Oleh:
Nurseta Rais Mahendra, S.KH
NIM. 220130100111074
i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
ROTASI PATOLOGI KLINIK
Menyetujui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGATAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Rotasi Patologi Klinik Veteriner
yang dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik FKH UB. Tujuan penyusunan
laporan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dokter hewan.
Keberhasilan penyusunan laporan ini tidak akan terwujud dan terselesaikan
dengan baik tanpa ada bantuan dan dorongan serta yang tak terhingga nilainya dari
berbagai pihak baik secara material maupun spiritual. Dalam kesempatan kali ini
dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P.,M. Biotech selaku dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya yang telah membantu penulis dalam
mengarahkan dan memberikan fasilitas, dan dukungan kepada penulis dalam
penyusunan dan penyempurnaan laporan PPDH Rotasi Pilihan Satwa Liar dan
Akuatik.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc., selaku Ketua Program Studi PPDH Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (FKH UB) atas segala waktu,
arahan, dan bimbingan yang telah diberikan dari awal rotasi hingga akhir
rotasi dilaksanakan.
3. drh. Tiara Widyaputri, M.Si., selaku Ketua Koordinator Rotasi Patologi
Klinik yang sudah memberikan ilmu dan arahan terkait rotasi koasistensi di
bidang praktisi hewan kecil.
4. drh. Aldila Noviatri, M.Biomed., selaku dosen pembimbing pada rotasi
Patologi Klinik yang sudah memberikan ilmu dan arahan terkait penulisan dan
pembahasan dalam laporan ini.
5. Teman-teman mahasiswa PPDH Gelombang XII, khususnya kelompok 4
atas, bantuan, waktu, dan semangat yang diberikan.
Penulis sadar bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Penulis berharap laporan
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Malang, 19 Oktober 2023
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.1.6 Penetapan Nilai MCV, MCH, dan MCHC ................................................. 12
3.2 Pembuatan Preparat Ulas Darah ......................................................................... 12
3.3 Pemeriksaan Sitologi .......................................................................................... 13
3.3.1 Swab Telinga .............................................................................................. 13
3.3.2 Swab Luka Terbuka .................................................................................... 13
3.3.3 Uji Rivalta ................................................................................................... 13
3.3.4 Fine Needle Aspiratin (FNA) Abses ........................................................... 13
3.3.5 Kerokan Kulit.............................................................................................. 14
3.3.6 Pemeriksaan Urin ........................................................................................ 14
BAB IV ............................................................................................................................. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 16
4.1 Hasil Hematologi Hewan Mamalia .................................................................... 16
4.1.1 Hewan Kucing ............................................................................................ 16
4.1.2 Hewan Kelinci ............................................................................................ 17
4.1.3 Hewan Anjing ............................................................................................. 19
4.1.4 Hewan Sapi ................................................................................................. 20
4.1.5 Hasil Hematologi Kambing ........................................................................ 22
4.2 Hasil Hematologi Hewan Non Mamalia ............................................................ 23
4.2.1 Hewan Ular ................................................................................................. 23
4.2.2 Hewan Ayam .............................................................................................. 24
4.3 Hasil Sitologi ...................................................................................................... 25
4.3.1 Skin Scrapping ............................................................................................ 25
4.3.2 Swab Telinga .............................................................................................. 26
4.3.3 Uji Rivalta Cairan Acites ............................................................................ 27
4.4 Hasil Urinalisis ................................................................................................... 28
4.4.1 Pemeriksaan Urine Kucing ......................................................................... 28
4.4.2 Pemeriksaan Urine Anjing .......................................................................... 29
BAB V .............................................................................................................................. 32
PENUTUP........................................................................................................................ 32
5.1 Kesimpulan......................................................................................................... 32
5.2 Saran ................................................................................................................... 33
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 4. 1 Panah merah : limfosit; Panah Kuning : sel debris..................................... 26
Gambar 4. 2 Hasil uji Rivalta pada cairan dalam tubuh anjing Mexter (+) ditandai
dengan adanya bentukan ubur-ubur dan air menjadi keruh. .......................... 27
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4. 1 Hasil pemeriksaan hematologi kucing Jojo.................................................... 16
Tabel 4. 2 Hasil pemeriksaan hematologi Kelinci .......................................................... 18
Tabel 4. 3 Hasil hematologi Anjing Rocky (Dokumentasi Pribadi, 2023). .................... 19
Tabel 4. 4 Hasil Hematologi Sapi (Dokumentasi Pribadi, 2023). ................................... 21
Tabel 4. 5 Hasil Hematologi Kambing Broto (Dokumentasi Pribadi, 2023). ................. 22
Tabel 4. 6 Hasil Hematologi Ular(Dokumentasi Pribadi, 2023). .................................... 24
Tabel 4. 7 Hasil pemeriksaan fisik urine kucing ............................................................. 28
Tabel 4. 8 Hasil pemeriksaan dispstick urine kucing ................................................ 29
Tabel 4. 9 Hasil pemeriksaan fisik urine anjing....................................................... 30
Tabel 4. 10 Hasil pemeriksaan kimia kualitas urine anjing dan dipstick urine. .............. 30
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Patologi klinik merupakan salah satu ilmu dalam dunia kedokteran yang
mempelajari aspek-aspek pemeriksaan laboratorium secara menyeluruh, baik
secara teknis maupun interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
patologi klinis berfungsi untuk mendiagnosa dan menentukan pengobatan terbaik
dari suatu penyakit (Kemal, 2014). Data laboratorik yang diperiksa pada bidang
patologi klinik menyediakan informasikan terbesar ketika digabungkan dengan
histori yang lengkap disertai dengan pemeriksaan klinis yang mana data
laboratorik akan menyediakan informasi terkait status sistem organ tubuh. Sampel
pemeriksaan patologi klinik diantaranya adalah cairan tubuh seperti darah, urin,
dan cairan abnormal yang terbentuk pada tubuh (Ridley, 2018).
Darah merupakan salah satu cairan tubuh terpenting yang digunakan untuk
mengetahui status keseharan dari hewan melalui evaluasi parameter darah
(Terzungwe, 2018). Analisis hematologi merupakan pemeriksaan yang relevan
untuk mendiagnosis tidak hanya kelainan pada darah, namun juga diagnosis dari
berbagai organ serta penyakit sistemik lainnya, sehingga hemogram memiliki
banyak informasi yang membantu proses diagnosis, pengamatan, prognosis terkait
dari progres penyakit pada suatu individu (Roland et al., 2014).
Urin merupakan cairan sisa dari metabolisme tubuh yang diekskresikan oleh
ginjal untuk dikeluarkan dari tubuh melalui proses urinasi untuk menjaga
homeostasis tubuh (Oleh and Ariyadi, 2016). Urin tidak diragukan lagi merupakan
cairan tubuh yang paling umum dan paling efektif selain darah yang sering
dianalisis untuk menentukan keadaan kesehatan atau penyakit yang mungkin ada
pada individu (Ridley, 2018). Urinalisis merupakan serangkaian tes diagnostik
yang digunakan secara umum untuk mengevaluasi ginjal dan keseluruhan saluran
urinari. Banyak parameter kimiawi yang dapat diperiksa menggunakan urinalisis
untuk mengevaluasi fungsi renal, konsentrasi protein dan fungsi metabolik
berdasarkan evaluasi fisik meliputi warna, kejernihan, dan berat jenis, profil tes
kimiawi, dan karakteristik elemen pembentuk urin (Rosenfeld and Dial, 2010).
1
Pemeriksaan laboratorium menjadi penting untuk dilakukan sebagai
pemeriksaan penunjang untuk serangkaian penegakan diagnosa suatu penyakit
serta penentuan prognosa atau outcome dari penyakit tersebut (Maharani et al.,
2018). Sitologi merupakan pemeriksaan terkait morfologi sel-sel secara individual
atau sel yang berasal dari fragmen jaringan yang diamati secara mikroskopis. Benar
atau tidaknya suatu diagnosis tergantung dari kualitas hasil sediaan sitologik yang
dihasilkan. Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diperoleh dari apusan vagina,
rahim, leher rahim, dan mulut serta ulerasi atau sedimen yang diperoleh lewat
proses sentrifugasi atau filtrasi (Reed, 2020).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penulisan laporan ini, maka dapat
dirumuskan rumusan malah yang di dapat sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemeriksaan hematologi, urinalisis dan sitologi
pada hewan probandus mamalia dan non-mamalia secara manual
2. Bagaimana hasil pemeriksaan hematologi, urinalisis, dan sitologi
dari hewan probandus mamalia dan non-mamalia?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, makan tujuan dari
laporan ini sebagai berikut :
1. Mengetahui proses pemeriksaan hematologi, urinalisis dan sitologi
pada hewan probandus mamalia dan non-mamalia secara manual.
2. Mengetahui hasil pemeriksaan hematologi, urinalisis, dan sitologi
dari hewan probandus mamalia dan non-mamalia.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan koasistensi Rotasi
Patologi Klinik di Laboratorium Patologi Klinik FKH UB adalah mendapatkan
pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan untuk mahasiswa PPDH dalam
bidang medik tentang menginterprestasikan hasil dari pemeriksaan hematologi
darah, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan sitologi secara manual.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen Darah Mamalia
2.1.1 Eritrosit
Eritrosit dewasa pada mamalia berbentuk bikonkaf, eosinofilik,
berukuran kecil, tidak berinti, mengandung hemoglobin (menyebabkan
warna merah), dan tiap hewan memiliki umur eritrosit yang berbeda dimana
pada kucing selama 73 hari, 100 hari pada anjing, 145 hari pada kuda, dan
160 hari pada sapi (Barger dan MacNeill, 2015). Eritrosit berperan dalam
membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan membawa karbon
dioksida kembali ke paru-paru untuk dilepaskan melalui proses ekspirasi.
Hemoglobin menjadi komponen utama sel darah merah yang bertanggung
jawab dalam proses transportasi oksigen dan karbon dioksida (Sink dan
Feldman, 2004).
2.1.2 Leukosit
3
2.1.3 Neutrofil
Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat asing
terutama terhadap bakteri karena bersifat fagosit dan dapat masuk ke dalam
jaringan yang terinfeksi (Indriani, 2017). Neutrofil memiliki ukuran lebih
besar dari eritrosit dan dicirikan oleh nukleusnya yang padat terwarnai,
tampak menggumpal, memanjang dan biasanya menyempit. Neutrofil
bertanggung jawab dalam proses fagositosis dan mikrobiosidal (Voigt
dan Shannon, 2011).
2.1.4 Eosinofil
Eosinofil memiliki fungsi sebagai fagosit dan penghasil antibodi
terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit (Indriani, 2017). Sel ini
memiliki ukuran yang hampir sama dengan neutrofil, tetapi sedikit lebih
besar, lalu bentuk nukleus juga sangat mirip dengan neutrofil bersegmen
tetapi segmennya tidak terlalu jelas, sitoplasma berwarna biru dan memiliki
granula berwarna merah-orange (Reagan et al., 2019).
2.1.5 Basofil
Basofil jarang ditemui pada sediaan apus darah normal. Intermediat
dalam ukuran antara neutrofil dan eosinofil, basofil memiliki kromatin
dengan pewarnaan yang kurang padat. Jumlah granul dapat bervariasi dari
sedikit hingga padat dan berwarna muda (seperti pada kucing) atau lebih
besar dan sangat gelap (seperti pada ruminansia). Basofil merupakan
sumber ediator inflamasi yang jika ada dapat ditemukan dalam jumlah
sedikit dalam darah peripheral (Voigt dan Shannon, 2011).
2.1.6 Limfosit
Limfosit terbagi menjadi dua yaitu limfosit B yang berperan dalam
produksi antibodi (imunoglobulin) dan limfosit T yang memiliki peran
regulasi sistem imun dan imunitas seluler, sehingga sel ini berperan penting
dalam perolehan imun sistem (Rosenfeld dan Dial, 2010). Sel ini biasanya
berbentuk bulat, berukuran sedikit lebih kecil dari neutrofil, memiliki
nukleus berbentuk bulat-oval, sitoplasma sedikit berwarna biru terang dan
beberapa sel limfosit seperti pada tikus, memiliki granul kecil berwarna pink-
ungu pada sitoplasmanya (Reagan et al., 2019).
4
2.1.7 Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar, hal ini ditandai dengan
pleomorfik, atau ameboid yaitu inti yang dapat mengasumsikan berbagai
bentuk dari memanjang hingga bulat dan sering berbentuk kacang merah,
tapal kuda, kupu-kupu, atau berbentuk H. Kromatin inti halus, halus, sedikit
menggumpal, dan warna kurang padat dibandingkan leukosit lainnya. Karena
aktivitas utama monosit adalah fagositosis (menelan dan mencerna partikel),
granul atau partikel variabel mungkin ditemukan di sitoplasma. Monosit
berperan dalam memfagositosis dan mencerna bahan asing debris seluler, dan
sel-sel mati keduanya (Voigt dan Shannon, 2011).
2.2 Komponen Darah Hewan Non-Mamalia
2.2.1 Reptil
Sel darah merah pada hewan reptil, amfibi, dan avian berbentuk elips
dengan inti sel bulat-oval dan ukuran bervariasi setiap spesiesnya (Reagan et
al., 2019). Perhitungan total eritrosit pada hewan reptil dan amfibi dapat
dihitung menggunakan hemositometer Neubauer dengan reagen Hayem atau
Natt dan Herrick yang digunakan sebagai pengencer dan hasilnya
diekspresikan sebagai jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Arikan, 2014).
Pemeriksaan total leukosit pada hewan non mamalia dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu Natt and Herrick (pengenceran 1:200), Rees Ecker
(pengenceran 1:20), amonium oksalat, dan metode semidirect menggunakan
larutan phloxine (Setyaningrum et al., 2013). Leukosit pada umumnya
5
tersusun dari sel granulosit (heterofil, basofil, eosinofil) dan sel agranulosit
(monosit dan limfosit) ditampilkan pada Gambar 2.2. Tetapi dalam kondisi
sehat, heterofil merupakan sel leukosit yang paling sering dijumpai pada
hewan bangsa avian dan reptil. Heterofil memiliki fungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap benda asing melalui proses fagositosis (Waryanti et al., 2016).
Heterofil merupakan sel leukosit yang dijumpai pada hewan bangsa
avian dan reptil. Sel heterofil dewasa avian memiliki nukleus dengan 2-3
lobus, sitoplasma dipenuhi dengan granula berbentuk panjang, batang-spindle
berwarna orange hingga merah-kecoklatan, sedangkan pada reptil, sebagian
besar sel heterofil memiliki sitoplasma dengan granul berbentuk oval-batang
berwarna orange hingga merah kecoklatan dengan nukleus bulat-oval pada
bangsa crocodilian, chelonia, dan ular, berlobus pada bangsa kadal seperti
iguana dan bearded dragon (Reagan et al., 2019).
2.2.2 Aves
Eritrosit pada aves memiliki bentuk oval, sel berinti dengan bentuk
bulat. Eritosit memiliki sitoplasma eosinofilik yang homogen dan inti bulat
hingga oval di tengah dilengkapi dengan pola kromatin. Leukosit pada aves
terdiri heterofil, eosinofil, dan basofil. Heterofil merupakan granulosit pada
unggas yang paling umum. Heterofil dewasa memiliki bentuk bulat dan
diameter 13 μm. Nukleus memiliki 2-3 lobus dan memiliki kromatin kasar.
Fungsi heterofil mirip dengan neutrofil mamalia dan memiliki fungsi yang.
Eosinofil berbentuk bulat hingga tidak beraturan dan memiliki diameter 12
μm. Eosinofil memiliki nukelues berlobus dan sitoplasma berwarna biru
disertai dengan eosinofilik bulat hingga butiran oval. Basofil pada aves
memiliki bentuk bulat dengan inti bulat di tengahnya Monosit pada ayam dan
kalkun merupakan leukosit terbesar degan diameter berkisar 14 μm. Monosit
memiliki bentuk bulat, sitoplasma pucat, dan memiliki vakuol abu-abu
kebiruan. Monosit merupakan sel pleomorfik dan susah untuk diidentifikasi
Limfosit merupakan leukosit yang dominan pada ayam dan kalkun. Limfosit
berukuran besar dan kecil. Limfosit yang berukuran kecil berbentuk bulat
dengan nukleus bulat, kromatin menggumpal. Trombosit memiliki bentuk
bulat hingga oval dengan inti bulat di tengah dan sitoplasma yang jelas.
6
Trombosit pada unggas mengandung granula sitoplasmik azurofilik (Weiss
dan Wardrop, 2010).
2.3 Metode Ulas Darah
7
2.5 Perhitungan Jumlah Leukosit
Pemeriksaan total leukosit dilakukan dengan mengencerkan darah dan reagen
Turk. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan leukosit pada bilik hitung
leukosit (Marshanindya, 2016).
2.6 Perhitungan Nilai Hematokrit
Perhitungan nilai hematokrit dilakukan dengan menggunakan
mikrohematokrit. Metode ini dilakukan dengan cara mensentrifus darah dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 4-5 menit. . Apabila sejumlah darah disentrifus
dengan kecepatan tinggi, elemen-elemen darah akan terpisah menjadi plasma,
bagian keruh (trombosit dan leukosit), dan eritrosit. Tingginya eritrosit diukur
menggunakan skala mikro-hematokrit yang dinyatakan dalam persen (Barger,
2015).
2.7 Pemeriksaan Total Protein Plasma dan Fibrinogen
Pemeriksaan TPP dan fibrinogen dilakukan dengan cara disentrifugasi yang
kemudian dilanjutkan dengan pembacaan menggunakan TPP reader. Untuk
fibrinogen dilakukan dengan cara mikrohematokrit dipanaskan terlebih dahulu,
selama 2 menit dalam waterbath. Selanjutnya, disentrifus selama 5 menit, setalah
itu lapisan plasma yang jernih dipotong dan diteteskan pada alat TS-meter
(Barger, 2015).
2.8 Perhitungan Konsentrasi Hemoglobin
Perhitungan hemoglobin dilakukan dengan menggunakan alat Hb Salhli.
Tabung hemometer diisi dengan larutan HCL 0,1N sampai dengan tanda gram%.
Darah dengan antikoagulan diisap dengan pipet Sahli sampai tepat tanda 20 mm3
. Bagian luar dari pipet dibersihkan dengan menggunakan kertas tissue. Darah
segera dimasukkan dengan hati-hati ke dalam tabung hemometer yang berisi HCL
0,1 N tanpa menimbulkan gelembung udara. Sebelum dikeluarkan, pipet dibilas
dengan menghisap dan meniup HCl yang ada dalam tabung beberapa kali. Bagian
luar pipet juga dibilas dengan beberapa tetes aquades. Ditunggu 10 menit untuk
pembentukan asam hematin. Setelah itu, pada tabung tersebut ditetesi akuades tetes
demi tetes sambal diaduk hingga warnanya menyerupai warna coklat pada gelas
standar (Faatih, 2017).
8
2.9 Sitologi Diagnostik
Sitologi diagnostik adalah ilmu interpretasi sel yang terlepas dari permukaan
epitel atau dari berbagai jaringan dengan kelebihan prosedur yang sederhana dan
non-invasif, cepat, tidak mahal, sering digunakan, serta dapat menjadi salah satu
fasilitas screening pada kasus kanker (Yimer et al., 2017). Teknik sampling untuk
pemeriksaan sitologi diantaranya adalah fine-needl easpiration menggunakan
jarum 20-22G, imprint/impression smear untuk lesi dengan permukaan yang basah
scraping untuk lesi dengan konsistensi lebih keras dan padat, swab smear,
abdominocentesis, thoracocentesis yang kemudian sampel ini dapat dilakukan
pembuatan preparat ulas dan diwarnai dengan pewarnaan seperti giemsa, Wrights,
atau diff-quick (Dunn, 2014).
2.10 Pemeriksaan Urin
Urinalisis merupakan metode pemeriksana urin dengan tujuan untuk
mengevaluasi fungsi renal pada hewan. urinalisis tidak hanya menilai fungsi
ginjal tetapi juga dapat mencerminkan berbagai proses penyakit sistemik
(inflamasi, perdarahan, hemolisis intravaskular). Pemeriksaan urin yang dicari atau
dihitung yaitu mulai dari pemerisaan fisik, osmolalitas, berat jenis, nilai pH, serta
pemeriksaan kimia pada urine yang digunakan (Pardiyanto, 2019).
9
BAB III
METODELOGI
3.1 Pemeriksaan Hematologi
3.1.1 Perhitungan Eritrosit
Perhitungan total eritrosit dilakukan dengan cara, sampel darah yang
sudah ditampung dalam tabung vacutainer ungu diambil dengan
menggunakan pipet thoma hingga menunjukkan pada skala 0.5, kemudian
dicampurkan dengan reagen Hayem hingga mencapai skala 101, sampel
dihomogenkan dengan cara dikocok dan buang 2-3 tetes dari pipet, kemudian
diletakkan pada hematositometer yang sudah diberi cover glass dan teteskan
campuran darah dan reagen Hayem pada hematositometer dan biarkan hingga
memenuhi kamar hitung. Hasilnya dihitung jumlah RBC pada 5 kotak kamar
hitung eritrosit dengan mikroskop perbesaran 400x. Nilai total eritrosit dapat
dihitung dengan cara jumlah sel eritrosit yang terhitung x 10.000.
3.1.2 Perhitungan Leukosit
Prinsip mendapatkan nilai dari perhitungan leukosit yaitu hal pertama
yang dilakukan adalah mengambil darah dengan cara dihisap menggunakan
pipet leukosit hingga 0,5 lalu ditambahkan reagen turk sampai angka 11 dan
dihomogenkan dengan cara memutar pipet seperti angka delapan, sebelum
pemakaian kamar hitung larutan dalam pipet dibuang 2-3 tetes kemudian
diteteskan sampel yang telah homogen pada kamar hitung sebelah kiri atau
kanan dan dapat dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x. metode
perhitungan dapat dilakukan dengan cara hitung leukosit yang berada dalam
4 kotak besar.
3.1.3 Penetapan Kadar Hemoglobin Sahli
Prinsip kerja dari hemoglobin sahli yaitu warna yang akan dihasilkan
pada larutan uji yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan larutan
standar. untuk mendapatkan nilai hb sahli dapat dilakukan dengan cara
tabung gelas dari hemoglobinometer sahli dapat diisi dengan HCL 0,1 N
sampai angka 10, darah yang sudah diambil dapat dihisap menggunakan
pipet hemoglobin hingga 0,02 ml dan tiuplah darah pada tabung yang telah
berisi HCL kemudian ditunggu selama 5-10 menit lalu ditambahkan aquades
10
hingga mendapatkan warna standar, setelah mendapatkan warna standar
kemudian dapat dilakukan pembacaan dengan angka sahli atau mg% atau
g/100 ml darah.
3.1.4 Penetapan Nilai Hematokrit
Penetapan nilai hematokrit (PCV) dilakukan dengan cara sampel darah
dimasukkan ke dalam tabung mikrohematokrit hingga ¾ bagian, kemudian
ditutup ujung mikrohematokrit dengan paraffin atau clay seal dan
dimasukkan ke dalam sentrifus hematokrit dan sentrifus dengan kecepatan
16.000 rpm selama 3-5 menit. Hasilnya dibaca hasil menggunakan
microhematocrit reader/ PCV scale dan skala dinyatakan dalam persentase
(%)
3.1.5 Penetapan Total Protein Plasma (TPP) dan Fibrinogen
Penetapan kadar TPP dan fibrinogen dilakukan menggunakan
refraktometer untuk mengetahui estimasi konsentrasi protein plasma dengan
refraktometer yang merupakan komponen penting dari CBC antar spesies.
Selain itu dapat dilakukan untuk menentukan PCV. Sebelum dilakukan
penetapan kadar TTP pertama sekali dimasukkan eritrosit yang sudah
dikoleksi menggunakan mikrohematokrit melalui ujung mikrohematokrit,
lalu di tutup kedua ujung mikrohematokrit menggunakan parafin. Setelah itu,
disentrifus untuk memisahkan antara plasma, eritrosit, dan buffy coat.
Dilakukan sentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Dilakukan
penentuan kadar TTP menggunakan refraktometer dengan cara mematahkan
mikrohematokrit bagian plasma yang sudah terpisah lalu diteteskan secara
perlahan pada kaca penutup refraktometer dan ditutup. Diarahkan
refraktometer ke arah cahaya yang terang. Batas antara garis skala gelap dan
terang pada refraktometer merupakan hasil TTP. Dicatat hasil yang
diperoleh. Untuk kadar fibrinogen dilakukan dengan memasukkan eritrosit
ke dalam mikrohematokrit dan ditutup menggunakan parafin. Lalu,
dipanaskan selama 2 menit dengan suhu 56-58oC. Lalu, disentrifugasi selama
5 menit. Setelah itu, dipatahkan mikrohematokrit diteteskan kedalam
kaca penutup refraktometer, ditutup lalu dibaca hasil skala dan dicatat
11
hasilnya. Didalam penetapan kadar TPP dan fibrinogen dilakukan dengan
hasil TTP - hasil fibrinogen.
3.1.6 Penetapan Nilai MCV, MCH, dan MCHC
MCV adalah ukuran rata-rata ukuran eritrosit. MCV dihitung dengan
membagi PCV dengan RBC dan mengalikannya dengan 10 dengan satuan fl.
MCH adalah rata-rata berat hemoglobin (Hb) yang terkandung di dalamnya
sel darah merah rata-rata, yang diukur dalam pikogram (pg). MCH dihitung
dengan membagi konsentrasi hemoglobin dengan Konsentrasi sel darah
merah dan dikalikan dengan 10. MCHC adalah konsentrasi rata-rata
hemoglobin eritrosit (atau rasio berat hemoglobin terhadap volume di mana
itu terkandung). MCHC (dalam g/dL) adalah dihitung dengan membagi
konsentrasi hemoglobin (dalam g/ dL) dengan PCV (persentase) dan
dikalikan dengan 100.
1. MCV (Mean Corpuscular Mean)
PCV (%)𝑋 10
𝑀𝐶𝑉 =
Jumlah Eritrosit (juta/mm3)
2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
Hb(gram/100ml)𝑋 10
𝑀𝐶𝐻 =
Jumlah Eritrosit (juta/mm3)
3. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
Hb (gram/100ml)𝑋 10
𝑀𝐶𝑉 =
PVC (%)
3.2 Pembuatan Preparat Ulas Darah
Pembuatan preparat ulas darah dilakukan dengan sampel darah cara sampel
diteteskan sampel darah di salah satu bagian ujung object glass, dan diratakan
tetesan darah hingga merata pada bagian ujung object glass lainnya, kemudian
dilakukan apusan darah dengan menggeserkan object glass dengan posisi 30°. Dan
dilakukan fiksasi menggunakan methanol selama 4 detik, selanjutnya diteteskan
pewarna eosin dan methylene blue masing-masing selama 4 detik dan keringkan
dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. dan dihitung diferensial
leukosit berdasarkan karakteristiknya.
12
3.3 Pemeriksaan Sitologi
3.3.1 Swab Telinga
Pemeriksaan swab telinga dilakukan pertama tama dengan mengambil
sampel pada telinga kucing kanan dan kiri. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan cotton bud steril lalu di swab ke object glass bersih.
Setelah mendapatkan sampel, diwarnai sampel dengan menggunakan
pewarnaan diff quik. Sampel yang sudah ter warnai dilihat dibawah
mikroskop dengan perbesaran 1000x menggunakan minyak emersi.
3.3.2 Swab Luka Terbuka
Langkah kerja untuk melakukan swab luka menggunakan metode
penempelan object glass secara langsung dan tape scotch. Selotip
ditempelkan pada luka setelah beberapa saat selotip ditempelkan
sebentar pada object glass lalu dilakukan pewarnaan diff quick dan diamati
pada mikroskop dengan perbesaran 100x lalu dapata diidentifikasikan hasil
pengamatan.
3.3.3 Uji Rivalta
Pengujian Rivalta dilakukan dengan mencampurkan 8 ml akuades
dengan satu tetes acetic acid (100%) pada tabung reaksi 10 ml lalu diteteskan
1 tetes cairan peritoneal pada larutan acetic acid lalu diamati pergerakan
sampel cairan pada tabung reaksi yang berisi asam asetic.
(+) sampel mengapung atau mengambang
(-) sampel tenggelam
13
dilakukan suction dengan cara menarik plunger jarum suntik. Digerak-
gerakkan jarum ke depan dan belakang sambil mempertahankan jarum
tetap berada dalam target. Tarik massa ke dalam spuit, setelah itu tarik
jarum dan persiapkan percobaan yang akan dilakukan.
d. Menggunakan teknik non aspirasi adalah dengan cara fiksasi target
massa yang akan diambil, dimasukkan jarum kedalam massa target
serta digerakkan jarum ke depan dan belakang massa dan diputar
searah jarum jam, ditarik jarum dari dalam massa, kemudian dipasang
jarum suntik ke plunger yang sudah ditarik, lalu dikeluarkan spesimen
ke objek glass, lalu dilakukan percobaan atau pewarnaan yang
diinginkan.
3.3.5 Kerokan Kulit
Langkah kerja untuk melakukan kerokan kulit menggunakan metode
scraping adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan kerokan kulit pada kulit hewan yang akan diperiksa
b. Diletakkan diatas object glass
c. Dilakukan fiksasi menggunakan methanol dan diwarnai dengan
pewarnaan diff quick menggunakan metilen blue dan eosin
d. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil hingga
perbesaran tinggi untuk melihat sel-sel yang ada
3.3.6 Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin (urinalisis) terdiri dari pemeriksaan fisik (kuantitas,
warna, kejernihan, berat jenis, dan bau), pemeriksaan kimia (reaksi dan pH),
protein, benda keton, darah, bilirubin), tes dipstick, dan pemeriksaan sedimen
(makroskopis dan mikroskopis).
a. Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan mengamati sampel urin yang telah dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
b. Pemeriksaan Kimia
Dilakukan dengan tes dipstick. Strip khusus dicelupkan ke dalam
sampel urin, kemudian warna yang muncul dibandingkan dengan
warna di indikator.
14
c. Pemeriksaan protein
Dengan mencampurkan 2,5 ml sampel urin dengan tetes asam
sulfosalisilat 20%, jika reaksi (+) akan menunjukkan kekeruhan.
d. Pemeriksaan glukosa
Dengan mencampurkan 1 ml sampel urin dengan 0,5 ml reagen
Nylander, kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama menit.
Reaksi (+) akan membentuk endapan hitam.
e. Pemeriksaan benda keton
Menggunakan Van Lange Test, yaitu 10 ml sampel urin dicampurkan
0,5 ml asam asetat glasial, 5 tetes NaNitroprussude 5% ke dalam
tabung reaksi, kemudian dialiri 3 ml amoniak pekat melalui dinding
tabung secara perlahan. Reaksi (+) akan membentuk cincin ungu/violet
dan (-) membentuk cincin putih.
f. Pemeriksaan bilirubin
Menggunakan Gmelin Test, yaitu 10 ml sampel urin dipanaskan dan
disaring untuk menghilangkan protein yang mungkin terikut. Diambil
5 ml sampel urin untuk ditambahkan dengan 2,5 ml asam nitrat pekat,
dan 2 tetes NaNO3, kemudian dialirkan urin secara perlahan melalui
dinding tabung reaksi sehingga terbentuk 2 lapisan cairan.
g. Pemeriksaan sedimen
Dengan cara memasukkan 7 – 8 ml urin ke dalam tabung sentrifus
untuk disentrifus selama 5 menit pada kecepatan 1.500 – 2000 rpm.
Sampel yang telah selesai disentrifus dituangkan lapisan atasnya dan
disisakan sebanyak 0,5 ml cairan dan sedimen kemudian dikocok.
Diambil sedimen menggunakan pipet halus, diletakkan 2 tetes dari
sedimen di atas object glass secara terpisah, ditutup dengan cover
glass, dan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x
dan 40x.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Berdasarkan data tabel diatas, kucing Jojo mengalami penurunan
kadar leukosit (leukopenia), limfosit (limfositopenia), dan neutrofil
(neutropenia). Menurut Fitri (2017) lekositopenia atau leukopenia
adalah kondisi dimana jumlah leukosit (neutrofil) lebih rendah dari
jumlah normal, hal ini dapat disebabkan karena adanya infeksi virus
dan sepsis bakterial yang berlebihan yang menyerang tubuh. Menurut
Rebar (2001) limfositopenia adalah pengurangan jumlah limfosit yang
bersirkulasi, serta adanya stress leukogram (kortikosterois dan
gangguan endogen tubuh), inflamasi akut (bakteri, virus), dan adanya
imunodefisiens. Neutropenia sendiri adalah suatu kondisi neutrofil di
dalam darah sangat rendah dan mengindikasi adanya peradangan yang
bersifat kronis. Kucing Jojo juga mengalami penurunan nilai
hemoglobin, PCV, MCV, dan MCH yang mengindikasikan terjadinya
anemia walaupun nilai RBC masih dalam rentang normal. Peningkatan
kadar TPP dapat disebabkan oleh hemokonsentrasi atau penurunan
volume plasma, selain itu juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
hormonal, status nutrisi, dan keseimbangan air di dalam tubuh.
Peningkatan TPP juga dapat mengindikasikan kondisi tubuh sedang
mengalami peradangan sehingga konsentasi globulin meningkat dan
terjadi kegagalan penyerapan protein (Roslizawaty, 2015).
17
c. Hasil Hematologi Kelinci
Setelah dilakukan koleksi sampel darah pada vena centralis dan
marginalis pada telinga kelinci kemudian sampel dibawa menuju Lab
Diagnosa Klinis untuk dilakukan pengujian hematologi dan didapatkan
hasil sebagai berikut.
Tabel 4. 2 Hasil pemeriksaan hematologi Kelinci
(Dokumentasi Pribadi, 2023).
Pemeriksaan Hasil Satuan Kisaran Normal Keterangan
Sel Darah Putih 15 10^3µl 5.2 – 12.5 Leukositosis
Limfosit 9.45 10^3µl 3.2 – 9 Limfositosis
Monosit 0 10^3µl 0 – 1.2 -
Neutrofil 0.3 10^3µl 38 – 54 Neutropenia
Eosinofil 5.1 10^3µl 0.02 – 0.3 Eosinofilia
Basofil 0.15 10^3µl 0 – 0.66 -
Sel Darah merah 5.9 10^3µl 5.1 – 7.9 -
Hemoglobin 8.4 g/dL 10.0 – 17.4 Anemia
Hematokrit 24 % 33 - 50 Anemia
MCHC 35 % 17.1 – 23.5 -
MCH 14.2 Pg 12.5 – 17.5 Anemia
MCV 40.6 fL 57.8 – 66.5 Anemia
Total Protein 6.2 g/dl 5.4-8.3 -
Plasma
Fibrinogen - g/dl - -
18
dengan adanya penurunan nilai HCT dan Hb serta kadar MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration) yang masih normal dan kadar
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) dan kadar MCV (Mean
Corpuscular Volume) yang mengalami penurunan menjadi indikasi
terjadinya anemia mikrositik hipokromik. Menurut Karmila (2019)
anemia merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekurangan sel darah
merah akibat adanya infeksi dan inflamasi baik patogen maupun non
patogen, adanya defisiensi vit B dan mineral Fe, serta dapat disebabkan
karena adanya gangguan pada jantung. Komponen sel darah merah
yang dapat mempengaruhi suatu kondisi dalam tubuh yaitu eritrosit,
hematokrit dan hemoglobin, nilai MCHC dan MCV dapat
mempengaruhi ukuran dan pigmen dari sel darah merah (Calista, 2019).
19
Neutrofil seg. 3,92 10^3µl 2,9 – 12,0 Normal
Neutrofil band 0,44 10^3µl 0 – 0,45 Normal
Eosinofil 0 10^3µl 0 – 1.3 Normal
Basofil 0,28 10^3µl 0,20 – 0,14 Normal
Sel Darah merah 6,79 10^3µl 4,95 – 7,87 Normal
Hemoglobin 12 g/dL 11,9 – 18,9 Normal
Hematokrit 39 % 35 – 57 Normal
MCHC 30,79 % 32,0 – 36,3 Rendah
MCH 17,67 pg 21,0 – 26,2 Rendah
MCV 57,49 fL 66 – 77 Rendah
Total Protein
7 g/dl 5.4-7.1 Normal
plasma
Fibrinogen 300 g/dl 150 – 300 Normal
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah / hematologi dari anjing
Rocky, didapatkan hasil adanya penurunan nilai MCV, MCH dan
MCHC namun nilai RBC dan hematokrit masih di angka yang normal,
menurut Latimer, (2011) mengatakan bahwa penurunan MCV, MCH,
dan MCHC dapat disebabkan adanya defisiensi zat besi, vitamin B12
dan asam folat. Anjing Rocky juga mengalami penurunan nilai limfosit
(limfositopenia) yang disebabkan karena adanya indikasi infeksi yang
bersifat akut serta adanya stress leukogram dan inflamasi akut yang
disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut Rebar (2001)
limfositopenia adalah pengurangan jumlah limfosit yang bersirkulasi,
serta adanya stress leukogram (kortikosterois dan gangguan endogen
tubuh), inflamasi akut (bakteri, virus), dan adanya imunodefisiens.
20
c. Hasil Hematologi
Setelah dilakukan koleksi sampel darah pada vena jugularis sapi
kemudian sampel dibawa menuju Lab Diagnosa Klinis untuk
dilakukan pengujian hematologi dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 4. 4 Hasil Hematologi Sapi (Dokumentasi Pribadi, 2023).
21
4.1.5 Hasil Hematologi Kambing
a. Sinyalemen
Nama hewan : Broto
Jenis hewan : Kambing
Ras : Peranakan Etawa
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 2 tahun
BCS : 3/5
b. Anamnesa
Kambing dengan ras PE yang ada di kandang FKH UB memiliki
riwayat sudah operasi rumenotomy dan kambing tidak ada
menunjukkan gejala sakit.
c. Hasil Hematologi
Setelah dilakukan koleksi sampel darah pada vena jugularis
kambing, kemudian sampel dibawa menuju Lab Diagnosa Klinis untuk
dilakukan pengujian hematologi dan didapatkan hasil sebagai berikut.
22
rendah dari jumlah normal, hal ini dapat disebabkan karena adanya
infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan yang menyerang
tubuh. Menurut Rebar (2001) limfositopenia adalah pengurangan
jumlah limfosit yang bersirkulasi, serta adanya stress leukogram
(kortikosterois dan gangguan endogen tubuh), inflamasi akut (bakteri,
virus), dan adanya imunodefisiens. Peningkatan kadar hematokrit akan
diikuti oleh peningkatan kadar hemoglobin (Rosita, 2015). Penurunan
MCHC yang disertai dengan peningkatan MCH biasa terjadi pada
kasus anemia hipokromik yang dikarenakan oleh defisiensi zat besi,
Peningkatan MCH biasa terjadi pada kasus anemia yang dikarenakan
oleh defisiensi zat besi, dan Peningkatan MCV mengindikasikan
adanya peningkatan volume sel darah merah dalam darah kambing.
Jumlah eritrosit normal disertai penurunan MCHC serta peningkatan
MCV dan peningkatan MCH mengindikasikan kambing mengalami
anemia makrositik hipokromik akibat kekurangan zat besi (Barger and
Macneill, 2015).
4.2 Hasil Hematologi Hewan Non Mamalia
4.2.1 Hewan Ular
a. Sinyalemen
Nama hewan : Ular
Jenis hewan : Ular Boa
Jenis kelamin : Betina
Umur : 1 tahun
b. Anamnesa
Ular diberikan makan tikus putih 1 kali seminggu, dan sering
dimandikan 2 kali seminggu oleh pemiliknya, ular tersebut saat
diperiksa menunjukkan gejala lemas.
c. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Setelah dilakukan koleksi sampel darah pada vena coccigea ular,
kemudian sampel dibawa menuju Lab Diagnosa Klinis untuk dilakukan
pengujian hematologi dan didapatkan hasil sebagai berikut.
23
Tabel 4. 6 Hasil Hematologi Ular(Dokumentasi Pribadi, 2023).
Pemeriksaan Hasil Satuan Kisaran Normal Keterangan
Sel Darah Putih 6.75 10^3µl 3 – 14 Normal
Limfosit 3.24 10^3µl 5.2 – 14.4 Limfositopenia
Monosit 0.6 10^3µl 0.4 – 2.3 Normal
Heterofil 2.9 10^3µl 0.6 – 6.4 Normal
Sel Darah Merah 3.17 10^3µl 1.5 – 3.5 Normal
Hemoglobin 10 g/dL 6 – 12.2 Normal
Hematokrit 47 % 30 – 45 Tinggi
MCHC 21.2 % 20 – 38 Normal
MCH 31.5 pg 48 – 78 Rendah
MCV 148.2 fL 165 – 305 Rendah
24
c. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Setelah dilakukan koleksi sampel darah pada vena brachialis,
kemudian sampel dibawa menuju Lab Diagnosa Klinis untuk dilakukan
pengujian hematologi dan didapatkan hasil sebagai berikut.
25
c. Hasil Skin Scrapping
26
ektoparasit yang mengganggu telinga kucing Gembul, hanya
ditemukan kotoran telinga yang di anggap normal.
27
4.4 Hasil Urinalisis
4.4.1 Pemeriksaan Urine Kucing
a. Sinyalemen
Nama hewan : Baim
Jenis hewan : Kucing
Ras : Domestik
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 3 tahun
b. Anamnesa
Kucing Baim sendiri merupakan kucing kasus dari kelompok 4
PPDH gelombang 12 yang mengalami pneumonia dan toxocariasis.
Kucing Baim juga memiliki gejala klinis seperti anoreksia, diare, dan
dyspnea.
c. Hasil pemeriksaan urine
Hasil dari pemeriksaan fisik urine pada kucing Baim sendiri
didapatkan warna urin kuning kecoklatan, sedikit keruh, bau khas urin,
dengan kuantitas 40 ml serta berat jenis 1.012. Normalnya urine kucing
yang baik adalah dengan memiliki warna kuning – kuning kecoklatan,
memiliki bau khas urine, rata-rata volume urine yaitu 18-25 ml dengan
berat jenis urine normal adalah 1.035-1.060 (Rizzi, 2014).
Tabel 4. 7 Hasil pemeriksaan fisik urine kucing
(Dokumentasi Pribadi, 2023).
Parameter Hasil
Warna Kuning Kecoklatan
Kualitas 40 ml
Kejernihan Sedikit keruh
Bau Khas bau urine
Berat Jenis 1.012
28
kemih, proteinuria mengindikasikan adanya kondisi patologis yang
berkaitan dengan mekanisme ginjal (Rizzi, 2014).
Tabel 4. 8 Hasil pemeriksaan dispstick urine kucing
(Dokumentasi Pribadi, 2023).
Parameter Hasil
pH 9
Leukosit +1
Nitrogen Negative
Protein +1
Glukosa Negative
Keton Negative
Urobilirubin Normal
Bilirubin +1
Eritrosit Negative
Hemaglobulin Negative
Hasil dari pemeriksaan kimia dan kualitas urine pada kucing
Baim yaitu adanya temuan positif protein dan bilirubin. Normalnya
urine kucing tidak mengandung protein dan bilirubin, penyebabnya
bisa dimungkinkan adanya kerusakan ginjal yang gagal menyaring
protein sehingga terjadi proteinuria, dan adanya gangguan hepar
maupun obstruksi pada saluran empedu sehingga bilirubin ditemukan
pada urine (Pratama, 2016).
4.4.2 Pemeriksaan Urine Anjing
a. Sinyalemen
Nama hewan : Cimol
Jenis hewan : Anjing
Ras : Domestik
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 3 tahun
b. Anamnesa
Anjing merupakan anjing milik kelompok PPDH gelombang 12
dengan riwayat sudah pernah mengalami operasi cystotomi, anjing
dengan kondisi sehat dan tidak ada indikasi penyakit apapun.
c. Hasil Pemeriksaan Urine
Hasil dari pemeriksaan fisik urine pada anjing Cimol
sendiri didapatkan warna urin kuning muda, keruh, bau khas urin,
dengan kuantitas 60 ml serta berat jenis 1.015. Normalnya urine anjing
29
yang baik adalah dengan memiliki warna kuning jernih, memiliki bau
khas urine. Penyebab lain peningkatan kekeruhan urin diakibatkan
oleh urin mengandung sel, terutama leukosit, eritrosit, kristal, lendir,
bakteri, dan sperma (Sink and Wheinstein, 2012)
Tabel 4. 9 Hasil pemeriksaan fisik urine anjing
(Dokumentasi pribadi, 2023).
Parameter Hasil
Warna Kuning
Kualitas 60 ml
Kejernihan keruh
Bau Khas bau urine
Berat Jenis 1.015
30
sedang berpuasa, namun pada kondisi patologis ketonuria terjadi pada
kondisi ketoasidosis diabetikum, muntah dan diare (Pratama, 2016).
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan laporan ini adalah:
1. Pemeriksaan hematologi pada hewan mamalia dilakukan menggunakan
metode counting chamber pada hemositometer menggunakan reagen
hayem untuk eritrosit dan reagen turk untuk leukosit. Pemeriksaan ulas
darah dilakukan menggunakan pewarna diff-quick dan diperiksa dibawah
mikroskop hingga perbesaran total 1000x untuk pemeriksaan diferensial
leukosit. Interpretasi hematologi hewan mamalia dilakukan dengan cara
membandingkan hasil dengan standar referensi normal yang sudah
ditentukan berdasarkan literatur.
2. Pemeriksaan hematologi pada hewan non-mamalia dilakukan
menggunakan metode counting chamber pada hemositometer
menggunakan reagen hayem untuk eritrosit dan reagen turk untuk
leukosit. Pemeriksaan ulas darah dilakukan menggunakan pewarna diff-
quick dan diperiksa dibawah mikroskop hingga perbesaran total 1000x
untuk pemeriksaan diferensial leukosit. Interpretasi hematologi hewan
non-mamalia dilakukan dengan cara membandingkan hasil dengan
standar referensi normal yang sudah ditentukan berdasarkan literatur.
3. Pemeriksaan sitologi dapat dilakukan menggunakan sampel yang diambil
dengan beberapa teknik diantaranya adalah swab, skin scrape, skin tape,
dan Fine Needle Aspiration (FNA) yang kemudian sampel diletakkan atau
diulas diatas object glass dan diperiksa dibawah mikroskop hingga
perbesaran total 1000x untuk melihat sel yang berperan.
4. Pemeriksaan urinalisis dilakukan dengan beberapa uji diantaranya adalah
pemeriksaan fisik dan kimiawi. Pemeriksaan fisik urin meliputi kuantitas,
warna, kejernihan, berat jenis, dan bau urin. Pemeriksaan kimiawi urin
meliputi pH, protein, glukosa, benda keton, bilirubin, darah, dan sedimen
yang kemudian dibandingkan dengan literatur.
32
5.2 Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, N. I., Widada, S. T., and Supriyanta, B. (2019). Perbedaan Jumlah Sedimen
Eritrosit Pada Urine Berat Jenis Tinggi Yang Disentrifugasi Dan
Didiamkan [Skripsi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta].
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1058/
Burton, A. G. (2018). Clinical Atlas of Small Animal Cytology. John Wiley and Sons.
Dunn, J. (2014). Manual of Diagnostic Cytology of the Dog and Cat. John Wiley and
Sons.
Elsevier Guo, Z., Zhao, Y., Zhang, Z., and Li, Y. (2021). Interleukin-10-Mediated
Lymphopenia Caused by Acute Infection with Foot-and-Mouth Disease
Virus in Mice. Viruses, 13(12), 2358.
https://doi.org/10.3390/v1312235846
34
Hall, P., and Cash, J. (2012). What is the Real Function of the Liver ‘Function’ Tests?
The Ulster Medical Journal, 81(1), 30–36.
Hartmann, K., Binder, C., Hirschberger, J., Cole, D., Reinacher, M., Schroo, S., Frost,
J., Egberink, H. F., Lutz, H., and Hermanns, W. (2003). Comparison of
Different Tests to Diagnose Feline Infectious Peritonitis. Journal of
Veterinary Internal Medicine / American College of Veterinary Internal
Medicine, 17, 781–790. https://doi.org/10.1111/j.1939-
1676.2003.tb02515.x
Hermawan, I. P., and Restijono, E. H. M. (2021). Nilai Total Protein Pada Kucing
Liar (Stray Cats) Dan Kucing Peliharaan (Domestic Pet Cats) Di
Surabaya. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 6(2).
Jackson, H., and Marsella, R. (2022). BSAVA Manual of Canine and Feline
Dermatology (4th ed.). Wiley.
Lima, D. J. da S., Castro, F. C. B., Pedroso, H. M. P., Meneses, A. M. C., and Giese,E.
G. (2020). Hematological findings in Iguana iguana (Reptilia,
Squamata, Iguanidae) with hemoparasitosis in Santarém, Pará, Brazil.
Biotemas, 33(1), 1–8.
Maeda, S., Tsuboi, M., Sakai, K., Ohno, K., Fukushima, K., Kanemoto, H., Hiyoshi-
Kanemoto, S., Goto-Koshino, Y., Chambers, J. K., Yonezawa, T.,
Uchida, K., and Matsuki, N. (2017). Endoscopic Cytology for the
Diagnosis of Chronic Enteritis and Intestinal Lymphoma in Dogs.
Veterinary Pathology, 54(4), 595–604.
https://doi.org/10.1177/0300985817705175
Maharani, D., Inayati, N., and Dinarti, M. (2018). Jenis dan Jumlah Sedimen Urine
Menggunakan Variasi Konsentrasi Pengawet Formalin. Quality : Jurnal
Kesehatan, 11, 86–91. https://doi.org/10.36082/qjk.v11i2.74
Mallah, H. S., Brown, M. R., Rossi, T. M., and Block, R. C. (2010). Parenteral Fish
Oil-Associated Burr Cell Anemia. The Journal of Pediatrics, 156(2),
324- 6.e1. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2009.07.0647
Mallo, P. Y. (2012). Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen
Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non-Invasive. E-Journal
Unstrat, 6.
35
Mcgrotty, Y., and Knottenbelt, C. (2002). Significance of plasma protein
abnormalities in dogs and cats. In Practice, 24.
https://doi.org/10.1136/inpract.24.9.512
Oleh, D., and Ariyadi, R. (2016). Pengaruh Penundaan Jumlah Sel Eritrosit Pada
Sedimen Urine Hematuria. Pengaruh Penundaan Jumlah Sel Eritrosit
Pada Sedimen Urine Hematuria.
Rizzi, T. E., Valenciano, A., Bowles, M., Cowell, R., Tyler, R., and DeNicola, D.
(2017). Atlas of Canine and Feline Urinalysis. John Wiley and Sons,
Ltd. https://doi.org/10.1002/9781119365693
Roland, L., Drillich, M., and Iwersen, M. (2014). Hematology as a diagnostic tool in
bovine medicine. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation, 26(5),
592–598. https://doi.org/10.1177/1040638714546490
Rosenfeld, A. J., and Dial, S. (2011). Clinical Pathology for the Veterinary Team.
John Wiley and Sons.
Rosenfeld, A. J., and Dial, S. M. (2010). Clinical Pathology for the Veterinary Team.
Blackwell Publishing Ltd.
Saravanan, S., Umapathi, V., Priyanka, M., Hosamani, M., Sreenivasa, B. P., Patel,
B. H. M., Narayanan, K., Sanyal, A., and Basagoudanavar, S. H. (2020).
Hematological and serum biochemical profile in cattle experimentally
infected with foot-and-mouth disease virus. Veterinary World, 13(3),
426– 432. https://doi.org/10.14202/vetworld.2020.426-432
Setyaningrum, N., Yuliani, M. G. A., and Anwar, H. (2013). Potensi Ekstrak Bunga
Mawar Merah (Rosa damascena Mill) Sebagai Antiseptik pada
Stomatitis Ular (Python reticulatus) terhadap Jumlah dan Hitung Jenis
Leukosit. Veterinaria Medika, 6(2).
36
http://www.journal.unair.ac.id/download- fullpapers-
VETMED%20EDISI%20%2017%202013-03.pdf
Sharkey, L. C., Radin, M. J., and Seelig, D. M. (2021). Veterinary Cytology. John
Wiley and Sons.
Sink, C. A., and Weinstein, N. M. (2012). Practical Veterinary Urinalysis. John Wiley
and Sons Inc.
Tavana, S., Tavakoli, H., Hashemzadeh, M., and Nadi, E. (2009). Specific gravity of
pleural fluid determined by refractometer to discriminate exudates and
transudates. Research Journal of Medical Sciences, 3, 91–94.
Thrall, M. A., Weiser, G., Allison, R. W., and Campbell, T. W. (2012). Veterinary
Hematology and Clinical Chemistry (2nd ed.). John Wiley and Sons
Inc.
Utami, E. S. B. (2017). Perbedaan Berat Jenis Cairan Pleura Cara Hidrometer Dan
Dipstik [Diploma, Muhammadiyah University of Semarang].
http://repository.unimus.ac.id/407/
Weiss, D. J., and Wardrop, K. J. (2011). Schalm’s Veterinary Hematology (6th ed.).
John Wiley and Sons.
Yimer, L., Mohammed, C., and Ayele, L. (2017). Diagnostic Cytology: Techniques
and Applications in Veterinary Medicine. Journal of Veterinary Science
and Technology, 8(1).
37
Zahir, N. N. M., Zulkifli, N., Abdul Hamid, N., Shamaan, N. A., Asnawi, A., Rahim,
N., Abdul Rahman, T., and Nor Aripin, K. (2017). A systematic review
on the beneficial effects of goat milk on iron deficiency anaemia.
Advanced Science Letters, 23, 4824–4830.
https://doi.org/10.1166/asl.2017.8918
38
Lampiran 1. Kegiatan di Laboratorium Patologi Klinik
No. Kegiatan Keterangan