Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

PADA Tn.Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TUBERCULOSIS PARU DI (PSC) BANTAENG

FIDYAH FITRASARI NUGRAHA


21.04.049

CI LAHAN CI ISTITUSI

(Syamsul Kamar, S.Kep., Ns ) (Hasniaty AG, S.Kp.,M.Kep)

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI PROFESI NERS
T.A 2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Tuberculosis Paru (TB paru) merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-
paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil atau
peradangan pada dinding alveolus dan akan mengecil (Nugroho, 2017).
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013, Hal.
137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menular yang
sebagian besar kuman TB menyerang paru (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia
adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit
tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.
Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis (Corwin,
2016).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Organ pernafasan manusia terdiri dari hidung, faring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveolus. Udara masuk ke dalam lubang hidung
melalui rongga hidung yang didalamnya terdapat conchae dan rambut-
rambut hidung. Udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui
bronkiolus ke alveolus.
Dinding bronkus dan bronkiolus ditunjang juga oleh cincin tulang
rawan. Di ujung bronkiolus terkumpul alveolus, yaitu kantung udara kecil
yang dipenuhi oleh pembuluh kapiler darah dan tempat terjadinya
pertukaran gas antara udara dan darah. Dinding sebelah dalam trakea,
bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilium penghasil lendir
sehingga partikel debu yang tidak tertepis di hidung, terjerat dalam lendir
tersebut. Silium-silium menyapu partikel ke trakea, ketika partikel
mendekati glotis terjadilah batuk sehingga dahak keluar dari mulut.
Sedangkan partikel halus akan difagosit di dinding alveolus. Tiap alveolus
dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng yang
memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama.
Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan banyak badan inklusi
lamellar. Sel-sel ini mensekresi surfaktan. Terdapat pula sel epitel jenis
khusus lainnya dan paru juga memiliki makrofag alveolus paru (PAMs =
Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel plasma, dan sel mast.
3. Klasifikasi
a. TB Paru BTA positif
Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi
sewaktu) hasilnya positif, disertai pemeriksaan radiologi paru
meninjukkan TB aktif.
b. TB Paru BTA negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif .
Tipe Pasien TB
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus Kambuh (Relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Kasus Setelah Putus Berobat (Default )

Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.

4. Kasus Setelah Gagal (Failure)

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali


menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes 2006).
4. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah
sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB
(mycobacterium tuberculosis humanis).
1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family
mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya
adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah
type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan,
setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam
basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil
Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis,
mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah
mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai
20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai
24 jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan

terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau


lisol 5%.
5. Patofisiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian
menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut
bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (Soemantri, 2009). Pada saat
kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri
di paru, terjadilah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan
ini disebut kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Setelah terjadi
peradangan pada paru, mengakibatkan terjadinya penurunan jaringan
efektif paru, peningkatan jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen
(Yulianti & dkk, 2014).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang menelilingi turbekel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn
respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang
kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.


Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen,
yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkolosismilier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ
tubuh (soemantri, 2014).
6. Tanda dan gejala

Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi
menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :
Gejala respiratorik, meliputi ;

1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak.
3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia, dan lain – lain.

4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak.
Gejala sistemik, meliputi :

1) Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual
dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala
pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius (Wijaya, 2013, Hal. 140)

Tanda dan gejala lain yaitu:

a) Demam 40-41ᴼC, serta ada batuk/batuk berdahak

b) Sesak nafas dan nyeri dada

c) Malaise, keringat malam

d) Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

e) Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

7. Pemeriksaan diagnostik

Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang


pada klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
a) Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada
stadium aktif.
b) Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA.
c) Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi
10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d) Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian
paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
e) Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF,
serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
f) Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
g) Pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF merupakan metode deteksi
molekuler berbasis nested real-time PCR untuk diagnosis TB. Primer PCR
yang digunakan mampu mengamplifikasi sekitar 81 bp daerah inti gen rpoB
MTB kompleks, sedangkan probe dirancang untuk membedakan sekuen wild
type dan mutasi pada daerah inti yang berhubungan dengan resistansi
terhadap rifampisin.
h) ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru
paru.
i) Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
j) Darah: leukositosis, LED meningkat.
k) Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat,
dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksananaan Medis
Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan panduan
OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai berikut :
1. Kategori I : 2 RHZE/4H3R3 Diberikan untuk Penderita baru TB Paru
dengan BTA (+), Penderita baru TB Paru, BTA (-), RO (+), dengan
kerusakan parenkim paru yang luas, Penderita baru TB dengan kerusakan
yang berat pada TB ekstra pulmonal.
2. Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5R3H3E3 Diberikan untuk Penderita TB
Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh,
kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.
3. Kategori III : 2 RHZ/4R3H3 Diberikan untuk Penderita baru BTA (-) dan
RO(+) sakit ringan, Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudatif unilateral, TB Kulit, TB tulang

Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan


dengan melakukan :
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian oksigen yang adekuat

3. Latihan batuk efektif

4. Fisioterapi dada

5. Pemberian nutrisi yang adekuat

6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,


streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)

7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan


perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan,
yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan,
ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang
bervariasi bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah
sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui
telepon jika memungkinkan
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Konsep Keperawatan
I. Pengkajian
Lakukan pemeriksaan sekunder (secondary survey) meliputi
1. pemeriksaan fisik head to toe
a. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
b) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
c) Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
d) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ
tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R),
severity (S) dan time (T) 5) Kapan makan terakhir
e) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
f) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
g) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
b. Pengkajian kepala, leher dan wajah
a) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan
jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
b) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan,
benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran
c) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,
kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
d) Kaji adanya kaku leher
e) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena
leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan
krepitas pada tulang.
c. Pengkajian dada
a) Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
b) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
c) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
d) Amati penggunaan otot bantu nafas
e) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi.
d. Abdomen dan pelvis Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
a) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
b) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,
distensi abdomen, jejas.
c) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
d) Nadi femoralis
e) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
f) Bising usus
g) Distensi abdomen
h) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis,
tonus spinkter ani
e. Ekstremitas Pengkajian di ekstremitas meliputi :
a) Tanda-tanda injuri eksternal
b) Nyeri
c) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
d) Sensasi keempat anggota gerak
e) Warna kulit
f) Denyut nadi perifer
f. Tulang belakang Pengkajian tulang belakang meliputi :
a) Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka
pasien dimiringkan untuk mengamati :
 Deformitas tulang belakang
 Tanda-tanda perdarahan
 Laserasi
 Jejas
 Luka
b) Palpasi deformitas tulang belakang.
2. pemeriksaan riwayat alergi makanan, obat dan sebagainya (AMPLE).
A: Alergi
M: Medikasi
P: Post illnes
L: Last meal
E: Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian
3. Lakukan pengkajian psikososial meliputi kecemasan dan distress,
Data subyektif.
a. Sebelum sakit : hal yang sering membuat pasien marah/ takut/ cemas /
tegang ./depresi/ tidak dapat mengontrol diri / apa yang dapat membantu
untuk mengatasi. Siap yang sangat membantu untuk diajak bicara dalam
mengatasi masalah.bagaimana mekanisme kopingyang biasa digunakan.
b. Sejak sakit : adakah gangguan penyesuaian diri pasien terhadap
lingkungan dan situasi baru.apakah pasien mampu bertahanterhadap
tekanan yang datang baiknyata atau tidak nyata.adakah ungkapan pasien
tentang penyangkalan / penolakan terhadap dirinya sendiri.adakah
ketidak mampuan koping terhadap berbagai hal.adakah riwayat tindakan /
pikiran nkat terhadap dirinya./ keluarga. Penggunaan obat-obatan
teralarang, alkohol untuk membuat relaks.
c. Data obyektif :
1) Observasi : ekspresi wajah,bekas sayatan sejajar atau sikatric
dilengan bawah.aktivitas motorik yang tidak mempunyai tujuan sep.
Berjalan, mondar – mandir, meremas-remas jari, sering menggigit
bibir, sering menarik nafas dalam, mata merah dll
2) Pemeriksaan fisik : Jelas.
3) Terapi tertapi yang berhubungan dengan pola terkait.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1. Bersihan jalan nafas B/d sekresi tertahan
2. Pola nafas tidak efektif B/d hambatan upaya nafas
3. Gangguan pertukaran gas B/d perubahan membrane alveolus
4. Defisit nutrisi
5. Resiko infeksi
3. Intervensi (perencanaan)
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan nafas Setelah dilakukan tindakan Menejemen Jalan Nafas 1. Untuk mendeteksi tanda-tanda
tidak efektif perawatan selama .........x24 jam, Tindakan : bahaya
terjadi pengurangan ansietas
Observasi : 2. Untuk mendeteksi suara nafas
keluarga, dengan kriteria hasil :
1. Jalan nafas paten - Monitor pola nafas ( frekuensi, tambahan
2. Sekret berkurang kedalaman, usaha napas ) 3. Untuk mengetahui warna dari
3. Frekuensi nafas dalam - Monitor bunyi nafas tambahan sputum jumlah dan aroma
batas normal ( mis, gurgling, mengi, 4. Untuk membantu bernafas dan
4. Kilen mampu melakuan wheezing, ronkhi kering ) ekspensi dada serta ventilasi
Batuk efektif dengan - Monitor sputum ( jumlah, warna, lapangan paru basilar
benar aroma ) 5. Untuk membantu mobilisasi dan
Teraupeutik : membersihkan sekresi
- Pertahankan kapatenan jalan 6. Untuk membantu mengeluarkan
napas dengan head-tilt dan dahak
chin- lift ( jaw-thrust jika curiga 7. Untuk membantu memenuhi
trauma Servikal ) oksigenasi
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika
perlu

Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Tindakan : 1. Untuk mengetahui frekuensi,irama,
efektif keperawatan selama 3 X 24 jam Observasi : kedalaman dan upaya nafas
berhubungan diharapkan pola nafas membaik  Monitor frekuensi, irama, 2. Untuk mengetahui pola nafas
dengan hambatan dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya nafas 3. Untuk mengetahui kemampuan
upaya nafas 1. Ventilasi semenit meningkat  Monitor pola nafas batuk efektif
2. Penggunaan otot bantu nafas  Monitor kemampuan batuk 4. Untuk mengetahui ada dan
menurun efektif banyaknya sputum
3. Pernafasan cuping hidung  Monitor adanya produksi 5. Untuk mengetahui adanya tanda
menurun sputum bahaya
4. Frekuensi nafas membaik  Monitor adanya sumbatan 6. Untuk mengetahui pemantauan
Kedalaman nafas membaik. jalan nafas monitor saturasi pernafasan
oksigen 7. Agar pasien dan keluarga mengerti
Terapeutik :
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Menejemen 1. Untuk mengetahui terpenuhinya


pertukaran gas perawatan selama .........x24 jam, Tindakan : oksigen ke klien
terjadi pengurangan ansietas Observasi : 2. Untuk menentukan posisi alat terapi
keluarga, dengan kriteria hasil : - Monitor kecepatan aliran dalam posisi benar dan aman
1. Pola nafas meningkat
oksigen 3. Untuk mengetahui adanya tanda
- Monitor posisi alat terapi bahaya
oksigen 4. Untuk melancarkan pernafasan
- Monitor aliran oksigen secara 5. Untuk mengetahui adanya luka iritasi
periodik dan pastikan fraksi pada hidung
yang diberikan cukup 6. Untuk mengetahui kecemasan pasien
- Monitor efektifitas terapi dengan terpasangnya oksigen
oksigen
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integrasi mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik :
- Bersihkan sekret pada mulut
hidung dan trakea
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan
- Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen
oksegen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan atau tidur
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Menejemen Nutrisi 1. Untuk mengetahui tingkat status
perawatan selama .........x24 jam, Tindakan nutrisi
terjadi pengurangan ansietas Observasi : 2. Untuk mengetahui adanya alergi
keluarga, dengan kriteria hasil :  Identifikasi stataus nutrisi makanan
1. Kekuatan otot mengunyah  Identifikasi alergi dan intoleransi 3. Untuk membantu nafsu makan klien
meningkat makanan
4. Untuk membantu memenuhui kalori
2. Kekuatan otot menelan  Identifikasi makanan yang disukai
dan cairan
meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan
5. Digunakan pada psien yang tidak
3. Serum albumin meningkat jenis cairan
mampu makan melalui mulut
4. Verbalisasi keinganan untuk  Identifikasi perlunya penggunaan
6. Membantu memenuhi nutrisi
meningkatkan nutrisi selang nasogastric
7. Untuk mengetahui adanya kenaikan
5. Perasaan cepat kenyang  Monitor asupan makan makanan
menurun
berat badan
 Monitor berat bedan
6. Berat badan membaik 8. Agar makanan tidak terasa pahit
 Monitor hasil pemeriksaan
7. Indek masa tubuh (IMT) laboraturium
membaik
8. Frekuensi makan membaik
9. Membrane mukosa membaik Trapeutik :
 Lakukan oral hygiene seblum
makan , jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan ,jika
perlu
 Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang di programkan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang di butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 1999.

Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical-surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta:
Salemba Medika; 2001.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000.

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001.

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PRE-HOSPITAL

A. Identitas Pasien :
Nama (initial) : Tn.Y

Umur : 50 thn

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Tanggal Pengkajian : 28 Juli 2022

Tempat kejadian : Rumah Pasien


B. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak +- 1 minggu
yang lalu menjalar hingga daerah pinggang, nyeri ketika berkemih
dan kencing sedikit-sedikit, tidak ada demam dan batuk.

C. Cek respon : Respon baik.

D. Survey Primer dan Resusitasi

1. Airway dan Kontrol Servikal


a. Keadaan jalan nafas
1) Look
Tingkat kesadaran : GCS 15
Pernafasan :Reguler 22x/M
Upaya bernafas : Terdengar suara nafas tambahan
Benda asing di jalan nafas :-
2) Listen
Bunyi nafas : Vesikuler
b. Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

c. Intervensi / Implementasi : Infus RL 20tpm

d. Evaluasi : Monitor status pernafasan

2. Breathing
a. Fungsi pernafasan
1) Look
Jenis Pernafasan : Pernafasan dada
Frekwensi Pernafasan : 22 x/menit
Retraksi Otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks : Tidak ada kelainan, dinding thoraks simetris
2) Listen
Bunyi nafas : vesikuler
3) Feel
Hembusan nafas : Ada
b. Masalah Keperawatan : pola nafas tidak efektif
c. Intervensi / Implementasi : posisi semi fowler
d. Evaluasi : Monitor tanda-tanda vital
3. Circulation
a. Keadaan sirkulasi
1) Look
Tingkat kesadaran : GCS 15
Perdarahan (internal/eksternal): Tidak ada
Kapilari Refill : <2 detik
2) Feel
Nadi radial/carotis : 87 x/menit
Akral perifer : Akral teraba hangat
b. Masalah Keperawatan :-
c. Intervensi / Implementasi :-
d. Evaluasi :-
4. Disability
a. Penilaian fungsi Neurologis

GCS : GCS 15
Reaksi pupil : Normal
b. Masalah Keperawatan :-
c. Intervensi / Implementasi :-
d. Evaluasi :-
5. Exposure
a. Penilaian Hipotermia/hipertermia
Hipothermia :-
Hiperthermia :-
b. Masalah Keperawatan :-
c. Intervensi / Implementasi :-
E. Tanda-Tanda Vital
Frekunsi Nadi : 87 x/menit
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmhg
Suhu tubuh : 36,50C

F. Riwayat dan Mekanisme Trauma : Tidak ada riwayat Trauma

G. Riwayat Kesehatan
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah sejak 1 minggu yang lalu
A : Allergies (alergi)
Ibu klien mengatakan tidak memiliki alergi makanan ataupun obat
M : Medications (pengobatan)
Klien mengkonsumsi obat ibuprofen, setelah 3 hari kulit melepuh daerah selangkangan
P : Past medical history (riwayat penyakit)
Klien memiliki riwayat penyakit TB (pengobatan tuntas 9 bulan) dan asma ronchial
L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir, sebelum sakit)
Klien mengatakan makanan terakhir yang dikonsumsi adalah Nasi
E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum injuri/sakit)
Klien mengatakan tidak demam dan tidak batuk.

H. Diagnosa Keperawatan

N DIAGNOSA KEPERAWATAN
O
1. Pola Nafas Tidak Efektif B/d hambatan upaya nafas
2. Nyeri akut B/d agen cedera fisiologis
I. Intervensi Keperawatan

NO
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) keperawatan (SIKI)
1. D.0005 Setelah dilakukan Manajemen jalan
Pola Nafas Tidak efektif tindakan keperawatan nafas
berhubungan dengan selama 1x12 jam ( l.01011 ) :
hambatan upaya nafas (L.01004) diharapkan Observasi :
DS : Pola Nafas Membaik 1. Monitor pola nafas
- Klien mengatakan dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi
sesak a. Dipsneu menurun nafas tambahan
- Klien mengatakan b. Frekuensi nafas 3. Monitor sputum
nyeri pada dada membaik
Terapeutik :
DO :
4. Posisikan semi
- Klien nampak lemah
fowler atau foler
- Nampak Batuk
5. Berikan minum
sesekali
hangat
- Tanda tanda Vital
6. Berikan oksigen
TD: 100/70 mmHg
Nadi: 89 x/menit Edukasi :

RR: 22 x/menit 7. Anjurkan tehnik

Suhu: 36,5oC batuk efektif

Kolaborasi :
Pemberian obat
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan Keperawatan Observasi
 Identifikasi skala
agens cedera fisik selama 1x12 jam
nyeri
diharapkan tingkat  Identifikasi respon
nyeri menurun dengan non verbal
kriteria hasil:  Identifikasi lokasi,
kualitas dan
 Keluhan nyeri
intensitas nyeri
menurun  Identifikasi factor
 Meringis menurun yang memperberat
dan meringankan
nyeri
Terapeutik
 Berikan teknink non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
edukasi
 Jelaskan
penyebab,periode
dan pemicu nyeri
 Jelaska strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan
menggunakan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian analgetik

Anda mungkin juga menyukai