Gelombang 10 Kelompok 6
Periode Pelaksanaan Rotasi
2021/2022
Oleh:
David Christian Pratama
NIM. 210130100111083
KAMPUS) 2021/2022
Oleh:
David Christian Pratama
NIM. 201030100111083
Gelombang X Kelompok 6
Menyetujui,
Koordinator
Rotasi Patologi Klinik Pembimbing Kelompok
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kegiatan PPDH
Rotasi Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Dengan
penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. drh Dyah Ayu Oktavianie A.P., M.Biotech selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya atas kepemimpinan dan fasilitas yang telah diberikan.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc selaku Koordinator Rotasi Patologi Klinik atas waktu,
bimbingan, nasihat, saran, dan fasilitas yang diberikan.
3. drh. M. Arfan Lesmana, M.Sc selaku pembimbing lapang serta penguji atas segala
waktu, bimbingan, nasihat, saran yang diberikan.
4. Teman-teman PPDH gelombang X Tahun Ajaran 2021/2022 atas waktu dan
kerjasama yang diberikan.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan laporan ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis berharap semoga Tuhan
membalas segala kebaikan yang telah diberikan dan semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Darah...................................................................................................................3
2.1.1 Darah mamalia.............................................................................................4
2.1.2 Darah non mamalia....................................................................................10
2.2 Hematologi........................................................................................................12
2.3 Metode Pembuatan Ulas Darah........................................................................16
2.4 Metode sitologi.................................................................................................16
2.5 Metode Pemeriksaan Urin................................................................................18
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................20
3.1 Pemeriksaan Hematologi..................................................................................20
3.1.1 Anjing........................................................................................................20
3.1.2 Kucing.......................................................................................................22
3.1.3 Sapi............................................................................................................24
3.1.4 Domba.......................................................................................................25
3.1.5 Kelinci.......................................................................................................27
3.1.6 Burung puyuh............................................................................................28
3.1.7 kura – kura.................................................................................................30
3.2 Pemeriksaan Sitologi........................................................................................32
3.3 Pemeriksaan transudate eksudate......................................................................34
3.4 Pemeriksaan Urin..............................................................................................35
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................39
iii
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................39
5.2 Saran.................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui pemeriksaan serta interpretasi (Hematologi, Urinalisis, dan
Sitologi) pada hewan mamalia dan non mamalia sebagai diagnosa penunjang
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari kegiatan rotasi
patologi klinik ini adalah mengajarkan mahasiswa bisa melakukan pemeriksaan
penunjang berupa hematologi darah yang dilakukan secara manual, pemeriksaan
urin, dan pemeriksaan sitology, serta melatih mahasiswa bisa
menginterpretasikan hasil pemeriksaan tersebut sebagai suatu metode peneguhan
diagnosa.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Darah
Darah dan komponen utamanya sering digunakan sebagai sampel untuk
pemeriksaan laboratorium. Darah dikoleksi dan diproses dengan benar
memberikan hasil pemeriksaan komposisi darah yang sebenarnya daripada
perubahan artifaktual. Darah terdiri dari sel-sel darah (eritrosit, trombosit, dan
lima leukosit utama) dan plasma. Darah yang diambil dari pembuluh darah harus
segera dicampur dengan antikoagulan untuk mencegah inisiasi pembentukan
bekuan dan untuk mempertahankan sel dan komponen lain dalam suspensi
(Voigt, 2011).
Darah termasuk dalam jenis jaringan ikat, dan mengumpulkan sampel
darah pada dasarnya melakukan biopsi jaringan. Darah terdiri dari sel-sel yang
dikelilingi oleh sel nonseluler substansi, seperti jaringan ikat lainnya, seperti
jaringan fibrosa, tulang, atau tulang rawan. Perbedaan utamanya yaitu zat
ekstraselular dalam darah itu cair, yang disebut plasma. Karakteristik ini,
ditambah fakta bahwa sebagian besar dari jaringan tersebut adalah terletak di
dekat permukaan hewan, membuat pengumpulan sampel darah relatif lebih
mudah daripada mengambil sampel organ dan jaringan yang lebih dalam dan
lebih padat (Voigt, 2011).
3
Darah merupakan suspensi dari partikel dalam larutan encer yang
mengandung elektrolit. Komponen cair darah dinamakan plasma 90% terdiri
dari air media transport dan 10% terdiri dari zat padat. Zat padat tersebut
meliputi: 1) Protein (globulin, albumin dan fibrinogen); 2) Unsur anorganik
berupa natrium, kalsium, kalium, fosfor, besi dan yodium; 3) Unsur organik
berupa: nitrogen, non protein, urea, asam urat, xantin, keratin, asam amino,
lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa dan 4) Enzim seperti: amilase,
protease dan lipase. Setelah fibrinogen dan faktor pembekuan dihilangkan dari
plasma, tertinggal serum yang mengambang di atasnya. Sedangkan unsur seluler
darah terdiri: Eritrosit, Leukosit dan Trombosit (Bijanti 2010).
Plasma adalah komponen cairan darah yang diambil setelah sentrifugasi
suatu sampel darah antikoagulan. Plasma akan mengandung antikoagulan yang
dapat mengganggu beberapa tes. Plasma memiliki dua komponen utama yaitu
air dan padatan. Air sekitar 92-95% dari volume plasma, 100 mL plasma
mengandung 92–95 mL dari H2O. Padatan sekitar 5–8% volume plasma.
Kebanyakan padatan adalah protein berdasarkan berat per dasar volume
(berat/volume). Padatan lainnya adalah glukosa, urea, elektrolit, dan bahan
kimia lainnya (Stockham, 2013).
Secara umum, komposisi kimia plasma sangat mirip dengan cairan
interstisial di kebanyakan tisu. Plasma dan cairan interstisial adalah cairan
ekstraseluler, satu intravaskular dan satu ekstravaskular.
4
di seluruh tubuh. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh sel-sel kemudian dibawa
kembali ke paru-paru dan ditukar dengan oksigen (Voigt, 2011).
Gambar 2. 3 Morfologi eritroti normal (a) Anjing, (b) Alpaca, (c) Burung
Gambar 2. 4 Morfologi Roleaux normal pada Kuda namun tidak pada hewan lain
Leukosit tersebar di antara eritrosit pada preparat apus darah dengan
gambaran sel-sel berinti yang bervariasi ukuran, beberapa di antaranya
mengandung butiran yang menodai berbagai warna. Terdapat 5 jenis leukosit
diantaranya neutrofil, eosinofil, dan basofil secara rutin memiliki butiran hadir
6
dalam sitoplasma (cairan seluler) dan dikategorikan sebagai "granulosit,"
sedangkan limfosit dan monosit adalah “agranulosit”. Meskipun leukosit
memiliki fungsi individu yang berbeda secara umum aktivitas leukosit terkait
dengan mengenali dan merespons zat apa pun yang asing bagi tubuh, terutama
agen penyebab penyakit potensial, seperti bakteri, virus, dan jamur (Bijanti,
2010).
Neutrofil merupakan leukosit yang paling umum pada kebanyakan
hewan. Bahkan dengan sedikit perbedaan penampilan antar spesies, itu biasanya
merupakan leukosit yang paling mudah dikenali. Neutrofil agak lebih besar dari
eritrosit dan dicirikan oleh nukleusnya yang bernoda padat, tampak
menggumpal, yang memanjang dan biasanya sangat menjorok atau menyempit
(Gambar. 2.5a). Penggumpalan ini sering membuat nukleus tampak memiliki
dua hingga lima lobus atau segmen terpisah, yang mengarah ke nama umum
"segmenter" atau "polimorfonuklear" (PMN), yang berarti banyak bentuk pada
nukleus. Saat diwarnai, sitoplasma jernih hingga biru pucat atau abu-abu dan
mengandung granula neutrofilik (abu-abu hingga merah muda) yang tersebar
hingga banyak. Dalam beberapa spesies, butirannya cukup jelas, tetapi pada
banyak spesies, mereka muncul sebagai debu halus atau terlalu kecil untuk
dilihat dengan jelas dengan mikroskop cahaya, sehingga sitoplasma akan
muncul jernih. Jika nukleus lebih berbentuk pita, dengan sisi sejajar, itu disebut
pita atau tusukan neutrofil, dan jika lebih dari lima segmen terlihat, itu disebut
hipersegmentasi (Voigt, 2011).
Eosinofil (atau asidofil) berukuran sama atau sedikit lebih besar dari
neutrofil dan memiliki nukleus yang mungkin berbentuk pita atau menyempit
menjadi bilobed atau trilobed penampilan (Gambar. 2.5b). Sitoplasma biasanya
berwarna biru muda tetapi mungkin sulit dilihat karena adanya butiran yang
khas. Ukuran, bentuk, jumlah, dan kualitas pewarnaan butiran ini sangat
bervariasi antar spesies dan sangat khas sehingga eosinofil sering dapat
digunakan untuk menentukan spesies dari mana sampel diperoleh. Granula
sitoplasma disebut eosinofilik karena secara kimiawi menarik eosin, pewarna
merah yang digunakan dalam pewarnaan. Secara umum, mereka tampak
berwarna merah muda hingga oranye hingga salmon, dan kadang-kadang
merah cerah, dalam pewarnaan laboratorium rutin. Mereka sering membiaskan
7
(membungkuk dan menyebar)
8
cahaya saat melewati butiran, yang membuat fokus langsung pada mereka sulit,
dan mereka mungkin terlihat seperti titik terang. Karena kualitas pewarnaan
keseluruhan akan bervariasi dengan yang berbeda teknik dan spesies,
perbandingan yang berguna adalah bahwa warna butiran harus mirip dengan,
atau pewarnaan sedikit lebih ringan dari, eritrosit sekitarnya (Voigt, 2011).
Basofil jarang dijumpai pada sediaan apus darah normal. Intermediat
dalam ukuran antara neutrofil dan eosinofil, memiliki bentuk memanjang hingga
sedikit menjorok inti yang memiliki kromatin pewarnaan kurang padat. Garis
besar nukleus sering dikaburkan oleh butiran basofilik dalam sitoplasma yang
diwarnai dari ungu muda atau ungu tua menjadi hampir hitam (Gambar. 2.5c).
Jumlah butiran dapat bervariasi dari sedikit hingga padat dan mungkin
pewarnaannya sangat kecil dan ringan (seperti pada kucing) atau lebih besar dan
sangat gelap (seperti pada ruminansia) (Voigt, 2011).
Limfosit adalah leukosit yang paling umum terlihat pada banyak
ruminansia dan hewan pengerat. Limfosit unik di antara leukosit lainnya karena
ketika dirangsang, memiliki kemampuan untuk berubah ukuran dan bentuknya
menjadi besar, sedang, dan kecil, dan dapat membentuk sel yang lebih lonjong
disebut sel plasma. Limfosit dewasa adalah leukosit terkecil, seringkali hampir
tidak lebih besar dari eritrosit, dan memiliki inti bulat, pewarnaan biru
sitoplasma, yang seringkali hampir tidak terdeteksi (Gambar. 2.5d). Kromatin
inti kasar dan menggumpal, dan lekukan kecil mungkin ada di pinggiran
nukleus. Jauh lebih besar limfosit juga terlihat, terutama pada sapi, dengan
sitoplasma lebih banyak dan inti yang mungkin menjadi lebih lonjong atau
persegi panjang. Sel-sel ini mudah terdistorsi oleh sel-sel sekitarnya. Ketika
sitoplasma menodai warna biru yang lebih intens, istilah "imunosit" sering
diterapkan. Beberapa limfosit akan membentuk sel plasma (plasmasit) yang
berbentuk oval dan memiliki inti bulat yang ditempatkan secara eksentrik di
mana kromatin sering menggumpal memiliki penampilan jungkir balik (Voigt,
2011).
Monosit adalah yang terbesar dari leukosit dan serupa dalam penampilan
di semua umum jenis. Hal ini ditandai dengan pleomorfik, atau ameboid, inti
yang dapat mengasumsikan berbagai bentuk dari memanjang hingga bulat dan
sering berbentuk kacang merah, tapal kuda, kupu-kupu, atau berbentuk H
9
(Gambar.
10
2.5e). Kromatin inti halus, berenda, dan halus, dengan sangat sedikit
menggumpal, dan karena itu noda kurang padat dibandingkan leukosit lainnya
(karakteristik sering berguna dalam identifikasi). Terdapat sitoplasma abu-abu
kebiruan yang melimpah, yang sering memiliki penampilan kaca berbusa atau
tanah dan sering mengandung vakuola kecil hingga besar atau gelembung).
Karena aktivitas utama monosit adalah fagositosis (menelan dan mencerna
partikel), butiran atau partikel variabel, dan kadang-kadang sel lain, mungkin
terdapat di sitoplasma (Voigt, 2011).
Gambar 2. 5 (a) Neutrofil kuda, (b) eosinofil sapi, (c) basofil kucing, (d) limfosit
kucing, (e) monosit domba, dan (f) trombosit kuda.
Trombosit sel darah yang terlihat pada preparat apusan ulas darah yang
terakhir adalah Trombosit. Trombosit bahkan bukan sel lengkap tetapi hanya
potongan sitoplasma sel besar yang ditemukan di sumsum tulang (megakariosit)
dan bervariasi luas dalam ukuran dan bentuk pada kebanyakan mamalia.
Kadang- kadang, mereka mungkin hampir sebesar eritrosit (terutama pada
kucing) tetapi lebih sering berukuran kecil dan sedikit bernoda dan mungkin
mengandung butiran (Gambar. 2.5f). Mereka biasanya tersebar secara acak di
seluruh preparat ulas darah tetapi kadang-kadang akan terlihat dalam rumpun
kecil hingga besar yang mungkin juga termasuk lainnya leukosit, terutama
ketika teknik pengumpulan yang lambat atau tidak tepat digunakan dalam
mendapatkan sampel.
11
Penggumpalan ini disebabkan oleh fungsi penting trombosit dalam darah
pembekuan (Voight, 2011)
2.1.2 Darah non mamalia
Darah semua burung mengandung eritrosit, leukosit dan trombosit.
Sebaliknya untuk mamalia, sel-sel dewasa dari masing-masing garis-garis ini
mempertahankan nukleusnya sepanjang kehidupan sel. Sebagian besar dari
spesies burung membutuhkan sirkulasi yang efektif dari eritrosit untuk
menyediakan oksigen yang cukup untuk otot-otot penerbangan. Selanjutnya,
mengingat mereka adaptasi terhadap lingkungan yang sangat berbeda, dari hutan
hujan ke gurun dan laut ke gunung, tidak mengherankan untuk menemukan
fisiologi perbedaan yang mungkin tercermin dalam karakteristik hematologi
individu jenis (Clark, 2009).
13
Gambar 2. 8 morfologi trombosit pada unggas
2.2 Hematologi
Jumlah dan jenis tes seluler, serologis, dan kimia yang berpotensi dilakukan
pada sampel darah terus berkembang dan hanya terbatas oleh desain dan kebutuhan
ahli patologi klinis, ahli imunologi, ahli toksikologi, dan dokter dan peneliti lainnya.
Sebagian besar dari ini berada di luar cakupan ini teks, dan teknisi akan menemukan
bahwa hanya beberapa dari tes ini yang digunakan secara rutin. Misalnya, CBC rutin
(complete blood count) harus mencakup minimal hematokrit (PCV), protein plasma
total, jumlah leukosit total, dan jumlah leukosit diferensial. Lainnya tes yang sering
diminta adalah jumlah eritrosit total, laju sedimentasi eritrosit, konsentrasi
hemoglobin, dan jumlah retikulosit. Teknisi harus mengerti terlebih dahulu
bagaimana dan mengapa tes ini dijalankan (Voigt, 2011). Darah tepi berfungsi
sebagai media transportasi antar tulang sumsum dan jaringan. Oleh karena itu, CBC
memberikan "snap-shot" hematopoietic sistem pada titik waktu tertentu.
Perhitungan darah lengkap (CBC) direkomendasikan dalam evaluasi laboratorium
setiap pasien yang sakit, setiap evaluasi pra-anestesi, setiap profil geriatrik, dan
sebagai tes pemeriksaan ulang untuk pasien yang didiagnosis sebelumnya dengan
kelainan eritrosit, leukosit, atau trombosit (Villers, 2016)
14
- Perhitungan jumlah eritrosit
15
Pemeriksaan total leukosit dilakukan dengan cara menghisap darah di dalam
EDTA dengan pipet leukosit sampai dengan tanda 0,5 kemudian diencerkan dengan
menggunakan reagen Turk sampai tanda 11. Kemudian, buang 2-3 tetes sebelum
diteteskan secara merata larutan pipet tersebut pada bilik hitung leukosit. Jumlah
leukosit dihitung dalam satuan jumlah leukosit (ribu) per mililiter darah. Sel yang
terhitung x 20 (1 : 20) x 10 (0,1 mm dalam)/ 4 (jumlah kotak dalam mm2 = jumlah
leukosit dalam mm3, atau jumlah sel yang terhitung X dikalikan 50 (Voigt, 2011)
16
diteteskan pada alat TS-meter atau refraktometer. Kemudian dilihat kadar
fibrinogennya pada alat tersebut (dalam g/100 ml) (Villiers, 2016)
Tabung hemometer diisi dengan larutan HCL 0,1N sampai dengan tanda 2
gram%. Darah dengan antikoagulan diisap dengan pipet Sahli sampai tepat tanda 20
mm3 . Bagian luar dari pipet dibersihkan dengan menggunakan kertas tissue. Darah
segera dimasukkan dengan hati-hati ke dalam tabung hemometer yang berisi HCL
0,1N tanpa menimbulkan gelembung udara. Sebelum dikeluarkan, pipet dibilas
dengan menghisap dan meniup HCl yang ada dalam tabung beberapa kali. Bagian
luar pipet juga dibilas dengan beberapa tetes aquades. Ditunggu 10 menit untuk
pembentukan asam hematin. Setelah itu, pada tabung tersebut ditetesi akuades tetes
demi tetes sambal diaduk hingga warnanya menyerupai warna coklat pada gelas
standar (Voigt, 2011)
Perhitungan diferensial leukosit dengan cara diulas pada objek glas, dan
diberi pewarnaan giemsa. Setelah itu, dihitung di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x menggunakan pola perhitungan straight edge (Voigt, 2011)
17
2.3 Metode Pembuatan Ulas Darah
Gambar 2. 13 proses pembuatan preparat apus darah dan bagian ulas darah
Darah sampel yang ada pada tabung EDTA harus dikocok keatas dan
kebawah agar plasma darah bercampur dengan sel-sel darah. Kemudian darah
diambil menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada preparat (obyek glass).
Selanjutnya obyek glass diletakkan pada sudut 25° - 30° pada tetesan darah,
kemudian ditarik lurus sampai ujung preparat. Setelah itu preparat dilakukan
pewarnaan dapat dengan menggunakan pewarnaan giemsa ataupun
Romanowsky (Villiers, 2016)
18
- Adhesive Tape Preparation
Pita perekat bening dapat digunakan untuk mengumpulkan sampel dari lesi
kering, berminyak, atau sulit dijangkau dengan slide mikroskop, seperti ruang
interdigital. Untuk mewarnai pita dengan mencelupkan ke dalam pewarna thiazine,
dibilas, dan dibiarkan kering. Strip minyak imersi ditempatkan pada slide kaca, dan
pita ditempatkan di atas sehingga pita itu bertindak sebagai penutup. Slide diperiksa
pada mikroskop untuk mengidentifikasi Malassezia spp. dan bakteri. Pita perekat
yang tidak ternoda dapat digunakan untuk mengidentifikasi tungau superfisial.
- Cotton swab
Cotton swab digunakan untuk mengumpulkan sampel dari saluran telinga,
lipatan kuku, dan lesi kulit yang lembab atupun nasal. Cotton swab diusap dengan
lembut mengarah ke atas lesi atau ditempatkan di kanal telinga. Kemudian ditekan
pada slide mikroskop, dibiarkan kering, dan diwarnai. Cotton swab juga dapat
digunakan untuk mengumpulkan sampel untuk mengidentifikasi tungau telinga (O.
cynotis). Setelah memasukkan swab di saluran telinga dan mengambil sampel,
bahan yang terkumpul dicampur dengan minyak mineral pada slide mikroskop dan
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat pada mikroskop.
- Fine-needle aspiration
Fine-needle aspiration (FNA) digunakan untuk mengumpulkan sampel dari
nodul, tumor, plaque, dan abses. Biasanya menggunakan needle 20–22G dan jarum
suntik 6–12mL digunakan untuk lesi kulit. Sapuan biasanya dibuat dengan metode
squash dan diwarnai dengan pewarna Romanowsky atau diff quick, lalu dilihat pada
mikroskop.
19
2.5 Metode Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan urin fisik, kimia,
dan mikroskopik. Fisik/ makroskopik meliputi pemeriksaan warna, kejernihan, dan
berat jenis. Pemeriksaan kimia biasanya menggunakan strip urinalisis, dalam alat
tersebut meliputi pemeriksaan glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, keton,
nitrit. Pemeriksaan kimia dilakukan dengan cara test Tarik celup menggunakan
antigen. Reaksi diintepretasikan dengan membandingkan warna yang dihasilkan
pada strip reagen dengan warna yang disediakan oleh produsen. Pemeriksaan
mikroskopis meliputi pemeriksaan struktur dalam sedimen. Pemeriksaan
sedimentasi dilakukan dengan cara sentrifugasi, endapan dipipet, dan diapuskan
menggunakan objek gelas (Villiers, 2016).
20
21
BAB III PEMBAHASAN
22
Penurunan jumlah sel darah merah terjadi pada pasien anemia, nilai
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia. Penurunan MCV dapat terjadi
karena defisiensi zat besi atapun inflamasi kronis karena infeksi. Selama
eritropoiesis terjadi penurunan laju sintesis hemoglobin, sehingga nukleus
dipertahankan lebih lama. Pembelahan sel ekstra terjadi, menghasilkan
pembentukan sel darah merah kecil. Penurunan nilai MCHC dapat mengarah
pada anemia regenerative dan defisiensi zat besi (Villiers, 2016).
Tes laboratorium tersebut tidak bisa berdiri sendiri harus disertai dengan
prosedur diagnostik lainnya. Sebelum pemeriksaan laboratorium digunakan
pendekatan diagnostic seperti anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan
pengetahuan diperoleh dari dua prosedur dasar ini, seorang ahli diagnostik dapat
memilih prosedur diagnostik untuk mengklarifikasi atau mengklasifikasikan
masalah yang diidentifikasi (Stockham, 2013). Pada praktikum kali ini anjing
yang digunakan untuk diambil sampel darah tidak dilakukan anmnesa dan
pemeriksaan fisik yang lengkap.
23
3.1.2 Kucing
24
dilihat dari diferensial leukosit berupa nilai absolut ataupun dengan pemeriksaan
laboratorium lainnya (Voigt, 2011).
Penurunan jumlah sel darah merah terjadi pada pasien anemia, nilai
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia. Penurunan MCV dapat terjadi
karena defisiensi zat besi atapun inflamasi kronis karena infeksi. Selama
eritropoiesis terjadi penurunan laju sintesis hemoglobin, sehingga nukleus
dipertahankan lebih lama. Pembelahan sel ekstra terjadi, menghasilkan
pembentukan sel darah merah kecil. Penurunan nilai MCHC dapat mengarah
pada anemia regenerative dan defisiensi zat besi (Villiers, 2016).
Tes laboratorium tersebut tidak bisa berdiri sendiri harus disertai dengan
prosedur diagnostik lainnya. Sebelum pemeriksaan laboratorium digunakan
pendekatan diagnostic seperti anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan
pengetahuan diperoleh dari dua prosedur dasar ini, seorang ahli diagnostik dapat
memilih prosedur diagnostik untuk mengklarifikasi atau mengklasifikasikan
masalah yang diidentifikasi (Stockham, 2013). Pada praktikum kali ini kucing
yang digunakan untuk diambil sampel darah tidak dilakukan anmnesa dan
pemeriksaan fisik yang lengkap.
25
homogen yang diwarnai merah muda hingga salmon hingga merah dengan
pewarnaan laboratorium yang umum (Voigt, 2011).
3.1.3 Sapi
26
Gambar 3. 3 Ulas darah sapi
Hasil pemeriksaan ulas darah sapi didapati bentukan morfologi sel darah
eritrosit berbentuk cakram bikonkaf seperti mamalia lainnya. Eritrosit mamalia
dewasa yang khas adalah bulat, berinti (tidak mengandung inti sel), sel homogen
yang diwarnai merah muda hingga salmon hingga merah dengan pewarnaan
laboratorium yang umum (Voigt, 2011).
3.1.4 Domba
27
MCHC 20,3 30-36 Rendah
(hipokromik)
TPP (g/dL) 1,347
Fibrinogen (g/dL) 0,001 0-200 Normal
Penurunan jumlah sel darah merah terjadi pada pasien anemia, nilai
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia. Peningkatan nilai MCV dan
penurunan nilai MCHC dapat menunjukan jenis anemia tersebut adalah
makrositik hiprokomik. Anemia tersebut dapat menandakan kondisi adanya
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin b12 ataupun kondisi penyakit hati yang
kronis (Voight, 2011).
28
mamalia dewasa yang khas adal ah bulat, berinti (tidak mengandung inti
sel), sel homogen yang diwarnai merah muda hingga salmon hingga merah
dengan pewarnaan laboratorium yang umum (Voigt, 2011).
3.1.5 Kelinci
29
Gambar 3. 5 Ulas darah kelinci
Hasil pemeriksaan ulas darah kelinci didapati bentukan morfologi sel
darah eritrosit berbentuk cakram bikonkaf seperti mamalia lainnya. Eritrosit
mamalia dewasa yang khas adalah bulat, berinti (tidak mengandung inti sel), sel
homogen yang diwarnai merah muda hingga salmon hingga merah dengan
pewarnaan laboratorium yang umum (Voigt, 2011)
30
Hemoglobin (g/dL) 86 122-181 Rendah
Hematocrit (%) 23 34-44 Rendah
MCV 0,65 163-177 Rendah
MCH 3,6 -
MCHC 37,7 -
TPP (g/dL) 1,342 -
Fibrinogen (g/dL) 0,001 -
31
lain waktu yang diperlukan untuk sekali pemeriksaan cukup lama, sehingga
memungkinkan darah untuk terjadi koagulasi dan hasil pembacaan yang sangat
bergantung pada manusia sehingga resiko human error cukup tinggi. Sedangkan
kelebihan yang didapatkan dengan menggunakan alat bantu beupa hematoly
analyzer hasil yang diperoleh bisa didapatkan dengan cepat, lebih efesien saat
digunakan dan memperkecil resiko human error (Saimima dkk., 2019).
32
Eritrosit (sel/mm3) 0,87 0,5-1,4 Normal
Hemoglobin (g/dL) 7 6,5-10 Normal
Hematocrit (%) 26 23-37 Normal
MCV 298 265-600 Normal
MCH 11,9 77-160 Rendah
MCHC 26,92 25-30 Normal
TPP (g/dL) 1,347
Fibrinogen (g/dL) 0,001
Tes laboratorium tersebut tidak bisa berdiri sendiri harus disertai dengan
prosedur diagnostik lainnya. Sebelum pemeriksaan laboratorium digunakan
pendekatan diagnostic seperti anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan
pengetahuan diperoleh dari dua prosedur dasar ini, seorang ahli diagnostik dapat
memilih prosedur diagnostik untuk mengklarifikasi atau mengklasifikasikan
masalah yang diidentifikasi (Stockham, 2013). Pada praktikum kali ini kucing
yang digunakan untuk diambil sampel darah tidak dilakukan anmnesa dan
pemeriksaan fisik yang lengkap.
33
Gambar 3. 7 Ulas darah kura - kura
Hasil pemeriksaan ulas darah kura - kura didapati bentukan eritrosit yang
berbentuk oval dengan inti di tengahnya, selain itu juga didapati bentukan sel
darah putih pada kura - kura. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwasannya
bentuk eritrosit pada kura - kura adalah oval dengan inti sel tengah di dalamnya
(Campbell, 2011).
34
Gambar 3. 8 Hasil swab nasal kucing
Hasil pemeriksaan pada sampel swab nasal yang telah diwarnai dengan
pewarnaa diffquick menunjukan adanya gambaran sel radang granulosit. Sampel
dapat diklasifikasikan terjadi inflamasi ketika semua atau sebagian besar sel utuh
adalah sel inflamasi. Setelah peradangan dikenali, langkah selanjutnya adalah
untuk mensubklasifikasikan proses berdasarkan yang dominan jenis sel
(misalnya neutrofilik, makrofag, eosinofilik) peradangan) karena ini
memberikan petunjuk penting untuk etiologi yang mendasari (Villiers, 2016).
Peradangan neutrofilik didiagnosis ketika sampel mengandung lebih dari 85%
neutrofil dan ini adalah yang terbanyak pola inflamasi umum terlihat pada
sitologi. Itu mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, trauma, atau nekrosis
jaringan (Stockham, 2013).
Gambar Keterangan
Pengambilan sampel sitologi kucing,
dicurigai adanya tumor.
Kadar protein 4%
36
Pemeriksaan fisik Warna merah, kekeruhan
berwarna merah karena
mengandung eritrosit
37
Gambar 3. 10 hasil pemeriksaan kimia urin menggunakan strip reagen
Tabel 3. 9 hasil pemeriksaan kimia urin
Parameter Hasil
Bilirubin 1 (17) + mg/dL
Ph 7,5
Keton -
Leukosit 15 leu/uL
Darah -
Nitrit -
Urobilin -
Protein 2000 mg/dL
BJ 1351
Glukosa -
Hasil pemeriksaan kimia urin menunjukan adanya bilirubin, ph urin 7,5
(normal), adanya leukosit, nilai protein 2000mg/dL, dan nilai BJ 1351.
Calcium oxalate crystal umum ditemukan pada hewan yang sehat dengan
jumalah kurang dari 7. Cystine merupakan crystal yang abnormal jika ditemukan
pada urin menunjukkan defek transpor tubulus. Cystine cenderung terbentuk
dalam suasana asam, tidak berwarna, kristal heksagonal muncul secara
individual.
39
pemeriksaan darah lengkap (CBC), profil biokimia, dan radiografi saluran kemih
(Rizzi, 2017).
Tes laboratorium tersebut tidak bisa berdiri sendiri harus disertai dengan
prosedur diagnostik lainnya. Sebelum pemeriksaan laboratorium digunakan
pendekatan diagnostic seperti anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan
pengetahuan diperoleh dari dua prosedur dasar ini, seorang ahli diagnostik dapat
memilih prosedur diagnostik untuk mengklarifikasi atau mengklasifikasikan
masalah yang diidentifikasi (Stockham, 2013). Pada praktikum kali ini kucing
yang digunakan untuk diambil sampel darah tidak dilakukan anmnesa dan
pemeriksaan fisik yang lengkap.
40
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Patologi klinis berhubungan dengan penggunaan metode laboratorium untuk
peneguhan diagnosa. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan diantaranya adalah
hematologi, urinalisis, dan sitologi. Prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan
literatur yang ada guna mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. Interpretasi hasil
dari pemeriksaan kemudian dapat dijadikan sebagai langkah lanjutan unuk
menegakkan suatu diagnose. Tes laboratorium tersebut tidak bisa berdiri sendiri
harus disertai dengan prosedur diagnostik lainnya. Sebelum pemeriksaan
laboratorium digunakan pendekatan diagnostic seperti anamnesa dan pemeriksaan
fisik lengkap. Dengan pengetahuan diperoleh dari dua prosedur dasar ini, seorang
ahli diagnostik dapat memilih prosedur diagnostik untuk mengklarifikasi atau
mengklasifikasikan masalah yang diidentifikasi.
5.2 Saran
Anamnesa dan pemeriksaan fisik pada hewan yang diambil sampel untuk
dilakukan pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara lengkap. Ketelitian dalam
melakukan pemeriksaan khususnya perhitungan hematologi perlu ditingkatkan.
Kemudian adanya pendampingan terkait interpretasi hasil mungkin diperlukan agar
tidak salah arah dalam menginterpretasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Bijanti, R., GandulAtikYuliani, M., Wahjuni, R. S., & Utomo, R. B. (2010). Buku Ajar
Patologi Klinik Veteriner. Airlangga University Press.
Campbell, T. W., & Grant, K. R. (2011). Clinical cases in avian and exotic animal
hematology and cytology. John Wiley & Sons.
Clark, P., Boardman, W., & Raidal, S. (2009). Atlas of clinical avian hematology. John
Wiley & Sons.
Mohammed, S. A., Razzaque, M. A., Omar, A. E., Albert, S., & Al-Gallaf, W. M.
(2016). Biochemical and hematological profile of different breeds of goat
maintained under intensive production system. African Journal of
Biotechnology, 15(24), 1253-1257.
Moore, D. M. (2015). Hematology Assesment in Pet Rabbits. Vet Clin Exot Ani 18 9-19
Rizzi, T. E., Valenciano, A. C., Bowles, M., Cowell, R. L., Tyler, R., & DeNicola, D. B.
(2017). Atlas of canine and feline urinalysis. John Wiley & Sons.
Roland, L., Drillich, M., & Iwersen, M. (2014). Hematology as a diagnostic tool in
bovine medicine. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation, 26(5), 592-
598.
Stockham, S. L., & Scott, M. A. (2013). Fundamentals of veterinary clinical pathology.
John Wiley & Sons.
Villiers, E., & Ristić, J. (2016). BSAVA manual of canine and feline clinical
pathology (No. Ed. 3). British Small Animal Veterinary Association.
Voigt, G. L., & Swist, S. L. (2011). Hematology techniques and concepts for veterinary
technicians. John Wiley & Sons.
42