Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT


PADA PASIEN TB PARU ON OAT
DI IGD RSUD BENDAN KOTA PEKALONGAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kegawatdaruratan dan
Kritis

Dosen Pembimbing : Umi Kalsum Mustalqimah S.Tr.Kep

Disusun oleh:
1.Muhammad Hafid Zidan 2011604082
2.Haikal Asa Muammar 2011604087
3.Elsa Aulya Pratiwi 2011604097
4.Desi Aprilianti 2011604099

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT
PADA PASIEN TB PARU ON OAT
DI IGD RSUD BENDAN KOTA PEKALONGAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kegawatdaruratan dan Kritis

Disusun oleh:
1. Muhammad Hafid Zidan 2011604082
2. Haikal Asa Muammar 2011604087
3. Elsa Aulya Pratiwi 2011604097
4. Desi Aprilianti 2011604099

Telah diperiksa dan disetujui tanggal ........., .............., .........

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Pembimbing Lapangan

( )

( )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan


oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik
renik dahak yang dikeluarkannya (Kemenkes RI, 2014). Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri yang dapat menyerang hampir semua bagian tubuh,
tetapi paling sering menyerang paru-paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis
paru-paru’ (Queensland Health, 2017).

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang


disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit
ini masih menjadi masalah kesehatan global. Diperkirakan sepertiga dari
populasi dunia sudah tertular TB paru, dimana sebagian besar penderita TB
paru adalah usia produktif (15-50 tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus
baru dan 1,5 juta kematian akibat penyakit TB paru (WHO, 2014). TB Paru
merupakan penyakit dengan morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar
di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang sembarangan di jalan oleh
penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus ditangani dengan segera
dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah (Kemenkes
RI, 2015). Melihat tidak sedikit kasus TB Paru yang peneliti jumpai di IGD
RSUD Bendan Kota Pekalongan maka peneliti tertarik untuk membahas
lebih lanjut masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah

a. Mengetahui Definisi Tuberkulosis


b. Mengetahui Etiologi Tuberkulosis
c. Mengetahui Patofisiologi Tuberkulosis
d. Mengetahui Anatomi Fisiologi Tuberkulosis
e. Mengetahui Manifestasi Klinis Tuberkulosis
f. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis
g. Mengetahui Asuhan Kepenataan Anestesi pada kasus Tuberkulosis

C. Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini untuk mengetahui Asuhan Kepenataan


Anestesi pada pasien Tuber Colosis pada stase gawat darurat.

D. Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus yang ada di
rumah sakit RSUD Bendan Kota Pekalongan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang
paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian
tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. Selain itu TB
paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi.

2.2 Etiologi
TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis
merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan
panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen
Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid yang
menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat kimia dan
faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen
untuk kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak
ditemukan di daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman
Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat,
koloni akan tampak setelah kurang dari dua minggu atau bahkan
terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu
37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C
atau lebih dari 40°C (Widyanto & Triwibowo, 2013).

Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace


yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah
Mycrobacterium, yang salah satunya speciesnya adalah Mycrobacterium
tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan
asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya secara
khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam
(BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap
gelombang cahaya ultraviolet. Basil TBC juga rentan terhadap
panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang berada dalam lingkungan basah
sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan terbunuh dalam
beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Danusantoso,2013).

2.2 Patofisologi Tuberculosis


Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita
penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit
tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama.
Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit
tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk
dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya
sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang
gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika
droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan masuk ke system
pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet besar akan
terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil.
Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi
primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui
sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak
untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman
tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari macrofage adalah membunuh
kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien akan
sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun
pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru- paru dengan
membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan
bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di
tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk
yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe)
(Djojodibroto, 2014)
2.3 Anatomi Fisiologi
Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian salauran
penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-parusendiri meliputidua bagian
yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah (Muhamad Ardiansyah,2012 :
291).

Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway). Saluran umum, fungsi
utama dan saluran pernapasan atas adalah saluran udara (air circulation) menuju saluran
napas bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas bagian
bawah dari benda asing, dan sebgai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning
fibriation amd humidifiation) dari udara yang dihirup hidung. Saluran pernapasan atas ini
terdiri dari organ organ berikut:

1. Hidung (cavum nasalis)

Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan selaput
lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung.

2. Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.


Nama sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang dimana organ
itu berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus
spenoidalis, dan sinus maksilaris. fungsi dari sinus adalah untuk emmebantu
menghangatkan dan melembabkan udara manusia dengan ruang resonansi.

3. Faring (Tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai
persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx pharyngeal).

4. Laring (Tenggorokan)

Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan faring


dan columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas vetebrata
servikals dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat/disatukan oleh ligament dan membrane (Muhammad Ardiansyah, 2012:
291).

Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway). Ditinjau dari fungsinya secara
umuj saluran pernapasan bagian bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran
udara kondusif atau yang seiring di sebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.
Saluran ini terdiri atas trakea. Bronki, dan bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal
(kadang kala disebut dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan
fungsi utamanya sebagai penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran
respiratorius terminal merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.

1. Trakea

Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ


ini merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata torakalis kelima.
Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea
tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan
yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran sebelah
belakang trakea . selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.

2. Bronkus dan Bronkeoli

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vetebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan
kesamping, kea rah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebihtinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkansebuah cabang utamaleawat dibawah arteri, yang disebut bronkus
lobus bawah.Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan serta
merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi
beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan
dan kiri bercabanglagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus
sementalis. Percabangan ini merentang terus menjadi bronkus yang ukuranya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolis terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkeolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat
bronkhiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran
gas paru-paru.

3. Alveolus

Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli pada
dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara.
Melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung
sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar
memungkinkan udara melewati satu alveolus yang lain. Alveolus yang melapisi
rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

4. Paru-Paru

Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-Paru yang
juga dilapisi pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga lobus, yaitu lobus superior,
lobus medius, dan lobus inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastic yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
alveolar, sakkusalveolar, dan alveoli. Diperkirakan, setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli sehingga organ ini mempunyai permukaan yang
cukup luas sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.

5. Toraks, Diagfragma, dan Pleura

Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh


darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas
toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi, yakni
skaleneus dan stenokleidomastoideus. Otot sklaneuas menaikan tulang iga
pertama dan kedua selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan
menstabilkan dinding dada. Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk
mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pektoralisjuga merupakan
otot untuk inspirasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas.
Diantara tulang iga terdapat ototinterkostal. Otot interkostal eksternum adalah
otot yang menggerakan tulang iga ke atas dan kedepan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.Diagfragma terletak
dibawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi, diagfragma ini berbentuk kubah.
Mekanisme pengaturan otot diagfragma tulang belakang (spinal cord) di
servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu jika terjadi kecelakaan pada saraf C3, maka
ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura merupakan membrane serosa
yang menyelimuti paru. Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yan
melapisi rongga toraks dan pleura visceral yang menutupi setiap,paru-paru. Di
antar kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura menyerupai selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama
respirasi, sekaligus mencegah pemisah toraks dan paru-paru. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer, sehingga mencegah
terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah, misalnya mengalami peradangan,
maka udara cairan dapt masuk kedalam rongga pleura. Hal tersebut dapat
menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps (Muhammad Ardiansyah, 2012 :
293)

Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam


jaringan-jaringan dan CO2 di keluarkan ke udara (ekspirasi), yaitu stadium pertama dan
stadium kedua.

1. Stadium Pertama

Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran


gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena
ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-
otot.

2. Stadium kedua

Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu: Disfusi gas
antara alveolus dan kapiler pzru-pzru (respirasi eksternal) serta antara darah
sistemik dan sel-sel jaringan. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan
penyesuaianya dengan distribusi udara dalam alveolus. Reaksi kimia dan fisik
dari O2 dan CO2 dengan darah respimi attau respirasi internal merupakan
stadium akhir darirespirasi, dimana oksigen dioksida untuk mendapatkan energi,
dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan keluarkan
oleh paru-paru.
Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan yang mencakup
proses pernapasan yang mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 mm). kekuatan mendorong
untuk pemindahan ini di peroleh dari selisih tekanan persial antara darah dan fase
gas.

Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antar alveolus dan kapiler
paru-paru yang membutuhkan distibusi merata dari udara dalam paru-paru yang
membutuhkan distribusi merata darinudara dalam paru-paru dan petfusi (aliran
darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary
yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi tegak dan keadaan istirahat,
maka ventilasi dan perfusi hamper seimbang, kecuali pada apeks paru-paru.

2.4 Komplikasi
Komplikasi dari TBC adalah :
a. Pleuritis tuberkulosa
b. Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
c. Tuberkulosa milier
d. Meningitis tuberkulosa

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya
tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :

a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulent (menghasilkan sputum)

c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru

d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,


nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari
2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur sputum

Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit

b. Ziehl – Nelsons

Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk asupan cairan dalaqm
darah, positif untuk basil asam
c. Test kulit ( PPD, Mantoux, potongan volmel)

Reaksi positif ( area indurasi 10 mm / lebih besar terjadi 48 – 72 jam


setelah injeksi intra dermal antigen)
d. Foto thorak

Dapat menunjukkkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer. Perubahan menunjukkkan lebih luas TB
dapat termasuk ronggga, area fibrosa.
e. Histologi / kultur jaringan

Termasuk pembersihan gaster, urine, cairan serebrospinal, biopsi


kulit. Positip untuk mycobacterium tuberkulosis.
f. Biopsi jarum pada jaringan paru

Positip untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menunjukkan


nekrosis.

g. Elektrosit

Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.

h. GDA

Dapat norma tergantung pada lokasi dan beratnya kerusakan ruang


mati

i. Pemeriksaaan fugsi paru

Penurunan kapasitas vital, kehilangan jaringan paru dan penyakit


pleura ( TB paru kronis paru luas).
2.7 Penatalaksanaan
1. Elektif

Pada operasi elektif infeksi pada pasien dengan BTA positif


haruslah disembuhkan dahulu dengan mengingat infeksi kronik
dengan cara menghilangkan basil tahan asam maka penularan
terbuka ke sekitarnya akan banyak dikurangi sambil memberikan
minimal 4 obat anti tuberculosis yang diperkirakan sensitive minimal
3 minggu. Sesudah operasi kamar operasi harus disterilkan dengan
ultraviolet dan pasien harus dirawat diruang isolasi. Pada pasien
dengan pemeriksaan mikroskopik basil tahan (BTA) negative pada
keadaan ini minimal 3 mingu sebelum operasi diberikan obat anti
tuberculosis. Sama seperti pasien BTA postif maka kamar operasi
harus disterilkan dengan ultraviolet dan pasien harus dirawat di
ruang isolasi.

Pada pasien elektif dengan TB diseminata dengan BTA positif


pada keadaan ini sama dengan TB paru dengan BTA positif. Pada
pasien dengan TB diseminata dengan BTA negative pada keadaan
ini sama dengan TB paru dengan BTA positif. Pasien dengan operasi
elektif yang memiliki TB ekstra paru obat anti tuberculosis diberikan
minimal 3 minggu sebelum hari operasi.

2. Operasi emergensi

Pada kondisi emergensi operasi bisa dilakukan jika dijumpai


kondisi emergensi yang memerlukan tindakan operasi. Untuk
meminimalkan penularan atau memburuknya keadaan penyakit TB
maka obat anti tuberculosis dapat diberikan sesudah operasi dengan
rejimen minimal 4 macam dan ruang operasi harus disterilkan
dengan sinar ultraviolet dan pasien dirawat diruang isolasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hardhi Kusuma dan Amin Huda Nuralif. Jogjakarta. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda nic-noc.
Edisi revisi jilid 1. Mediaction Jogja. 2016.
http://indec-diagnostics.co.id/?q=id/tech/komplikasi-akibat-penyakit-tbc
(diakses pada tanggal 23 januari 2021)
https://www.scribd.com/doc/234081717/WOC-TB-PARU-docx (diakses
pada tanggal 23 januari 2021)
Pratiwi, Rahayu. 2018. SOP Pemeriksaan BTA. (internet).
https://www.scribd.com/document/385095339/1-Sop-Pemeriksaan-
Bta
Puspitarini, Diah. 2018. Tinjauan Teoritis TBC. Dalam (internet).
http://repository.ump.ac.id/8177/3/DIAH%20PUTRI
%20PUSPITARINI
%20BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 23 Januari 2021)
Putri H dan Soemarno S. 2013. Perbedaan Postural Drainage dan Latihan
Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan
Frekuensi Batuk 11Pada Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun.
Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1, April 2013. Hal:7.
Sumirah dan Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika
Jakarta. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Jakarta.
Biokimia, B., Kedokteran, F., Fyah, U., & Ahmad, R. (n.d.). TUBORCULOSIS
PARU Rika Amalia Ningrat S.

Anda mungkin juga menyukai