59

viii
Uji Emisi Gas CO dari Pembakaran Briket Campuran Tandan Kosong Sawit
(TKS) dan Spent Bleaching Earth (SBE) dengan Variasi Jarak Pengukuran
Emisi

Wanda Putri Saragi


Laboratorium Material Lanjut
Program Studi Teknik Lingkungan S1
Fakultas Teknik, Universitas Riau

ABSTRAK
Biomassa merupakan salah satu sumber energi alternatif karena memiliki molekul
hidrokarbon. Pada penelitian ini, dilakukan pengolahan biomassa menjadi briket
yang berasal dari limbah perkebunan yaitu berupa Tandan Kosong Kelapa sawit
(TKS) dengan penambahan Spent Bleaching Earth (SBE) guna meningkatkan
nilai kalor yang dihasilkan. Dalam penggunaannya, briket melalui proses
pembakaran akan menghasilkan emisi gas karbon monoksida yang memiliki
banyak dampak negatif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hasil konsentrasi CO yang dihasilkan dari hasil pembakaran briket
campuran TKS & SBE terhadap variasi jarak pengukuran emisi. Pengujian emisi
dilakukan dengan menggunakan alat Environmental Combustion Analyzer Model
450. Hasil analisis diperoleh konsentrasi parameter CO untuk briket TKS dengan
variasi jarak pengukuran 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm yaitu 162 mg/Nm 3, 141
mg/Nm3, dan 74 mg/Nm3 dan 69 mg/Nm3. Hasil analisis diperoleh konsentrasi
parameter CO untuk briket campuran TKS dan SBE dengan variasi jarak
pengukuran 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm yaitu 132 mg/Nm 3, 129 mg/Nm3, 58
mg/Nm3, dan 5 mg/Nm3 masih di bawah baku mutu Hasil pengujian untuk jarak
aman yang dapat digunakan memasak adalah pada jarak 30 cm dari sumber emisi
yaitu dengan hasil uji emisi dibawah baku mutu 69 mg/Nm 3 untuk briket TKS dan
5 mg/Nm3 untuk briket campuran TKS & SBE.
Kata kunci :briket, jarak pengukuran emisi, karbon monoksida, spent bleaching
earth, tandan kosong sawit

ix
CO Gas Emissions Test from Burning Briquettes Mixed Palm Bunches (TKS)
and Spent Bleaching Earth (SBE) with Variations in Emission Measurement
Distance

Wanda Putri Saragi


Advanced Materials Laboratory
Undergraduate Department of Environmental Engineering
Faculty of Engineering, University of Riau

ABSTRACT

Biomass is an alternative energy source because it has hydrocarbon molecules. In


this study, processing of biomass into briquettes from plantation waste is carried
out in the form of Oil Palm Empty Fruit Bunches with spent bleaching earth to
increase the calorific value produced. This research was conducted to determine
the effect of the concentration of mixed empty bunch of palm with spent bleaching
earth on carbon monoxide emissions and their combustion rate. Therefore, this
study was conducted to find out the results of CO concentrations resulting from
the combustion of TKS & SBE mixed briquettes against variations in emission
measurement distances. Emissions testing is done using tools Environmental
Combustion Analyzer Model 450. The results of the analysis showed that the
concentration of CO parameters for EFB briquettes with variations in the
measurement distances of 0 cm, 10 cm, 20 cm and 30 cm were 162 mg/Nm3, 141
mg/Nm3, and 74 mg/Nm3 and 69 mg/Nm3. The results of the analysis showed that
the concentration of CO parameters for mixed TKS and SBE briquettes with
variations in the measurement distances of 0 cm, 10 cm, 20 cm and 30 cm, namely
132 mg/Nm3, 129 mg/Nm3, 58 mg/Nm3, and 5 mg/Nm3 was still in the range.
below quality standard The test results for safe distances that can be used to cook
are at a distance of 30 cm from the emission source, namely with emissions test
results below the quality standard of 69 mg/Nm 3 for TKS briquettes and 5 mg/Nm3
for TKS & SBE mixed briquettes.

Keywords :briquette, empty bunch of palm, spent bleaching earth, carbon


monoxide, emissions measurement distance

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang
mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari luas areal perkebunan sawit tahun 2018 yaitu seluas 12,76 juta
hektar. Riau merupakan provinsi yang memiliki luas areal perkebunan kelapa
sawit terluas di Indonesia, yakni memiliki luas 19,50% dari luas areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2018).
Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah yaitu limbah padat
dan limbah cair. Limbah padat terbesar yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan
kelapa sawit adalah Tandan Kosong Sawit (TKS). Secara kuantitas komposisi
Tandan Buah Segar (TBS) didominasi oleh TKS (21%), buah (58,2%), cangkang
(6,4%), dan fiber (14,4%) (Hambali, 2010). Dari data tersebut limbah TKS
dihasilkan dalam jumlah yang besar, namun pemanfaatannya masih terbatas. Pada
pabrik pengolahan kelapa sawit TKS hanya ditumpuk pada lahan kosong di
kawasan sekitar pabrik yang dapat menimbulkan bau tak sedap pada saat musim
hujan dan setelah kering hanya dibakar (Mandirim 2012). Selain limbah TKS,
pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah Spent Bleaching Earth (SBE) yang
merupakan limbah padat dari suatu proses pemurnian dengan mencampurkan
minyak dan sejumlah adsorben (Wahyudi, 2000).
Masalah yang ditimbulkan dari penumpukan TKS dan SBE dapat diatasi
dengan pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan bakar alternatif berupa energi
biomassa. Dengan menggunakan energi biomassa sebagai pengganti bahan bakar
fosil (minyak bumi) akan lebih menguntungkan karena sifatnya diperbaharui,
relatif tidak mengandung sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan
mampu meningkatkan efisensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Febria dan Goembira, 2016). Adapun salah satu cara pemanfaatan biomassa
untuk menjadi bahan bakar adalah dengan pembuatan briket. Briket adalah bahan
bakar padat yang berasal dari sisa bahan organik dengan dimensi tertentu yang

1
seragam. Pembuatan briket dapat dilakukan dengan penambahan perekat tepung
tapioka pada serbuk arang kemudian dicetak menggunakan press hidarulik manual
dan selanjutnya dikeringkan. Kelebihan dari penggunaan briket sebagai bahan
bakar diantaranya ialah lebih murah, dan diharapkan lebih ramah lingkungan.
(Dharma dan Setyadi 2017).
Pemanfaatan briket sebagai energi terbarukan akan menghasilkan emisi gas
salah satunya adalah gas CO. Gas CO jika terhirup dan masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah yang melebihi baku mutu dapat mempengaruhi sistem pernafasan
dan gangguan fungsi paru-paru secara kronis. Paparan gas CO ini akan terjadi
selama pemanfaatan briket sebagai bahan bakar di rumah tangga. Adapun salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari emisi gas CO
yang dihasilkan adalah dengan memperhatikan jarak antara sumber emisi
(kompor) dengan pengguna kompor. Jarak tersebut berfungsi untuk mengurangi
emisi yang dapat terhirup langsung oleh pengguna kompor Annisa (2018).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Annisa (2018) jarak mengukur
emisi ialah 15 cm dan 20 cm karena telah memperhitungkan tingkat pernafasan
(breathing level) pada orang dewasa (wanita) yang biasanya memasak tanpa
mengganggu pergerakan normal orang yang memasak. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kualitas briket TKS dan briket campuran TK) dan SBE sebagai energi
terbarukan yang diharapkan ramah lingkungan maka perlu dilakukan pengujian
emisi pembakaran briket campuran dengan variasi jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, dan
30 cm yang telah memperhitungkan tingkat pernafasan (breathing level) pada
orang dewasa (wanita) yang biasanya memasak tanpa mengganggu pergerakan
normal orang yang memasak. Dengan hasil yang akan diperoleh dapat diketahui
apakah briket dari TKS dan briket campuran TKS dan SBE merupakan energi
alternatif yang aman digunakan dalam skala rumah tangga.

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian ini merupakan lanjutan dari beberapa penelitian sebelumnya
tentang kondisi optimal pembuatan briket TKS dan briket campuran TKS dan
SBE yang akan diuji pembakarannya pada kompor biomassa skala rumah tangga.

2
Penelitian tentang kondisi optimum pembuatan briket telah dilakukan diantaranya
oleh Sinta, 2020 tentang pengaruh perbedaan komposisi bahan baku briket TKS
dan SBE dan variasi tekanan pengepresan terhadap kualitas briket yang
dihasilkan. Tekanan pengepresan yang digunakan yaitu 100 bar, 110 bar dan 120
bar. Dari hasil penelitian Sinta (2020) briket terbaik terdapat pada perbandingan
komposisi TKS dan SBE 60% : 40% dengan tekanan pengepresan 120 bar dan
dihasilkan nilai kadar air 2,0%, kadar abu 3,0%, kadar volatile matter 5,5%, kadar
karbon 89,5%, nilai kalor 5.380,16 kal/gr, kuat tekan 14,85 kg/cm 2, nilai densitas
0,84 gr/cm2 dan lama waktu nyala briket selama 79 menit 21 detik. Selain itu
peneliti juga melakukan kontrol pada variasi komposisi briket TKS dan SBE
(100%:0%) dengan tekanan pengepresan 120 bar dan dihasilkan 4,5% kadar air,
7,5% kadar abu 11,5%, kadar volatiel matter, dan 4.722,22 kal/gr untuk nilai
kalor. Berdasarkan hasil yang didapat seluruh karakteristik briket sudah
memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.
Penelitian Ronaldo, 2020 tentang pembuatan briket dengan variasi
komposisi TKS dan SBE juga variasi ukuran partikel TKS 80 mesh, 100 mesh,
dan 120 mesh. Dari hasil penelitian Ronaldo (2020) briket terbaik terdapat pada
perbandingan komposisi TKS dan SBE 60% : 40% dengan ukuran partikel 120
mesh dan dihasilkan nilai kadar air 3,5%, kadar abu 4,5%, kadar volatile matter
4%, kadar karbon 88%, nilai kalor 5697,93 kal/gr, nilai kuat tekan 14,07 kg/cm 2,
nilai densitas 0,70 gr/cm2 dan lama waktu nyala briket selama 74 menit 48 detik.
Selain itu peneliti juga melakukan variasi ukuran partikel pada komposisi briket
TKS dan SBE 100% : 0% dan dihasilkan 5% kadar air, 7% kadar abu , 9% kadar
volatile matter, dan 4.958,46 kal/gr untuk nilai kalor dengan ukuran partikel
sebesar 120 mesh Berdasarkan hasil yang didapat seluruh karakteristik briket
sudah memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.
Penelitian Aisyah, 2020 tentang pembuatan briket dengan variasi perekat
tepung tapioka pada briket campuran TKS dan SBE. Dari hasil penelitian Aisyah
(2020) briket terbaik terdapat pada perbandingan komposisi TKS dan SBE 60% :
40% dengan konsentrasi perekat 4% dan dihasilkan nilai kadar air 2,5%, kadar
abu 5,5%, kadar volatile matter 8%, kadar karbon 84%, nilai kalor 5492,93 kal/gr,

3
nilai kuat tekan 12,39 kg/cm2, nilai densitas 0,71 gr/cm2 dan lama waktu nyala
briket selama 74 menit 48 detik. Selain itu peneliti juga melakukan kontrol pada
variasi komposisi briket TKS dan SBE (100%:0%) dengan komposisi perekat 4%
dan didapatkan 4,5% kadar air, 7,5% kadar abu 11,5%, kadar volatiel matter, dan
4.722,22 kal/gr untuk nilai kalor. Berdasarkan hasil yang didapat seluruh
karakteristik briket sudah memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.
Pengujian emisi pembakaran pada briket sudah banyak dilakukan, beberapa
penelitian telah dilakukan oleh Agus (2012) tentang studi emisi tungku masak
rumah tangga yang menggunakan variasi kompor dengan jarak pengukuran emisi
yaitu 65 cm. Dari hasil penelitian Agus (2012) kompor briket batubara
mengasilkan emisi CO 291 µg/m 3, kompor minyak tanah menghasilkan emisi CO
tinggi mencapai 1074 µg/m3, tungku biomassa menghasilkan emisi CO 358
µg/m3, sementara itu emisi gas CO pada kompor LPG mendekati nol yang
mengindikasikan telah terjadinya pembakaran sempurna.
Penelitian mengenai pencemaran udara di dalam ruangan akibat kompor
briket dengan variasi jarak telah dilakukan sebelumnya oleh Annisa (2018)
dengan menguji pengaruh tingkat konsentrasi briket campuran sekam padi dan
serutan kayu albasia terhadap emisi karbon monoksida dan laju pembakaran. Dari
hasil penelitian Annisa (2018) semakin sedikit jumlah konsentrasi bahan
pencampur pada briket berbasis sekam padi, maka menghasilkan kadar emisi
karbon monoksida yang lebih sedikit. Hasil pengujian kadar karbon monoksida
terendah terdapat pada briket campuran dengan konsentrasi 50 : 50 yaitu 650,12
ppm. Sementara itu, konsentrasi serutan kayu albasia pada briket sekam padi yang
semakin banyak maka akan semakin cepat laju pembakarannya. Laju pembakaran
tercepat terdapat pada briket campuran dengan konsentrasi 50 : 50 yaitu 0,5595
gram/menit. Titik pengambilan data kadar karbon monoksida divariasikan yaitu
15 cm dan 20 cm dari sumber. Kadar karbon monoksida tertinggi untuk ukuran
partikel 100 mesh dan 60 mesh yaitu pada variasi briket A2 dan B2 dengan nilai
897,12 ppm dan 895 ppm pada jarak pengukuran 15 cm. Sementara kadar karbon
monoksida terendah terdapat pada variasi briket campuran A5 dan B5 yaitu
sebesar 688, 48 ppm dan 650,12 ppm pada jarak pengukuran 20 cm. Hal ini dapat

4
dikatakan bahwa briket campuran ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang
baik.
Berdasarkan permasalahan dari penelitian sebelumnya dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Berapa konsentrasi emisi gas karbon monoksida dari pembakaran briket yang
memanfaatkan TKS dan SBE sebagai bahan bakar alternatif rumah tangga ?
2. Bagaimana pengaruh pengukuran jarak emisi terhadap emisi gas Karbon
Monoksida (CO) pada pembakaran briket TKS serta pada briket campuran
TKS dan SBE dengan menggunakan kompor biomassa ?
3. Bagaimana kualitas emisi gas CO dari pembakaran briket TKS dan briket
campuran TKS dan SBE dengan membandingkan pada Peraturan Energi
Sumber Daya dan Mineral Nomor 46 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat
Berbasis Batubara ?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan konsentrasi gas Karbon Monoksida (CO) dari pembakaran
briket TKS dan briket campuran TKS & SBE dengan kompor biomassa
2. Menganalisis pengaruh variasi jarak pengukuran pengambilan sampel
terhadap emisi gas CO pada pembakaran briket TKS dan briket campuran
TKS dan SBE
3. Membandingkan kualitas emisi gas CO dari pembakaran briket TKS dan
briket campuran TKS dan SBE

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan wawasan dan informasi bagi masyarakat terhadap potensi TKS
dan SBE yang dapat diolah menjadi briket sebagai energi terbarukan

5
2. Memberikan informasi bagi masyarakat terhadap emisi gas yang dihasilkan
dari pembakaran yang dilakukan pada saat memasak dan dampak terhadap
kesehatan

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian maka perlu diperhatikan ruang
lingkup berikut ini :
1. Bahan bakar yang digunakan briket TKS dan briket campuran TKS & SBE
2. Kondisi Optimal briket yang digunakan berdasarkan penelitian sebelumnya
yaitu Sinta (2020) menggunakan tekanan pengepresan 120 bar, Ronaldo
(2002) menggunakan ukuran partikel 120 mesh dan Aisyah (2020)
menggunakan konsentrasi perekat 4%
3. Paramater emisi gas yang di ukur adalah Karbon Monoksida (CO)
4. Variasi pengukuran jarak yang digunakan 0 cm, 10 cm , 20 cm dan 30 cm
5. Baku mutu berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 47 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembuatan dan
Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian serta sistematika
penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini menguraikan tentang landasan teori mengenai Tandan Kosong Sawit
(TKS), Spent Bleaching Earth (SBE), briket dan proses pembuatan serta
emisi gas Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan dari pembakaran briket.

6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan instrumen penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
variabel penelitian, prosedur penelitian, analisa penelitian, serta metode
pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Menjelaskan tentang data-data hasil penelitian di laboratorium, pengolahan
data serta analisis dan pembahasan hasil yang diperoleh sesuai tujuan
penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menjelaskan kesimpulan yang didapat dari penelitian yang telah
dilakukan serta saran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit


Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian
Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak
sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Menurut data United States Departement of
Agriculture (USDA) periode tahun 2014-2019 penyediaan minyak sawit
Indonesia mencapai 39,91 juta ton pertahun atau 32,03% dari total penyediaan
minyak sawit dunia sebesar 124,62 juta ton. Kegiatan pengolahan kelapa sawit
menghasilkan produk samping, yaitu limbah yang dapat mencemari lingkungan
apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah pabrik kelapa sawit yang berasal dari
proses pengolahan tandan buah sawit segar menghasilkan dua jenis limbah, dalam
bentuk padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan adalah serat,
cangkang, tandan kosong dan pelepah daun. Penumpukan limbah padat terbanyak
dihasilkan adalah tandan kosong, mencapai 20 juta ton pertahunnya. Rerata
produksi tandan kosong kelapa sawit adalah berkisar 20% hingga 35% dari total
berat tandan buah segar yang diproses. Dengan banyak volume limbah padat
tandan kosong sawit akan menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan
(Chanrai, N.G. and S.G. Burde, 2004)

2.1.1 Tandan Kosong Sawit (TKS)


Tandan Kosong Sawit (TKS) merupakan tandan yang telah dipisahkan dari
buah segar kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.1. Secara kuantitas Tandan
Kosong Sawit (TKS) mencapai 21 % dari Tandan Buah Segar (TBS) yang akan
diolah (Hambali, 2010). Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai
sumber energi berupa briket disamping memberikan keuntungan secara finansial,
juga akan membantu didalam pelestarian lingkungan. Sebagai biomassa
lignoselulosik, Tandan Kosong Sawit (TKS) dapat dibuat arang dengan proses
yang relatif sederhana. Bagi tujuan pemanfaatan sebagai arang Tandan Kosong
Sawit (TKS) perlu diproses lebih lanjut menjadi briket arang untuk menaikkan
densitasnya serta memberikan bentuk yang beraturan (Putri, dkk 2009). Selain itu

8
kadar abu yang dihasilkan Tandan Kosong Sawit (TKS) juga sangat sedikit,
sehingga apabila dijadikan briket, maka abu yang dihasilkan dapat diubah menjadi
sesuatu yang bernilai.

Gambar 2.1 Tandan Kosong Sawit (TKS)


Sumber : Hijrah, 2013

2.1.2 Spent Bleaching Earth (SBE)


Spent Bleaching Earth (SBE) dihasilkan pada proses pemurnian (refinery)
dengan bleaching earth untuk menghilangkan pigmen warna yang terdapat di
dalam crude palm oil (CPO) sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih (Ani,
dkk 2015). Menurut Ani dkk (2015) Spent Bleaching Earth (SBE) masih
mengandung residu minyak sebesar 20% - 40%. Tingginya kandungan minyak
dalam Spent Bleaching Earth (SBE) sangat potensial untuk di recovery dan
digunakan menjadi bahan baku dalam pembuatan briket

Gambar 2.2 Spent Bleaching Earth (SBE)

2.2 Briket
Briket adalah bahan bakar padat dengan dimensi tertentu yang seragam,
diperoleh dari hasil pengempaan bahan berbentuk serbuk, berukuran relatif kecil
karena sulit digunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk aslinya. (Hijrah, dkk
2007). Penetapan kualitas briket arang meliputi sifat fisik yaitu kadar air, berat
jenis, nilai kalor dan sifat kimia yaitu kadar abu, kadar zat mudah menguap,
karbon terikat. Dalam pembakaran briket yang memiliki kualitas yang baik adalah
yang memiliki kadar karbon yang tinggi dan kadar abu yang rendah karena

9
dengan kadar karbon yang tinggi maka energi yang dihasilkan juga tinggi
(Goenadi dkk, 2005)

2.2.1 Karakteristik Briket


Berikut ini akan ditampilkan karakteristik briket sesuai dengan standar SNI
briket arang 01-6235-2000 pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Briket Arang menurut SNI 01-6235-2000
Karakteristik SNI 01-6235-2000
Kadar air Maks 8%
Kadar abu Maks 8%
Kadar zat terbang Maks 15%
Nilai kalor Min 5.000 kal/g
Sumber : SNI 01-6235-2000

1. Kadar air
Menurut Yenni, 2011 tingginya kadar air dari briket berpengaruh pada
proses pembakaran briket dan nilai kalor dari briket. Briket yang
mempunyai kadar air yang rendah maka proses pembakarannya berlangsung
cepat dan nilai kalornya tinggi, sedangkan untuk briket dengan kadar air
yang tinggi maka proses pembakaran berlangsung lambat dan memiliki nilai
kalor yang rendah. Faktor yang mempengaruhi kadar air adalah lama waktu
pengeringan dari briket. Berdasarkan SNI 01-6235-2000 nilai kadar air yang
baik pada briket maksimal 8%
2. Kadar abu
Briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan
jumlahnya sebagai berat yang tinggal yang dibakar secara sempurna. Zat
yang tinggal ini disebut abu. Briket dengan kandungan abu yang tinggi
dapat menyebabkan kerak yang dapat mempersulit proses operasi dan
pemeliharaan alat pembakaran. Kadar abu yang tinggi menyebabkan nilai
kalor yang rendah, sehingga briket yang mempunyai kualitas yang baik
adalah briket yang mempunyai kadar abu paling sedikit. Briket yang
mempunyai kadari air rendah memiliki kadar abu yang rendah (Yenni,
2011). Berdasarkan SNI 01-6235-2000 nilai kadar abu yang dimiliki briket
maksimal 8%

10
3. Kadar zat terbang (Volatile matter)
Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen,
karbon monoksida (CO), dan metana (CH4). Untuk kadar volatile matter ±
40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan
memberikan asap yang banyak. Berdasarkan SNI 01-6235-2000 nilai kadar
zat terbang yang dimiliki briket maksimal 15%.
4. Nilai kalor
Nilai kalor berfungsi untuk efisiensi (penghematan) artinya apabila nilai
kalor per satuan berat bernilai rendah maka jumlah bahan bakar yang
diperlukan untuk suatu proses pembakaran akan lebih banyak, tetapi apabila
nilai kalor tinggi maka jumlah bahan bakar yang digunakan untuk suatu
proses pembakaran menjadi lebih sedikit. Berdasarkan SNI 01-6235-2000
nilai kalor briket yang baik minimal 5000 kal/gr.

2.2.2 Proses Pembuatan Pembriketan


Proses pembuatan pembriketan adalah proses pengolahan briket yang
mengalami beberapa perlakuan seperti karbonisasi, pengayakan, pencampuran
bahan baku dengan perekat, pencetakan dan pengeringan sehingga diperoleh
briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik dan sifat kimia tertentu. Briket
dengan strutktur padat dengan peningkatan kerapatan, menjadikan briket lebih
efisien sehingga meningkatkan nilai kalor perunit volume. Tujuan dari
pembriketan adalah meningkatkan kualitas bahan bakar.
Secara umum proses pembuatan briket dimulai dengan cara bahan baku
dikarbonisasi, kemudian dicampur dengan perekat, lalu dicetak dengan sistem
hidrolik selanjutnya dikeringkan (Pari. G, 2002). Adapun proses pembuatan briket
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Karbonisasi
Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan nilai karbon pada Tandan
Kosong Sawit (TKS), serta meminimlkan terbentuknya asap. Tandan
kosong sawit dikarbonisasi pada suhu 450ºC selama 90 menit dengan
menggunakan furnace.

11
2. Tahap Pengayakan
Tahap pengayakan ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran partikel
Tandan Kosong Sawit (TKS). Ukuran partikel yang seragam
mengakibatkan bahan utama dalam pembuatan bahan bakar padat akan
mudah berikatan satu dengan lainnya sehingga memiliki briket yang tidak
mudah pecah.
3. Tahap Pembuatan Perekat dan Pencampuran dengan Tandan Kosong
Sawit (TKS) dan Spent Bleaching Earth (SBE)
Tahap pembuatan perekat bertujuan untuk membuat perekat yang akan
digunakan dalam pembuatan briket agar bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan briket yang sudah tercampur dapat bersatu (terikat)
sehingga briket yang dihasilkan kuat dan tidak mudah pecah. Dalam
pembuatan perekat digunakan tepung tapioka yang di;arutkan dalam air
dengan perbandingan 1:10 (Ronaldo, 2020) yang kemudian dimasak
hingga menjadi perekat. Setelah perekat siap maka Tandan Kosong Sawit
(TKS) dan Spent Bleaching Earth (SBE) dapat dicampurkan dengan
perekat dengan konsentrasi 4% dari berat total bahan baku (Aisyah, 2020)
4. Tahap Pencetakan
Tahap pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan
bentuk tertentu sesuai yang diinginkan. Briket dicetak menggunakan press
hydraulic dengan tekanan sebesar 120 bar selama 10 detik (Shinta, 2020).
Adapun tujuan dari tahap pencetakan adalah untuk memadatkan bahan
baku sehingga briket kuat tidak mudah pecah dan retak. Semakin tinggi
tekanan yang diberikan cenderung menghasilkan bahan bakar padat
dengan densitas yang semakin tinggi yang berdampak pada peningkatan
nilai kalor yang didapatkan dari bahan bakar tersebut.
5. Tahap Pengeringan
Tahap pengeringan adalah proses mengeringkan briket untuk menurunkan
kadar air pada briket. Pada penelitian ini briket dikeringkan pada suhu
ruangan selama 24 jam dan menggunakan oven dengan suhu 105°C
selama 1 jam (SNI 01-6235-2000)

12
2.2.3 Keuntungan Briket
Kuntungan yang diperolaeh dari penggunaan briket ialah biaya murah,
bahan yang digunakan sangat mudah di dapat karena berasal dari limbah pertanian
yang sudah tidak digunakan lagi. Kualitas briket yang tinggi dapat dimanfaatkan
sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga. Menurut Triono, 2006 untuk menjadi
sumber bahan bakar yang dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan
keluarga, briket juga harus memenuhi kriteria berikut :
1. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu pembakaran, laju
pembakaran dan suhu pembakaran) yang baik
2. Mudah dinyalakan saat akan dilakukan laju pembakaran
3. Tidak mengeluarkan asap artinya kadar zat terbang sedikit
4. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, kedap air dan
hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu yang lama
artinya kadar abu pada briket sedikit.

2.2.4 Kondisi Optimal Briket TKS dan Briket Campuran TKS dan SBE
Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang kondisi optimal pembuatan briket sebelumnya telah
dilakukan oleh Sinta (2020) dengan menggunakan tekanan pengepresan 120 bar,
Ronaldo (2020) dengan menggunakan ukuran partikel 120 mesh dan Aisyah
(2020) dengan menggunakan konsentrasi perekat 4%. Kondisi optimal dari
penelittian sebelumnya dengan menggunakan perbandingan komposisi TKS 100%
dan SBE 0% dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kondisi Optimal Briket
Penelitian Sebelumnya
Sinta (2020) Ronaldo (2020) Tisa (2020)
Karakteristik
Kadar air (%) 4,5 5 4,5
Kadar abu (%) 7,5 7 7,5
Kadar volatile matter (%) 11,5 9 11,5
Nilai Kalor (kal/gr) 4.722,22 4.958,46 4722,22
Sumber : Hasil Penelitian Sinta (2020), Ronaldo (2020) dan Aisyah (2020)

Kondisi optimal dari penelitian sebelumnya menggunakan perbandingan


komposisi optimal 60% TKS dan 40% SBE dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah
ini
13
Tabel 2.3 Kondisi Optimal Briket Campuran TKS dan SBE
Penelitian Sebelumnya
Sinta (2020) Ronaldo (2020) Tisa (2020)
Karakteristik
Kadar air (%) 2,0 3,5 2,5
Kadar abu (%) 3,0 4,5 5,5
Kadar volatile matter (%) 5,5 4 8
Nilai Kalor (kal/gr) 5.380,16 5.697,93 5.492,93
Sumber : Hasil Penelitian Sinta (2020), Ronaldo (2020) dan Aisyah (2020)

2.3 Potensi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif


Kebutuhan energi masyarakat Indonesia pada saat ini masih sangat
bergantung kepada bahan bakar minyak (BBM). Untuk rumah tangga sebagian
besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak dan gas elpiji. Oleh karena itu,
usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable),
ramah lingkungan dan bernilai ekonomis, perlu terus dilakukan.
Bahan bakar yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini, seperti
minyak, gas dan batubara, adalah termasuk kelompok energi fosil yang tidak
dapat diperbaharui. Artinya dalam masa tertentu, sumber energi ini akan habis dan
tidak lagi dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan
usaha pencarian dan pengembangan energi-energi alternatif yang bersumber dari
potensi alam seperti air, angin, sinar matahari dan sinar matahari. Selain itu pula
energi alternatif dapat diciptakan melalui luaran dari hasil pertanian, baik berupa
tanaman budidaya, maupun yang bersumber dari sisa hasil pertanian (limbah)
yang memang memiliki nilai keberlanjutan (sustainable) yang cukup tinggi.
Pada saat ini, salah satu sumber energi yang dapat dihasilkan melalui
pengolahan limbah pertanian adalah bahan bakar padat yang disebut pula dengan
briket. Pada dasarnya briket dapat dihasilkan melalui bahan-bahan tidak terpakai
seperti sampah, serbuk gergaji, sekam, tempurung kelapa dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, sumber bahan baku alternatif yang akan digunakan untuk
menghasilkan briket adalah limbah hasil perkebunan kelapa sawit, yaitu tandan
kosong sawit (TKS) dan spent bleaching earth (SBE).
Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki jumlah perkebunan
kelapa sawit terluas di Indonesia, yakni mencapai 2.103.175 hektar yang tersebar
pada 12 Kabupaten. Areal perkebunan terluas berada di Kabupaten Rokan Hulu,

14
yakni seluas 422.743 Hektar. (BPS Propinsi Riau, 2012). Sebagian perkebunan
merupakan milik masyarakat yang dikelola secara bersama dalam bentuk
kelompok usaha tani, dan sebagian lagi merupakan milik perusahaan.
Pada saat proses pemanenan kelapa sawit, dari setiap pokok kelapa sawit
akan diperoleh sebanyak antara 4 – 7 kelapa sawit. Jika setiap hektarnya ditanami
1500 batang sawit (asumsi jarak tanam antar batang sawit 6 – 7 m) dan diketahui
pula bahwa setiap bulannya dapat dilakukan proses pemanenan sebanyak 2-3 kali/
bulan. Dari ketersediaan bahan baku yang melimpah, dapat diketahui bahwa
upaya pemanfaatan limbah tandan kosong sawit ini akan memberikan dampak
yang begitu besar bagi masyarakat. Upaya pengembangan briket ini diharapkan
dapat memberikan dampak kepada peningkatan taraf ekonomi masyarakat,
melalui penyediaan sumber energi alternatif terutama untuk memenuhi kebutuhan
memasak setiap anggota masyarakat dan ikut membantu upaya pemerintah di
dalam penghematan konsumsi BBM bagi masyarakat.
Sebelum dikembangkannya briket sebagai bahan bakar, semenjak dahulu
masyarakat Indonesia terutama yang hidup dipedesaan, pada umumnya banyak
memanfaatkan kayu bakar sebagai sumber energi terutama untuk kebutuhan
memasak. Namun kebiasaan ini tentu tidak bisa berlangsung lama, karena
ketersediaan kayu di hutan akan menipis. Selain itupula, pemanfaatan hutan
secara berlebihan tentu akan membawa pengaruh terhadap kelestarian lingkungan.
Dalam upaya menyelesaikan masalah kebutuhan energi untuk memasak, maka
perlu dilakukan pengembangan dengan memanfaatkan bahan baku yang
bersumber dari limbah hasil pertanian, salah satunya adalah limbah hasil
perkebunan kelapa sawit.
Pengolahan briket relatif sederhana dan prinsipnya dapat dilakukan secara
swadaya oleh masyarakat. Pada dasarnya proses pembuatan briket dilakukan
dengan tujuan menciptakan energi melalui proses pengurangan kadar air yang
terkandung dalam satu bahan. Secara umum proses pembuatan briket dilalui
dengan proses pencacahan terhadap bahan baku, kemudian dilakukan proses
pengeringan dan pencetakan dengan melakukan proses penekanan dengan mesin
press sehingga diperoleh briket yang berbentuk padat.

15
Namun untuk mengetahui nilai energi yang terkandung di dalam briket hasil
pengolahan limbah tandan kosong sawit tersebut, perlu dilakukan penelitian yang
dilakukan di laboratorium dengan berbagai pola perlakuan yang ada sehingga
diharapkan akan dapat menghasilkan komposisi terbaik dengan tingkat energi
yang sesuai untuk kebutuhan masyarakat, terutama untuk memasak.

2.4 Pembakaran Briket


Pembakaran adalah proses oksidasi bahan bakar secara cepat yang disertai
dengan produksi panas dan cahaya. Pelepasan panas dan cahaya ini ditandai
dengan terbentuknya api. Pembakaran yang sempurna terjadi hanya jika terdapat
pasokan oksigen yang cukup dan biasanya pembakaran dilakukan dengan udara
berlebih untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Tujuan dari pembakaran
yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar.
Pembakaran pada kompor terjadi pada ruang bakar memiliki syarat diantaranya
bahan bakar, oksigen dan sumber panas yang berkombinasi menjadi satu bentuk
reaksi pembakaran.
2.4.1 Proses dan Karakteristik
Berikut ini jenis-jenis pembakaran :
1. Pembakaran Sempurna
Pembakaran sempurna terjadi apabila zat reaksi terbakar seluruhnya di
dalam oksigen dan menghasilkan beberapa jenis produk. Pada pembakaran
sempurna apabila hidrokarbon terbakar di dalam oksigen maka, efek reaksi akan
hanya menghasilkan karbondioksida dan air. Pembakaran sempurna dapat
dicapai apabila campuran antara bahan bakar dan oksida tepat, dengan rasio
udara dengan bahan bakar yang tepat pula.
2. Pembakaran Tidak Sempurna
Pembakaran tidak sempurna terjadi apabila ada sejumlah oksigen yang
tidak mencukupi untuk terjadi pembakaran sepenuhnya. Reaktan akan terbakar
di oksigen, tetapi akan menghasilkan berbagai produk. Hidrokarbon terbakar di
oksigen dan reaksi nya akan menghasilkan karbon dioksida, air, karbon
monoksida, dan berbagai senyawa lain. Pembakaran tidak sempurna dapat
terjadi karena pasokan oksidator nya terbatas atau kurang dari jumlah yang

16
diperlukan. Kebutuhan pembakaran yang baik memiliki tiga kondisi yang
diperlukan pada pembakaran Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T”
yaitu :
a Temperatur yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan
bahan bakar
b Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik
c Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna

2.4.2 Emisi Gas Pembakaran


Emisi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 adalah
zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang
masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai
dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Pada gas buang
yang diukur adalah emisi gas CO, karena kadar emisi gas CO banyak atau
sedikitnya akan menjadi tanda sempurna atau tidak sempurnanya proses
pembakaran. Emisi gas CO berasal dari reaksi oksidasi tidak sempurna
hidrokarbon dan karbon yang terkandung dalam biomassa (Sutrisno, 2019).
Analisis terhadap emisi gas CO yang dihasilkan oleh pembakaran dipilih
karena gas CO dapat mengindikasikan peristiwa pembakaran yang terjadi
secara tidak sempurna dan oleh karena itu, emisi gas CO dianggap dapat
mewakili polutan lainnya seperti hidrokarbon (Supramono, 2012).

2.4.2.1 Gas CO
CO merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat pembakaran
yang tidak sempurna dalam proses pembakaran, dimana semakin besar
persentase ke tidak sempurnaan pembakaran, akan semakin besar polutan yang
dihasilkan. Gas karbon monoksida terbentuk karena kurangnya jumlah udara
dalam campuran yang masuk ke ruang bakar atau di karenakan kurangnya
waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pembakaran. Apabila karbon
terbakar dengan sempurna maka reaksi yang dihasilkan sebagai berikut :
C + O2→CO2
Ketika oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembakaran tidak cukup maka
akan menghasilkan CO seperti pada reaksi berikut :

17
C + 1/2O2 → CO

2.4.2.2 Dampak Gas CO


Karbon Monoksida (CO) memiliki sifat fisik yang tidak berasa, tidak
berwarna, dan tidak berbau dan dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
kematian pada manusia yang terpapar dengan cepat (Cooper dan Alley, 2011).
Semua jenis pembakaran tidak sempurna dari proses alam yang mengandung
bahan bakar karbon menghasilkan CO. Kegiatan manusia yang paling banyak
menghasilkan CO adalah aktivitas pembakaran saat memasak. Penggunaan briket
arang untuk memasak merupakan contoh akumulasi CO dalam ruangan (dapur)
(Wu dan Wang, 2005).
Ketika manusia bernafas gas yang ada di udara seperti oksigen dan gas
lainnya akan ikut terhirup masuk ke paru-paru mengalir ke alveoli dan masuk ke
aliran darah. Gas CO masuk ke aliran darah dan meningkatkan kadar gas CO
dalam tubuh (Mukono, 2006). Gas CO yang masuk dalam tubuh melalui sistem
pernafasan terdifusi melalui membrane alveolar bersama-sama dengan oksigen
(O2). Setelah larut dalam darah, CO berikatan dengan hemoglobin membentuk
COHb. Ikatan antara CO dan Hb terjadi dalam kecepatan yang sama antara ikatan
O2 dan CO, tetapi ikatan untuk CO 245 kali lebih kuat daripada O2. Jadi antara CO
dan O2 bersaing untuk berikatan dengan hemoglobin, tetapi tidak seperti oksigen
yang mudah melepaskan diri dari hemoglobin, CO mengikat lebih lama (WHO,
2010)
Secara normal hemoglobin darah berfungsi dalam sistem transpor untuk
membawa oksigen dalam membentuk oksihemoglobin (O 2Hb) dari paru-paru ke
sel-sel tubuh dan membawa gas CO2 dalam membentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh
ke paru-paru. Dengan adanya COHb maka kemampuan darah untuk transport
oksigen ke jaringan tubuh berkurang. Akibatnya suplai oksigen dalam jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia. Pada akhirnya jaringan dan sel-sel tubuh
mengalami kekurangan oksigen, keaddan ini disebut hipoksia. Oleh karena itu
faktor penting yang menentukan pengaruh gas terhadap tubuh manusia adalah
konsentrasi COHb yang terdapat dalam darah, dimana semakin tinggi konsentrasi
COHb dalam darah akan semakin besar pengaruhnya terhadap kesehatan (Ferdiaz,
1992). Keracunan gas CO sulit untuk dideteksi karena gejalanya yang bersifat

18
umum dan mirip dengan gejala flu. Tetapi paparan gas CO pada dosis tinggi dapat
mempengaruhi otak, menyebabkan mual dan kematian (Mukono, 2011).

2.4.2.3 Standar Baku Mutu Emisi CO


Adapun baku mutu emisi CO yang dihasilkan dari aktivitas pembakaran
telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 47
Tahun 2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2.4. Secara lebih lengkap ditampilkan
pada Lampiran 1.
Tabel 2.4 Standar Emisi Kompor Biomassa
Parameter Batas Maksimum
(mg/Nm3)
Total Partikel 250
Karbon Monoksida 726
SulfurDioksida 130
Nitrogen Oksida 140
Sumber : PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006

2.5 Kompor Biomassa


2.5.1 Prinsip
Prinsip kompor dengan bahan bakar briket biomassa dirancang unruk
melakukan pembakaran yang memenuhi persyaratan pembakaran sempurna.
Adapun untuk lebih jelasnya mengenai pedoman kompor biomassa yang
digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Prinsip pembakaran harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Pencampuran/kontak aliran udara dengan bahan bakar dalam ruang bakar
kompor harus baik sehingga dapat membakar bahan bakar dengan pasokan
udara cukup
2. Suhu dalam ruang bakar harus cukup tinggi selama berlangsungnya
pembakaran (suhu pembakaran zat terbang dimulai pada suhu 200 ºC
hingga suhu 400 ºC, suhu pembakaran sisa karbon dimulai pada suhu di
atas 400 ºC).
3. Waktu yang tersedia cukup untuk membakar bahan bakar secara
sempurna.
Rancangan kompor yang baik ini diharapkan mampu membakar unggun
bahan bakar (fuel bed) secara sempurna sehingga semua energi terekstrak menjadi

19
energi panas yang efisien. Peletakkan kompor di dapur lebih rinci dapat dilihat
pada Lampiran 5 tentang pedoman rancangan dapur untuk pemakaian kompor.
Dapur merupakan ruangan dalam rumah tangga maupun industri rumahan yang
digunakan sebagai tempat untuk memasak. Dapur yang baik harus dilengkapi
dengan sistem pengendalian pencemaran udara yang berasal dari gas buang
pembakaran untuk mencegah terjadinya akumulasi atau peredaran gas buang di
dalam ruang dapur yang dapat terhirup oleh pengguna kompor. Hal ini dapat
dilakukan dengan pembuatan kasa angin, ventilasi, penggunaan blower/exhaust
fan, datau pemasangan cerobong. Berdasarkan Permen ESDM pedoman
perancangan dapur untuk pemakaian kompor ini berguna agar aman dari sisi
kesehatan dan lingkungan.

2.5.2 Faktor-faktor Perancangan


Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan kompor adalah
sebagai berikut :
1. Geometri ruang bakar kompor
Rasio tinggi terhadap diameter atau lebar ruang bakar adalah minimal 1.
Hal ini bertujuan agar tersedia waktu yang cukup untuk terjadinya
pembakaran sempurna.
2. Ketebalan unggun bahan bakar (fuel bed)
Ketebalan unggun bahan bakar (fuel bed) briket adalah minimum 2 lapis.
Ketinggian maksimum unggun bahan bakar (fuel bed) adalah sampai di
bawah lubang udara sekunder.
3. Sistem kisi (grate)
Kompor dengan bahan bakar briket harus memiliki sistem kisi. Sistem kisi
selain berfungsi sebagai penyangga briket juga sebagai distributor aliran
udara primer. Tujuan dari kisi yang dapat dinaikturunkan adalah untuk
menjaga jarak antara puncak unggun terhadap dasar alat memasak
sehingga panas kompor tetap terjaga.
4. Ukuran dasar alat masak atau bejana yang digunakan
Ukuran dasar alat masak atau bejana yang digunakan sedikit lebih besar
daripada diameter ruang pembakaran kompor

20
5. Bahan konstruksi
Bahan kompor harus memiliki kekuatan yang baik yang terbuat dari
logam, gerabah, keramik dan/atau batu tahan api. Khusus untuk ruang
bakar dan bagian lain yang berkontak dengan api selain kuat, juga harus
tahan panas
6. Konfigurasi letak lubang-lubang pasokan udara pembakaran (combustion
air)
Letak lubang pasokan udara primer berada dibawah kisi sedanglan lubang
pasokan udara sekunder berada diatas unggun bahan bakar (fuel bed)
briket. Apabila diperlukan pasokan udara tersier, maka lubang pasokannya
berada di atas lubang udara sekunder. Sistem aliran udara terdiri dari dua
cara yaitu aliran udara alami dan aliran udara menggunakan kipas angin
( aliran udara paksa
7. Suhu dinding kompor
Untuk keselamatan dan keamanan pengguna kompor, suhu dinding luar
kompor harus serendah mungkin.

Kompor biomassa yang dipakai adalah kompor biomassa buatan Sawir


generasi kedua. Gambar kompor biomassa buatan Sawir dapat dilihat pada
Gambar 2.3. Adapun alasan pemilihan kompor biomassa Sawir untuk melakukan
penelitian ini yaitu (Sawir, 2016):
1. Kompor dibuat dari bahan bekas seperti plat-plat bekas sehingga harga
relatif murah dan tahan lama;
2. Kompor sederhana, aman dan penggunaannya mudah;
3. Ramah lingkungan karena kompor tidak berjelaga/berasap karena sudah
dilengkapi lubang udara, tidak meledak, dan cocok digunakan untuk dapur
yang bersih.

21
Ruang Pembakaran

Tempat Penyangga
Alat Masak Pegangan

Lubang Aliran
Ruang
Oksigen
Penampungan Abu
Gambar 2.3 Kompor Biomassa Sawir
Bagian-bagian dari kompor biomassa pada Gambar 2.3 dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Ruang Bakar
Ruang Bakar yaitu bagian menempatkan briket atau tempat terjadinya
pembakaran. Untuk penyalaan pertama, setelah briket diletakkan di ruang
bakar maka perlu menyulutkan api atau merangsangnya.
2. Tempat penyangga alat masak
Bagian ini merupakan bagian dari kerangka kompor yang salah satu
tujuannya agar asap dapat keluar (naik) dengan bebas dari sela-sela alat
masak, sehingga pengapiannya maksimal.
3. Lubang aliran oksigen
Perlu aliran udara (oksigen) dari lubang bawah menuju lubang atas
dengan melewati ruang bakar briket. Dengan adanya oksigen yang
cukup maka akan mudah briket terbakar. Oksigen mudah bereaksi
dengan karbon sehingga meningkatkan daya bakar.
4. Ruang penampungan abu
Briket yang telah terbakar akan berubah menjadi abu. Abu tersebut akan
turun melalui lubang-lubang dan akhirnya akan menumpuk di ruang
penampungan. Sementara abu mengumpul di bagaian bawah, kondisi
ruang bakar dari kompor masih tetap menyala dengan baik
5. Pegangan
Pegangan ini fungsinya untuk pegangan agar dapat diangkat dan
dipindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Pegangan ini dibuat
serangkai dengan wadah abu atau kerangka bawahnya.

22
2.6 Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah
Menurut Permenkes RI No. 1077/MENKES/PER/V/2011 penyehatan
adalah upaya untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruang rumah dan
pencegahan terhadap penurunan kualitas udara dalam ruang rumah. Rumah
adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak
huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya,
serta asset bagi pemiliknya. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air
pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena
pada umumnya orang lebih banuak menghabiskan waktu untuk melakukan
kegiatan di dalam rumah sehingga rumah menjadi sangat penting sebagai
lingkungan mikro yang berkaitan dengan resiko dari pencemaran udara.
Dampak dari adanya pencemar udara dalam ruang rumah terhadap
kesehatan dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan
kesehatan secara langsung dapat terjadi setelah terpajan, antara lain yaitu iritasi
mata, iritasi hidung dan tenggorokan, serta sakit kepala, mual dan nyeri otot
(fatigue), termasuk asma, hipersensitivitas pneumonia, flu dan penyakit-
penyakit virus lainnya. Sedangkan gangguan kesehatan secara tidak langsung
dampaknya dapat terjadi beberapa tahun kemudian setelah terpajan, antara lain
penyakit paru, jantung dan kanker yang sulit diobati dan berakibat fatal
(USEPA, 2007).
Pencemaran udara dalam ruang rumah, khususnya di negara
berkembang seperti di Indonesia antara lain dikarenakan penggunaan bahan
bakar padat sebagai energi untuk memasak dengan tungku sederhana/kompor
tradisional. Bahan bakar tersebut menghasilkan polutan dalam konsentrasi
tinggi dikarenakan terjaid pembakaran yang tidak sempurna. Keadaan tersebut
akan memperburuk kualitas udara dalam ruang rumah apabila kondisi rumah
tidak memenuhi syarat fisik, seperti ventilasi yang kurang memadai, serta tidak
adanya cerobong asap di dapur.
Berdasarkan Permenkes No. 1077 tahun 2011 Tentang Pedoman Penyehatan
Udara Dalam Ruang Rumah memiliki dampak yang negatif terhadap kesehatan
yaitu dapat menyebabkan kegagalan transportasi O2 ke jaringan dan
mengakibatkan anoksia jaringan, gangguan sistem syaraf pusat (kehilangan
sensitifitas ujung jari, penurunan daya ingat, pertumbuhan mental buruk terutama

23
pada balita, berat badan bayi lahir rendah, kematian janin dan gangguan
kardiovaskular). Gejala yang muncul akibat keracunan gas CO antara lain pusing,
mual, gelisah, sesak napas, sakit dada, bingung, pucat, tidak sadar, kegagalan
pernapasan dan kematian. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk penyehatan
ruangan ialah menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar
terjadi pertukaran udara untuk mengalirkan udara sisa hasil pembakaran,
menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan, tidak merokok
di dalam rumah, tidak menghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruangan
tertutup dan melakukan pemeliharaan peralatan pembakaran secara berkala.

24
BAB III
METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian menjelaskan tahapan penelitian yang meliputi bahan


dan peralatan, variabel penelitian, dan rancangan penelitian.
3.1 Bahan, Peralatan dan Lokasi Penelitian
Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam masing-masing tahapan
penelitian adalah sebagai berikut:
3.1.1 Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan untuk membuat briket dalam penelitian ini
adalah Tandan Kosong Sawit (TKS), Spent Bleaching Earth (SBE), spritus untuk
membuat nyala api pada briket serta diperlukan tepung tapioka dan air untuk
membuat perekat. Tandan Kosong Sawit (TKS) didapatkan dari PT. Perkebunan
Nusantara V (PTPN V) Sei Pagar Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten
Kampar. Spent Bleaching Earth (SBE) didapatkan dalam kondisi fresh dari
pengolahan di PT. X yang terletak di Jalan Datuk Laksamana area pelabuhan
Kecamatan Dumai Timur, Dumai, Riau.
3.1.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
3.1.2.1 Peralatan Pembuatan Briket
Peralatan pembuatan briket terdiri dari cawan porselin, neraca analitik,
ayakan, furnace, gelas ukur, spatula, pan, baki untuk meletakkan briket yang
sudah jadi, dan mesin pencetak briket (press hydraulic)

3.1.2.2 Peralatan Pengujian Konsentrasi Emisi Gas


Peralatan pengujian konsentrasi emisi gas yang dihasilkan dari pembakaran
dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang terdiri dari Enironmental Combustion
Analyzer Model 450 untuk mengukur konsentrasi emisi yang dihasilkan, tungku
pembakaran briket (kompor briket) sebagai tempat pembakaran briket, stopwatch
sebagai alat untuk mengukur lama pembakaran, gunting dan selotip untuk
menutup lubang yang tidak digunakan pada saat dilakukan pengujian dititik yang
telah ditentukan. Pada peralatan pengujian konsentrasi emisi gas juga
menggunakan sungkup untuk menangkap emisi yang dihasilkan dengan dimensi :

25
a. Diameter sungkup : 80 cm
b. Diameter pipa : 7,2 cm
c. Diameter lubang : 1 cm
d. Jarak antar lubang : 10 cm
e. Panjang probe masuk ke dalam pipa : 3,6 cm
f. Tinggi sungkup : 100 cm

(a) (b) (c) (d)

Gambar 3.1 (a) Kompor Biomassa (b) Sungkup


(c) Environtmental Combustion Analyzer Model 450 (d) Stopwatch
3.1.3 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Udara Jurusan
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang Sumatera Barat.
Luas ruangan penelitian 2 m x 3 m dengan ventilasi minimal 10% luas lantai.
Untuk lokasi penelitian dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.2 dan perhitungan
bukaan ventilasi dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian

26
3.2 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel yang akan digunakan adalah:
1. Variabel Bebas : Jarak pengukuran 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm
Briket TKS dan briket campuran TKS & SBE
2. Variabel Terikat : Konsentrasi Karbon Monoksida (CO)
3. Variabel Tetap : Tinggi alat 1,2 m dan berat briket yang digunakan
(2/3 dari tinggi ruang pembakaran = 100gr )

3.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3.3

27
Mulai

Studi literatur Persiapan Bahan


Baku

Kondisi Optimal Briket TKS Kondisi pengukuran


dan Briket Campuran TKS & terkait pembakaran
SBE pada kompor

Pembuatan Briket

Uji pembakaran briket dengan kompor biomassa

TKS TKS & SBE

Pengambilan sampel gas pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan


menggunakan Enironmental Combustion Analyzer Model 450

TKS TKS & SBE

Pengolahan dan Analisis Data :


 Hasil konsentrasi gas CO
 Analisi pengaruh variasi jarak pengukuran
 Analisis perbandingan emisi CO berdasarkan bahan bakar briket TKS dan briket
campuran TKS & SBE

Kesimpulan dan Saran

Selesai
Gambar 3.3 Diagram alir penelitian

28
3.3.1 Studi Literatur
Studi literatur mencakup kegiatan mengumpulkan dasar teori yang
berhubungan dengan pelaksanaan penelitian tugas akhir. Studi literatur berasal
dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, dan laporan hasil penelitian terdahulu.
Studi literatur penelitian tugas akhir ini membahas emisi, kompor biomassa dan
bahan bakarnya yaitu TKS & SBE, metode pembuatan dan pengujian kualitas
briket, metode pengambilan sampel CO pada kompor, serta analisis perbandingan
emisi yang dihasilkan pada penggunaan kompor biomassa berbahan bakar briket
TKS & SBE dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
47 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara
dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara.
3.3.2 Prosedur Pembuatan Briket
Pada tahap pembuatan briket dilakukan sesuai SNI 01-6235-2000 tentang
briket arang kayu dan kondisi optimum dari briket campuran tandan kosong sawit
100% dan spent bleaching earth 0% serta kondisi optimum dari briket campuran
tandan kosong sawit 60% dan spent bleaching earth 40% dari penelitian
sebelumnya antara lain Sinta (2020), Aisyah (2020) dan Ronaldo (2020). Prosedur
pembuatan briket secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.3.
3.3.3 Pembakaran Briket TKS dengan Tungku Biomassa
Setelah dilakukan pembuatan briket TKS dan briket campuran TKS dan
SBE kemudian briket akan dibakar untuk mengetahui konsentrasi gas CO yang
dihasilkan. Pembakaran briket dilakukan menggunakan tungku biomassa. Briket
tandan kosong sawit akan disusun di dalam tungku pembakaran hingga 2/3 dari
ruang pembakaran. Prosedur uji pembakaran briket Tandan Kosong Sawit (TKS)
dengan tungku biomassa dapat dilihat pada Gambar 3.4 dibawah ini
3.3.4 Pembakaran Briket Campuran TKS & SBE dengan Tungku Biomassa
Setelah dilakukan pembuatan briket TKS dan briket campuran TKS dan
SBE kemudian briket akan dibakar untuk mengetahui konsentrasi gas CO yang
dihasilkan. Pembakaran briket dilakukan menggunakan tungku biomassa. Briket
tandan kosong sawit akan disusun di dalam tungku pembakaran hingga 2/3 dari
ruang pembakaran. Pada pembakaran briket campuran TKS & SBE juga
dilakukan hal yang sama dengan briket TKS.

29
Mulai

Studi literatur kondisi


optimum pembuatan briket
tandan kosong kelapa sawit
(TKS) & Spent Bleaching
Earth (SBE)

Persiapan bahan baku dan alat


pembuatan briket Tandan
Kosong Kelapa Sawit & Spent
Bleaching Earth (SBE)

Tandan Kosong Sawit


terlebih dahulu dibersihkan,
dikeringkan dan dipotong
kecil-kecil dengan ukuran
kurang lebih 6 cm

Karbonisasi Tandan Kosong


Kelapa Sawit pada suhu 450ºC
selama 90 menit dan SBE
pada suhu 300ºC selama 90
menit (SNI 01-6235-2000)

Pengayakan dengan ukuran


120 mesh (Ronaldo, 2020)

Pembuatan perekat tepung tapioka


dengan perbandingan 1 : 10 dan
konsentrasi 4% (Aisyah, 2020)

Pencetakan dan pengepresan dengan tekanan


120 bar selama 10 detik (Sinta, 2020)

Pengeringan briket menggunakan oven dengan suhu 105ºC


selama 24 jam (SNI 01-6235-2000)

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket

30
Mulai

Persiapkan sungkup dan tripod sebagai


alat bantu yang digunakan untuk
menghisap emisi yang dihasilkan

Persiapkan tungku biomassa yang akan digunakan dalam


pengujian CO yang diletakkan tepat dibawah sungkup

Masukkan briket TKS kedalam Tungku Biomassa


hingga 2/3 dari tinggi ruang pembakaran atau setara
dengan 100gr briket

Nyalakan tungku biomassa dengan spritus yang


dimasuukkan kedalam burner (tempat nyala api)

Tunggu sekitar 3 menit hingga briket mengeluarkan


nyala api

Selesai

Gambar 3.5 Pembakaran Briket TKS dengan Kompor Biomassa

3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel Gas


Dalam penelitian ini, metode pengukuran konsentrasi karbon monoksida
(CO) dilakukan dengan metode direct reading (real time sampling). Metode ini
menggunakan alat ukur untuk mengetahui secara langsung konsentrasi karbon
monoksida. Pengambilan sampel gas emisi dilakukan saat pembakaran
menggunakan alat Enironmental Combustion Analyzer Model 450 dan dilakukan
secara duplo yang bertujuan untuk meningkatkan ketelitian dalam penelitian.
Dalam pengambilan sampel gas akan dilakukan kegiatan memasak air sekitar 250
ml. Adapun prosedur pengukuran karbon monoksida (CO) pada kompor briket
menggunakan Enironmental Combustion Analyzer Model 450 dapat dilihat pada
Lampiran 5
Berdasarkan Permen ESDM No. 47 Tahun 2006 Lampiran 5 Tentang
Pedoman Perancangan Dapur maka peletakan kompor saat dilakukan sampling

31
diletakkan sedekat-dekatnya dengan jendela (ventilasi). Adapun sketsa tiga
dimensi peletekan kompor biomassa lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.6 dan
untuk sketsa alat dua dimensi dapat dilihat pada Gambar 3.7. Secara lebih lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 7

Gambar 3.6 Sketsa Tiga Dimensi Peletakan Kompor Biomassa dan Enironmental
Combustion Analyzer Model 450

Gambar 3.7 Sketsa Dua Dimensi Tampak Atas dan Tampak Samping Sampling
Gas CO

3.3.6 Analisis Hasil


Analisis hasil pada penelitian ini dilakukan untuk menentukan dan
membandingkan konsentrasi emisi CO pada briket TKS dan briket campuran TKS

32
& SBE yang diukur sesuai dengan baku mutu Permen ESDM No. 47 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar
Padat Berbasis Batubara sehingga dapat diketahui kualitas mutu briket aman atau
tidak untuk digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga serta menganalisis
pengaruh variasi pengukuran jarak yaitu 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm sehingga
dapat diketahui jarak aman yang dapat digunakan pada saat melakukan aktivitas
pembakaran khususnya saat memasak.

3.3.7 Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan berisi rangkuman inti dari penelitian ini dan juga akan
menjawab tujuan penelitian. Sedangkan saran berisi masukan untuk penelitian
yang akan dilakukan kedepannya agar didapatkan hasil yang lebih baik.

33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Emisi


Dalam penelitian ini dilakukan pengujian emisi dari hasil pembakaran
dengan menggunakan bahan bakar dari briket Tandan Kosong Sawit (TKS) dan
briket campuran Tandan Kosong Sawit (TKS) & Spent Bleaching Earth (SBE).
Pengujian emisi Karbon Monoksida (CO) dilakukan untuk mengetahui kadar CO
yang terbentuk pada saat proses pembakaran briket. Semakin sedikit kandungan
CO yang dihasilkan maka kualitas briket semakin baik sebagai bahan bakar ramah
lingkungan. Pengujian kadar Karbon monoksida dilakukan untuk setiap variasi
bahan bakar briket yang digunakan dengan variasi jarak pengukuran 0 cm, 10 cm,
20 cm dan 30 cm dengan waktu pengujian selama 15 menit. Dari hasil pengujian
setiap jarak yang diuji maka akan didapat konsentrasi gas CO yang akan
kemudian dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Menteri Energi
Sumber Daya Mineral Nomor 047 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan
Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat.

4.1.1 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket TKS


Pengujian pembakaran briket TKS dilakukan di dalam ruangan yang
memiliki ventilasi 10% dari luas permukaan lantai. Ketentuan ini berdasarkan
pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 1077 tahun 2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Briket dibakar dengan menggunakan
kompor briket dengan tinggi ruang pembakaran 6,7 cm dan diameter ruang
pembakaran 15,8 cm. Briket disusun didalam kompor sebanyak 2/3 dari tinggi
ruang pembakaran kompor (Goembira dkk, 2019) dengan massa briket yang
ditimbang sebanyak 100 gram. Variasi bahan bakar yang digunakan pada briket
TKS pada penelitian ini adalah 100% TKS dan 0% SBE Dalam pengambilan
sampel gas dilakukan kegiatan memasak air 250 ml hal ini mengacu kepada SNI
Kinerja Tungku Biomassa. Hasil pengujian dari pembakaran briket tersebut
diperoleh konsentrasi Karbon Monoksida (CO) yang dirangkum pada Tabel 4.1.
Hasil dari pengujian yang sudah dirangkum pada Tabel 4.1 sudah dikonversikan
sesuai dengan baku mutu sehingga dapat dibandingkan dengan Peraturan Menteri
34
Energi Sumber Daya Mineral Nomor 047 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat.
Tabel 4.1 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket TKS
No Jarak Konsentrasi Baku Waktu Keterangan
Pengukuran CO Mutu* Sampling
(cm) (mg/Nm3) (mg/Nm3) (menit)
1 0 162 726 15 menit Tidak Melebihi
2 10 141 726 15 menit Tidak Melebihi
3 20 74 726 15 menit Tidak Melebihi
4 30 69 726 15 menit Tidak Melebihi
Sumber : *PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006

Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji emisi CO pada pembakaran briket TKS
dengan variasi jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan waktu sampling
selama 15 menit. Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa konsentrasi emisi CO yang
dihasilkan dari pembakaran briket TKS pada masing-masing jarak pengukuran
memiliki konsentrasi yang berbeda. Pada penelitian ini dihasilkan emisi CO pada
setiap variasi jarak 0 cm (162 mg/Nm 3), jarak 10 cm (141 mg/Nm3), jarak 20 cm
(74 mg/Nm3) dan jarak 30 cm (69 mg/Nm 3). Pada penelitian Annisa, (2018) uji
emisi yang dilakukan dengan bahan bakar briket campuran sekam padi dan
serutan kayu albasia pada jarak 20 cm dan 15 cm dari sumber emisi (kompor
biomassa) menghasilkan nilai emisi 1034 mg/Nm 3 pada jarak 15 cm dan 851
mg/Nm3 pada jarak 20 cm. Dari penelitian Rahayu, (2012) uji emisi yang
dilakukan dengan bahan bakar briket TKS dan batu bata subtiminus memperoleh
hasil konsentrasi emisi 1255 mg/Nm3. Pada penelitian Qistina, (2016) uji emisi
pada briket sekam padi menghasilkan konsentrasi emisi CO 408 mg/Nm3 dan
briket tempurung kelapa menghasilkan konsentrasi emisi CO 123 mg/Nm3. Hasil
ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan pada bahan bakar briket TKS
dan briket campuran TKS dan SBE lebih rendah dari penelitian Annisa, (2018),
Rahayu, (2012) dan Qistina, (2016). Pencatatan data hasil konsentrasi emisi CO
dari pembakaran briket TKS dilakukan pula dengan interval 3 menit selama 15
menit (Annisa, 2018) masing-masing pada setiap jarak pengukuran yang dapat
dilihat pada Gambar 4.1 dan Lampiran 7

35
180
171
162
153
144
135
126
Konsentrasi CO (mg/Nm3)

117
108
99
90
81
72
63
54
45
36
27
18
9
0
3 6 9 12 15

Interval waktu (menit)

Gambar 4.1 Hasil Uji Emisi dari Pembakaran Briket TKS


Berdasarkan Gambar 4.1 konsentrasi dari pembakaran briket TKS tidak
terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena emisi yang dihasilkan dari pembakaran
briket TKS sangat sedikit, sehingga emisi yang terdeteksi selama pengukuran
tidak banyak (Goembira, 2019). Dari hasil pengujian didapatkan bahwa
konsentrasi CO mengalami peningkatan konsentrasi emisi selama 15 menit waktu
sampling. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi emisi berbanding lurus dengan
lamanya waktu pembakaran (Annisa, 2018). Dari Gambar 4.1 hasil pengujian
emisi didapatkan bahwa konsentrasi CO tertinggi terdapat pada jarak 0 cm (162
mg/Nm3). Adanya gas CO dari pembakaran briket karena adanya pengaruh
terhadap pergerakan aliran massa udara dalam pipa dan terjadi proses
pengenceran selama pergerakan aliran (Patabang, 2011).
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa adanya fluktuatif nilai konsentrasi
emisi yang dihasilkan yaitu pada jarak 20 cm. Hal ini diakibatkan adanya aliran
udara yang masuk saat pengujian dilakukan sehingga mengakibatkan nilai
konsentrasi emisi CO mengalami fluktuatif. Data diatas menunjukkan
pembakaran briket TKS pada variasi jarak 30 cm memiliki hasil konsentrasi CO
lebih rendah dibandingkan pada jarak 0 cm dikarenakan memiliki jarak yang

36
cukup jauh dari sumber emisi sehingga emisi yang dihasilkan mengalami proses
pengenceran selama pergerakan aliran di dalam pipa (Patabang, 2011). Hal ini
sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2018) hasil
pengujian pada jarak 20 cm dari sumber, kadar karbon monoksida yang terukur
semakin rendah dibandingkan pada titik pengambilan dengan jarak 15 cm. Hal ini
dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara yang semakin besar pada jarak yang
semakin jauh pada saat pengambilan data sehingga menyebabkan kadar karbon
monoksida semakin kecil.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dipaparkan diatas didapatkan
bahwa konsentrasi CO dengan bahan bakar briket TKS tidak melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan. Dari hasil pengukuran CO dan perbandingan dengan
Peraturan Energi Sumber Daya dan Mineral Nomor 047 Tahun 2006 didapatkan
hasil pengukuran emisi dari keempat variasi jarak dengan bahan bakar briket TKS
telah memenuhi persyaratan baku mutu yang berlaku. Sesuai dengan hasil uji
penelitian yang dilakukan oleh Qistina, (2016) yang menyatakan gas emisi dari
pembakaran pada briket masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan.

4.1.2 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran TKS dan SBE
Pengujian pembakaran briket campuran TKS dan SBE dilakukan di dalam
ruangan yang memiliki ventilasi 10% dari luas permukaan lantai. Ketentuan ini
berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 1077 tahun 2011 tentang
Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Briket dibakar dengan
menggunakan kompor briket dengan tinggi ruang pembakaran 6,7 cm dan
diameter ruang pembakaran 15,8 cm. Briket disusun didalam kompor sebanyak
2/3 dari tinggi ruang pembakaran kompor (Goembira dkk, 2019) dengan massa
briket yang ditimbang sebanyak 100 gram. Variasi bahan bakar yang digunakan
pada briket TKS pada penelitian ini adalah 60% TKS dan 40% SBE. Dalam
pengambilan sampel gas dilakukan kegiatan memasak air 250 ml hal ini mengacu
kepada SNI Kinerja Tungku Biomassa. Hasil pengujian dari pembakaran briket
campuran TKS dan SBE tersebut diperoleh konsentrasi Karbon Monoksida (CO)
yang dirangkum pada Tabel 4.2. Hasil dari pengujian yang sudah dirangkum pada
Tabel 4.2 sudah dikonversikan sesuai dengan baku mutu sehingga dapat

37
dibandingkan dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 047
Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan
Bahan Bakar Padat. Hasil uji emisi CO dari pembakaran briket campuran TKS
dan SBE dengan variasi jarak pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah
ini
Tabel 4.2 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran TKS dan SBE

No Jarak Konsentrasi Baku Waktu Keterangan


Pengukuran CO Mutu* Sampling
(cm) (mg/Nm3) (mg/Nm3) (menit)
1 0 132 726 15 menit Tidak Melebihi
2 10 129 726 15 menit Tidak Melebihi
3 20 58 726 15 menit Tidak Melebihi
4 30 5 726 15 menit Tidak Melebihi
Sumber : *PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006

Berdasarakan Tabel 4.2 dapat dilihat konsentrasi CO setelah dibandingkan


dengan baku mutu masing-masing pengujian pada setiap variasi jarak pengukuran
telah memenuhui baku mutu yang telah ditetapkan. Tabel 4.2 menunjukkan hasil
uji emisi CO pada pembakaran briket campuran TKS dan SBE dengan variasi
jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan waktu sampling selama 15 menit.
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa konsentrasi emisi CO yang dihasilkan dari
pembakaran briket campuran TKS dan SBE pada setiap jarak pengukuran
memiliki konsentrasi yang berbeda. Pada penelitian ini dihasilkan emisi CO pada
setiap variasi jarak 0 cm (132 mg/Nm 3), jarak 10 cm (129 mg/Nm3), jarak 20 cm
(58 mg/Nm3) dan jarak 30 cm (5 mg/Nm 3). Pada penelitian Annisa, (2018) uji
emisi yang dilakukan dengan bahan bakar briket campuran sekam padi dan
serutan kayu albasia pada jarak 20 cm dan 15 cm dari sumber emisi (kompor
biomassa) menghasilkan nilai emisi 1034 mg/Nm 3 pada jarak 15 cm dan 851
mg/Nm3 pada jarak 20 cm. Dari penelitian Rahayu, (2012) uji emisi yang
dilakukan dengan bahan bakar briket TKS dan batu bata subtiminus memperoleh
hasil konsentrasi emisi 1255 mg/Nm3. Pada penelitian Qistina, (2016) uji emisi
pada briket sekam padi menghasilkan konsentrasi emisi CO 408 mg/Nm3 dan
briket tempurung kelapa menghasilkan konsentrasi emisi CO 123 mg/Nm3. Hasil
ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan pada bahan bakar briket TKS
dan briket campuran TKS dan SBE lebih rendah dari penelitian Annisa, (2018),
Rahayu, (2012) dan Qistina, (2016)Pencatatan data hasil konsentrasi emisi CO

38
dari pembakaran briket campuran TKS dan SBE dilakukan pula dengan interval 3
menit selama 15 menit (Annisa, 2018) masing-masing pada setiap jarak
pengukuran yang dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Lampiran 7.

136
128
120
112
104
96
Konsentrasi CO (mg/Nm3)

88
80
72
64
56
48
40
32
24
16
8
0
3 6 9 12 15

Interval waktu (menit)

Gambar 4.2 Hasil Uji Emisi CO dari Pembakaran Briket Campuran TKS dan SBE

Dapat dilihat pada Gambar 4.2 dari hasil pengujian didapatkan bahwa
konsentrasi CO tertinggi terdapat pada jarak 0 cm (132 mg/Nm 3) berdasarkan
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Nomor 047 Tahun 2006
jarak tersebut tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (726 mg/Nm 3).
Adanya gas CO dari pembakaran briket karena terjadi pembakaran yang tidak
sempurna akibat kurangnya oksigen dalam proses pembakaran (Patabang, 2011).
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa adanya fluktuatif nilai konsentrasi
emisi yang dihasilkan yaitu pada jarak 20 cm. Hal ini diakibatkan adanya aliran
udara yang masuk saat pengujian dilakukan sehingga mengakibatkan nilai
konsentrasi emisi CO mengalami fluktuatif. Data diatas menunjukkan
pembakaran briket TKS pada variasi jarak 30 cm memiliki hasil konsentrasi CO
lebih rendah dibandingkan pada jarak 0 cm dikarenakan memiliki jarak yang

39
cukup jauh dari sumber emisi sehingga emisi yang dihasilkan mengalami proses
pengenceran selama pergerakan aliran di dalam pipa (Patabang, 2011). Rendahnya
emisi CO yang dihasilkan dari pembakaran briket campuran TKS 60% dan SBE
40% pada jarak 0 cm disebabkan oleh karena, kandungan fixed carbon yang
dimiliki SBE cukup rendah, dimana fixed carbon merupakan komponen utama
pembentukan CO sehingga dengan penambahan biomassa lain (SBE) pada briket
akan mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan. Selain hal tersebut
disebabkan juga karena penambahan biomassa lain (SBE) pada briket dapat
mengakibatkan oleh kandungan volatile matters dari briket yang tinggi.
Kandungan volatile matters yang tinggi dapat mengakibatkan panas awal untuk
mencapai pembakaran sempurna lebih mudah tercapai. Faktor lain yang
menyebabkan karena adanya pengaruh karakteristik biomassa yang ditambahkan
(SBE) memberikan efek kekasaran pada briket, sehingga udara yang dilewatkan
pada susunan briket akan mengalami turbulensi dan meningkatkan turbulensi
aliran udara yang melewatinya (Rahayu, 2012). Dari hasil pengukuran CO dan
perbandingan dengan Peraturan Energi Sumber Daya dan Mineral Nomor 047
Tahun 2006 didapatkan hasil pengukuran emisi dari keempat variasi jarak dengan
bahan bakar briket campuran TKS dan SBE telah memenuhi persyaratan baku
mutu yang berlaku.
4.2 Perbandingan Hasil Uji Emisi Briket TKS dan Briket Campuran TKS
& SBE
Hasil uji emisi yang telah dilakukan pada briket TKS dan briket campuran
TKS & SBE dengan variasi jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm dapat dilihat
pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Uji Emisi Briket TKS dan Briket Campuran TKS
dan SBE
No Jarak Konsentrasi Konsentrasi CO Baku

40
Pengukuran CO Briket Briket Mutu*
(cm) TKS Campuran TKS (mg/Nm3)
(mg/Nm3) & SBE
(mg/Nm3)
1 0 162 132 726
2 10 141 129 726
3 20 74 58 726
4 30 69 5 726
Sumber : *PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006

800

700

600
500

400 Briket TKS


Briket Campuran TKS &
300 SBE
Baku Mutu (mg/Nm3)
200

100

0
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Uji Emisi Briket TKS dan Briket
Campuran TKS dan SBE
Dari Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa konsentrasi emisi CO
yang dihasilkan dari pembakaran briket TKS lebih tinggi dibandingkan briket
campuran TKS dan SBE. Hal ini dikarenakan karakteristik SBE yang memiliki
kadar air pada briket campuran TKS dan SBE ini menghasilkan emisi CO yang
rendah. Alasan lain yang berpengaruh pada hasil pengujian emisi briket campuran
TKS dan SBE adalah kandungan fixed carbon dan kandungan volatile matters.
Kandungan fixed carbon yang dimiliki TKS cukup rendah, dimana fixed carbon
merupakan komponen utama pembentukan CO sehingga dengan penambahan
biomassa lain (SBE) pada briket akan mengurangi jumlah emisi karbon yang
dihasilkan. Kandungan volatile matters yang tinggi dapat mengakibatkan panas
awal untuk mencapai pembakaran sempurna lebih mudah tercapai. Ketiga,
pengaruh karakteristik biomassa yang ditambahkan (SBE) memberikan efek
kekasaran pada briket, sehingga udara yang dilewatkan pada susunan briket akan
mengalami turbulensi dan meningkatkan turbulensi aliran udara yang
41
melewatinya (Rahayu, 2012). Pada setiap variasi jarak pengukuran emisi mulai
dari jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm hingga pada jarak 30 cm mengalami penurunan
konsentrasi emisi CO. Hal ini dikarenakan konsentrasi emisi CO yang dihasilkan
berbanding terbalik dengan jarak pengujian emisi. Hal ini dipengaruhi oleh
kecepatan aliran udara yang semakin besar pada jarak yang semakin jauh saat
pengambilan data sehingga menyebabkan kadar karbon monoksida semakin kecil
(Annisa, 2018). Pada penelitian Agus, (2012) uji emisi dilakukan pada briket kayu
dengan menggunakan kompor biomassa dengan jarak 65 cm menghasilkan emisi
358 mg/Nm3. Apabila dibandingkan dengan baku mutu yang digunakan Peraturan
Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Nomor 047 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat
hasil konsentrasi emisi CO yang dihasilkan dari pembakaran briket TKS dan
briket campuran TKS dan SBE pada penelitian ini masih berada dibawah baku
mutu yang ada. Apabila dilihat dari Gambar 4.3 nilai konsentrasi emisi yang
dihasilkan dari setiap jarak emisi yang diukur berada dibawah baku mutu juga
disebabkan oleh penggunaan kompor biomassa merupakan salah satu alasan nilai
emisi yang dihasilkan berada dibawah baku mutu. Kompor biomassa yang
digunakan pada penelitian ini adalah kompor biomassa buatan Sawir (2016).
Kompor dibuat dengan menggunakan rangka yang terbuat dari besi bekas dan
ruang pembakaran yang terbuat dari tanah liat. Kompor biomassa inovasi Sawir
memberikan dampak positif bagi pengguna dengan memanfaatkan limbah organik
seperti arang dan briket untuk dijadikan bahan bakar Berdasarkan hal tersebut
diatas, pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar
briket TKS dan briket campuran TKS dan SBE dengan menggunakan kompor
biomassa masih memenuhi standart untuk digunakan pada skala rumah tangga.

BAB V
KESIMPULAN & SARAN

42
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Hasil analisis diperoleh konsentrasi parameter CO untuk briket TKS dengan
variasi jarak pengukuran 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm yaitu 162 mg/Nm 3,
141 mg/Nm3, dan 74 mg/Nm3 dan 69 mg/Nm3. Hasil analisis diperoleh
konsentrasi parameter CO untuk briket campuran TKS dan SBE dengan
variasi jarak pengukuran 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30 cm yaitu 132 mg/Nm 3,
129 mg/Nm3, 58 mg/Nm3, dan 5 mg/Nm3 masih di bawah baku mutu.
2. Jarak aman yang dapat digunakan untuk memasak adalah pada jarak 30 cm
dari sumber emisi yaitu dengan hasil uji emisi yang dibawah baku mutu 69
mg/Nm3 untuk briket TKS dan 5 mg/Nm3 untuk briket campuran TKS dan
SBE.
3. Berdasarkan hasil konsentrasi CO yang diperoleh yang masih dibawah baku
mutu maka bahan bakar briket TKS dan briket campuran TKS dan SBE
tergolong bahan bakar yang ramah lingkungan.

5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut :
1. Dilakukan pengujian pada partikulat yang dihasilkan dari proses
pembakaran briket TKS dan pembakaran briket campuran TKS dan SBE.
2. Dilakukan pengujian pada emisi NO2, SO2 dan CO2 yang dihasilkan dari
proses pembakaran briket TKS dan pembakaran briket campuran TKS dan
SBE

DAFTAR PUSTAKA

Agus, H. 2012. Studi Emisi Tungku Masak Rumah Tangga. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.

43
Ani, dkk. 2015. Kajian Kelayakan Pendirian Industri Berbasis Spent Bleaching
Earth Berupa Produk Biodiesel dan Paving Block. Departemen Teknologi
Insutri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Annisa.2018. Pengaruh Konsentrasi Briket Campuran Sekam Padi Dan Serutan
Kayu Albasia Terhadap Emisi KarbonMonoksida dan Laju Pembakaran.
Bandung: Universitas Padjajaran.

BPS Propinsi Riau,2012 “Riau dalam Angka Tahun 2011”. Pekanbaru.


BSN: Standar Nasional Kinerja Tungku Biomassa (SNI 7926:2013). BSNi 2013
Chanrai, N.G. and S.G. Burde, (2004).Recovery of Oil from Spent Bleaching
Earth. US Patent No. 6,780,321 B2.
Cooper CD., & Alely FC. 2011. Air Pollution Control: A Design Approach.
Fourth Edition. Long Grove, IL Wavelan Press, Inc
Dharma, U. S., N. Rajabiah, dan C. Setyadi. 2017. Pemanfaatan dan Bagasse
Menjadi Briket dengan Perekat Berbahan baku Tetes Tebu dan Setilage.
Jurnal Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Vol. 6 No. 1
Febria, Goembira. 2016. Kajian Kelayakan Teknis dan Lingkungan Terhadap
Pengoperasian Kompor Biomassa. Padang: Universitas Andalas.
Ferdiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Jakarta: Kanisius
Goenadi, D.H, Wayan, R.S, 2005. Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit
Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Badan Litbang Pertanian,
Jakarta
Hakim, K. 2017. Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Karbon
Dioksida (CO2) dalam Ruangan serta Perkiraan Resiko Terhadap Kesehatan
Akibat Penggunaan Kompor Biomassa. Padang : Universitas Andalas.
Hambali E. 2010. Peran teknologi proses dalam pengembangan agroindustri
industri hilir kelapa sawit. Orasi ilmiah guru besar IPB (ID).
Hendra, D. 2007. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Kayu, Bambu, Sabut
Kelapa dan Tempurung Kelapa sebagai Sumber Energi Alternatif. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB : Bogor.
Hijrah, dkk 2013 . Studi Kualitas Briket dari Tandan Kosong Sawit dengan
Perekat limbah Nasi Volume 5 Nomor 1. Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam
Indonesia
Mac Carty, N., Ogle, D., Still, D., Bond, T dan Roden, C. (2008).A Laboratory
Comparison of the Global Warming Impact of Five Major Types of Biomass
Cooking Stoves. Energy for Sustainable Development XII: 5-14.
Mandirim, 2012. Manual pelatihan teknologi energi terbarukan , Jakarta.

44
Mukono, J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Edisi Kedua. Surabaya:
Airlangga University Press.
Mukono, J. 2011. Aspek Kesehatan Pencemaran Udara. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nur, 2012. Pemanfaatan Arang Tandan Kosong Sawit Sebagai Bahan Bakar
Alternatif dalam Bentuk Briket. Universitas Malikussaleh. Aceh
Notoatmojo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta.
Pari. G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan
Kayu. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Patabang. D, 2011. Studi Karakteristik Thermal Briket Arang Kulit Buah Kakao.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tadukako Vol 2 No 1.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Putri, dkk. 2009. Teknologi Penanganan Dan Pemanfaatan Limbah Industri
Kelapa Sawit. Karya ilmiah IPB Bogor.
Qistina, I.,Dede., S., Trilaksono. 2016. Kajian Kualitas Briket Biomassa dari
Sekam Padi dan Tempurung Kelapa. Banten
Rahayu, Agustina. (2012). Kinerja Pembakaran Biobriket yang Terbuat dari
Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Batubara Sub-Bituminus
dalam Kompor Briket. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Depok.
Ronaldo, Niko.2020. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit dan Spent Bleaching
Earth (SBE) sebagai Bahan Baku Pembuatan Briket dengan Variasi
Ukuran Partikel. Skripsi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Universitas
Riau.
Sawir, H. 2016. Kompor Biomassa (Sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah Menjadi
Energi). Formulir Aplikasi Penghargaan Inovasi K3 dan Lingkungan Hidup
PT. Semen Padang. Padang.
Siami, Indrawati. 2021. Potensi Limbah B3 Spent Bleaching Earth Sebagai Bahan
Bakar Pada Industri Minyak Goreng PT. ABC. Jurnal Penelitian dan Karya
Ilmiah. Universitas Trisakti
Simatupang, P. D. 2016. Hubungan Kualitas Fisik dan Biologi Udara dalam
Ruangan serta Karakteristik Pekerja dengan Kejadian Sick Building
Syndrome (SBS) Pada Pekerja di Pusat Perbelanjaan X di Kota Medan
Tahun 2016. Sumatera Utara: Skripsi kesehatan Masyarakat.
Sinta. 2020. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit dan Spent Bleaching Earth
(SBE) sebagai Bahan Baku PembuatanBriket dengan Variasi Tekanan.
Skripsi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Universitas Riau.

45
Siti, Aisyah. 2020. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit dan Spent Bleaching
Earth (SBE) sebagai Bahan Baku Pembuatan Briket dengan Variasi
Perekat. Skripsi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Universitas Riau.
SNI 2000. Briket Arang Kayu. SNI 01-6235-2000. Departemen Teknik Pertanian,
Jakarta
Soedomo. 2011. Kompor Biomassa (Sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah
Menjadi Energi). Formulir Aplikasi Penghargaan Inovasi K3 dan
Lingkungan Hidup PT Semen Padang. Universitas Andalas: Padang.
Sugiarti. 2009. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya bagi Kesehatan Manusia.
Jurnal Chemica Vol. 10 Nomor 50-58. Universitas Negeri Makassar.
Sulistyanto, A. 2006. Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara
dan Sabut Kelapa. Media Mesin. 7 (2) : 77-84
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian
Kayu Afrika (Maesopsis emini Engl) dan Sengon (Parasrtianthes falcataria
L.) [Skripsi]. Bogor. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. ASHRAE 62-2001.
Wahyudi.2000. Perbandingan Karakteristik antara Briket-briket Berbahan Dasar
Sekam Padi sebagai Energi Terbarukan. Skripsi Jurusan Fisika. Universitas
Jember.
Waspodo, 2017. Analisa Head Loss Sistem Jaringan Pipa Pada Sambungan Pipa
Kombinasi Diameter Berbeda. Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Kalimantan Barat.
WHO. 2010. WHO Guidelines for Indoor Air Quality: Selected Pollutants
Wu, L., & Wang, R. 2005. Carbon Monoxide: Endogenous Production,
Phsiological Function, and Pharmacological Applications.
Pharmacological Review December 2005. Vol 57 No. 4 pp 585-630
Yenni, dkk. 2011. Upaya Peningkatan Kualitas Briket Dari Arang Cangkang dan
Tandan Kosong Sawit (TKKS) Melalui Variasi Tekanan Pengepresan.
Universitas Negeri Padang. Padang.

LAMPIRAN 1
(SNI 01 - 6235 - 2000 Briket Arang Kayu)
Briket Arang Kayu

46
1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi ruang lingkup, acuan, defenisi, syarat mutu,
pengambilan contoh, syarat lulus uji, syarat paenandaan dan
pengemasan untuk briket arang kayu.
2. Acuan
SNI. 06-3730-1995, arang aktif teknis.
BSI (BS 1016 : Part 5 : 1977), Methods for Analysis and
Testing of Coal and Coke.
3. Defenisi
Briket arang kayu adalah serbuk arang kayu dan bahan
penolong dicetak dengan bentuk dan ukuran tertentu yang
dikeraskan melalui proses pengepresan yang digunakan
untuk bahan bakar.
4. Syarat mutu briket arang kayu seperti yang tertera di bawah ini:

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Kadar Air % Maksimum 8


2. Bagian yang hilang pada %
Maksimum 15
pemanasan 90ºC
3. Kadar Abu % Maksimum 8
4. Kalori (ADBK) kal/g Minimum 5000

LAMPIRAN 2
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No. 47 Tahun 2006

47
PEDOMAN PEMBUATAN KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET
BATUBARA DAN KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS
BATUBARA UNTUK INDUSTRI KECIL DAN RUMAH TANGGA

Gambar 2.1 Tampak Atas dan Tampak Depan Kompor dengan Bahan Bakar
Briket
LAMPIRAN 3
(Peraturan menteri energi dan sumber daya mineral nomor : 047 tahun 2006
tentang pedoman pembuatan dan pemanfaatan briket batubara dan bahan bakar
padat berbasis batubara)

48
STANDAR EMISI KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET
BATUBARA DAN KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR PADAT
BERBASIS BATUBARA
Standar emisi kompor dengan bahan bakar briket batubara dan kompor
dengan bahan bakar padat berbasis batubara adalah:

Batas Maksimum
Parameter
3
(mg/Nm )

1. Total Partikel 250

2. Karbon Monoksida, CO 726

3. Sulfur Dioksida, SO2 130

4. Nitrogen Oksida, NO2 140


Keterangan :

o Nitrogen Oksida meliputi Nitrogen Dioksida (NO2) dan Nitrogen


Monoksida, dinyatakan dalam (NO)
o Konsentrasi gas dan partikel dikoreksi terhadap 10% O 2
o Volume Gas dalam keadaan standar (25 °C) selama 15 menit

LAMPIRAN 4

Aturan dan Perhitungan Bukaan Ventilasi

49
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077 Tahun 2011 dampak pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Dalam Permenkes ini
tertulis upaya penyehatan untuk mengatur pertukaran udara dalam rumah dengan
ketentuan bukaan ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

Perhitungan bukaan ventilasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut :

A = Panjang × Lebar

=2m×3m

=6m

 Bukaan ventilasi 10%


a = 15% dari luas lantai
= 15% × 6 m
= 0,9 m2
Pada penelitian ini menggunakan bukaan ventilasi dengan panjang 30 cm dan
lebar 30 cm

LAMPIRAN 5
PROSEDUR PENGAKTIFAN ENVIRONMENTAL COMBUSTION
ANALYZER MODEL 450

50
Enironmental Combustion Analyzer Model 450 adalah alat lingkungan
kelas industri dan alat analisa efisiensi pembakaran yang dirancang untuk
pengujian bahan bakar peralatan pembakaran. Alat analisa ini ditujukan untuk
teknisi tungku dan ketel yang perlu menentukan keamanan pembakaran,
kepatuhan lingkungan dan efisiensi sistem pemanas industri komersial kecil
hingga besar. Analisa Karbon Monoksida (CO) yang dipakai untuk menangkap
dan menampilkan konsentrasi gas (CO) antara 0 hingga 4000 ppm. Prinsip kerja
dari alat ini adalah alat akan mendeteksi dan menampilkan keberadaan CO dalam
sampel gas yang pertama kali ditangkap oleh alat dari area yang diuji. Sampel gas
selanjutnya diarahkan ke ruang sensor dimana sampel dianalisis untuk mengetahui
keberadaan CO. Jika CO terdeteksi, tingkat CO (dalam ppm) ditampilkan dalam
layar.
Adapun spesifikasi alat Enironmental Combustion Analyzer Model 450
disajikan pada Tabel 3.1 sebagai berikut.
Tabel Spesifikasi Alat Enironmental Combustion Analyzer Model 450
Parameter pengukuran Deskripsi
Enironmental Combustion Analyzer
Nama Merk
Model 450
 Koper berbahan plastik ABS
 Selang berbahan kuningan berlapis
Material
nikel
 Probe berbahan baja tahan karat
Pengukuran CO 0 hingga 4000 ppm
Analyzer 0 hingga 40ºC
Temperatur Probe maks 800 ºC,
Kelembaban relatif 15-90%
2 1/4” × 8”, 20 karakter kali 4 baris
Tampilan alfanumerik fluoresen vakum panel
layar
Baterai internal 7,2 V atau adaptor AC
Tipe Baterai
(100-240 VAC, 50/60 Hz)
5% dari pembacaan atau ±10 ppm,
mana saja lebih besar, antara 0 dan
Akurasi 2.000 ppm CO dan ± 10% dari
pembakaran antara 2.021 dan 4.000
ppm CO
Dimensi Alat 343 mm × 470 mm × 229 mm
Berat 11,34 kg

51
Waktu Pemanasan, Waktu sampling 60 detik, 15 menit
Sumber: Enironmental Combustion Analyzer Model 450

Prosedur mengaktifkan Enironmental Combustion Analyzer Model 450


dapat diuraikan dibawah ini :
1. Sebelum mengaktifkan analyzer pastikan untuk mengisi daya baterai
terlebih dahulu
2. Sebelum menyalakan analyzer selang gas probe, selang tekanan dan
termokopel ke analyzer gas, tekanan dan T-stack konektor disambungkan
3. Analyzer dihidupkan dengan menekan I/O. Semua tampilan segmen
dihidupkan sebentar untuk memverifikasi operasinya.
4. Analyzer melakukan pemanasan selama 60 detik
5. Jika diakhir pemanasan di layar tertulis “No Problems Detected” yang
ditampilkan sebentar maka alat sudah siap untuk dilakukan Test
Pembakaran.
Prosedur yang dilakukan saat melakukan Test Pembakaran dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Sebelum melakukan Test Pembakaran pilih bahan bakar yang digunakan
terlebih dahulu dengan langkah sebagai berikut :
a. Ditekan tombol FUEL untuk menampilkan layar menu bahan bakar
b. Gunakan tombol ∧∨ untuk menggulir daftar bahan bakar sampai kursor
berada di sebelah bahan bakar yang diinginkan
c. Ditekan tombol ENTER untuk menyimpan pilihan bahan bakar
2. Probe dimasukkan hingga berhenti disekrup pada probe. Posisi probe
diujungnya di dekat pusat tumpukan sampel. Agar probe aman sekrup
dikencangkan untuk menahan probe
3. Pada analyzer ditekan tombol RUN. Kemudian akan terdengar pompa mulai
bekerja dan kata RUN akan muncul disudut kiri atas tampilan pada analyzer
4. Selanjutnya, ECA 450 akan mengukur dan menghitung nilai yang akan
ditampilkan di layar RUN Test Pembakaran selama 15 menit.
Prosedur pengukuran Karbon Monoksida (CO) menggunakan Enironmental
Combustion Analyzer Model 450 adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan Stopwatch

52
2. Atur perletakan kompor biomassa
3. Masukkan dan susun briket Tandan Kosong Sawit (TKS) yang akan
dibakar di dalam kompor briket sebanyak 2/3 dari tinggi ruang pembakaran.
4. Nyalakan api pada kompor biomassa dengan briket sebagai bahan bakar.
5. Mengaktifkan perangkat. Perangkat akan menunjukkan CO tingkat untuk
udara sekitar, arahkan probe ke lokasi target yang akan di uji yaitu 0 cm
pada sumber emisi (kompor briket)
6. Mulai mengamati fenomena yang terjadi, perangkat akan langsung mulai
menunjukkan CO pembacaan di LCD (dalam satuan ppm). Untuk
pencatatan pengukuran CO dilakukan dengan range 3 menit selama 15
menit sekali pengukuran.
7. Mengulangi langkah 3 sampai langkah 6 untuk variasi jarak pengukuran 10
cm, 20 cm dan 30 cm
8. Matikan kompor dengan memasukan pasir ke dalam ruang pembakaran.
Lakukan langkah yang sama untuk briket campuran TKS & SBE dengan
jarak pengukuran yang sama dengan briket TKS yaitu 0 cm, 10 cm, 20 cm dan 30
cm. Apabila telah selesai melakukan Test Pembakaran maka alat harus dimatikan.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menonaktifkan analyzer
dapat dilihat dibawah ini :
1. Analyzer dimatikan dengan menekan I/O. Jika ada sisa gas di dalam ruang
sensor maka saat menekan tombol I/O akan terdapat pesan “Purging
Sensors” yang artinya anylzer sedang melakukan pembersihan dengan udara
segar. Proses pembersihan tersebut berlanjut hingga semua konsentrasi gas
di dalam penganalisis mencapai level aman.
2. Setelah ruang sensor dibersihkan, analyzer masuk ke posisi normal 5-
periode penundaan kedua.
3. Setelah itu, analyzer akan non aktif

LAMPIRAN 6

PERATURAN MENTERI ENERGI SUMBER DAYA MINERAL

NOMOR 47 TAHUN 2006

53
PEDOMAN RANCANGAN DAPUR UNTUK PEMAKAIAN KOMPOR
DENGAN BAHAN BRIKET BATUBARA DAN KOMPOR DENGAN
BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS BATUBARA

PEDOMAN PERANCANGAN

1. Prinsip
Dapur yang baik harus dilengkapi dengan sistem pengendalian pencemaran
udara yang berasal dari gas buang pembakaran briket batubara (flue gas),
untuk mencegah terjadinya akumulasi atau peredaran gas buang di dalam
ruangan dapur yang terhirup oleh pengguna kompor. Hal ini dapat dilakukan
dengan pembuatan kasa angina, ventilasi, penggunaan blower/exhaust fan
atau pemasangan cerobong.
2. Perancangan Dapur Untuk Rumah Sederhana
a. Rumah Sederhana
Yang termasuk dalam kategori rumah sederhana adalah :
1) Rumah sederhana di perkotaan
2) Rumah sederhana di pedesaan
b. Uraian Dapur
1) Ukuran 2 m × 2 m × 2,5 m s.d 2 m × 3 m × 2,5 m
2) Dinding dapur berupa tembok penuh atau setengah tembok
atau papan atau bilik bambu
c. Komponen Utama Dapur
1) Ventilasi/jendela ukuran 1 m × 0,4 m
2) Kasa angin ukuran 0,4 m × 0,4 m
3) Sekat pengarah angin/gas buang ukuran 2 m × 0,75 m

d. Tata Letak
1) Kompor dengan bahan bakar briket Batubara dan kompor
dengan bahan bakar padat berbasis batubara diletakkan sedekat
mungkin dari jendela dapur

54
2) Sekat dan pengarah angin/gas buang cukup dibuat dari bilik
bamboo
3) Jendela membuka ke atas/engsel terletak di bawah daun
jendela
e. Spesifikasi dapur rumah sederhana dapat dilihat sebagaimana pada
Gambar 1 dibawah dan perspektif rumah sederhana dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 5.1 Spesifikasi Dapur Rumah Sederhana

55
Gambar 5.2 Perspektif Dapur Rumah Sederhana

LAMPIRAN 7

56
SKETSA SAMPLING GAS

LAMPIRAN 8

57
TABEL HASIL
Tabel 7.1 Hasil Uji Emisi CO pada Briket TKS
No Jarak Interval Konsentrasi Baku Mutu*
Pengukuran waktu CO (mg/Nm3) (mg/Nm3)
(cm) (menit)
3 24
6 43
1 0 9 80
12 118
15 162
3 12
6 32
2 10 9 74
12 108
15 141
726
3 10
6 54
3 20 9 65
12 60
15 74
3 5
6 15
4 30 9 32
12 54
15 69
Sumber : *PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006
Tabel 7.2 Hasil Uji Emisi CO pada Briket Campuran TKS & SBE
No Jarak Interval Konsentrasi Baku Mutu*
Pengukuran waktu CO (mg/Nm3) (mg/Nm3)
(cm) (menit)

3 19
6 35
1 0 9 53
12 85
15 132
3 34
6 56
2 10 9 78
12 100
15 129
726
3 27
6 34
3 20 9 49
12 45
15 58
3 1
6 2
4 30 9 2
12 4
15 5
Sumber : *PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006

LAMPIRAN 9

58
DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

Gambar 9.1 TKS yang sudah dijemur Gambar 9.2 TKS dimasukkan kecawan
dan dipotong sekitar 6 cm

Gambar 9.3 Karbonisasi TKS dalam Gambar 9.4 Hasil karbonisasi TKS
Furnace pada suhu 450ºC selama 90 menit

Gambar 9.5 Hasil karbonisasi Gambar 9.6 TKS disaring dengan


dihaluskan ayakan ukuran 120 mesh

59
Gambar 9.7 Pengepresan briket dengan Gambar 9.8 Briket TKS yang telah
Tekanan 120 bar dibentuk

Gambar 9.9 Briket Campuran TKS Gambar 9.10 Ruang Pembakaran


dan SBE yang telah dibentuk diisi hingga 2/3 tinggi dengan briket

Gambar 9.11 Briket ditimbang lalu Gambar 9.12 Pengujian emisi dengan
dimasukkan kedalam ruang pembakaran variasi jarak yang telah ditetapkan

60

Anda mungkin juga menyukai