Disusun Oleh:
A. Definisi
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urin (Brunner & Suddarth, 2010). Retensi urin adalah
suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna. Retensi urin adalah kesulitan miksi karena kegagalan
urin dari fesika urinaria (Arif, 2001). Retensi urin adalah tertahannya urin di dalam kandung
kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI, 2008).
Ginjal menghasilkan air seni dengan membuang air dan berbagai bahan metabolik
yang berbahaya yang mayoritas dihasilkan oleh alat-alat lain.
Pelvis Renalis (Pielum)
Mengumpulkan air seni yang datang dari apeks papilla. Mengecil menjadi ureter yang
dilalui air seni dalam porsi-porsi kecil sampai ke dalam kandung kemih. Kapasitas rata-rata
3-8 ml. Air seni mula-mula terkumpul di kaliks, saat sfingter kaliks berkontraksi. Kemudian,
otot-otot dinding kaliks, sfingter forniks, berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan
sfingter kaliks berelaksasi. Lalu air seni terdorong ke dalam pelvis renalis. Air seni dibuang
dengan cepat oleh penutupan bergantian dari sfingter pelvis dan kaliks.
Ureter
Berbentuk seperti pipa yang sedikit memipih, berdiameter 4-7 mm. Panjang
bervariasi + 30 cm pada laki-laki dan + 1 cm lebih pendek dari wanita. Kedua ureter
menembus dinding kandung kemih pada fundusnya, terpisah dalam jarak antara 4-5 cm,
miring dari arah lateral, dari belakang atas ke medial depan bawah.
Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih dan berakhir pada suatu
celah sempit (ostium ureter).
C. Patofisiologi
Penderita retensi urin mengeluhkan tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensi
urin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra
vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis
dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot
detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi
prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi
urethra sehingga urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen.
Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urin menurun. Faktor lain berupa
kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan
tensi otot perut, perianal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua
faktor di atas menyebabkan urin mengalir lambat kemudian terjadi poliuria karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien, sehingga terjadi distensi bladder dan distensi
abdomen.
D. Etiologi
1. Kelemahan otot detrusor :
- Kelainan medulla spinalis.
- Kelainan saraf perifer.
2. Hambatan / obstruksi uretra :
- Batu uretra.
- Klep uretra.
- Striktura uretra.
- Stenosis meatus uretra.
- Tumor uretra.
- Fimosis.
- Parafimosis.
- Gumpalan darah.
- Hiperplasia prostat.
- Karsinoma prostat.
- Sklerosis leher buli-buli.
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra :
Cedera kauda ekuina.
Menurut lokasi, penyebab retensi urin :
1. Supravesikal :
Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi Th12-L1; kerusakan
saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya.
2. Vesikal :
Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologis.
E. Klasifikasi
Retensi urin dapat terjadi secara akut, yaitu : penderita secara tiba-tiba tidak dapat
miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin
miksi yang hebat disertai mengejan, seringkali urin belum menetes atau sedikit-sedikit;
dapat pula terjadi secara kronis, yaitu penderita secara perlahan-lahan dan dalam waktu
yang lama tidak dapat miksi, merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit/tidak
ada sama sekali walaupun buli-buli penuh. Retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu
penderita masih bisa mengeluarkan urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di
kandung kemih ; pada retensi urin total, penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan
urin (Arif, 2001).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat
bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli.
2. Uretrografi akan tampak adanya striktur uretra.
3. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, LED, Trombosit.
4. Pemeriksaan Faal Ginjal : kreatinin, ureum, klirens kreatinin.
5. Pemeriksaan urinalisa : warna, berat jenis, pH (Purnomo, 2011).
H. Penatalaksanaan
Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi atau sistostomi. Penanganan pada
retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.
1. Kateterisasi uretra
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui
uretra.
Indikasi kateterisasi :
a. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik yang
disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra.
b. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
c. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
operasi prostatektomi, vesikolitektomi.
d. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
e. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk
buli-buli.
Kontraindikasi kateterisasi : Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-
buli.
2. Kateterisasi Suprapubik
Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang
pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan urin.
Kateterisasi suprapubik ini biasanya dilakukan pada :
a. Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.
b. Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada ruptur
uretra atau dugaan adanya ruptur uretra.
c. Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
d. Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR Prostat.
3. Sistostomi Trokar
Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.
Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas
penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen/pelvis, buli-buli yang
ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang mempergunakan alat prostesis
pada abdomen sebelah bawah.
l. Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter
setengah lingkaran ditinggalkan. Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat
pula digunakan alat trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat
ini tidak dilengkapi dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang
digunakan adalah NG tube nomer 12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam
buli-buli pangkalnya harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah
pemasangan kateter sistotomi adalah :
a. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat.
b. Mencederai rongga/organ peritoneum.
c. Menimbulkan perdarahan.
d. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan
menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi maligna
mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.
4. Sistostomi Terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan
sistostomi trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk melakukan
sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di daerah
suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang mencederai uretra
atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin dilakukan
tindakan per uretram. Tindakan ini sebaiknya dikerjakan dengan memakai anestesi
umum.
Langkah-langkah dalam sistostomi terbuka
a. Desinfeksi seluruh lapangan operasi.
b. Mempersempit daerah operasi dengan kain steril.
c. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.
d. Insisi vertikal pada garis tengah + 3-5 cm diantara pertengahan simfisis dan
umbilicus.
e. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang merupakan
pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan kanan. Muskulus rektus
kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan lemak, buli-buli dan peritoneum.
Buli-buli dapat dikenali karena warnanya putih dan banyak terdapat pembuluh darah.
f. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk memudahkan memegang
buli-buli.
g. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.
h. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah difiksasi.
i. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam hingga
keluar urin, yang kemudian (jika perlu) diperlebar dengan klem. Urin yang keluar
dihisap dengan mesin penghisap.
j. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu, adanya perdarahan,
muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.
k. Pasang kateter Foley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka operasi.
l. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis.
m.Tinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis. Balon kateter
dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan difiksasikan ke kulit dengan benang sutra.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin berhubungan dengan hambatan aliran urin
2. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan iritasi kandung kemih
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan hambatan aliran urin
J. Intervensi Keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1. Dorong pasien untuk 1. Meminimalkan retensi urin
tindakan keperawatan berkemih tiap 2-4 jam distensi berlebihan pada
selama 1x24 jam dan bila tiba-tiba kandung kemih.
diharapkan pasien akan dirasakan. 2. Tekanan ureteral tinggi
berkemih lancar dengan 2. Tanyakan pasien tentang menghambat pengosongan
kriteria hasil : inkontinensia stres. kandung kemih.
a. Berkemih dengan 3. Observasi aliran urin, 3. Berguna untuk mengevaluasi
jumlah yang cukup perhatikan ukuran dan obsrtuksi dan pilihan
b. Tidak teraba distensi ketakutan. intervensi.
kandung kemih 4. Awasi dan catat waktu 4. Retensi urin meningkatkan
dan jumlah tiap tekanan dalam saluran
berkemih.. perkemihan atas.
5. Perkusi/palpasi area 5. Distensi kandung kemih dapat
suprapubik dirasakan diarea suprapubik.
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang tanda atau 1. Intervensi cepat dapat
keperawatan selama 1x24 gejala yang memerlukan mencegah komplikasi lebih
jam diharapkan kecemasan tindakan atau evaluasi serius
pasien akan berkurang medik.
dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang 2. Membantu pasien memahami
a. Mengakui dan prosedur dan apa yang tujuan dari apa yang akan
mendiskusikan akan terjadi, contoh dilakukan dan mengurangi
takut/masalah kateter, iritasi kandung
b. Menunjukkan rentang kemih. masalah karena ketidak tahuan
perasaan yang tepat dan 3. Dorong pasien untuk 3. Membantu pasien memahami
penampilan wajah menyatakan rasa takut perasaan dapat merupakan
tampak rileks/istirahat dan atau perasaan rehabilitasi.
perhatian. 4. Mendefinisikan masalah,
4. Dorong pasien atau orang memberikan kesempatan
terdekat untuk untuk menjawab pertanyaan
menyatakan masalah / dan solusi pemecahan masalah
perasaan. 5. Menyatakan penerimaan dan
5. Pertahankan perilaku menghilangkan rasa malu
nyata dalam melakukan pasien.
prosedur atau menerima 6. Mungkin merupakan
pasien. ketakutan yang tidak
6. Berikan informasi bahwa dibicarakan
kondisi tidak ditularkan 7. Peningkatan tiba-tiba pada
secara seksual aliran urine dapat
7. Anjurkan menghindari menyebabkan distensi
makanan berbumbu, kopi, kandung kemih dan
dan minuman kehilangan tonus kandung
mengandung alkohol. kemih, mengakibatkan
episode retensi urinaria akut.