Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN DENGAN DIAGNOSA TUBERCULOSIS PARU


DI RUANG IGD RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA

DI SUSUN OLEH
PUTRI NUR FADILAH
0122080147

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
CIKARANG
2022
A. KONSEP DASAR TUBERCULOSIS PARU

1. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang,
dannoduslimfe.(Suzanne &Smelzher, 2017, hal 584).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang,
dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elizabeth, 2017, hal. 414).
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangatbervariasi. (Mansjoer, Arif,2018)
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner&Suddarth,
2017).
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa
tipe humanus( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting
saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi
primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Muhammad
Amin,2018)
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang
menyerang parenkim paru karena disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosisyang biasa
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus
atau alveolus.

2. ETIOLOGI
Agen infeksius utama dari TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis, batang
aerobik tahan asam (BTA) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara.Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah
Mycobacteriumbovis,MycobacteriumKansasii, Mycobacterium Intracellulare, sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid)inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup
sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sitoplasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya ( Mansjoer , 2020).
Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung
banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen
peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat
menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium
mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik
spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus.
Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan
yang penting pada patogenesis penyakit. (Harrison, 2019).

3. EPIDEMIOLOGI
Penyakit TB Paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh kuman TB. Basil
tuberkulosis menginfeksi seseorang melalui saluran pernapasan. Penyakit ini telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia
diserang TB dengan kematian 3 juta per tahun (WHO, 2019).
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-
negara berkembang. Indonesia itu sendiri merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3
tertinggi di dunia setelah China dan India.Diantara mereka 75% berada pada usia
produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB
global ini disebabkan
a. Kemiskinan pada berbagai penduduk
b. Meningkatnya penduduk dunia
c. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
d. Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB
e. Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.

4. PATOPISIOLOGI
Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus
atas).
Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan fibrisa, bagian sentral dari masa
fibrosaini disebut Tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik,
membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif juga
dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel
Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam kronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar diudara, mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yan
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembengkakakn
tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah
kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya
diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan mempagosit, namun
tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-
20 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi tuberkel.
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet
yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .
( Sylvia.A.Price.2017.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-
mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian
terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-
paru. ( dr.Hendrawan.N.2016,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh
yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka
hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang
mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu
10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui
pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon
lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian
selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.

5. MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam
tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri
dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptosis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak
biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil
TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer, Suzanne
C,2018)
Biasanya orang yang mengidap penyakit tuberkulosis menunjukkan gejala-gejala atau
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 4 minggu.
b. Batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
c. Dada terasa sakit atau nyeri
d. Terasa sesak waktu bernafas
e. Suhu badan meningkat
f. Nafsu makan berkurang
g. Badan mengurus. (Kusuma, Hardy,2020)

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkolosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang
terbanyak adalah :
a) Demam
b) Batuk / Batuk Darah
c) Sesak Nafas
d) Nyeri Dada
e) Malaise
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang
juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru
yang disebabkan oleh tuberkolosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien
akan menjalani pembedahan paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih
saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-
proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat
transversal, sagital dan koronal.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
2. Sputum
3. Tes Tuberkulin

7. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’sarthropathy
b. Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis,
sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas TB.
Menurut Sudoyo, dkk 2017, komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis
Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput
paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura
yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis
(pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh
karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh
seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan
f. Keruskan parenkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal
napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.
h. Kor pulmonale
Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru,
dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi
sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak
jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat
mengurangi komplikasi ini.
i. Aspergiloma
Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai
organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar,
limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma)
yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya.
Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan
nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula emfisema.

8. KLASIFIKASI
Berdasarkan terapi WHO membagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dankasus baru
dengan batuk TB berat.
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengansputum BTA
positif.
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainanparu yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dariyang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. (Kusuma, Hardy,2020)

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Zain (2018) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak
2) Mass chest x-ray
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang menyusui
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena
resikotimbulnya TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka
panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia—PPT
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut 11 pola fungsi Gordon yaitu :
a. Pola pemeliharaan kesehatan
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan merokok atau minum alkohol
3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu atau selera makan menurun
2) Mual
3) Penurunan berat badan
4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c. Pola eliminasi
1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Kesulitan tidur pada malam hari
2) Mimpi buruk
3) Berkeringat pada malam hari
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2) Perasaan tidak berdaya
h. Pola peran hubungan dengan sesama
1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
i. Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
2) Ansietas
3) Perasaan tidak berdaya
k. Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi secret, mucus
berlebih.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi.
c. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


A NOC : NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
diharapkan bersihan jalan nafas efektif chinlift atau jaw thrust bila perlu
dengan kriteria hasil: 2. Posisikan pasien untuk
1. Mendemonstrasikan batuk efektif memaksimalkan ventilasi
dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
ada sianosis dan dyspneu (mampu alat bantu nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu 4. Pasang mayo bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
2. Menunjukan jalan nafas yang paten 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
(klien tidak merasa tercekik, irama suara tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam 7. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara 8. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas abnormal) 9. Berikan pelembab udara kassa basah
3. Mampu mengidentifikasikan dan NaCl lembab
mecegah faktor yang dapat 10. Atur intake untuk cairan
menghambat jalan nafas. mengoptimalkan keseimbangan
11. Monitor respirasi dan status O2
B NOC : NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan gangguan pertukaran gas Airway management
teratasi dengan kriteria hasil: 1. Buka jalan nafas ,gunakan teknik
1. Mendemonstrasikan peningkatan chin lift atau jaw thrust bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru dan 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
bebas dari tanda-tanda distress alat bantu nafas buatan
pernafasan 4. Pasang mayo bila perlu
3. Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
dan suara nafas yang bersih, tidak suara tambahan
ada sianosis dan dypnea (mampu 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
mengeluarkan sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada 7. Lakukan suction pada mayo
pursed lips) 8. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Tanda-tanda vital dalam rentang 9. Berikan pelembab udara kassa basah
normal NaCl lembab
10. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
11. Monitor respirasi dan status O2

Repiratory Monitoring:
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan dan
retraksi otot intracostal.
3. Monitor suara nafas
4. Monitor pola nafas:bradipena,
takipnea, kurssmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi
pada jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
c. NOC : NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan Respiratory monitoring:
diharapkan pola nafas efektif dengan 1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
kriteria hasil: pernafasan.
 NOC: 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
respiratory status : ventilation penggunaan otot tambahan dan
respiratory status : airway patency retraksi otot intracostal
vital sign status 3. Monitor pernafasan hidung
 Indicator: 4. Monitor pola nafas : bradipnea,
1. Frekuensi pernafasan dbn (12 takipnea, hiverpentilasi
x/menit) 5. Palpasi ekspansi dada
2. Irama nafas sesuai yang 6. Auskultasi suara nafas
diharapkan 7. Monitor kemampuan pasien untuk
3. Kedalaman inspirasi batuk efektif
4. Ekpansi dada simetris 8. Monitor skresi pernafasan pasien
5. Bernafas mudah 9. Monitor hasil rongent
6. Mengeluarkan sputum pada 10. Monitor adanya crepitus
jalan nafas
7. Bersuara secara adekuat Airway Management:
8. Ekspulsi udara 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
9. Tidak didapatkan penggunaan chin lift atau jawtrust bila perlu
otot –otot tambahan 2. Posisikan pasien untuk
10. Tidak ada suara nafas meminimalkan ventilasi
tambahan 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
11. Tidak ada retraksi dada alat bantu nafas buatan
12. Tidak ada pernapasan pursed 4. Pasang mayo bila perlu
lips 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
13. Tidak ada dispnea saat suara tambahan
istirahat 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
14. Tidak ada orthopnea suara tambahan
15. Tidak didapatkan nafas pendek 7. Lakukan suction pada mayo
16. Tidak ada fremitus taktil 8. Berikan bronkodilator bila perlu
17. Perkusi suara sesuali dengan 9. Berikan pelembab udara kassa basah
harapan NaCl lembab
18. Tidal volume sesuai yang 10. Atur intake untuk cairan
diharapkan mengoptimalkan keseimbangan
19. Bronkopnia sesuai dengan 11. Monitor respirasi dan status O2
yang diharapakan
20. Tidal volume sesuai dengan
Oxygen Therapy
yand diharapkan
1. Bersihkan mulut,hidung dan secret
21. Kapasital vital sesuai yang
trakea
diharapkan
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
22. Tes fungsi pulmonal sesuai
3. Atur perlaratan oksigen
yang diharapkan
4. Pertahankan posisi pasien
5. Observasi adanya tanda-tanda
 Keterangan penilaian NOC:
hivopentilasi
1. Tidak pernah menunjukan
6. Monitor adanya kecemasan pasien
2. Jarang menunjukan
terhadap oksigen.
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menujukan
5. Selalu menunjukkan
5. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
6. EVALUASI
1. Bersihan jalan napas efektif.
2. Pertukaran gas tidak terganggu.
3. Pola napas efektif (12-24x/mnt pada orang dewasa).
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2017.Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Jakarta:EGC


Syaifuddin.2017.Anatomi Fisiologi.Ed.4. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif.2018. Kapita Selekta Kedoteran. Jilid 1. Ed.3.Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2016. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Hardy, Kusuma. 2020.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC-NOC.
Yogyakarta : Media Hadry
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2017. Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta:
PenerbitBukuKedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar
AsuhanKeperawatanKliendenganGannguanSistemPernafasan. Jakarta: Salemba
Medika
Sudoyo, Aru W, dkk. 2019. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II Edisi IV. Jakarta:
PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai