Anda di halaman 1dari 63

PREVALENSI PRESBIKUSIS DAN FAKTOR RISIKO

YANG MEMPENGARUHI LANJUT USIA DI BALAI


PERLINDUNGAN SOSIAL PROVINSI BANTEN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
Latansa Dina
NIM : 1110103000070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat
dan Karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian
yang berjudul “Prevalensi Presbikusis dan Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Lanjut Usia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten”, sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini,
penulis banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar diri penulis
maupun dari dalam diri penulis. Penulis banyak mendapat dukungan, saran,
petunjuk, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Dr. Ibnu Haris Fadillah, Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing I
penelitian dan Ibu Ratna Pelawati, M. Biomed sebagai dosen pembimbing
II penelitian yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan saran, arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis
dari awal proses penelitian sampai akhir penyusunan laporan penelitian
ini.
4. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2010, dan atas motivasinya kepada
penulis terhadap penyelesaian penelitian ini serta dr. Fikri Mirza Putranto,
Sp.THT dan DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR atas masukannya
terhadap penelitian ini.

v
5. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten beserta staf yang telah
menyediakan tempat untuk pemeriksaan sampel selama penelitian
berlangsung.
6. Hearing Care Bintaro beserta staf yang telah bersedia membantu peneliti
dalam proses pengambilan sampel selama penelitian berlangsung.
7. Keluarga besar penulis, terutama Papa dan Mama tercinta (Alm.) Rahmat
Ramdhani dan Huriyati, S. Sos, M. Si yang selalu ikhlas mendoakan,
mendukung, serta memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis
selama melakukan penelitian ini. Ananda tercinta Farih Muzwandani yang
juga selalu mendukung dan menghibur disaat jenuh. Tidak lupa kepada
Paman Drs. H. Rusli Ridwan, M. Si yang telah memberikan dukungan
besar kepada penulis.
8. Teman kelompok riset Ratu Nadia Ntuz, Dhea Rahmawati, Yahya Kholid
dan Idzkar Ramadhan atas semangat dan motivasinya. Teman-teman
beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Terimakasih kepada dr. Andi Fadly yang telah bersedia membantu proses
pengambilan data dan memberikan motivasi selama melakukan penelitian
ini.
10. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini
baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin penulis
sebutkan saru per satu.
Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan kita semua terutama mengenai presbikusis.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 2 September 2013

Penulis

vi
ABSTRAK

Latansa Dina. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Presbikusis


Dan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Lanjut Usia Di Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten.

Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang bersifat degeneratif. Faktor


predisposisi yang mempengaruhi diantaranya tekanan darah tinggi, diabetes
mellitus, hiperkolesterolemia, dan merokok. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada prevalensi presbikusis di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan dengan cara pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan menggunakan rapid glucose test, rapid cholesterol test dan
melakukan wawancara kuosioner. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rancangan penelitian cross sectional, teknik pengambilan sampel yakni cluster
sampling. Sampel penelitian berjumlah 59 orang. Hasil pada penelitian ini
ditemukannya prevalensi presbikusis sebesar 2,1%.
Kata Kunci : Presbikusis, pendengaran, degeneratif

ABSTRACT

Latansa Dina. Medicine Education Program. Prevalence of Presbycusis and


Risk Factors That Affecting Elderly in Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten.

Presbycusis is a degenerative hearing loss. Predisposing factors that influence


them are hypertension, diabetes mellitus, hypercholesterolemia, and smoking.
This study aims to determine whether there is prevalence of presbycusis in Banten
Province Institute of Social Protection. The research was conducted by measure
the blood pressure checks, glucose checks using the rapid test, rapid cholesterol
test and questionnaire interview. The research being done with using cross
sectional research design, sampling techniques which cluster sampling. Sample
was 59 people. The results in this study found the prevalence of presbycusis by
2.1%.
Key word: Presbycusis, hearing, degenerative.

vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL………………………………………………………... i
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK….. ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………….... 2
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ….......................................................... 4
2.1. Anatomi Telinga dan Mekanisme Pendengaran………............. 4
2.2. Lanjut Usia.................................................................................. 8
2.2.1 Definisi …........................................................................ 8
2.2.2 Klasifikasi......................................................................... 8
2.3. Proses Penuaan…......................................................................... 8
2.4. Gangguan Pendegaran …............................................................. 10
2.5. Presbikusis................................................................................... 11
2.5.1 Definisi Presbikusis.......................................................... 11
2.5.2 Patologi............................................................................. 11
2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pendengaran....................... 12
2.5.4 Gejala Klinis..................................................................... 14
2.5.5 Penegakkan Diagnosis...................................................... 14
2.5.6 Tatalaksana........................................................................ 18

viii
2.5.7 Prognosis........................................................................... 19
2.6. Kerangka Teori............................................................................. 20
2.7. Kerangka Konsep......................................................................... 21
2.8. Definisi Operasionl....................................................................... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………............................... 24
3.1. Desain…………………………................................................... 24
3.2. Tempat Penelitian......................................................................... 24
3.3. Waktu Penelitian………............................................................... 24
3.4. Populasi........................................................................................ 24
3.5 Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel............................ 24
3.6. Besar Sampel............…………………………........................... 24
3.7. Variabel Penelitian….................................................................... 25
3.8. Kriteria Inklusi dan Ekslusi…….................................................. 25
3.9. Cara Kerja……………………………......................................... 25
3.10. Alur Penelitian……………........................................................ 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 30
4.1. Hasil Penelitian............................................................................. 30
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian.......................................... 30
4.1.2. Analisis Univariat............................................................... 31
4.1.3. Analisis Bivariat................................................................. 33
4.2. Pembahasan.................................................................................. 35
4.3. Keterbatasan Penelitian................................................................ 37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….... 39
5.1. Kesimpulan…………………………………………………....... 39
5.2. Saran…………………………………………………………..... 39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 40

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1:Derajat ketulian..................................................................................... 15


Tabel 4.1:Karakteristik Demografis Subjek Penelitian......................................... 28
Tabel 4.2:Distribusi data berdasarkan hasil tekanan darah, kadar glukosa, kadar
kolesterol dan kebiasaan merokok......................................................................... 29
Tabel 4.3:Tuli Sensorineural................................................................................. 30
Tabel 4.4:Prevalensi Presbikusis........................................................................... 30
Tabel 4.5:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai
tekanan darah......................................................................................................... 32
Tabel 4.6:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai
kadar Glukosa ....................................................................................................... 33
Tabel 4.7:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai
kadar kolesterol...................................................................................................... 33
Tabel 4.8:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan
kebiasaan merokok................................................................................................. 34

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1:Anatomi telinga manusia.................................................................... 5


Gambar 2.2:Rambut-rambut sensoris koklea......................................................... 6
Gambar 2.3:Penurunan pendengaran berdasarkan usia.......................................... 7

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural yang merupakan


keadaan fisiologis dari penuaan organ pendengaran. Presbikusis umumnya terjadi
pada usia 65 tahun, tetapi presbikusis dapat terjadi sebelum usia tersebut apabila
didukung oleh faktor predisposisi, seperti penyakit kardiovaskuler. Penyakit
kardiovaskuler merupakan salah satu dari proses degeneratif. Sekitar 40%
penderita presbikusis mengalami gangguan pendengaran pada usia diatas 65
tahun. 1-3

Pada penelitian Maria Fernanda disebutkan bahwa presbikusis dialami


oleh populasi yang berusia 65-75 tahun sekitar 30-35%, sedangkan pada populasi
yang berusia lebih dari 70 tahun sekitar 40-50%.Chou, pada penelitiannya
menyebutkan bahwa prevalensi presbikusis yang dialami pada usia ≥65 tahun
yaitu 18,9%. Weinstein menyebutkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran
pada pasien usia lanjut yang berusia 60 tahun berkisar 16%, 70-79 tahun sebesar
70%, usia 80-89 tahun sebesar 92%, serta usia lebih dari 90 tahun hampir 100%.
Pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan–Pendengaran yang dilakukan di 7
provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996 didapatkan bahwa angka prevalensi
presbikusis sebesar 2,6%.Menurut WHO pada tahun 2005 terdapat 1,2 milyar
orang yang berusia lebih dari 60 tahun, dan dari jumlah tersebut 60% di antaranya
tinggal di negara berkembang. Di Indonesia jumlah penduduk yang berusia lebih
dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 19,9 juta atau 8.48% dari
jumlah populasi.3-7

Penyebab dari presbikusis saat ini belum diketahui secara pasti. Namun
terdapat berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini,
seperti penyakit hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Penyakit-penyakit
seperti hipertensi, diabetes melitus, dan hiperkolesterolemia dapat mempengaruhi
pembuluh darah koklea dan menurunkan transportasi nutrisi, sehingga
mengakibatkan degenerasi sekunder pada saraf pendengaran. Gangguan
2

pendengaran ini dapat mengakibatkan masalah sosial seperti depresi, cemas,


paranoid dan frustasi.3,8

Usia lanjut dapat ditemukan di berbagai tempat. Namun dapat


puladitemukan pada sebuah populasi tertentu,misalnya dalam sebuah panti atau
balai perlindungan sosial dimana terdapat populasi berusia lanjut yang memenuhi
kriteria usia di atas 60 tahun menurut WHO dan Depkes RI yang mempunyai latar
belakang faktor risiko yang beragam.Penelitian ini dilakukan untuk mencari angka
kejadian presbikusis pada lanjut usia, disertai dengan faktor risiko yang
mendukung terjadinya presbikusis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapakah prevalensi terjadinya presbikusis di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten?
2. Faktor risiko apa saja yang mungkin berpengaruh pada presbikusis?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
- Menentukan prevalensi terjadinya presbikusis pada Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
b. Tujuan Khusus
- Menentukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia
berdasarkan riwayat penyakit hipertensi.
- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia berdasarkan
riwayat penyakit hiperkolesterolemia.
- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia
berdasarkan riwayat penyakit diabetes mellitus.
- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia berdasarkan
seringnya mengkonsumsi rokok.
3

1.3.2 Manfaat Penelitian


a. Bagi Peneliti
- Untuk menyelesaikan studi skripsi S1 Program Studi Pendidikan
Dokter.
- Menambah pengetahuan tentang presbikusis.
- Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama
penelitian ini.
b. Bagi Subjek Penelitian
- Dapat memberikan informasi mengenai presbikusis.
- Dapat memberikan edukasi mengenai presbikusis.
c. Bagi Institusi
- Memajukan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan adanya publikasi mengenai
penelitian ini.
d. Bagi Keilmuan
- Dapat digunakan untuk penelitian lain yang ingin melihat prevalensi
prebikusis pada masyarakat luas lainnya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA dan MEKANISME PENDENGARAN


Telinga luar atau pinnaadalah gabungan dari tulang rawan yang dilapisi
kulit. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral,dan bertulang di
sebelah medial. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan
terhadap liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak
dibelakangnya.Membran timpani atau gendang telinga adalah perbatasan telinga
tengah yang berbentuk kerucut yang puncaknya mengarah ke medial. Pada rongga
telinga tengah terdapat epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus.
Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar,lapisan
fibrosa dibagian tengah dan lapisan mukosa di bagian dalam.1

Telinga tengah terletak di rongga yang terisi udara berbentuk menyerupai


suatu kotak dengan enam sisi yang dilapisi oleh membran mukosa. Dinding
posteriornya lebih luas daripada dinding anterior. Promontorium pada dinding
medial ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut
lebih sempit pada bagian tengah. Dinding lateral dari telinga tengah adalah
dinding tulang epitimpanum di bagian atas membran timpani dan dinding tulang
hipotimpanum di bagian bawah. Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi
tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Dinding medial adalah dinding lateral
fossa kranii posterior. Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang
epitimpanum di bagian atas membran timpani dan dinding tulang hipotimpanum
dibagian bawah.Tuba Eustachius (auditori) menghubungkan telinga tengah
dengan faring.1,9

Telinga dalam berbentuk sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai


labirin. Labirin terisi oleh endolimfe terdiri dari vestibulum, tiga kanalis sentralis
semisirkularis dan aqueduktus vestibularis. Endolimfe mempunyai komponen
mirip dengan elektrolit cairan intraseluler. Labirin tulang dan membran memiliki
bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis berhubungan dengan
keseimbangan,sementara bagian koklearis merupakan organ pendengaran kita.1,10
5

Telinga Telinga Telinga


Duktus
luar tengah dalam semisirkularis
Nervus fasialis
heliks
Nervus vestibularis
Nervus koklear
aurikula
Koklea
Tulang temporal
Koklear window
Kanalis
Kavitas timpani
akustikus
Tuba eustachius
eksternus Tulang
osikel
lobe Membran
timpani

Gambar 2.1 : Anatomi telinga manusia2


Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah
putaran.Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis
yang panjangnya 35mm dan berisi endolimfe.Terletak diatas membran basilaris
dari basis ke apeks adalah organ corti dan membran reissner yang tipis dan
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf pendengaran.
Didalam membran corti banyak terdapat sel rambut,sel rambut tersebut berfungsi
untuk merubah gaya mekanik menjadi sebuah impuls elektrokimiawi yang
dihasilkan sebagai bunyi.1,10

Organ corti mempunyai peran pada transduksi sinyal dengan menggunakan


sel-sel rambut sensoris. Rambut-rambut sensoris terbagi menjadi 2 bagian, pada
bagian dalam terdapat satu baris dengan jumlah sekitar 3.000 sel
rambut.Sedangkan pada bagian luar berjumlah tiga barisdengan jumlah sekitar
12.000 sel rambut.1,11
6

Stereosilia Sel rambut luar


Membran tektorial

Sel rambut
dalam

Sel
Serabut saraf penyokong Membran basilar

2
GAMBAR 2.2:Rambut-rambut sensoris koklea.

Pada setiap 15.000 sel rambut yang berada di koklea dipersarafi oleh sekitar
30.000 neuron aferen. Masing-masing sel rambut dalam di sarafi oleh banyak
neuron,namun hanya sebagian kecil sel rambut luar yang dipersarafi oleh neuron
aferen. Serabut ini berjalan ke inti koklearis dan ventralis. Serabut ini berjalan ke
atas melewati garis tengah menuju kolikulus inferior kontralateral,namun terdapat
sebagian yang berjalan ipsilateral. Penyilangan juga terdapat lemniskus lateral lalu
masuk ke korpus genikulatum kemudian ke korteks pendengaran di lobus
temporalis.1

Gelombang berjalan disepanjang membran basilaris,menggerakkan dasar


apeks koklea dan timbul rangsangan suatu respons seperti piston yang terdapat
pada bagian stapes telinga tengah. Gelombang yang berjalan dan menghasilkan
gelombang tinggi pada membran basalis untuk nada frekuensi tinggi sedangkan
apeks untuk nada frekuensi rendah. 12
Jumlah sel rambut luar lebih banyak dibandingkan sel rambut dalam, 90%
serabut saraf sensorik di rangsang oleh sel rambut dalam.Sel rambut luar memiliki
peranan penting dalam mengatur sensitivitas di berbagai nada suara karena ketika
ada gelombang suara masuk akan ditangkap terebih dahulu oleh sel rambut luar.
Ketika sel rambut luar mengalami kerusakan dan sel rambut bagian dalam masih
baik, maka akan timbul kehilangan pendengaran yang cukup berat.
7

Dalam mendengar, terdapat tiga istilah yang penting yaitu nada suara (pitch
of sound), intensitas (keras-lemah) suara, dan kualitas suara (timbre of
sound).Nada suara ditentukan oleh frekuensi getaran.Frekuensi getaran adalah
jumlah getaran dalam satu detik.Semakin besar frekuensi getaran, maka semakin
tinggi nada suara yang dihasilkan. Manusia memiliki kemampuan untuk
mendengarkan getaran 20-20000 Hz (1 Hz = 1 getaran per detik) namun dapat
lebih sensitif pada getaran 1000-4000 Hz.12

Proses pendengaran
Menggetarkan
Tulang Menggetarkan
Gelombang membran
osicle oval window
suara timpani
bergetar
Perubahan
Menekuknya Getaran Cairan
potensial
sel rambut di membran perilimfe
berjenjang
organ corti basilaris dalam koklea
di reseptor
bergetar

Adanya perubahan Korteks


Persepsi
frekuensi potensial auditori
suara
aksi di N.VIII lobus
temporalis

GAMBAR 2.3 : Penurunan fungsi pendengaran berdasarkan usia.24


8

2.2 LANJUT USIA


2.2.1 Definisi

Lanjut usia adalah kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang merupakan realita kehidupan yang memiliki dinamika tersendiri.
Penuaan atau aging adalah proses dimana keadaan tubuh tidak dapat
mempertahankan keseimbangan struktur dan fungsi normal, yang secara
perlahan kemampuannya akan menurun, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi atau memperbaiki kerusakan yang terjadi didalam tubuh.
Lanjut usia menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang
yang telah memasuki usia lebih dari 60 tahun. Pasien geriatri adalah pasien
lanjut usia dengan multipatologi (penyakit ganda).13,14

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi lanjut usia menurut World Health Organisation (WHO)
terbagi menjadi 4, yaitu diantaranya:
a) Middle age : kelompok usia 45-59 tahun
b) Elderly : kelompok usia antara 60-74 tahun
c) Old : kelompok usia antara 75-90 tahun
d) Very old : kelompok usia lebih dari 90 tahun

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998


menyebutkan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. Selain itu menurut Depkes RI tahun 2003, seseorang
dikatakan lansia bila berusia 60 tahun atau lebih.Sedangkan yang dikatakan
lansia beresiko tinggi adalah lansia yang berusia 70 tahun atau lebih, atau
orang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.13

2.3 PROSES PENUAAN


Proses penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara
perlahan untuk dapat memperbaiki serta mempertahankan struktur secara
normal,tidak dapat melindungi terhadap infeksi dan trauma serta tidak dapat
memperbaharui kerusakan yang terjadi pada jaringan tersebut.14
9

Johnson dan Howkins menyebutkan bahwa pada pengamatan terdapat


kapiler yang menghilang di ligamentum spiralis,skala vestibuli dan skala timpani
yang terjadi secara perlahan. Pada penelitian lain juga menyebutkan terjadi
penurunan fungsi koklea yang disebabkan karena penurunan aliran darah ke
daerah tersebut.16

Ada berbagai teori tentang proses penuaan diantaranya adalah teori genetik
clock,mutasi genetik,rusaknya sistem imun tubuh,teori metabolisme, dan
kerusakan akibat radikal bebas. Teori genetik clock ini menyebutkan bahwa
proses penuaan berdasarkan spesies tertentu telah terprogram secara
genetik.Dalam suatu inti sel pada spesies tertentu terdapat suatu jam genetik yang
mengatur replikasi tertentu. Teori kedua yaitu teori mutasi genetik, teori ini
membahas bahwa mutasi genetik terjadi karena adanya faktor lingkungan
contohnya seperti radiasi dan bahan kimia yang dapat menyebabkan penurunan
fungsional pada sel. Terdapat satu hipotesis yang berhubungan dengan teori ini
yaitu Error Catastrophone,hipotesis ini menyebutkan bahwa terjadi kesalahan
pada proses translasi dan transkripsi dalam jangka waktu yang lama selama
kehidupan berlangsung. Pada presbikusis, strain yang berperan yaitu C57BL/6J
yang bilamengalami apoptosis maka akan menghasilkan protein pembawa mutasi
genetik.15,17
Teori mengenai rusaknya sistem imun tubuhmenyatakan bahwa rusaknya
imun tubuh merupakan lanjutan dari proses mutasi genetik yang berulang.Mutasi
genetik yang terjadi dipermukaan sel menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap bahwa sel yang berubah tersebut adalah benda asing. Teori terakhir
yaitu mengenai kerusakan akibat radikal bebas,teori ini menjelaskan jika radikal
bebas dapat terbentuk didalam tubuh sebagai produk sampingan yang berasal dari
proses metabolisme mitokondria. Semakin bertambahnya usia semakin banyak
radikal bebas yang terbentuk sehingga menyebabkan kerusakan sel sampai dengan
kematian sel.15,17
10

2.4 GANGGUAN PENDENGARAN


Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh satu atau dua penyebab
bagian telinga yang tidak dapat berfungsi degan normal. Terdapat 2 jenis
gangguan pendengaran yaitu :

1. Gangguan pendengaran konduktif


Gangguan pendengaran yang terjadi karena terdapat kesalahan
mekanis dari telinga luar atau telinga tengah. Hal ini dapat terjadi karena
membran timpani tidak dapat menghantarkan bunyi dengan sempurna atau
tidak dapat bergetar dalam menanggapi bunyi. Gangguan konduktif ini
dapat terjadi karena penumpukan serumen, kerusakan tulang ossiclesyang
tepat berada di belakang telinga, benda asing yang terjebak di dalam lubang
telinga, dan scar pada lubang telinga yang disebabkan oleh infeksi
berulang.18
2. Gangguan pendengaran sensorineural
Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena adanya kerusakan
pada daerah koklea atau dapat juga mengenai nervus koklearis. Gangguan
sensorineural ini bersifat irreversibel. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
infeksi,penyakit sistemik, neuroma akustik, gangguan pendengaran akibat
usia (presbikusis),infeksi pada anak-anak (seperti meningitis,mumps,dan
campak),penyakit Meniere, pajanan suara keras, dan penggunaan obat-obat
tertentu yang mengakibatkan terhambatnya transmisi impuls ke otak.18,19

Proses degeneratif pada usia lanjut dapat mempengaruhi struktur fungsi


saraf, yang mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran pada telinga dalam.
Pada bagian gangguan pendengaran telinga dalam bersifat sensorineural.
Gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut dapat disebabkan oleh
berkurangnya sel-sel rambut. Membran basal dapat mengalami degenerasi
sehingga menyebabkan penurunan frekuensi tinggi tanpa adanya penurunan
audiometri tutur. Sedangkan pada neuron koklea yang berkurang menyebabkan
penurunan audiometri tutur yang lebih buruk.20
11

Pada dewasa ini ditemukan adanya hubungan antara penurunan


pendengaran dengan proses pendengaran yang terjadi pada usia lanjut,yaitu
adanya penurunan diskriminasi.Penurunan diskriminasi menyebabkan seseorang
tidak dapat membedakan kata satu dengan yang lainnya yang disebabkan oleh
berkurangnya jumlah sel saraf pada lobus temporal,sehingga waktu proses
informasi otak memanjang,dan timbul keterlambatan sinaps yang menuju ke saraf
pendengaran.20

2.5 PRESBIKUSIS
2.5.1 Definisi Presbikusis

Menurut Katz menyebutkan pengertian presbikusis adalah proses


normal penuaan yang menimbulkan gambaran gangguan pendengaran
sensorineural.Hal ini dapat diakibatkan karena terjadinya proses degenerasi
pada koklea yaitu di akson,sel ganglion atau berkurangya sel-sel rambut.
Pada audiogram pasienpresbikusis tercatat penurunan kurva yang bilateral
simetris sehingga menghasilkan gambarannya seperti kurva melandai
(gradually sloping).Kurva tersebut menggambarkan adanya penurunan
frekuensi pendengaran dengan perbedaan ambang dengar 6-10 dB.5,20

2.5.2Patologi
Presbikusis berdasarkan perubahan patologinya terbagi menjadi
4,yaitu diantaranya sensorik,neural,metabolik dan mekanik. Patologi yang
terjadi pada sensorik yaitu terdapat lesi yang terbatas pada koklea, dan
terdapat atrofi pada organ corti serta jumlah sel-sel rambut dan sel
penunjang yang berkurang. Pada patologi yang terjadi secara neural
disebabkan oleh berkurangnya sel neuron pada koklea dan jaras audiotorik.
Pada proses metabolik timbul karena adanyaatrofi stria
vaskularisasi,sehingga keseimbangan biomekanik dan fungsi sel berkurang.
Selanjutnya yaitu patologi yang terjadi secara mekanik yang
mengakibatkantimbulnyaperubahan duktus koklearis yang berpengaruh
terhadap respon mekanik. Ligamentum spiralis mengalami atrofi sehingga
membran basalis menjadi lebih kaku.21
12

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi pendengaran

A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan salah satu faktor penyakit
metabolik yang dapat mempengaruhi proses pendengaran. Padaproses
glikosilasi,glukosa akan terikat dengan protein membentuk advanced
glicosilation and product (AGEP) yang dapat menumpuk di dalam
jaringan serta mengurangi elastisitas pembuluh darah sehingga terjadi
mikroangiopati. Mikroangiopati jika terjadi pada koklea akan
menyebabkan proses atrofi dari vaskularisasi stria yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan kimia dan bioelektrikal serta
metabolisme dari koklea.17,22,23

B. Hipertensi
Hipertensi juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya
penurunan pendengaran.Semua sel dapat hidup dengan adanya suplai
oksigen dan nutrisi yang adekuat dari jantung dan pembuluh
darah.Hipertensi dapat merusak struktur dari pembuluh darah perifer.
Kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyumbatan,jika terjadi
sumbatan aliran darah arteri akan terganggu sehingga jaringan dapat
mengalami mikroinfark. Oleh karena itu pada hipertensi dapat
mempengaruhi sistem sirkulasi pada telinga dalam,viskositas darah
menjadi meningkat yang disebabkan oleh aliran darah kapiler yang
berkurang sehingga transportasi oksigenmenurun. Hal tersebut dapat
mengganggu sel-sel auditori sehingga transmisi sinyal terganggu dan
menimbulkan gangguan komunikasi.3,17,24

C. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemiaadalah terjadinya gangguan jumlah lemak
dalam darah dan kadar kolesterol ≥240mg/dl.Proses aterosklerosis
tidak luput dari peran kolesterol dan triglierida. Ateroskelosis dapat
menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen.23,24
Dalam penelitiannya, Evans mengatakan bahwa dislipidemia
kronik dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi pendengaran yaitu
13

trigliserida yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya ambang


nada murni. Villares juga mengatakan bahwa terdapat hubungan
antara kadar koesterol yang tinggi dengan gangguan pendengaran.7,26

D. Merokok
Rokok mengandung berbagai macam zat kimia yang berbahaya
bagi tubuh. Komponen utama dalam rokok yang sangat berbahaya
adalah nikotin dan karbonmonoksida.Kedua zat tersebut dapat
mengganggu sistem peredaran darah. Karbonmonoksida dapat
membuat suatu ikatan bersama hemoglobin menjadi karboksi-
hemoglobin yang mengakibatkan hemoglobin tidak efisien berikatan
dengan oksigen melainkan jauh lebih kuat berikatan dengan
karbonmonoksida (CO), sehingga suplai darah ke jaringan akan
berkurang salah satunya ke organ korti yang menimbulkan efek
iskemia. Jika sudah terjadi iskemia pembuluh darah yang ada pada
organ korti di koklea maka akan terjadi gangguan pendengaran pada
frekuensi tinggi. Selain itu karbonmonoksida juga dapat menyebabkan
atheroskelosis,spasme pembuluh darah, dan meningkatkan kekentalan
darah.17

E. Obat Salisilat
Obat salisilat secara cepat memasuki perilimfe setelah
administrasi sistemik. Konsentrasi dalam perilimfe mencapai nilai
maksimal dalam 2 jam setelah injeksi intraperitoneal pada percobaan
binatang. Salisilat yang diberi kontras tritium dideteksi secara cepat
dalam pembuluh darah dari stria vaskularis dan ligamentum spiralis
Dalam satu jam, kontras tersebut ditemukan pada lorong luar organ
korti, di sekitar sel rambut luar, dan kanal rosenthal di sekitar sel
ganglion spiral.

Pada percobaan terhadap binatang juga didapatkan sodium


salisilat mengurangi potensial aksi nervus kranial VIII secara selektif.
Uji terhadap lesi pada sistem auditori pada pasien yang mengalami
14

hearing-loss yang diinduksi salisilat menunjukkan pola koklear.


Namun, studi histopatologik yang telah ditelusuri hingga saat ini tidak
menunjukkan sel mana yang terlibat secara spesifik.

2.5.4 Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien presbikusis yaitu adanya kesulitan untuk


memahami percakapan. Perlahan kemampuan tersebut semakin menurun
terutama untuk menentukan jenis suara dan arah datangnya suara.
Kehilangan sensitivitas bermula dari frekuensi yang tinggi,sehingga
terdapat kesulitan ketika mendengar pada situasi bising. Keluhan pada
pasien presbikusis kebanyakan bukan tidak dapat mendengar tetapi tidak
dapat memahami percakapan.11

Selain itu terdapat keluhan tambahan yaitu tinitus (berdenging). Hal


ini terjadi karena adanya peningkatan sensitivitas dari saraf pendengaran.
Setelah kehilangan frekuensi yang tinggi,selanjutnya yaitu kehilangan
frekuensi rendah. Seiring berjalannya waktu kesulitan yang terjadi
mencakup keduanya yaitu tidak dapat mendengar dan tidak dapat
memahami percakapan.Kehilangan pendengaran akan berpengaruh terhadap
masalah sosial. Masalah sosial yang akan terjadi antara lain
depresi,kehilangan kepercayaan diri cemas, paranoid dan frustasi.3,11

2.5.5 Penegakan Diagnosis

Pertama kalidilakukan skrining pendengaran terhadap pasien berusia


lanjut apakah ia mengalami masalah pendengaran,yang dapat kita sebut
dengan metodeself -assesment. Metode ini cukup sederhana dan lebih
sensitif daripada mengajukan banyak pertanyaan.Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan otoskopi,maka akan tampak membran timpani yang
normal ataupun suram dan juga dilakukan tes dengan menggunakan penala,
untuk mendapatkan jenis tuli sensorineural atau tuli konduktif. Pemeriksaan
lebih lanjut menggunakan audiometri nada murni menunjukkan gangguan
pendengaran sensori neural nada tinggi,bilateral dan simetris.Pada
15

pemeriksaan audiometri tutur dapat menunjukan adanya diskriminasi


bicara.12,27

1. Audiometri Nada Murni


Nada murni adalah nada yang mempunyai satu frekuensi yang
dinyatakan dalam getaran per detik. Frekuensi merupakan nada murni yang
dihasilkan oleh suatu benda bersifat sederhana. Ambang dengar ialah nada
murni terlemah yang masih dapat terdengar. Ambang dengar terbagi
menjadi dua berdasarkan sifat konduksi,yaitu konduksi udara (Air
Conduction) dan konduksi tulang (Bone Conduction). Pada audiogram jika
hasil Air Conduction (AC) dan Bone Conduction (DC) dihubungkan maka
dapat diketahui jenis ketulian dan derajat ketulian. Uji nada murni dapat
memberikan informasi mengenai tingkatan gangguan
pendengaran,konfigurasi audiogram dan tipe gangguan yang bersifat
konduktif, sensorineural dan campuran. Tuli sensorineural yang terjadi pada
presbikusis yang dapat tergambar dalam audiogram diantaranya AC dan BC
>25dB serta AC dan BC berhimpit minimal 2 frekuensi yang
berdekatan.Penurunan ambang dengar pada presbikusis terjadi pada
frekuensi 2-4 kHz.1,11,21

Tabel 1: Derajat ketulian.19


Derajat ketulian Klasifikasi
0-25 dB Normal
>25-40 dB Tuli ringan
>40-55 dB Tuli sedang
>55-70 dB Tuli sedang berat
>70-90 dB Tuli berat
>90dB Tuli sangat berat
16

Gambar 2 : Audiogram tuli sensorineural.26

2. Audiometri Tutur

Tutur dapat diartikan sebagai kata. Tutur merupakan bahasa lisan


yang digunakan sehari-hari yang terdiri dari suatu rangkaian kata. Jika
diuraikan, tutur terdiri dari suatu kalimat, kalimat akan terdiri dari kata-kata,
dan kata tersusun oleh beberapa suku kata yang mempunyai satuan bunyi
terkecil serta membedakan sebuah arti yang disebut fonem.Audiometri tutur
adalah suatu uji pendengaran yang menggunakan sejumah kata yang telah
dipilih. Uji audiometri tutur dapat bersifat subjektif, kualitatif maupun
kuantitatif. Pada uji ini yang dipakai adalah kata-kata yang telah disusun
dalam silabus yaitu monosilabus (terdiri dari satu kata) dan bisilabus (terdiri
dari dua suku kata).29

Uji pendengaran dengan menggunakan audiometri tutur berbeda


dengan uji pendengaran menggunakan audiometri nada murni atau tes
penala yang bertujuan hanya menentukan seseorang tersebut dapat
mendengar. Uji audiometri tutur melibatkan pusat asosiasi di otak yang
membuat seseorang harus mendengar lalu membawanya ke pusat ingatan
atau memory kemudian kata tersebut diproses sesuai dengan perbendaharaan
yang pernah didengarnya lalu diteruskan ke pusat artikulasi dan diucapkan
17

kembali.Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk mengulang kata yang


diputar melalui tape recorder. Pada tuli perseptif koklea pasien sulit
membedakan S,R,N,C,H, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi.
Misalnya pada tuli perseptif koklea sulit membedakan kata “kadar” yang
pasien dengar menjadi “kasar”.12,29

Pada prinsip dasar audiometri tutur terdapat 2 bagian yang penting


dalam persepsi pendengaran yaitukepekaan pendengaran dan diskriminasi
pendengaran. Kepekaan pendengaran (NPT) atau Speech Reception
Threshold (SRT) adalah intensitas suara terlemah yang dapat didengar
seseorang dan mampu mengenali kata 50% yang didengar dengan benar.
Sedangkan diskriminasi pendengaran(NDT)atau Speech Discrimination
Score (SDS) atau Words Discrimination Score (WDS) adalah kemampuan
pendengaran seseorang untuk membedakan satuan bunyi yang terdapat
dalam suatu fonem.29

Dalam persepsi pendengaran (SRT) selain untuk menentukan


intensitas terendah atau pasien dapat mendengar dan mengulangi kata,
terdapat hubungan antara SRT dengan nada murni untuk memvalidasi rata-
rata nada murni pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz. Daftar kata
PB (Phonetically Balanced) adalah kosakata yang diperlukan untuk
pemeriksaan SRT/WDS. Di Indonesia, Soewito telah mengembangkan
sebanyak 199 kata PB bisilabik untuk pemeriksaan SRT dan 289 kata
monosilabik PB untuk pemeriksaan WDS.29,30

Namun ternyata pemeriksaan SRT tidak menjadi tolak ukur untuk


menentukan tingkat kepekaan pendengaran seseorang,oleh karena itu
digunakan ambang pengertian kata atau dapat disebut Words Discrimination
Score(WDS).29

Pada tuli konduktif, gangguan pendengaran yang terjadi adalah dalam


menangkap kata yang bersifat kuantitatif, artinya jika intensitas suara di
naikkan maka penderita akan mendengar dengan jelas dan dapat menirukan
18

suara yang didengar dengan benar. Hasil NDT/WDS pada penderita tuli
konduktif akan mencapi 100%.29

Pada tuli sensorineural, gangguan pendengaran yang terjadi adalah


dalam menangkap kata yang bersifat kualitatif yaitu kesulitan dalam
diskriminasi fonem. Dengan kata lain bahwa penambahan intensitassuara
tidak akan membuat kata tersebut terdengar jelas, bahkan sebaliknya kata
yang didengar akan semakin tidak jelas, sehingga penderita tidak akan
menirukan kata yang didengar tersebut dengan benar. Pada setiap tuli
sensorineural hasil NDT/WDS nya tidak akan mencapai 100% yang benar.29

2.5.6 Tatalaksana

Presbikusis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi kita


dapat memaksimalkan fungsi yang masih ada dan meningkatkan kualitas
hidupnya sertakita juga dapat mengurangi efek dari penyakitnya.20Ada
berbagai pilihan dalam penatalaksanaan presibikusis,diantaranya yaitu:
1. Keterampilan dalam membaca gerak bibir
Membaca gerak bibir dapat membantu pasien dengan
diskriminasi bicara dan sebagai alat bantu pendengaran pada pasien
yang mengalami kesulitan mendengar pada keadaan bising.
2. Assestive device
Alat bantu ini bekerja dengan cara amplifikasi sinyal telepon,
televisi dan mendengar suara bel. Perangkat elektronik ini berguna
untuk meningkatkan kenyamanan dalam mendengar pada kondisi
lingkungan tertentu. Pasien dapat memperkuat suara tanpa harus
menggangu orang lain yang berada disekitarnya.
3. Alat Bantu Dengar (ABD)
Alat bantu dengar dapat meningkatkan kemampuan sebagian
besar pasien usia lanjut untuk dapat berkomunikasi. Namun pada
pasien dengan diskriminasi bicara pada keadaan bising, mengalami
kesulitan dalam menggunakan alat bantu dengar karena ganguan yang
19

terjadi adalah gangguan pada tingkat persepsi bukan pada proses


penerimaan stimulus.22
4. Implan koklea
Merupakan alat yan dapat mengganti fungsi dari koklea untuk
dapat meningkatkan kemampuan mendengardan berkomnukasi pada
pasie dengan tuli saraf berat dan total bilateral. Namun pemasangan
alat ini kontraindikasi pada pasien dengan tuli saraf pusat (tuli
sentral), proses penulangan koklea, dan tidak berkembangnya koklea.

2.5.7 Prognosis
Pasien dengan presbikusis tidak dapat disembuhkan, semakin lama
akan semakin menurun fungsi pendengrannya. Penurunan fungsi dengar
terjadi secara lambat, sehingga pasien masih dapat menggunakan fungsi
pendengaran yang ada. Pasien presbikusis perlu diingatkan mengeani faktor
risiko yang dapat memperburuk keadaannya, seperti penyakit hipertensi,
diabetes mellitus dan penyakit metabolik.22
20

2.6 KERANGKA TEORI

Usia lanjut Hipertensi Dislipidemia Diabetes


mellitus

Proses Perfusi Aterosklerosis


Degeneratif jaringan
berkurang Ikatan karboksi- Merokok
hemoglobin
Struktur jaringan
telinga mengalami
kerusakan

Tuli Sensorineural /
Presbikusis

Audiometri nada murni

Audiometri tutur
21

2.7 KERANGKA KONSEP

Usia lanjut ≥60 tahun Faktor resiko :


Hipertensi
Diabetes
Mellitus
Hiperkolesterol
Tuli Sensorineural /
Merokok
Presbikusis

Audiometri nada
murni

Audiometri tutur
22

2.8 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Pengukur Cara Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Pengukuran

1 Usia Lanjut Seseorang Peneliti Menanyakan Tangal Nominal ≥ 60 tahun


dengan usia ≥ langsung pada lahir di
60 tahun.13,15 sampel. KTP

2 Tuli gangguan Peneliti Berdasarkan atas Tes penala Nominal Tuli


sensorineural pendengaran hasil pemeriksaan dan sensorineural
atau sensorineural ambang dengar audiometri > 25 dB
presbikusis yang merupakan pada audiometri
keadaan nada murni pada
fisiologis dari frekuensi
penuaan organ 500Hz,1000
pendengaran. Hz,2000Hz, 4000
Bersifat sietris Hz
bilateral.17
3 Hipertensi Tekanan darah Peneliti Melihat hasil Tensimeter Nominal Normal
yang melibihi pemeriksaan :<120/80
bantas normal dengan mmHg
tekanan darah.24 menggunakan Prehipertensi
tensi meter : 120-139/80-
sebayak 3 kali 89 mmHg
dalam waktu yang Hipertensi
berbeda stage 1 : 140-
159 (sistol)
atau 90-99
(diastole)
Hipertensi
stage 2 : >160
(sistole) atau
>100 (diastol)
4 Diabetes Peningkatan Peneliti Rapid glucose test Anamnesis Nominal GDS ≥ 200
Mellitus gula darah atau rekam medik dan melihat mg/dl, GDP
sewaktu ≥ 200 data ≥126 mg/dl
mg/dl dan kadar sekunder
gula puasa ≥
126 mg/dl.24
5 Hiperkolestero Peningkatan Peneliti Rapid choesterol Anamnesis Nominal Kolesterol
lemia kadar LDL atau test atau rekam dan melihat total
trigliserida medik data <240mg/dl
dalam batas sekunder
normal.24

6 Otoskopi Alat untuk Peneliti Melihat keadaan Otoskop Liang telinga


memeriksa atau liang telinga, lapang,
untuk refleks cahaya Refleks
mengauskultasi membran timpani, cahaya (+),
telinga.12 keutuhan membran
membran timpani timpani intak
23

7 Test penala Test untuk Peniliti Rinne: Dengan Mengguna Nominal Rinne :
menentukan menggatarkan kan penala Positif jika
apakah terjadi penala lalu 512. AC lebih
gangguan menempelkan panjang
konduksi. pada mastoid. dibandingaka
Terdapat 3 Weber: dengan n BC (normal
pemeriksaan menggetarkan atau tuli
yaitu penala lalu sensorineural)
rinne,weber,dan menempelkan , negatif jika
schwabach.12 pada glabella atau AC lebih
gigi pendek
Swabach: dengan dibandingkan
menggetarkan BC (tuli
penala kondukif).
membandingkan Weber :
hantaran tulang lateralisasi ke
gelombang suara arah telinga
pada pasien dngan yang sakit
pemeriksa. yaitu tuli
konduktif,
lateralisasi ke
arah telinga
yang sehat
yaitu tuli
sensorineural.
Swabach :
memanjang
(tuli
konduktif),
memendek (
tuli
sesnorineural)
8 Audiometri Audiometri Peniliti Audiometri tutur: audiometri Nominal Penurunan
nada murni Dengan mengukur ambang
adalah Uji nada frekuensi di 500 dengar terjadi
murni dapat Hz, 1000 Hz, 2000 pada
memberikan Hz, 4000 Hz, dan frekuensi 2-4
informasi 8000 Hz. kHz pada
mengenai pasien
tingkatan Audioetri tutur : presbikusis
gangguan monosilabik ( satu
pendengaran.12 suku kata) dan
bisilabik ( dua
Audiometri suku kata)
tutur adalah
ujipendengarany
ang
menggunakan
sejumah kata
yang telah
dipilih.29
24

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang
(cross sectional).

3.2 Waktu Penelitian


Terhitung mulai tanggal1 Juli- 25 Agustus 2013

3.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

3.4 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang berusia lebih dari
≥60 tahun diBalai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

3.5 Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel


Sampel yang digunakan adalah pasienberusia ≥60 tahun yang berada di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dengan metode penelitian
deskriptif kategorik. Penentuan sampel ditentukan dengan cluster sampling.

3.6 Besar Sampel


3.6.1 Perhitungan Besar Sampel

Jumlah sampel =

n= 58,8 (dibulatkan menjadi 59)


N = jumlah sampel
Zα = derivat baku alfa (1,96)
P = proporsi kategori variabel yang diteliti
Q = 1-P
d = presisi
25

3.6.2 Sampel yang diambil


Berdasarkan perhitungan rumus diatas,besar sampel yang
didapat adalah 59 sampel yang berusia lanjut.

3.7 Variabel Penelitian


3.7.1 Variabel Terikat
Presbikusis

3.7.2 Variabel Bebas


Pasien usia lanjut berusia ≥60 tahun.

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.8.1 Faktor Inklusi
 Pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun.
 Pasien dengan adanya riwayat hipertensi,diabates
mellitus,hiperkolesterolemia dan merokok.

3.8.2 Faktor Eksklusi


 Lansia yang tidak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

3.9 Cara Kerja


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes penala dan
audiometri nada murni untuk mengetahui adanya tuli sensorineural atau
presbikusis sertauntuk pemeriksaan penunjang untuk mengetahui faktor
risiko seperti diabetes mellitus,hipertensi dan dislipidemia menggunakan
tensimeter,glukotest serta dapat melihat rekam medis jika memang tersedia.

3.9.1 Tensimeter
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tekanan darah
pasien.Sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan duduk.
Pasang manset 2 jari diatas fossacubiti. Pakailah stetoskop dan
letakkan dibawah manset tepat di atas arteri brachialis. Raba nadi
radialis pasien lalu pompa tensimeter sampai denyut nadi tidak
teraba, setelah itu naikkan 20 mmHg. Buka katup secara perlahandan
amati suara yang timbul dari stetoskop serta amati angka yang tertera
26

pada tensimeter. Tekanan sistolik didapatkan dari suara Korotkoff 1,


dan tekanan diastolik didapatkan dari suara Korotkoff 4. Nilai
normalnya berkisar 120/80 mmHg. Jika ≥120/80 mmHg maka
termasuk ke dalam hipertensi.

3.9.2 Glukometer
Pemeriksaan dengan menggunakan glukometer dapat menilai
kadar glukosa dan kolesterol. Persiapkan glukometer yang sudah
terpasang strip glukosa ataupun kolesterol dan alkohol. Lakukan
desinfeksi pada jari yang akan ditusuk. Setelahmengering gunakan
lancet steril agar darah keluar dan teteskan darah tersebut pada
reagen di strip tersebut. Tunggu proses sampai selesai, setelah itu
dapat membaca hasil.

3.9.3 Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi adalah untuk menilai kondisi liang
telinga dan membran timpani. Pemeriksaan ini menggunanakan
otoskop, ketika kita memasukan otoskop dalam liang telinga maka
kita akan melakukan inspeksi pada membran timpani dengan
menilai, refleks cahaya, keutuhan membran (utuh, perforasi sentral,
marginal, atik), warna (jernih, suram, hiperemis), kelainan lain di
lateral membran timpani (bula, polip, kolesteatoma), kelainan di
medial membran timpan (cairan, air buble, hematom, massa).
Setelah itu kita dapat melihat pergerakan membrantimpani dengan
melakukan Valsava Maneuver, yaitu dengan cara meminta subjek
penelitian untuk meniup hidung dan mulut tertutup untuk menilai
patensi tuba Eustachius, tuba yang paten akan menunjukkan
gerakan membran timpani mencembung. Jika sedang dalam
keadaan hidung tersumbat lakukan Perasat Toynbee yaitu dengan
menelan ludah dalam keadaan hidung dan mulut tertutup, pada tuba
yang paten akan terlihat gerakan membran timpani cekung/tertarik
ke medial.
27

3.9.2 Test Penala


Terdapat beberapa tes pendengaran untuk menegakan
diagnosis, di antaranya adalah tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang tenang, penala yang
digunakan adalah 512 Hz. Tes penala ini dilakukan untuk
membedakan air conduction dan bone conduction. Pada
pemeriksaan Rinne setelah penala digetarkan, letakkan penala di
mastoid, ketika bunyi tidak terdengar lagi pindahkan ke depan liang
telinga. Bila masih terdengar maka Rinne (+), jika tidak terdengar
maka rinne (-). Normalnya AC lebih baik dari pada DC. Hasil
interpretasi yang didapat jika Rinne (+): normal, tuli sensorineural;
Rinne (-): tuli konduktif.
Pemeriksaan kedua adalah melakukan pemeriksaan Weber,
setelah penala di getarkan letakkan di garis tengah kepala atau
wajah (dahi atau gigi) lalu tanyakan pada pasien apakah suara
terdengar sama pada kedua telinga atau terdapat salah satu yang
lebih dominan. Hasil interpretasi yang didapat jika Weber normal
tidak terdapat lateralisasi, bila terjadi lateralisasi pada telinga yang
sehat maka terjadi tuli sensorineural, namun jika terjadi lateralisasi
pada telinga yang sakit maka terjadi tuli konduktif.
Pemeriksaan ketiga pada tes penala adalah pemeriksaan
Schwabach.Pemeriksaan ini bersifat konfirmasi antara pemeriksa
dengan pasien. Setelah penala digetarkan letakkan pada mastoid
pasien pindahkan penala pada pemeriksa begitupun sebaliknya.
Bila pasien masih mendengar suara, maka Schwabach memanjang,
namun bila pasien tidak mendengar terdapat dua kemungkinan
yaitu Schwabach memendek atau normal.
3.9.3 Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan audiometri terdiri dari pemeriksaan air
conduction (AC) dan bone conduction (BC). Cara pemeriksaan
ambang dengar hantaran udara (AC) yaitu pertama dengan
28

meletakkan headphone sesuai dengan sisi telinga. Kanan berwarna


merah kiri berwarna biru, lakukan pengenalan bunyi kepada pasien
degan memberikan stimulus frekuensi 1000 Hz 30db. Jika tidak
didapatkan respon, maka naikan amplitudo sampai didapatkannya
respon stimulus, stimulus diberikan 1-2 detik, amplitudo yang
diberikan tergantung kepada respon pasien terhadap stimulus
sebelumnya. Apabila pasien merespon terhadap stimulus,amplitudo
diturunkan 10dB. Apabila pasien tidak memberikan respon maka
turunkan 5 dB, stimulus diberikan berturut-turut pada frekuensi
1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz. Lalu
tes ulang pada frekuensi 1000 Hz dilanjutkan pada frekuensi 500
Hz dan 250 Hz, ambang dengar yang ditentukan amplitudo yang
dapat dideteksi pasien minimal 2 dari 3 pemberian stimulus.
Apabila terdapat perbedaan hasil, maka diambil ambang yang
paling terendah.
3.9.4 Audiometri Tutur
Untuk pemeriksaan kepekaan pendengaran (SRT), pada
saat akan diperiksa pasien hendaknya diberitahu terlebih dahulu
apa yang akan didengar dan bagaimana cara merespon nya.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada telinga yang hantaranyang
masih baik atau pada telinga yang tidak sakit. Setelah itu pasien
diminta untuk mengulang kata yang didengar, dan didengar oleh
audiologis melalui sirkuit jawaban. Pada pemeriksaan WDS, daftar
kata yang akan di perdengarkan oleh pasien yaitu pada tingkat 25-
40 dB yang memungkinkan pasien untuk mendapatkan skor
maksimum. Skor diskriminasi adalah suatu presentasi berdasarkan
pada jumlah kata yang dapat diucapkan kembali dengan benar oleh
pasien.Jika kata-kata yang di presentasikan sudah mencapai
intensitas maksimal dan skor diskriminasi mencapai 80% maka
pemeriksaan dapat dihentikan. Namun jika skor yang didapat
kurang dari 80% maka pemeriksaan lebih lanjut dapat diteruskan
pada presentasi yang lebih rendah.
29

3.10 Alur Penelitian

Meminta izin dan


Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
menjelaskan alur
Tekanan darah lipid gula darah
pemeriksaan
kepada para
sampel.
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
Audiometri penala otoskopi
30

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitan


4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Sampel penelitian ini adalah kelompok lanjut usia yang berusia diatas
60 tahun, dilakukan di Balai Perlindungan Provinsi Banten. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli-Agustus.Hasil penelitian yang didapat adalah 60
sampel.
Metode pengisian kuosioner ini dilakukan dengan melakukan
wawancara kuosioner disebabkan karena keadaan yang sudah lanjut usia, dan
adanya pemeriksaan tekanan darah, kadar glukosa, kadar kolesterol,
pemeriksaan telinga, tes penala, serta pemeriksaan menggunakan audiometri.
Pemeriksaan tekanan darah, kadar glukosa, kadar kolesterol, pemeriksaan
telinga dan tes penala pada penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti
dibantu oleh seorang dokter umum, pemeriksaan audiometri juga dilakukan
secara langsung oleh peneliti yang dipantau oleh seorang audiologis.
Tabel 4.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Kelompok Usia
- 60-69 tahun 18 30
- 70-79 tahun 33 55
- ≥80 tahun 9 15
Total 60 100

Dari hasil tabel 4.1 dapat kita lihat bahwa sebaran usia sampel pada
penelitian ini berdasarkan kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 18 orang
(30%), kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 33 orang (55%) dan kelompok
usia ≥80 tahun sebanyak 9 orang (15%). Data tersebut memperlihatkan bahwa
kelompok usia yang paling banyak adalah kelompok usia 70-79 tahun yaitu
33 orang, dengan rata-rata usia 73 tahun.
31

4.1.2 Analisis Univariat


Analisis Univariat yaitu berfungsi untuk melihat frekuensi pada masing-
masing variabel dependen dan independen.Dibawah ini dapat kita lihat
distribusi data yang diambil oleh peneliti.
Tabel 4.2 Distribusi data berdasarkan hasil tekanan darah, kadar glukosa,
kadar kolesterol dan kebiasaan merokok
Karakteristik Frekuensi
Persentase (%)
Tekanan Darah
- Normal 32 53,3
- Hipertensi 28 46,7
Total 60 100
Kadar Glukosa
- Normal 55 91,7
- Diabetes Mellitus 5 8,3
Total 60 100
Kadar Koleseterol
- Normal 46 76,7
- Hiperkelesterolemia 14 23,3
Total 60 100
Merokok
- Tidak merokok 40 66.7
- Merokok : 20 33,3
Total 60 100

Pada tabel 4.2 diatasdapat kita lihat distribusi data penelitian


berdasarkan tekanan darah didapat bahwa jumlah sampel yang memiliki
tekanan darah normal berjumlah 32 orang (53%) dan sampel yang memiliki
hipertensi berjumlah 28 orang (46,7%). Untuk distribusi data penelitian
berdasarkan hasil kadar glukosa sewaktu didapatkan sampel yang memiliki
kadar glukosa normal sebanyak 55 orang (91,7%) dan sampel yang memiliki
kadar glukosa tidak normal disertai dengan gejala klasik atau disebut dengan
diabetes mellitus sebanyak 5 orang (8,3%).
32

Berikutnya adalah distribusi data penelitian berdasarkan kadar


kolesterol normal berjumlah 46 orang (76,7%) dan yang memiliki kadar
kolesterol tidak normal atau hiperkolesterolemia sebanyak 14 orang (23,3%).
Percontoh penelitian yang tidak mengkonsumsi rokok sebanyak 40 orang
(66,7%) dan yang mengkonsumsi rokok sebanyak 20 orang (33,3%).

Tabel 4.3 Prevalensi Tuli Sensorineural


Tuli Sensorineural Frekuensi Persentasi(%)

Positif 27 45
Negatif 33 55
Total 60 100

Berdasarkan tabel 4.3 hasil yang didapatkan berdasarkan uji data


statistik bahwa dari 60 sampel yang ada 27 orang (45%) diantaranya positif
tuli sensorineural baik di telinga kanan ataupun telinga kiri.

Tabel 4.4 Prevalensi Presbikusis


Presbikusis Frekuensi Persentasi (%)

Tuli sensorineural 13 21,7


simetris bilateral

Berdasarkan tabel 4.4 diatas hasil penelitian ini dari 60 sampel yang
berusia diatas 60 tahun ditemukan sampel yang positif presbikusis pada kedua
telinga atau simetris bilateral berjumlah 13 orang (21,7%).
33

4.1.3 Analisis Bivariat


A. Berdasarkan nilai tekanan darah
Tabel 4.5 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis
berdasarkan nilai tekanan darah.

Variabel Tekanan Darah Total OR P-


N % HT % % Value
Presbikusis 6 10 7 11,7 13 21,7 0,97 0,987
Non- 25 36,7 22 41,7 47 78,3 4
presbikusis
Total 28 46,7 32 53,3 60 100

*HT : Hipertensi

Faktor resiko yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi


dimana untuk mendiagnosisnya dilakukan pemeriksaan tekanan
darah sebanyak 3 kali dalam waktu yang berbeda, tekanan darah
yang meningkat pada lansia terjadi karena berkurangnya elastisitas
pembuluh darah arteri. Dinding pembuluh darah akan menjadi kaku
sehingga mengakibatkan tahanan pada arteri akan semakin besar dan
meningkatkan tekanan darah.
Pada tabel 4.7 terlihat bahwa dari 60 sample yang di teliti,
jumlah sample, presbikusis lebih banyak menderita hipertensi yaitu 7
orang (11,7%) dibandingkan dengan percontoh yang tidak hipertensi
berjumlah 6 orang (10%). Secara statistik tidak terdapat hubungan
antara presbikusis dengan tekanan darah tidak normal atau
hipertensi.
34

B. Berdasarkan nilai kadar glukosa


Tabel 4.6 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis
berdasarkan nilai kadar Glukosa
Variabel Kadar Glukosa Total OR P-Value
N % DM % %
Presbikusis 12 20 1 1,7 13 21,7 0,896 0.925
Non- 43 71,7 4 6,7 47 78,3
presbikusis
Total 55 91,7 5 8,3 60 100

*DM: Diabetes Mellitus

Untuk menegakkan diagnosis pada sampel mempunyai


penyakit diabetes mellitus atau tidak, peneliti mengambil darah
sampel dengan menggunakan alat glukometer serta menanyakan
kepada pasien ada atau tidaknya gejala klasik pada diabetes mellitus
yaitu poliuri, polidipsi, polifagi. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
sampel presbikusis yang menderita diabetes mellitus lebih sedikit
yaitu berjumlah 1 orang (1,7%) dibandingkan dengan sampel yang
memiliki kadar gula darah normal yaitu 12 orang (20%).
Berdasarkan uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan antara
presbikusis dengan nilai kadar glukosa.

C. Berdasarkan nilai kadar kolesterol


Tabel 4.7 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis
berdasarkan nilai kadar kolesterol
Variabel Kadar kolesterol Total OR P-
N % HK % % Value
Presbikusis 11 8,3 2 3,3 13 21,7 0,530 0,444
Non- 35 35 12 20 47 78,3
presbikusis
Total 46 76,7 14 23,3 60 60
*HK : Hiperkolesterolemia
35

Pada tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa apakah ada


tidaknya hubungan anatara presbikusis dengan penyakit kolesterol.
Sampel penelitian presbikusis yang menderita hiperkolesterolemia
lebih sedikit terjadi yaitu sebanyak 2 orang (3,3%), dibandingkan
sampel presbikusis yang kadar kolesterolnya normal yaitu 11 orang
(8,3%). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan nilai p-value
>0,05 sehingga tidak ditemukan adanya hubungan antara
hiperkolesterolemia dengan kejadian presbikusis

D. Berdasarkan kebiasaan merokok


Tabel 4.8 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis
berdasarkan kebiasaan merokok
Variabel Merokok Total OR P-
Tidak % Ya % % Value
Presbikusis 9 15 4 6,7 13 21,7 0,861 0,825
Non- 31 51,7 16 26,7 47 78,3
Presbikusis
Total 40 66,7 20 33,3 60 100

Pada tabel 4.8 terlihat bahwa sampel presbikusis dengan


kebiasaan merokok berjumlah 4 orang (6,7%), sedangkan sampel
yang tidak merokok berjumlah lebih banyak yaitu 9 orang (15%).
Tabel tersebut menunujukan hasil tidak adanya hubungan yang
bermakna anatara presbikusis dengan kebiasaan merokok.

4.2 Pembahasan
Presbikusis merupakan penurunan pendengaran sensorineural yang
disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor resiko selain
usia diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti hipertensi,
diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan merokok.
Berdasarkan laporan penelitian ini ditemukan lansia yang menderita
penyakit hipertensi sebanyak 28 orang (46,7%), penyakit Diabetes Mellitus 5
36

orang (8,3%), penyakit hiperkolesterolemia sejumlah 14 orang (23,3%), dan


lansia yang merokok sebanyak 20 orang (33,3%).
Pada penelitian ini ditemukan adanya prevalensi presbikusis, dimana
peneliti mengkelompokannya menjadi 2 bagian. Prevalensi tuli sensorineural
baik pada telinga kiri ataupun pada telinga kanan didapatkan sebanyak 27
orang (45%), serta prevalensi tuli sensorineural pada telinga kanan dan kiri
atau presbikusis sebanyak 13 orang (21,7%). Menurut Muyyasaroh
presbikusis atau tuli sensorineural yang terjadi pada lanjut usia merupakan
penurunan pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur, terjadi secara
degeneratif sehingga terjadi secara simetris bilateral.17

4.2.1 Hubungan faktor resiko dengan presbikusis.


Dengan adanya faktor resiko seperti penyakit vaskular yang
mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunnya
transportasi nutrisi yang berakibat degenerasi sekunder pada nervus
kranial VIII.
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara hipertensi
dengan presbikusis dengan nilai p-value=0,987. Hasil ini bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernanda, dimana dalam
penelitiannya dikatakan bahwa hipertensi adalah faktor independen
terhadap kejadian gangguan pendengaran.Selain itu, hal ini juga tidak
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa hipertensi merupakan
faktor resiko terjadinya presbikusis dimana hipertensi adalah suatu
keadaan tekanan darah yang persisten dimana tekanan darah sistol
diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg. Penyakit hipertensi
yang terjadi bertahun-tahun dapat memperberat tahanan vaskular yang
dapat mengakibatkan viskositas darah meningkat, penurunan aliran
darah kapiler dan transportasi darah ke organ telinga dalam yang
mengganggu transmisi sinyal pendengaran. Kemungkinan pada
penelitian ini bahwa sampel dengan hipertensi yang menderita
presbikusis tidak berbeda jauh dengan sampel hipertensi tanpa
37

presbikusis, sehingga hasil perhitungan statistik didapatkan hipertensi


tidak berhubungan dengan kejadian presbikusis.3
Analisis hubungan antara diabetes mellitus dengan presbikusis
data yang didapat p-value=0,925. Tampak bahwa diabetes melitus tidak
ada hubungan yang bermakna dengan presbikusis. Hal ini juga
bertentangan dengan peniliti sebelumnya Kakarlapudi yang mengatakan
bahwa adanya hubungan yang bermakna antara diabetes dan
presbikusis, dengan prevalensi 23% dari kelompok sampel yang
menderita gangguan pendengaran sesnorineural. Hal ini dapat menjadi
alasan karena pada penelitian ini tidak mengambil sampel dari
kelompok yang menderita gangguan pendengaran melainkan dari suatu
kelompok lanjut usia. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kesadaran
untuk memeriksakan gula darah secara rutin sehingga mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut serta jumlah lansia yang menderita
diabetes mellitus dengan presbikusis lebih sedikit dibandingkan dengan
lansia yang tidak presbikusis.17,31
Analisis berikutnya adalah faktor resiko hiperkolesterolemia.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan p-value=0,444 yang
artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara hiperkoleterolemia
dengan kejadian presbikusis. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martin yang menjelaskan bahwa 7,1% pasien yang
hiperkolesterolemia menderita presbikusis.8,26
Berdasarkan hasil penelitian faktor resiko merokok menunjukan
bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara merokok dengan
kejadian presbikusis. Didapatkan nilai p-value=0,825. Namun hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sousa dkk yang
mengatakan bahwa tidak menetapkan merokok sebagai faktor resiko
presbikusis, namun di berbagai teori memang selalu disebutkan bahwa
merokok adalah salah satu faktor resiko dari presbikusis. Dalam teori
menyebutkan bahwa didalam rokok mengandung karbonmonoksida
yang dapat membuat suatu ikatan bersama hemoglobin menjadi
karboksi-hemoglobin yang mengakibatkan hemoglobin tidak efisien
38

berikatan dengan oksigen melainkan jauh lebih kuat berikatan dengan


karbonmonoksida (CO), sehingga suplai darah ke jaringan akan
berkurang salah satunya ke organ korti yang menimbulkan efek
iskemia. Pada populasi yang diteliti jumlah sampel yang presbikusis
lebih sedikit yang merokok dibandingkan dengan sampel non-
presbikusis serta kemungkinan karena data diambil secara retrospektif
berdasarkan anamnesis sehingga data yang diambil dapat menimbulkan
bias. 17

4.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti adalah jumlah
sample yang tidak cukup banyak mengingat keterbatasan waktu. Sulitnya
komunikasi dengan pasien lansia menyebabkan prosedur peneleitian berjalan
lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
39

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Ditemukannya prevalensi presbikusis pada lansia yang berusia 60
tahun sekitar 21,7%.
2. Tidak adanya hubungan antara diabtes mellitus dengan kejadian
presbikusis.
3. Tidak adanya hubungan antara hipertesi dengan kejadian presbikusis
4. Tidak adanya hubungan antara merokok dengan kejadian presbikusis.
5. Tidak adanya hubungan antara hiperkolesterolemia dengan kejadian
presbikusis.

5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
representatif.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor resiko tersebut
pada populasi yang berbeda.
40

Daftar Pustaka

1. Highler, Adams Boies.BOIES Buku Ajar Penyakit THT.ed


6.Jakarta:EGC.1997
2. Dhingra,Deeksha.Diseases of Ear,Nose&Throat.ed 5. Elsevier.2010
3. Maria, Fernanda.Releationship Between Hypertension and Hearing
Loss.OtorhinolaryngolIntl Arch. 2009. Diunduh pada tanggal 06-12-
2012
4. Lee,FS.. Longitudinal Study of Pure Tone Thresholds in Older
Person. Ear Hear. 2005. Diunduh pada tanggal 27-12-2012
5. Rapport JM,Provencal C.Handbook of Clinical Audiology.ed
6.Lippincott Williams & Wilkins.2010
6. Roth,Thomas Nikhlaus dkk. Prevalence of releated-hearing loss in
Europa:review. Eur Arch Otorhinolaryngol.2011
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
879/Menkes/XI/2006 Tentang Rencana Strategi Nasional
Penanggulangan Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Untuk
Mencapai Sound Hearing 2030. Diunduh pada tanggal 05-08-2013
8. Villares,Martin.Lipid Profile and Hearing Loss Age Related.Nutr
Hosp. 2005.Diunduh pada tanggal 06-12-2012
9. Graff,Van De. Human Anatomy. Ed 6.McGraw-Hill Companies.2001
10. Lucete,Frank E. Ilmu THT Esensial.ed 5.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2011
11. Gates GA,Milles JH. Presbycusis.Lancet.2005
12. Sjahriffudin,Bashiruddin J,Purba D.Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.ed
5.Jakarta:FKUI.2001
13. Maryam, R. S, Ekasari, M. F, Rosidawati, Jubaedi, A, Batubara, I.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
2008
41

14. Definition of an older or elderly person, sited from


http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/May 2013-
05-25
15. Darmojo R.B. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Ed
3. Balai penerbit FKUI.2004
16. Seidman MC dkk. Age Related Difference in Cochlear
Microciculation and Auditory Brain Stem Response. Arch.
Otolariongol Head Neck Surg. 1996
17. Muyassaroh. Faktor Resiko Presbikusis. Journal Indonesia Medical
Association. Vol 62. Ikatan Dokter Indonesia. 2012
18. Hearing loss. sited from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003044.htmDesem
ber 2012-12-24
19. Antonio,MD,Stephanie A Moody. Inner Ear,Syndromic
Sensorineural Hearing Loss.Sited from www.medscape.com Januari
2013-01-06
20. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2006
21. Soepardi,Efiaty Arsyad dkk .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2011
22. Roland,Peter S. Presbycusis. Sited from
http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview#a0104
Januari 2013-01-13
23. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
24. Sudoyo, AW dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 4. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006
25. Price, SA. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-Proses Penyakit. Ed 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002
42

26. Evans MB,Tonini R,Shope CD. Dyslipidemia and Auditory Function.


Otology & Neurotologi.2006
27. Gates,GA,Murphy M,Rees T.S, Fraher A.Screening for
Handycapping Hearing Loss in The Elderly.J Fam Pract. 2003
28. Probst,Rudolf dkk. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step
Learning Guide.Thieme. 2006
29. Soewito. Audiometri Tutur Bahasa Indonesia: Penyusunan,
Pembakuan, dan Penerapan Klinis Daftar Kata Sebagai Alat Uji
Pendengaran. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.1985
30. Kimball, Suzanne H. Speech Audiometry. Sited from
http://emedicine.medscape.com/article/1822315-overview#a01 2013-
06-13
31. Kakarlapudi, Venkata. Sawyer, Robert. The Effect Of Diabetes on
Sensorineural Hearing Loss. Otology and Neurology, Inc. 2003
43

Lampiran 1
Data Hasil Uji Statistik

Analisis Univariat
44

Rata-rata Speech Audiometri Presbikusis Telinga Kanan

Rata-rata speech Audiometri Presbikusis Telinga Kiri


45

Rata-rata Speech Audiomteri Non-Presbikusis Telinga Kanan

Rata-rata Speech Audiometri Non-Presbikusis Telinga Kiri

Analisis Bivariat
46
47
48
49

Lampiran 2
Wawancara dan Kuesioner Demografi

Nama :
Usia :
Jenis kelamin : L/P
Alamat :
Telepon/Hp :
Jenis pekerjaan sebelumnya : 1.Pekerjaan dengan kebisingan
2.Pekerjaan tanpa kebisingan (*lingkari salah satu)
Jika point 1: a.Berapa lama anda bekerja ditempat tersebut?
b.Dalam satu hari berapa jam anda menekuni
pekerjaantersebut?
c.Apakah anda dalam bekerja menggunakan alat perlindungan
diri?

Riwayat hipertensi :
1. Apakah anda sering mengalami sakit kepala ?
2. Sakit kepala seperti apa yang anda rasakan?
3. Apakah sakit kepala yang dirasakan terus menerus atau hilang timbul?
4. Sakit kepala diperingan dengan melakukan apa?
5. Sakit kepala diperberat dengan melakukan apa?
6. Apakah anda pernah mengecek tekanan darah anda?
7. Apakah anda punya riwayat penyakit hipertensi?
Jika Ya : a.Sudah berapa lama anda terdiagnosis hipertensi?
b.Apakah anda rutin untuk memeriksakan tekanan darah anda?
c.Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?
8. Riwayat hipertensi dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat diabetes mellitus :


1. Apakah anda sering haus?
2. Apakah anda merasakan ingin selalu makan?
50

3. Apakah anda sering buang air kecil?


4. Apakah anda mengalami penurunan berat badan?
5. Apakah anda pernah mengecek kadar gula darah anda?
6. Apakah anda mengatahui anda mempunyai penyakit gula darah? Ya/Tidak
Jika Ya, Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?
Apakah anda rutin untuk mengkontrol kadar gula darah?
7. Riwayat diabetes mellitus dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat penyakit kolesterol :


1. Apakah anda suka makanan berlemak?
2. Apakah anda pernah mengecek kadar kolesterol anda?
3. Apakah anda mengetahui anda mempunyai penyakit kolesterol?
Jika Ya.Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?
Apakah anda rutin untuk mengkontrol kadar kolesterol?
4. Sudah berapa lama anda terdiagnosis penyakit ini?
5. Riwayat penyakit kolesterol dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat merokok : Ya/Tidak


Gangguan komunikasi : Ya/Tidak
Jika Ya : 1. a. Sulit mendengar pada suasana bising
b. Sulit mendengar pada suasana tidak bising.
2. Apakah anda mengerti apa yang sedang dibicarakan pada
suasana bising ? Ya/Tidak
Apakah telinga anda sering berdenging ? Ya/Tidak
51

Lampiran 3
FORM PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
Nama :
Usia :
Alamat :
Kanan Kiri
Inspeksi dan
-Inspeksi : preaurikuler sinus Palpasi -Inspeksi : preaurikuler sinus
(ada/tidak), preaurikuler tag Pre aurikuler (ada/tidak), preaurikuler tag
(ada/tidak), fistula preaurikular (ada/tidak), fistula preaurikular
(ada/tidak) (ada/tidak)
-Palpasi preaurikuler : nyeri -Palpasi preaurikuler : nyeri
(ada/tidak), abses (ada/tidak) (ada/tidak), abses (ada/tidak)
-Nyeri tekan tragus (ada/tidak) -Nyeri tekan tragus (ada/tidak)

-Inspeksi pina : ukuran Aurikuler -Inspeksi pina : ukuran


(normal/mikrotia/makrotia), Daun telinga (normal/mikrotia/makrotia),
warna (hiperemis/normal), warna (hiperemis/normal),
hematoma, pseudokista, selulitis, hematoma, pseudokista, selulitis,
keloid, vesikel, massa keloid, vesikel, massa

-Inspeksi liang telinga : Liang telinga -Inspeksi liang telinga :


lapang/sempit, isi (serumen, lapang/sempit, isi (serumen,
sekret, jaringan granulasi, massa) sekret, jaringan granulasi, massa)

-Inspeksi : warna Retroaurikuler -Inspeksi : warna


(normal/hiperemis), edema, abses, (normal/hiperemis), edema, abses,
fistel, sikatrik, massa fistel, sikatrik, massa
Otoskopi
-Lapang/sempit, ada masa, secret, Liang telinga -Lapang/sempit, ada masa, secret,
hifa, furunkel, oedem diffuse. hifa, furunkel, oedem diffuse

Keutuhan: Membran Keutuhan:


utuh/perforasi/sentral/marginal/ati timpani utuh/perforasi/sentral/marginal/ati
k k
Warna : jernih/suram/hiperemis Warna : jernih/suram/hiperemis
Kelainan di lateral Kelainan di lateral
MT:bula,polip,kolesteatoma MT:bula,polip,kolesteatoma
Kelainan di medial MT : Kelainan di medial MT :
cairan/airbuble/hematom/massa cairan/airbuble/hematom/massa
Pergerakan : Pergerakan :
-valsava manuver : bergerak -valsava manuver : bergerak /tidak
/tidak bergerak bergerak
-perasat Toynbee: bergerak/tidak -perasat Toynbee: bergerak/tidak
bergerak bergerak
52

Form Pemeriksaan Penala

PEMERIKSAAN HASIL INTERPRETASI

TELINGA KANAN TELINGA KIRI


Rinne

Weber

Schwabach

Anda mungkin juga menyukai