Oleh
Khusnul Khowatimi, S.KH
NIM. 170130100011030
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN PPDH
ROTASI PATOLOGI ANATOMI
DI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
(26 - 23 Maret 2018)
Oleh:
Khusnul Khowatimi, S.KH
NIM. 170130100011030
Menyetujui,
Komisi Penguji
Penguji I Penguji II
Drh. Dyah Ayu Oktavianie, M. Biotech Drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech
NIP. 19841026 200812 2 004 NIP. 19870501 201504 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberi rahmat
dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kegiatan PPDH Rotasi Patologi Anatomi. Dalam penulisan laporan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
2. drh. Dyah Ayu Oktavianie, M. Biotech dan drh. Fajar Shodiq Permata, M. Biotech,
selaku penguji ujian PPDH Rotasi Patologi Anatomi.
3. Stray Cat Deffender dan House Of Pet yang telah berkenan memberikan kucing
sebagai hewan yang diperiksa dan segala informasi yang dibutuhkan untuk penulisan
laporan ini.
4. Bapak, ibu, mba, mas dan keluarga atas do’a, kasih sayang, dukungan dan motivasi
yang tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan laporan ini.
5. Kelompok V “Lumbal Ke-5” PPDH gelombang 10 atas keceriaan dan kekeluargaan
yang erat.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan laporan ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi masa mendatang yang
lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ .... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... .... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. .... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. .... v
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. ............. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ .... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... .... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... … 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3
2.1 Kucing .......................................................................................................... 3
2.2 Penyakit Yang Menyerang Kucing ............................................................... 4
iv
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. ... 26
5.2 Saran ........................................................................................................ .... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... .... 27
LAMPIRAN.................................................................................................................... 28
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi
patologi anatomi adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengidentifikasi abnormalitas atau perubahan patologis pada
organ atau jaringan kucing secara makroskopis dan mikroskopis ?
2. Bagaimana cara menetapkan diagnose berdasarkan perubahan patologis
pada organ atau jaringan kucing tersebut ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi patologi
anatomi adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi abnormalitas atau perubahan patologis
pada organ atau jaringan pada kucing secara makroskopis dan
mikroskopis.
2. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa berdasarkan perubahan patologis
pada organ atau jaringan kucing.
1.4 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Sub Kelas : Theria
Sub Ordo : Fissipedia
Famili : Felidae
Sub Famili : Machairodonynae
Genus : Fellis
Spesies : Fellis Catus (Kucing Lokal)
3
Hewan kucing memiliki ciri-ciri antara lain panjang tubuh 76 cm, tinggi
tubuh 25-28 cm, berat tubuh jantan 3-4 kg dan betina 2-3 kg dapat hidup berkisar
selama 13-17 tahun. Kucing yang telah mengalami domestikasi dikenal dengan
nama ilmiah Felis catus atau Felis domesticus. Kucing menggunakan variasi
vokalisasi dan tipe bahasa tubuh untuk komunikasi, meliputi: meowing, purring,
hissing, growling, squeking, chriping, clicking, dan grunting (Mariandayani, 2012).
a. Chlamydiosis
Chlamydia hidup pada retikulo endotel hospes dan sel-sel epitel seperti
usus, plasenta, saluran respirasi, membrane serous dan konjungtiva. Infeksi utama
chlamydia adalah pada system vascular dimana hal ini akan menyebabkan
terjadinya thrombosis pada berbagai organ. Proliferasi endothelium terjadi
perivaskular yang terdapat infiltrasi sel mononuklear dan neutrofil.
4
b. Leptospirosis
c. Panleukopenia
5
jumlah leukosit dan enteritis. Virus ini banyak ditemukan pada urin dan feses, tetapi
penularan dari kucing ke kucing lain melalui muntahan, urin, leleran mata maupun
hidung (Syafriati, 2004).
Gejala klinis penyakit ini adalah demam yang sangat tinggi, anoreksia,
diare, dehidrasi atau penurunan sel darah putih yang sangat tajam. Pada anak kucing
yang baru lahir virus ini menyerang perkembangan cerebellum sehingga
menyebabkan neurogical abnormalitas (Hosokawa et al, 1987).
Perubahan patologi Feline panleukopenia adalah adanya hemoragi enteritis,
kerusakan intestinal berupa pelepasan epitel usus dan terdapat cairan fibrous. Ciri-
ciri replikasi dari Feline panleukopenia adalah pemendekan vili usus karena
hilangnya sel epitel. Virus bereplikasi dalam sel yang membelah dengan cepat pada
kript liberkuhn, yang mengganggu regenerasi epitel dan menghasilkan lesi.
Kemudian pada transmisi intrauterine atau infeksi perinatal dapat mempengaruhi
perkembangan system saraf pusat yang disebut dengan “Feline Ataxia Syndrome”.
Sindrom ini terjadi akibat perkembangan otak serebelum akibat infeksi litik dari sel
purkinje pada anak kucing. Kucing yang terinfeksi virus ini akan mengalami
hypoplasia serebellar (Hartmann, 2015)
d. Feline Calicivirus
Feline calicivirus merupakan virus yang sangat pathogen dan sangat penular
pada populasi kucing. Virus ini merupakan Family dari Caliciviridae dan genus
Vesivirus. Virus calici ini merupakan salah satu dari jenis cat flu yang paling sering
menyerang kucing selain herpes virus. Virus ini masuk kedalam tubuh melalui
mata, hidung dan mulut. Partikel virus yang sangat kecil menyebabkan virus mudah
menempel pada sembarang tempat, seperti lantai, tempat tidur kucing, makanan, air
minum kucing, bahkan baju dan tangan manusia yang tidak steril. Masa inkubasi
dari virus ini relative cepat yaitu 2-4 hari. Gejala klinis yang timbul antara lain
gangguan saluran pernafasan atas, stomatitis, ulserasi pada daerah lingual, demam,
anoreksia kadang disertai dengan hipersalivasi, dyspnoe, batuk dan pneumonia (
Radford, 2015).
6
Perubahan patologis akan ditemukan ulserasi pada daerah oral. Ulcer
berawal dari vesikel yang berada di daerah lingual, kemudian mengalami rupture
pada epitel. Terdapat lesi pada paru-paru dan alveolitis, yang menyebabkan
pneumonia eksudatif akut dan berkembang menjadi proliferative dan interstitial
pneumonia. Antigen pada virus dapat diidentifikasi di kulit, mukosa hidung, paru-
paru, pancreas dan sel endothelial pada dermis yang mengalami nekrosis (Radford
et al., 2007).
e. Dermatophytosis
7
f. Amoebiasis
Penyakit ini menyebabkan diare dan merusak dinding sekum dan kolon.
Parasit masuk ke dalam mukosa kemudian berkembang biak dan membentuk
koloni, selanjutnya meluas ke sub mukosa sampai ke muskularis usus. Patogenitas
Entamoeba diperkuat akibat masuknya bakteri saat infeksi, yakni Escherihcia coli
dan Aerobacter aerogenes. Kedua bakteri memperparah rusaknya jaringan
predileksi parasit, yakni dengan membentuk ulkus dan peradangan (Soulsby,1986).
g. Giardiasis
8
Bentuk tropozoit dari genus Giardia adalah piriform sampai elipsoid, dan
simestris bilateral, tampak depan terlihat seperti buah pir. Tropozoit Giardia
memiliki panjang 10 –18 μm dengan ketebalan 2 –4 μm. Ujung anterior berbentuk
bulat dan melebar sedangkan ujung posteriornya meruncing. Memiliki cakram
penghisap yang berada di sisi ventral. Terdapat dua inti anterior, dua axostyle serta
terdapat delapan flagela yang letaknya rata pada permukaan epitel (Prasetyo, 2004).
Giardia memiliki kista yang berbentuk oval, mempunyai dua atau empat inti,
berdinding tebal sehingga tampak sebagai garis ganda (Levine, 1995).
Kebanyakan infeksi Giardia tidak memperlihatkan gejala klinis, namun
pada sebagian kecil spesies yang terinfeksi akan menampakkan gejala yakni diare
menahun. Penyebaran giardiosis yang berasal dari air menjadi perhatian yang terus
meningkat (Levine, 1995).
9
BAB III
METODE KEGIATAN
NIM : 170130100011030
Email : khusnulkhowatimi15@gmail.com
Alat yang dipergunakan dalam kegiatan ini yaitu dissecting set, papan
nekropsi, tempat organ, microtome, water bath dan objek glas. Adapun bahan yang
dibutuhkan yaitu seekor kucing sakit, formalin 10%, etanol bertingkat (70%, 80%,
90% dan 95%), xylol I-III, akuades, etanol absolut I-III, parafin, putih telur, gelatin,
pewarna hematoksilin dan pewarna eosin.
10
digunakan untuk nekropsi yaitu pinset anatomis, gunting tajam tumpul, scalpel,
glove, masker, formalin 10%, pot organ, kertas label dan nampan.
1) Jika kucing masih dalam keadaan hidup, maka dilakukan pemeriksaan fisik
terlebih dahulu dan diamati kelainan-kelainan tertentu.
2) Pada kucing dalam kondisi masih hidup dieutanasi dengan cara pemberian
obat anantesi umum.
3) Pada kucing yang sudah mati atau bangkai direbahkan pada nampan dengan
posisi rebah dorsal.
4) Dibuat irisan pada kulit mulai daerah abdomen diteruskan ke anterior pada
daerah thorax sampai mandibular. Irisan pada kulit tersebut juga diteruskan
ke bagian posterior di daerah abdomen. Kulit dikuakkan sampai
mengekspose bagian muskulus.
5) Ditusuk bagian bawah arcus ischiadicus pada sternum dengan hati-hati
kemudian iris kedua sisi costae pada bagian posterior menuju ke vertebrae.
Pada bagian sternum potong costae pada bagian costochondral kearah
anterior sehingga bagian rongga thorax dapat terbuka.
6) Membuat irisan pada bagian abdomen dengan cara memotong linea alba kea
rah posterior hingga anus, sehingga cavum abdomen dapat terekspose.
7) Diperiksa bagian organ pada cavum thorax dan cavum abdomen dan diamati
kemungkinan adanya cairan, eksudat, transudat atau darah di dalamnya.
8) Dikeluarkan isi cavum thorax mulai dari lidah trachea hingga paru-paru
bersamaan dengan jantung.
9) Dikeluarkan organ hati dan limpa serta dilakukan pemeriksaan
10) Dikeluarkan isi cavum abdomen mulai dari esophagus, lambung dan usus
dan dilakukan pemeriksaan pada semua organ.
11) Dikeluarkan organ uropoetika mulai dari ginjal, vesika urinaria dan urethra.
12) Digunakan instrument steril untuk mempreparir setiap organ dan
mengamati kelainan yang ditemukan.
11
13) Dikoleksi semua potongan organ yang diduga mengalami perubahan
patologis dan dimasukkan kedalam pot organ yang berisi formalin 10%.
12
BAB IV
4.1 Signalement
4.2 Anamnesa
13
- Tanggal 22 Februari 2018
Berat badan mengalami penurunan menjadi 1,56 kg, suhu 33oC, reflek
menelan memburuk, tidak mau minum, muntah, lethargi, hipotermia,
selaput lendir pucat, turgor ± 5 detik, CRT ± 4 detik, membrane niktitan
terlihat, respon tubuh menurun kemudian mati.
Keadaan Umum
- Pertumbuhan badan : Baik
- Sikap berdiri : Tidak berdiri tegak
- Gizi : Kurang baik
Kulit dan Rambut
- Permukaan kulit : Tidak ada lesi
- Rambut : Alopecia pada kaki kiri
Kepala dan Leher
- Mata : Cekung
- Membran niktitan : Terlihat pink
- Hidung : Tidak ada discharge
- Mukosa mulut : Pucat
- Lidah : Berwarna kemerahan
- Telinga : Tidak ada discharge
- Posisi kepala : Agak menunduk
- Trakhea : Teraba
- Esopagus : Teraba, respon menelan lambat
Alat kelamin
- Anus : Bersih
Ekstremitas : Kompak dan simetris
14
4.4 Pemeriksaan Hasil Nekropsi
15
14 Duodenum Tidak ada kelainan -
15 Jejunum Hemoragi Nekrosis liquefaktif dan
jaringan ikat di vili
16 Ileum Tidak ada kelainan -
17 Colon Tidak ada kelainan -
18 Vesika urinaria Tidak ada kelainan -
16
B
17
sel-sel yang mati. Proses ini biasanya terjadi di otak sewaktu terjadi pelepasan
enzim-enzim otokatalik dari sel-sel yang mati. Nekrosis liquefaktif juga terjadi
pada peradangan purulent akibat efek heterolitik leukosit polimorfonuklear pada
pus. Jaringan yang mengalami likuefaksi menjadi lunak, mudah mencair, dan
tersusun oleh sel-sel yang mengalami disintegrasi dan cairan. Pada Gambar 4.3
terlihat adanya cairan yang berwarna pink kental menunjukkan bahwa terjadi
kematian sel-sel di daerah tunika submukosa.
Gambar 4.4 Gambar makroskopis jejunum pada kucing terlihat adanya hemoragi
(lingkaran kuning).
18
Hasil pengamatan secara makroskopis pada organ jejunum
menunjukkan adanya hemoraghi disepanjang jejunum yang terlihat
kemerahan.
Gambar 4.5 Gambaran mikroskipis organ jejunum. Terlihat adanya vili usus
(A) yang tergantikan oleh jaringan ikat (panah merah) dan mengalami nekrosis
liquefaktif disekitar vili (panah kuning) (perbesaran 100x, pewarnaan HE).
19
merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi pertumbuhan organisme
tertentu kemudian dapat menyebar ke tempat lain dalam tubuh. Jaringan yang
mengalami nekrosis dapat menginduksi respon peradangan dari jaringan yang
berdekatan. Jaringan nekrosa akan hancur dan hilang memberi jalan bagi proses
perbaikan yang mengganti daerah nekrotik dengan sel-sel yang beregenerasi dan
digantikan dengan jaringan ikat (jaringan parut) sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 4.5 (Price dan Wilson, 2006).
A
Gambar 4.7 Gambaran mikroskopis organ paru-paru. Terlihat adanya alveolus
(A) yang mengalami emfisema dan pada septa interalveolar (B) yang mengalami
edema (perbesaran 100x, pewarnaan HE).
20
Hasil pemeriksaan mikroskopis pada organ paru-paru secara keseluruhan
dengan perbesaran 100x, sebagaimana pada Gambar 4.7, menunjukkan adanya
pembesaran pada alveolus yang disebut dengan emfisema dan terdapat
penumpukan cairan pada septa interalveolar atau edema. Berdasarkan
pemeriksaan mikroskopis organ paru-paru, diagnosis morfologisnya yaitu edema
pulmonum.
Kelainan lain yang teramati yaitu adanya edema pada septa interalveolaris.
Edema terlihat dengan adanya cairan yang terkumpul dikapiler-kapiler septa
interalveolaris. Pengumpulan cairan di dalarn alveoli, bronki dan jaringan
interlobuler paru-paru. Cairan ini menghambat udara yang masuk kedalam
alveoli. Karena didalam bronki cairan itu bercampur dengan udara maka akan
terbentuk busa. Ada dua bentuk edema pulmonum, yaitu edema yang bersifat
bukan radang dan edema radang. Warna dari cairan edema tergantung pada ada
tidaknya perdarahan. Jika tidak ada perdarahan maka cairan edema agak
kekuningan dan busanya berwarna putih. Secara alami dan berdasarkan
eksperimental telah dibuktikan bahwa beberapa hal yang menyebabkan kejadian
edema pulmonum antara lain : perubahan fungsi jantung kiri secara akut atau
21
menahun, pneumoni yang disebabkan bakteri, virus atau cacing, keracunan, syok
termasuk syok pasca bedah, perangsangan paru-paru karena gas atau debu dan
edema karena pengaruh syaraf (Adi, 2014).
Gambar 4.8 Gambar makroskopis hati kucing terlihat tepi hati tumpul dan
berwarna merah kegelapan (lingkaran kuning).
a b
A A
B B
Gambar 4.9 (a) Gambaran mikroskopis organ hati kucing terlihat adanya sel-sel
hepatosit (A) dan sinusoid (B) yang mengalami hemoragi (panah kuning)
(perbesaran 100x, pewarnaan HE). (b) Gambaran mikroskopis organ hati kuucing
tampak adanya nekrosis liquefaktif (panah merah) disekitar hepatosit (A)
(perbesaran 400x, pewarnaan HE).
22
Hasil pemeriksaan mikroskopis organ hati ditunjukkan adanya hemoragi
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.9. Hemoragi (perdarahan) adalah
kondisi yang ditandai dengan keluarnya darah dari dalam vaskula akibat kerusakan
dinding vaskula. Kebocoran dinding ada dua macam yaitu melalui kerobekan (per
rhexis) dan melalui perenggangan jarak antara sel-sel endotel dinding vaskula
(diapedesis). Hemoragi per diapedesis umumnya terjadi pada pembuluh kapiler.
Hemoragi per rhexis dapat terjadi pada vaskuler apa saja, bahkan dapat terjadi bila
dinding jantung robek atau bocor. Penyebab hemoragi bisa karena bahan toksik
yang merusak endotel kapiler seperti keracunan arsen, Sipermetrin (bahan obat
nyamuk) yang dapat menghambat penggumpalan darah sehingga terjadi perdarahan
dan toksin yang dapat merusak endotel pembuluh darah.
23
(2001), nekrosis hepatosit dikarakteristikkan dengan sitoplasma yang membesar,
organel sel hancur dan robeknya membran plasma. Nekrosis pada sel hepatosit
biasanya diikuti dengan reaksi fibrosis jika peradangan bersifat kronis. Respon
hati lainnya terhadap peradangan adalah regenerasi dan hiperplasia buluh empedu.
Pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa sel mengalami nekrosis liquefaktif
dimana inti sel mengalami kariolisis yang ditandai dengan inti sel yang melebur
atau lisis.
a b
B
A
A
Gambar 4.11 (a) Gambaran mikroskopis organ ginjal kucing terlihat adanya
tubulus (A) dan glomerulus (B) yang mengalami hipertropi (panah merah)
(perbesaran 100x, pewarnaan HE). (b) gambaran mikroskopis organ ginjal ayam
terlihat pada bagian tubulus (A) mengalami degenerasi melemak (panah kuning)
(perbesaran 400x, pewarnaan HE).
24
Gambar 4.11 (a) menunjukkan adanya hipertropi glomerulus. Hipertropi
yakni kerusakan jaringan yang ditandai dengan pertambahan ukuran organ akibat
bertambahnya ukuran sel sehingga sel yang satu dengan yang lainnya saling lepas.
Hipertropi merupakan gejala awal nekrosis. Hipertropi glomerulus bisa terjadi
karena adanya penyumbatan senyawa yang bersifat toksik, walaupun
konsentrasinya rendah namun terkontaminasi cukup lama dalam tubuh (Mandia et
al., 2013). Ressang (1984) menjelaskan pembengkakan glomerulus terjadi
proliferasi kapsula Bowman yang mengakibatkan adhesi antara glomerulus dengan
kapsula Bowman serta penyempitan ruang Bowman., parahnya kerusakan
glomerulus akan membuat sistem vaskular peritubular terganggu dan berpotensi
mengalirkan zat racun ke tubulus.
4.6 Diagnosa
Berdasarkan dari temuan klinis dan patologis serta kondisi hewan pada
kucing upin mengalami perlemakan pada lambung dan ginjal, hemoragi jejunum,
paru-paru mengalami hiperemi dan terdapat spot hitam pada hati. Hasil
pemeriksaan mikroskopik memunjukan adanya perubahan patologis yaitu pada
lambung terdapat amoeba dan nekrosis, jejunum mengalami nekrosis, emfisema
dan edema pulmonum, hemoragi dan nekrosis hati, serta hipertropi glomerulus.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, kucing upin
mengalami Amoebiasis. Amoeba yang sering menginfeksi kucing adalah
Entamoeba sp. Predileksi Entamoeba adalah di lumen gastrointestinal dan bisa juga
menyerang mukosa usus sehingga dapat menyebabkan terjadinya hemoragi ringan
hingga parah, nekrosis dan ulseratif. Pada jejunum mengalami nekrosis liquefaktif
dan terbentuk jaringan ikat. Pada paru-paru mengalami emfisema dan edema
pulmonum. Emfisema merupakan pembesaran pada alveolus. Emfisema pada kasus
ini terjadi karena adanya pembesaran kantung alveolus sehingga ruang antar
alveolus saling bergabung. Sedangkan edema pulmonum terjadi karena adanya
timbunan cairan pada daerah septa interalveolaris. Pada hati mengalami hemoragi
dan nekrosis liquefaktif. Pada ginjal terjadi hipertropi glomerulus dan degenerasi
melemak. Pembengkakan glomerulus terjadi proliferasi kapsula Bowman yang
mengakibatkan adhesi antara glomerulus dengan kapsula Bowman serta
penyempitan ruang Bowman. Degenerasi lemak merupakan akumulasi lemak
abnormal di dalam sitoplasma, vakuola besarnya variasi dan mendesak inti ketepi.
5.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Anak. Agung. 2014. Patologi Veteriner Sistemik: Sistema Prenafasan. Cetakan
1. Mandra Ketut. Denpasar.
Bowman, Anastasia.2014. Entamoeba histolytica. American Association of
Veterinary Parasitologist. USA
Faine, S,1982. Guidelines For The Control Of Leptospirosis. World Health
Organization, Geneva.
Hartmann, Karin. 2015. Feline Panleukopenia. ABCD Guidelines on Prevention
and Management. Journal of Feline Medicine and Surgery.
Hartmann, Katrin. 2013. Leptospira Species Infection In Cats. ABCD Guidelines
on Prevention and Management. Journal of Feline Medicine and
Surgery.
Himawan, s. 1992. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: UI Press.
Hosokawa S.,S.Ichijo and H.Goto (1987). Clinical, Hematological and Pathological
Findings in Specific Pathogen-Free Cats Experimentally Infected with
Feline Panleukopenia Virus. Jpn. J. Vet. Sci.49(1): 43−50.
Jones. 2009. Chlamydia Infections Of Cats. Departement of Clinical Veterinary
Science. University of Bristol, UK.
Levine, N. D. 1995. Protozoologi Veteriner (terjemahan). Alih bahasa: Soekardono,
S.Gadjah Mada Press. Yogyakarta
Mandia. S, Netti. M, Putra.S. 2013. Analisis Histologis Ginjal Ikan Asang
(Osteochilus hasseltii) di Danau Maninjau dan Singkarak, Sumatera
Barat.Jurnal Biologi Universitas Andalas.
McGavin MD, Zachary JF. 2001. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4.
Missouri: Mosby Inc.
Piennar J.G and Schutte A.P., 1990. The Occurrence And Phatology Of
Chlamydiosis In Domestic And Laboratory Animals. Onderstepoort J.
vet. Res.42 (3) 77-90.
Prasetyo, R. H. 2004. Atlas Berwarna Protozoologi Veteriner. Airlangga University
Press.
27
Price,SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi.Edisi VI. Volume I. EGC,
Philadelphia.
Radford. Alan, Coyne.Karen, Dawson.Susan, Porter.Carol, Gaskell.Rosalind.
2007. Feline Calicivirus. University of Liverpool Veterinary Teaching
Hospital. UK
Redford, Alan.2015. Feline Calicivirus Infection. ABCD Guidelines on Prevention
and Management. Journal of Feline Medicine and Surgery.
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Kedua. Bali Cattle Disease
Investigation Unit. Denpasar.
Sajuthi. Cucu Kartini, 2010. Dermatophytosis Pada Kucing Sebagai Penyakit
Zoonosis: Monitoring Dan Pencegahan Reinfeksi. Lokakarya Nasional
Penyakit Zoonosis. PDHB Sunter.
Soulsby, E. J. L. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domestic Animals.
5th Edition. The English Language Book Soc and Bailliere Tindall.
London.
Suhita, N.L.P.R., I.W. Sudira, dan I.B.O. Winaya. 2013. Histopatolgi ginjal tikus
putih akibat pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral.
Buletin Veteriner Udayana. 5(2):71-78
Syafriati, Tatty. 2004. Deteksi Antibodi Penyakit Feline Panleukopenia Pada
Kucing Dengan Menggunakan Teknik ELISA. Seminar NAsional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Thomas, c. 1988. Histopatologi: Buku Teks dan Atlas Untuk Pelajaran Patologi
Umum dan Khusus. Edisi 10. Alih Bahasa Tonang, dkk. Jakarta: EGC.
28
LAMPIRAN
- Eutanasi
- Diletakkan dengna posisi rebah dorsal
- Incisi bagian abdomen ke posterior sampai mandibula
- Diincisi bagian abdomen kearah posterior sampai anus
- Dikuakkan bagian kulit
- Ditusuk arcus ischiadicus dipotong ke arah samping mengikuti kostae
- Dipotong costochondral siteruskan sampai mandibula
- Dipotong muskulus pada abdomen sampai anus
- Diperhatikan dan diamati organ viscera thorax dan abdomen
- Diambil isi rongga thorax dari lidah sampai paru-paru serta jantung
- Diambil isi rongga abdomen dari lambung sampai kolon serta hati empedu
- Diambil saluran urinaria
- Dibuka semua isi saluran cerna an diamati perubahan
- Koleksi organ yang mengalami perubahan dan direndam pada larutan
formalin 10%
29
Lampiran 2 Skema Pembuatan Preparat Histologi
Pengamatan
30
Lampiran 3 Prosedur pewarnaan Hematoksilin dan Eosin
Pengamatan
31
Lampiran 5 Dokumentasi Pembuatan Preparat Histoteknik
NO PROSES DOKUMENTASI
1. Fiksasi
2. Hasil Trimming
3. Dehidrasi
4. Clearing
5. Infiltrasi parafin
32
6. Embedding
7. Sectioning
8. Staining
9. Mounting dan
Pengamatan
preparat
33