Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL LUAR KAMPUS

Gelombang XII Kelompok 4


10 April – 28 April 2023

Oleh:
NURSETA RAIS MAHENDRA, S.KH
NIM. 220130100111074

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LAPORAN AKHIR KEGIATAN PPDH
ROTASI INTERNA HEWAN KECIL LUAR KAMPUS

Gelombang XII Kelompok 4


10 April – 28 April 2023

Canine Monocytic Ehrliciosis (CME) PADA ANJING MIX DOMESTIK


DI PDHB drh. CUCU K. SAJUTHI dkk.
JAKARTA UTARA

Oleh:
NURSETA RAIS MAHENDRA, S.KH
NIM. 220130100111074

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PPDH


ROTASI INTERNA HEWAN KECIL (DALAM KAMPUS)

10 April – 28 April 2023

Oleh:
Nurseta Rais Mahendra
NIM. 220130100111074

Gelombang XII Kelompok 4

Menyetujui,

Koordinator
Rotasi Interna Hewan Kecil Pembimbing Kelompok

drh. Tiara Widyaputri, M.Si Nama


NIP. 19871030 202203 2 005 NIP/NIK

Mengesahkan,
Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

drh. Nofan Rickyawan, M.Sc


NIP. 19851116 201803 1 001
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah sejak lama manusia memelihara anjing sebagai hewan
kesayangan. Memelihara anjing yang dianggap sebagai teman oleh
pemiliknya dapat membantu untuk melepaskan stres dan mempunyai efek
yang positif terhadap kondisi fisik dan psikis termasuk pendukung sosial
dan emosional pemiliknya. Ikatan yang terbentuk antara manusia dan hewan
peliharaannya dideskripsikan seperti ikatan antara hewan yang masih muda
dengan induknya untuk rasa aman dan kenyamanan yang mencakup
hubungan seperti menghabiskan waktu bersama-sama, saling berinteraksi,
dan pemikiran tentang hubungannya tersebut (Carlisle, 2014).
Status kesehatan anjing harus selalu diperhatikan oleh pemiliknya,
karena anjing rentan terkena banyak penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti parasit darah salah satunya adalah Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis (CME) yang yang tergolong sebagai Canine
vector-borne diseases (CVBDs) dimana agen infeksius ditularkan melalui
gigitan ektoparasit caplak sebagai vektor artropoda (Angelou et al., 2019).
Rhipicephalus sanguineus merupakan caplak yang dapat menularkan
beberapa mikroorganisme patogen pada anjing diantaranya adalah Babesia
canis, Babesia gibsoni, Erlichia canis, Rickettsia, Hepatozoon canis,
Anaplasma platys, Borellia burgdorferi, dan cacing Dirofillaria immitis
(Self et al., 2019). Canine Monocytotropic Ehrlichiosis disebabkan oleh
bakteri plemorfik obligat intraseluler golongan rickettsia yaitu Ehrlichia
canis yang memiliki morfologi badan inklusi intrasitoplasmik berupa
morula pada sel mononuklear seperti monosit dan limfosit (Milanjeet et al.,
2014).
Canine Monocytotropic Ehrlichiosis merupakan penyakit yang cukup
sering terjadi pada anjing yang tinggal di area dengan iklim tropis, yang
didukung dengan data prevalensi dari 510 sampel anjing yang diperiksa, 293
atau 57.5% persen diantaranya terdeteksi positif adanya antibodi terhadap
Ehrlichia canis dengan gejala CME yang terbagi menjadi beberapa tahap
diantaranya adalah akut dengan gejala seperti demam dan pembengkakan
glandula limfonodus, kronis meliputi pendarahan yang menyebar, serta
gejala dubklinis dimana anjing tidak menunjukkan gejala dan menjadi
carrier dari penyakit dan dapat terjadi secara menahun (Kukreti et al., 2018).
Karena tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas dari Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis membuat pentingnya diagnosis dan
pengobatan bagi anjing yang terinfeksi. Berdasarkan latar belakang yang
sudah dipaparkan diatas, melalui kegiatan koasistensi rotasi Interna Hewan
Kecil yang dilaksanakan di PDHB drh. Cucu K. Sajuthi, diharapkan
mahasiswa mendapatkan reverensi serta pemahaman yang lebih mendalam
tentang penyakit interna terkait Canine Monocytotropic Ehrlichiosis mulai
dari diagnosis, penanganan, dan pengobatannya
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan laporan ini antara lain:
1. Bagaimana Teknik diagnosis pada kasus Canine Monocytotropic
Ehrlichiosis pada anjing di PDHB drh. Cucu K. Sajuthi?
2. Bagaimana prosedur penanganan dan pengobatan pada kasus Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis pada anjing di PDHB drh. Cucu K.
Sajuthi??
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:
1. Mengetahui teknik diagnosis pada kasus Canine Monocytotropic
Ehrlichiosis pada anjing di PDHB drh. Cucu K. Sajuthi.
2. Mengetahui prosedur penanganan dan pengobatan pada kasus Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis pada anjing di PDHB drh. Cucu K.
Sajuthi
1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan, skill
dalam melakukan diagnosis penyakit penanganan serta pengobatan yang
tepat pada anjing dengan kasus Canine Monocytotropic Ehrlichiosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Canine Monocytotropic Ehrlichiosis

2.1.1 Etiologi
Canine Monocytotropic Ehrlichiosis merupakan tick-borne
disease yang juga dikenali dengan nama lain canine haemorrhagic
fever, canine typhus, tracker dog disease dan tropical canine
pancytopenia (Dubie et al., 2014). Canine Monocytotropic
Ehrlichiosis disebabkan oleh Ehrlichia canis yang merupakan bakteri
gram negatif kokus yang bersirkulasi didalam sel monosit dan dibawa
oleh vektor caplak pada anjing Rhipicephalus sanguineus. Ehrlichia
canis adalah bakteri yang tergolong dalam ordo Rickettsiales dan
famili Anaplasmataceae bersama dengan genus Anaplasma dan
Neorickettsia (Ganta, 2022).

2.1.2 Patogenesis

Gambar 2. 1 Caplak Rhipicephalus sanguineus betina


(Self et al., 2019).
Caplak Rhipicephalus sanguineus berperan sebagai vektor dari
Ehrlichia canis yang mentransmisikan patogen melalui blood meal
dimana Ehrlichia canis tersimpan pada bagian midgut dan saliva dari
caplak, kemudian ketika agen patogen masuk, akan berkembang
melalui tiga tahapan berupa elementary bodies berukuran 0.2-0.5 µm
dalam sel yang akan berkembang menjadi initial bodies berukuran
1.0-1.5 µm dan pada akhirnya berkembang menjadi badan inklusi
intrasitoplasmik dikenal dengan morula dengan ukuran 2-5 µm yang
akan melakukan invaginasi ke dalam sel hospes dan berkembang biak
melalui pembelahan biner dan akan dikeluarkan oleh sel melalui ruput
sel atau eksositosis (Dubie et al., 2014).

Gambar 2. 2 Siklus hidup Ehrlichia canis (Sykes & Greene, 2013).


Masa inkubasi dari Ehrlichia canis adalah 8-20 hari dalam sel
mononuklear seperti makrofag yang kemudian diikuti dengan tahapan
akut yang terjadi selama 1-4 minggu yang dapat disembuhkan apabila
mendapat pengobatan yang baik, kemudian tahapan subklinis yang
dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau menahun dimana
hewan terlihat sehat dan berperan sebagai carrier dari CME, atau
dilanjutkan ke tahap kronis (Sykes & Greene, 2013).

2.1.3 Gejala Klinis


Canine Monocytotropic Ehrlichiosis merupakan penyakit
sistemik yang terbagi menjadi fase akut, subklinis, dan kronik. Gejala
umum yang ditemukan diantaranya adalah depresi, letargi, anoreksia,
hemoragi, epistaxis, limfadenomegali, splenomegali, gejala neurologis
seperti kejang, ataxia, tremor, dan karena CME dirularkan melalui
gigitan caplak, dapat terjadi komplikasi koinfeksi dengan patogen
lainnya (Sykes & Greene, 2013). Gejala klinis CME terbagi menjadi
tiga fase menurut (Straube, 2010) yaitu:
1. Fase Akut: Berlangsung 3-5 minggu dengan temuan klinis
demam, anoreksia, depresi, limfadenopati, dan splenomegali,
serta beberapa gejala variatif lainnya seperti leleran okular,
membran mukosa pucat, haemorrhagic tendencies meliputi
petechiae dan ecchymoses pada kulit atau epistaxis, dan gejala
neurologis. Temuan umum abnormalitas hematologi berupa
trombositopenia dan anemia (Straube, 2010)
2. Fase Subklinis: Fase akut yang berlanjut menahun dengan
temuan klinis yang sama karena anjing tidak dapat
mengeleminasi agen infeksi sehingga menjadi infeksi subklinis
yang bersifat persisten dan menjadi carrier asimtomatik atau
tanpa menunjukkan adanya gejala (Straube, 2010)
3. Fase Kronis: Progres dari penyakit dalam waktu yang lama yang
ditandai dengan kejadian berulang baik dari temuan klinis dan
temuan hematologi seperti trombositopenia, anemia, dan
pancytopenia. Pada kasus kronis ringan, anjing dapat
menunjukkan gejala penurunan berat badan, depresi, petechiae,
membran mukosa pucat, edema, limfadenopati, sedangkan
dalam kondisi parah anjing menunjukkan respon terhadap terapi
antibiotik yang tidak baik dan sering kali anjing mati akibat dari
pendarahan, severe debilitation, atau bahkan diperparah dengan
adanya infeksi sekunder (Straube, 2010).

2.1.4 Diagnosa
Terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis, antara lain adalah hematologi, rapid test
kit, test kimia darah, PCR, ulas darah, Indirect Immunofluorescence
Antibody (IFA) test (Harrus & Waner, 2011).
1. Hematologi
Trombositopenia merupakan temuan yang bersifat
patognomonik atau distinctive yang dapat ditemukan pada fase
akut infeksi, subklinis, dan juga kronis. Pada fase klinis
trombositopenia bersifat ringan disertai dengan sedikit
penurunan leukosit dan eritrosit, sedangkan pada fase kronis,
trombositopenia bersifat parah dan disertai dengan temuan
anemia dan leukopenia, sehingga pola pancytopenia ditemukan
karena terjadinya hipoplasia sumsum tulang (Harrus & Waner,
2011).
2. Rapid test kit
Screening infeksi Canine Monocytotropic Ehrlichiosis yang
dapat dilakukan secara tahunan, namun tes ini tidak dapat
digunakan sendiri untuk mendiagnosis, sehingga interpretasi
dari hasil rapid test harus dikombinasikan dengan jumlah
platelet dan hasil pemerksaan molekuler (Harrus & Waner,
2011).
3. Test Kimia Darah
Parameter yang terlihat dari hasil test kimia darah adalah adanya
hipoalbuminemia, hiperglobulinemia, hipergammaglobulinemia,
sedikit peningkatan ALT dan ALP (Harrus & Waner, 2011).
4. Polymerase-chain reation (PCR)
Deteksi DNA E. canis pada sampel, namun false positive dapat
terjadi apabila sampel terkontaminasi atau amplifikasi
nonspesifik terjadi. Hasil negatif PCR dapat mengartikan bahwa
tidak ada target DNA yang terdeteksi, namun hal tersebut tidak
selalu membuktikan tidak adanya DNA pada sampel. PCR
dengan sampel jaringan limpa dipertimbangkan lebih sensitif
untuk dievaluasi dibandingkan dengan sampel darah ataupun
sumsum tulang (Harrus & Waner, 2011).
5. Ulas Darah
Gambar 2. 3 Morula intrasitoplasmik pada sel monosit anjing
terinfeksi CME (Straube, 2010; Sykes dan Greene, 2013)
Temuan morula sitoplasmik pada sel darah monosit (Gambar 2.1)
merupakan temuan atau gambaran standar yang terlihat pada
mikroskop, morula merupakan bentukan vakuola yang terikat dengan
membran yang terisi dengan banyak bakteri dapat terlihat pada
mikroskop elektron. Temuan ini sering dikelirukan dengan platelet,
limfosit dengan granul azurofilik, dan materi nuklear yang
terfagositosit. Gambaran ulas darah pada anjing yang terinfeksi secara
umum meliputi monosit reaktif, eritrofagositosis, trombofagositosis,
fagositosis material nukleus, dan juga megaplatelet, namun sering kali
morfologi eritrosit tidak mengalami abnormalitas atau dalam beberapa
kasus dapat ditemukan infeksi patogen CVBD lain seperti Babesia,
Anaplasma, dan Hepatozoon canis (Straube, 2010; Sykes dan Greene,
2013).
6. Serologi Indirect Immunofluorescence Antibody (IFA) test terhadap
antibodi anti-E. canis IgG merupakan tes yang dipertimbangkan
menjadi gold standard dari CME yang mana apabila terjadi peningkatan
titer antibodi empat kali lipat dapat mengindikasikan terjadinya
inflamasi aktif dan antibodi IgG padat bertahan hingga beberapa bulan
atau tahun setekah pengobatan dan eleminasi dari Rickettsia (Harrus &
Waner, 2011).

2.1.5 Pengobatan
Obat yang paling umum digunakan pada kasus Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis adalah antibiotik golongan tetrasiklin
yang diberikan minimal selama 3 minggu, yang mana kondisi
hipoalbuminemia pada anjing penderita akan mempercepat uptake
dari tetrasiklin untuk masuk ke dalam sel darah. Doxycycline
merupakan obat yang cukup sering digunakan pada kasus Canine
Monocytotropic Ehrlichiosis karena memiliki penetrasi dan
konsentrasi yang baik ketika masuk ke dalam sel (Jim & Jerry W.S,
2001).
Doxycycline merupakan antibiotic golongan tetrasiklin
semisintetik yang larut lemak dan siap diabsorpsi untuk menghasilkan
konsentrasi yang tinggi pada darah, jaringan, intraslular, dan sistem
saraf pusat serta memiliki half-life yang lebih lama dibandingkan
antibiotik golongan tetrasiklin lainnya (Sykes & Greene, 2013). Obat-
obatan alternatif seperti ekstrak pepaya (Carica papaya) dapat
digunakan sebagai thrombocyte enhancer untuk mengobati gejala
trombositopenia pada kasus ini (Kanatiwela de Silva et al., 2012).
Pada kasus dengan adanya anemia parah dapat dilakukan transfusi
darah agar tidak memperburuk kondisi fisiologis hewan (Kumar &
Ramakant, 2020).
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Sinyalemen
Nama Hewan : Skippy
Jenis Kelamin :Betina
Ras : Domestik mix
Berat Badan : 9,5 kg
Umur : 16 tahun
3.2 Anamnesa
Anjing Skippy dating ke klinik dengan riwayat adanya gangguan liver
dan ginjal yang sudah cukup lama, dengan riwayat pernah terinfeksi parasit
kutu (Riphicephalus sanguineus), sudah dilakukan USG di klinik lain
dengan temuan adanya penebalan dinding pada parenkim hepar.
3.3 Gejala Klinis

Gambar 3. 1 Anjing Skippy (Dokumentasi Pribadi, 2023).

Gejala klinis yang tampak antara lain, hewan lesu, nafsu makan
menurun, adanya hemorrhage pada area bawah abdomen, adanya epistaksis
yang keluar dari hidung anjing dan ataxia .
3. 4 Pemeriksaan Fisik

Gambar 3. 2 Hemorrhage pada bagian ventral abdomen


(Dokumentasi Pribadi, 2023).

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menerapkan prinsip physical


examination yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Berat badan
anjing yang tercatat adalah 9,5 kg, dengan kondisi badan anjing terbilang
ideal dengan BCS 5/9, mukosa mulut berwarna merah muda , terdapat
dental plaque pada gigi, struktur pertulangan ekstremitas kokoh.
Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus/tingkah laku : Murung
Gizi : kurang
Pertumbuhan badan : baik
Sikap berdiri : tidak mampu untuk berbaring
Suhu : 37,30C (normal : 38-39,50C)
Frekuensi nafas : 10 kali/menit (normal : 10-30x/menit)
Frekuensi nadi : 60 kali/menit (normal : 60-180x/menit)
Rambut kulit
Aspek rambut : kusam
Kerontokan : sedikit
Kebotakan : ada sedikit dibagian abdomen
Turgor kulit : baik (<2 detik)
Permukaan kulit : kasar
Kepala dan Leher
Ekspresi wajah : muram/lesu
Pertulangan wajah : simetris
Posisi tegak telinga : cenderung kebawah
Posisi kepala : menunduk kebawah
Mata Kanan
Palpebrae : membuka dan menutup sempurna
Cilia : melengkung keluar
Konjungtiva : merah
Membran niktitans : tidak terlihat
Sklera : merah, ada vaskularisasi
Kornea : bening
Iris : coklat tua
Reflek pupil : ada sedikit
Lensa : jernih
Mata Kiri
Palpebrae : membuka dan menutup sempurna

Cilia : melengkung keluar


Konjungtiva : merah
Membran niktitans : tidak terlihat
Sklera : merah, ada vaskularisasi
Kornea : bening
Iris : coklat tua
Reflek pupil : ada sedikit
Lensa : jernih
Mulut dan rongga mulut
Defek bibir : tidak ada
Mukosa mulut : pink cenderung merah
Lidah : tidak ada ulcerasi
Hidung
Bentuk pertulangan : simetris
Aliran udara : lancar
Cermin hidung : lembab
Discharge : adanya darah (epistaksis)
Telinga
Posisi : telinga kanan dan kiri sedikit turun
Bau : bauk khas anjing
Permukaan daun telinga : sedikit kotor, tidak ada perlukaan
Krepitasi : tidak ada krepitasi
Reflek panggilan : ada
Limfonodus
Ln. mandibularis
Ukuran : normal (kanan dan kiri )
Lobulasi : Bulat
Konsistensi : kenyal
Kesimetrisan : simetris
Ln. retropharyngealis : tidak teraba
Ln. presfemorasil : tidak teraba
Ln. axillaris : tidak teraba
Ln. popliteus : tidak teraba
Thoraks
Inspeksi
Bentuk Rongga Thorax : Cembung ke lateral
Tipe Pernapasan : Thoraco-abdominal
Ritme Pernapasan : Ritmis
Intensitas : Dalam
Frekuensi : 10x/menit
Trakea : Struktur kokoh
Refleks Batuk : Tidak ada
Palpasi
Trakea : Struktur kokoh
Penekanan rongga : Tidak ada respon nyeri
Palpasi Intercostal : Os costae teraba

Auskultasi
Suara Pernapasan : Rough
Suara Ikutan : Tidak ada
Jantung dan sistem sirkulasi
Auskultasi
Intensitas : Dangkal
Ritme : Ritmis
Suara Sistolik dan Diastolik : Terdengar
Sinkron Pulsus dan HR : Tidak sinkron
Suara Ekstrasistolik : Tidak terdengar
Abdomen
Inspeksi
Ukuran : Simetris
Bentuk : Cembung
Legok Lapar : Tidak terlihat
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada respon sakit dan abnormalitas
Mesogastrikus : Tidak ada respon sakit dan abnormalitas
Hipogastikus : Tidak ada respon sakit dan abnormalitas
Auskultasi
Peristaltik Usus : Terdengar
Anus
Sekitar Anus : Kotor
Refleks Sphincter ani : Nomal
Pembesaran Kolon : Tidak teraba
Sistem genital
Vulva : Sedikit kotor
Area sekitar vulva : Bersih
Extremitas
Inspeksi
Perorotan Ekstremitas Cranial : Tegang dan kaku
Perorotan Ekstremitas Caudal : Tegang dan kaku
Spasmus Otot : tidak ada tremor
Tremor : tidak ada
Sudut Persendian : Terlihat
Cara Berjalan / Gait : kaku dan tidak mau duduk/berbaring
Cara Berlari : Tidak dapat berlari
Palpasi
Ekstremitas Cranial Dexter : Perototan tegang
Ekstremitas Cranial Sinister : Perototan Tegang
Ekstremitas Caudal Dexter : Perototan Tegang
Ekstremitas Caudal Sinister : Perototan Tegang
Konsistensi Pertulangan : Kompak dan kokoh
Reaksi Palpasi : sedikit ada respon sakit
Panjang Ekstremitas Cranial : Simetris
Panjang Ekstremitas Caudal : Simetris
3.5 Temuan Klinis

Gambar 3. 3 Adanya epistaksis dan ventral abdominal hemmorhage pada


anjing Skippy (Dokumentasi Pribadi, 2023).

Temuan klinis pada anjing Skippy antara lain adalah adanya


hemorrhage pada area ventral abdomen, adanya epistaksis berupa darah
segar dari hidung anjing dan ataxia.
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
test kit, hematologi, dan kimia darah
a. Test kit E.Canis

Gambar 3. 4 Rapid antibody test kit E. Canis


(dokumentasi pribadi, 2023).
Hasil yang didapatkan pada rapid test e.canis ab menunjukkan
hasil berbayang (+) pada Canine Monocityc Ehrliciosis. Rapid
antibody test kit E. canis – Anaplasma merupakan pemeriksaan
penunjang dengan prinsip imunokromatografi kualitatif untuk
mendeteksi antibodi terhadap bakteri E. canis dan A. platys / A.
phagocytophillum. Sampel yang digunakan untuk test kit ini dapat
berupa whole blood, serum, atau plasma. Anigen rapid E.canis ab
memiliki cara kerja dengan mendeteksi antibodi dari E.canis yang
berada ditubuh pasien. Antibodi akan berikatan dengan antigen pada
test kit, adanya ikatan antibodi dan antigen akan membentuk
interpretasi hasil berupa garis pada test line dan control line .
b. Hematologi
Hasil analisis hematologi tangga 20 April 2023 pada anjing
Skippy menunjukkan adanya leukositopenia disertai dengan
linfositopenia, dan monositopenia. Hasil analisis hematologi anjing
Skippy ditampilkan pada table 3.1.

Tabel 3. 1 Hematologi Anjing Skippy (Dokumentasi Pribadi, 2023).


Pemeriksaan Hasil Satuan Kisaran Interpretasi
normal
Hematologi
WBC 5.1 10^3/µL 6.0 – 17.0 Leukositopenia
Limfosit 5.8 % 12.0 – 30.0 Limfositopenia
Monosit 2 % 3.0 – 10.0 Monositopenia
Eosinophil 3 % 2.0 – 10.0 Normal
Granulosit 89.2 % 60.0 – 80.0 Granulositosis
lomfosit 0.3 10^3/µL 1.05 – 5.10 Lomfositopenia
Monosit 0.1 10^3/µL 0.16 – 1.12 Monositopenia
Eosinophil 0.2 10^3/µL 0.06 – 1.23 Normal
Granulosit 4.5 10^3/µL 2.95 –11.64 Normal
RBC 8.2 10^6/µL 5.50 – 8.50 Normal
Hemoglobin 15.7 g/dL 12.0 – 18.0 Normal
(Hb)
Hematokrit 45.8 % 37.0 – 55.0 Normal
MCV 55.9 fL 60.0 – 77.0 Mikrositik
MCH 19.1 pg 19.5 – 24.5 Mikrositik
MCHC 34.3 g/dL 32.0 – 36.0 Normal
RDW 14.9 % 12.0 – 16.0 Normal
Trombosit 26 10^3/µL 200 – 500 Trombositopenia
PCT - % 0.00 – 2.90 Normal
MPV - fL 6.7 – 11.1 Normal
PDW - % 0.0 – 50.0 Normal

c. Kimia darah
Hasil kimia darah tangga 20 April 2023 pada anjing Skippy
menunjukkan adanya hypoalbuminemia disertai dengan
hypoglobulinemia. Hasil analisis hematologi anjing Skippy
ditampilkan pada table 3.2.
Tabel 3. 2 Hasil Kimia Darah Anjing Skippy (Dokumentasi Pibadi, 2023).
Kimia darah Hasil Satuan Kisaran interpretasi
normal
AST/SGOT 649 U/L 8.9 – 48.5 Tinggi
ALT/SGPT 146 U/L 8.2 – 57.3 Tinggi
Total protein 4 g/dL 5.4 – 7.5 Rendah
Albumin 2 g/dL 2.6 – 4.0 Hypoalbuminemia
Globulin 2 g/Dl 2.7 – 4.4 Hypoglobulinemia
Rasio A/G 1.00 0.6 – 1.1 Normal
Total Bilirubin 0.323 Mg/dL 0.07 – 0.61 Normal
ALP 363 U/L 10.6 – 100.7 Tinggi
Kolesterol 243.6 Mg/dL 115.6 – 252.7 Normal
Ureum (BUN) 288.9 Mg/dL 10 – 20 Tinggi
Kreatinin 8.3 Mg/dL 1–2 Tinggi

3.7 Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang telah dilaksanakan, anjing
Skippy didiagnosis mengalami canine ehrlichiosis yang disebabkan oleh
parasit darah Ehrlichia canis dengan prognosa dubius-fausta.
3.8 Diagnosa banding
Diagnosis banding ditentukan berdasarkan gejala yang menciri dari
anjing Skippy yaitu hemoragi ,ataxia dan epistaksis dengan metode Problem
Oriented Approach (POA). Berdasarkan pendekatan tersebut, ditentukan
beberapa diagnosis banding terhadap temuan klinis pada anjing Skippy
diantaranya adalah:
a. Babesiosis
Babesia canis merupakan parasite protozoa darah yang menyerang
eritrosit. gejala klinis yg muncul akibat infeksi Babesia sp antara lain:
lemas, tidak nafsu makan, demam, anemia, gangguan sistem saraf pusat,
ataxia,dan hemoragi(Greene, 2013)

Gambar 3. 5 Gejala klinis Babesiosis pada anjing (Greene, 2013)


b. Anaplamosis
Anaplasmosis pada anjing disebabkan oleh salah satu dari dua agen
bakteri obligat intraseluler Gram-negatif, yakni Anaplasma
phagocytophilum atau Anaplasma platys, termasuk dalam famili
Anaplasmataceae dalam ordo dari Rickettsiales. Bakteri berkembang
dalam intrasitoplasmik (morulae) menjadi sel granulositik, terutama di
neutrophil (Greene, 2013).
Gambar 3. 6 Gejala kinis Anaplasmosis pada anjing (Greene, 2013)
3.9 Penanganan dan Pengobatan
Penanganan dan pengobatan yang diberikan kepada anjing Skippy
ditampilkan pada tabel 3.3 berikut. Terapi yang diberikan bersifat
simtomatis dan juga kausatif.

Tabel 3. 3 Obat-obatan yang digunakan pada anjing Skippy (Dokumentasi


pribadi, 2023).
Tanggal Obat Indikasi Dosis Pemberian
50 – 80
Infus RL Terapi cairan q24h, iv
ml/kg
7.5 – 10
Oxytetracycline Antibiotic
mg/kg
17-04- injeksi (Vet- antirickettsial q12h, iv
(Papich,
23 Oxy®) terhadap E.canis
2016).
2 mg/kg
Tramadol Analgesik/anti
(Papich, q12h, iv
hydrocloride® nyeri
2016).
18-04- 50 – 80
Infus RL Terapi cairan q24h, iv
23 ml/kg
Oxytetracycline Antibiotic 7.5 – 10 q12h, iv
injeksi (Vet- antirickettsial mg/kg
Oxy®) terhadap E.canis (Papich,
2016).
2 mg/kg
Tramadol Analgesik/anti
(Papich, q12h, iv
hydrocloride® nyeri
2016).
0.5 – 1
Ondansetron Antiemic/anti mg/kg q6h - q12h,
Hydrochloride muntah (Papich, iv
2016).
50 – 80
Infus RL Terapi cairan q24h, iv
ml/kg
7.5 – 10
Oxytetracycline Antibiotic
mg/kg
injeksi (Vet- antirickettsial q12h, iv
(Papich,
Oxy®) terhadap E.canis
2016).
19-04-
2 mg/kg
23 Tramadol Analgesik/anti
(Papich, q12h, iv
hydrocloride® nyeri
2016).
0.5 – 1
Ondansetron Antiemic/ mg/kg q6h - q12h,
Hydrochloride antimuntah (Papich, iv
2016).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Problem Oriented Approach (POA) hemorrhage
Anjing Skippy dating ke PDHB Dokter Hewan Cucu dengan kondisi
lemas, tidak mau makan, dan memiliki riwayat penyakit liver beberapa
tahun yang lalu, seteah diperiksa terdapat ejala klinis yang menciri berupa
adanya hemoragi pada area ventral abdomennya. Penentuan diagnose pada
anjing Skippy dilakukan menggunakan metode Problem Oriented Approach
(POA) pada temuan klinis menciri yang ditemukan. Problem Oriented
Approach temuan klinis hemogari pada anjing Skippy ditampilkan pada
Gambar 4.1 berikut.

Hematologi,
coagulophaty kimia darah
Non y
invasif
Anamnesa, PE,
Trauma/cidera
X-ray

Hemoragi

Ektoparasit
Anamnesa, PE
(massive)

Invasif parasit

Parasit darah

Intraselular Ekstraselular

Babesia canis Ehrlichia canis Anaplasma Mikrofilaremia


platys (Dinofilaria sp.)

Ulas darah, PCR, hematologi,


rapid test-kit
Anjing Skippy menunjukkan gejala klinis berupa adanya ventral
abdominal hemmorhage dimana dengan riwayat anjing Skippy yang pernah
terkena parasit caplak maka untuk faktor hemmorhage non invasive dapat di
eliminasi dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel darah dan serum
untuk uji rapid test e-canis, hematologi dan kimia darah. Pemeriksaan rapid
test e-canis menunjukkan hasil positif Ehrlichiosis sehingga dilanjutkan
dengan pemeriksaan hematologi dan kimia darah untuk mengetahui
Kesehatan dari beberapa fungsi organ anjing Skippy.
Hemoragi atau haemorrhage suatu kejadiaan dimana darah keluar dari
pembuluh darah dan banyak terdapat di kulit, membran mukosa, di dalam
rongga-rongga yang mengandung serous atau diantara sel-sel jaringan atau
organ. Hemoragi ini dapat disebabkan oleh trauma, ruptur pembuluh darah
atau peningkatan porositas akibat infeksi parasit, bakteri, virus atau bahan
toksik (Plumb, 1994). CME atau Canine Monosit Ehrlichiosis merupakan
gangguan multisistemik yang dapat bersifat akut, subklinis, maupun kronis.
Gejala klinis yang sering muncul pada anjing penderita CME akut adalah
adanya petechiation, haemorrhage,atau echymoses (Grenee, 2016).
Menurut Procajlo et al. (2011) gangguan hemostasis merupakan
gangguan yang paling umum dapat terlihat pada kejadian CME akut.
Gangguan yang dapat ditunjukkan misalnya adanya pendarahan titik
(hemoragi dan petechiae) yang dapat terlihat pada membran mukosa.
Menurut H. Ward & Thrall (2016), pada tahap akut, trombositopenia sedang
sampai berat adalah temuan hematologis yang khas. Trombositopenia pada
fase akut umumnya disertai anemia ringan dan jumlah sel darah putih yang
sedikit berkurang. Rendahnya nilai trombosit yang berfungsi dalam
pembekuan darah akan sebabkan mudah terjadinya perdarahan terus
menerus ketika terjadi hemoragi pada pembuluh darah akibat pembekuan
darah tidak terjadi cepat. Trombositopenia terjadi karena menurunnya
produksi platelet di sumsum tulang. Morula dan granuloma dari Ehrlichia
sp. dapat berada di sumsum tulang anjing tang terserang penyakit
ehrlichiosis, hal ini akan menghambat sumsum tulang untuk menghasilkan
megakariosit yang merupakan cikal bakal pembentukan trombosit/platelet.
4.2 Problem Oriented Approach (POA) Epistaksis
Anjing Skippy juga memiliki temuan klinis lainnya yang menciri
berupa adanya Epistaksis pada hidung. Penentuan diagnose pada anjing
Skippy dilakukan menggunakan metode Problem Oriented Approach (POA)
pada temuan klinis menciri yang ditemukan. Problem Oriented Approach
temuan klinis Epistaksis pada anjing Skippy ditampilkan pada Gambar 4.2
berikut.

Rhinitis
Imunitas kronis PE, hematologi, X-Ray

Staphylococcus sp.
bakteri Sitologi, hematologi
Streptococcus sp.
Tidak ada
/Sedikit darah
Canine Herpesvirus Rapid test-kit, Hematologi,
Virus PCR test

Canine Aspergillosis Sitologi, Hematologi


Jamur
Nasal Discharge

Eksternal Trauma
Anamnesa, PE, X-Ray
Foreign body

Epistaksis

Hypertensi Sphygmomanometer

Sistemik

Imunologis
disorder

Invasif Non invasif

Parasit darah Trauma Coagulophaty

Anamnesa, PE, Hematologi,


Babesia canis Ehrlichia canis Anaplasma platys X-Ray kimia darah

Rapid test-kit, Hematologi,


ulas darah, PCR
Epistaksis pada anjing sering ditemukan pada kejadian penyakit
parasit darah pada anjing. Canine Monosit Ehrlichiosis merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri intraselular gram negatif dari genus Ehrlichia
yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae. Ehrlicia canis tergolong
dalam rickettsia (a-proteobakter) yang memiliki sifat parasit obligat
intraseluler, berukuran kecil, bentuk coccobacilli, dan tidak berflagel, serta
mengalami pembelahan ganda dalam sel. Kelompok a-proteobakter dapat
ditularkan melalui gigitan caplak Rhipicephalus sanguineus (Greene, 2012).
Ehrlicia sp melindungi dirinya dengan membentuk sebuah kantung
(vakuola) agar tidak dihancurkan lisosom. Ehrlicia canis mampu
berkomunikasi dengan Retikulum Endoplasma (RE) untuk mengkode
protein ankyrin sehingga mampu menghasilkan antibody berupa antibody
antiplatelet ataupun hidrolitic enzyme. Antibody antiplatelet sebagai efek
dari immune mediated thrombocytopenia. Immune mediated
thrombocytopenia adalah salah satu mekanisme yang menyebabkan
kerusakan trombosit selama fase akut dari penyakit ini. Kehadiran antibody
antiplatelet adalah salah satu penyebab utama trombositopenia yang terlihat
di CME (Weiss, 2003).
Infeksi Ehrlichia canis akut akan menunjukkan gangguan hemostasis
pada tubuh anjing, gangguan yang dapat ditunjukkan misalnya adanya
epistaksis baik itu uni-lateral atau bi-lateral epistaksis. Selama tahap akut,
trombositopenia sedang sampai berat adalah temuan hematologis yang khas,
trombositopenia pada fase akut umumnya disertai anemia ringan dan jumlah
sel darah putih yang sedikit berkurang. Selama fase subklinis,
trombositopenia ringan mungkin terjadi tanpa adanya temuan klinis yang
jelas. Pada fase kronis, gejala serupa dengan yang terlihat pada fase akut
dapat terjadi namun dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi seperti
disertai dengan anemia dan leukopenia yang jelas. Epistaksis yang terjadi
berhubungan erat dengan kejadian trombositopenia yang dialami oleh
anjing.
Rendahnya nilai trombosit yang berfungsi dalam pembekuan darah
akan sebabkan mudah terjadinya perdarahan terus menerus ketika terjadi
hemoragi pada pembuluh darah akibat pembekuan darah tidak terjadi cepat.
trombositopenia terjadi karena menurunnya produksi platelet di sumsum
tulang. Morula dan granuloma dari Ehrlichia sp. dapat berada di sumsum
tulang pasien ehrlichiosis. Hal ini akan menghambat sumsum tulang untuk
menghasilkan megakariosit yang merupakan cikal bakal pembentukan
trombosit/platelet (Harrus and Waner, 2013).

Gambar 4. 3 Epistaksis pada anjing penderita Ehrlichiosis merupakan


gejala klinis yang khas akibat dari gangguan pembekuan darah pada anjing
(Greene, 2016).

Gambar 4. 4 Petechiae mukosa mulut pada anjing penderita Ehrliciosis


merupakan gejala klinis yang khas akibat dari gangguan pembekuan darah
pada anjing (Greene, 2016).
4.3 Problem Oriented Approach (POA) Ataxia
Anjing Skippy juga memiliki temuan klinis lainnya yang menciri berupa
ataxia. Penentuan diagnose pada anjing Skippy dilakukan menggunakan metode
Problem Oriented Approach (POA) pada temuan klinis menciri yang ditemukan.
Problem Oriented Approach temuan klinis Epistaksis pada anjing Skippy
ditampilkan pada Gambar 4.3

Ektremitas
caudal
Sensorik x-ray, CT-Scan, MRI

Ektremitas cranial
dan caudal

Trauma Lesi pada spinal


cord

Ataxia

Tremor pada
kepala
x-ray, CT-Scan, MRI,
Cereberal lumbal pungsi
No tremor
pada kepala

meningitis

Cronic Canine
Monosit Ehrliciosis
Anjing Skippy memiliki gejala klinis berupa hilangnya koordinasi gerak,
inaktif atau tidak mau bergerak, dan ataksia. Anjing Skippy tidak menunjukkan
gejala tremor pada kepala dan berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan
rapid test kit yang hasilnya posistif Ehrlichiosis disingkronkan dengan gejala
klinis CME maka anjing didignosa sudah mengalami masalah neurologi akibat
dari infeksi canine monosit ehrlichiosis.
Ataksia merupakan suatu gangguan gerak tubuh yang disebabkan oleh
masalah pada sistem saraf pusat (Kaewmongkol,2016). Manifestasi neurologi
ehrliciosis disebabkan oleh meningitis atau perdarahan meningeal, gejala
yang sering tampak antara lain Kejang, ataksia, disfungsi vestibular sentral
atau perifer akut, tremor yang disengaja, dan hyperesthesia atau rasa nyeri
yang berlebihan terhadap suatu rangsangan. Dalam beberapa kasus, morula
ehrlichia sp. juga telah ditemukan dalam sel yang ada di cairan
cerebrospinal (Greene, 2012). Meningitis adalah peradangan yang terjadi
pada meningen atau selaput otak dan saraf tulang belakang, meningitis
biasanya terjadi akibat dari infeksi (Hoffman and Weber, 2009).
Pada kerusakan sistem saraf pusat, meningitis terjadi pada batang
otak, otak tengah, dan korteks serebral. Sebagian besar lesi terletak di
bagian ventral batang otak dan di sekitar periventrikular. Penderita
meningitis karena infeksi ehrlichia sp. juga mengalami gliosis. Pada
pemeriksaan bedah bangkai pasien dengan riwayat terkena CME, lesi
meningeal mikroskopis tampak pada hampir semua anjing yang di nekropsi,
dengan beberapa anjing yang menunjukkan tanda-tanda klinis meningitis
Ketika masih hidup (Greene, 2012). Defisit neurologis meningoencephalitis
ehrlichial dipengaruhi oleh infiltrasi sel plasma meninges atau perdarahan di
otak atau sumsum tulang belakang parenkim.
4.4 Problem Oriented Approach (POA) Hematologi

Anda mungkin juga menyukai