Anda di halaman 1dari 22

SKENARIO 2

ANYANG-ANYANGAN

Seorang perempuan, usia 23 tahun datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri
saat buang air kecil dan anyang-anyangan. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu.
Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra simpisis. Pada
pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan leukosit dalam sedimen urin kemudian
disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.

SASARAN BELAJAR

1
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Berkemih
1.1 Anatomi Makroskopis
1.2 Anatami Mikroskopis

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih


2.1 Proses Berkemih
2.2 Pengaturan Berkemih dari SSP

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih


3.1 Definisi dan Etiologi
3.2 Klasifikasi
3.3 Epidemiologi
3.4 Patogenesis
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana dan Pencegahan
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Salasil Baul

2
L.O.I. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Kemih

1.1 Anatomi Makroskopik

VESICA URINARIA (URINARY BLADDER)


Adalah kantung kemih (buli-buli) yang merupakan tempat muara ureter dextra dan
sinistra dalam rongga pelvis. Struktur anatomi vesika urinary:
a. Berbentuk piramid 3 sisi → apex menuju ventral atas, basis (fundus) menuju dorso
caudal, dan corpus terletak antara apex & fundus
b. Pada bagian kanan/kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut ostium
uretericum vesicae dan daerah tersebut berbentuk segitiga disebut trigonum vesicae.
Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut ostium urethra
internum vesicae.
c. Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari
“Urachus” yg menuju umbilicus disebut ligamentum vesico umbilicalis medianum
d. Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica muscularis
terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan stratum circulare
yang melingkari ostium interneum vesicae ® m.destrusor vesicae (merangsang urine)
dan m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dalam vesicae)
e. Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot lanjutan stratum longitudinalis yang
menghubungkan kedua ostium uretericum dan membentuk plica inter uretericum
untuk menutup vesicae jika sudah penuh

Gambar 2. Vesica Urinarius pada Wanita

Perdarahan
 a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica
 a.vesicalis inferior cabang dari a.hypogastrica
Persarafan
 Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4)
 Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)
 Saluran terakhir dari sistem urinarius

3
URETHRA
Adalah saluran terakhir dari sistem urinarius mulai dari ostium urethra internum sampai
ostium urethra externum, Urethra pada laki-laki lebih panjang dari wanita, sebab pada
laki-laki ada penis dan kelenjar prostat, pada wanita tidak ada. Pada laki-laki lebih
panjangnya 18-20 cm, dan pada wanita hanya 3-4 cm. Pada laki-laki, urethra terbagi atas
3 daerah:
a. Urethra pars prostatica → mulai dari ostium urethra internum sampai urethra yang
ditutupi oleh glandula prostat & berada di rongga pelvis.
b. Uretra pars membranacea → mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis
pars cavernosa (paling pendek= 1-2 cm)
c. Uretra pars cavernosa (spongiosa) → mulai dari daerah bulbus penis sampai ostium
urethra externum, berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis), 12-15 cm.

Gambar 3. Urethra pada Laki-laki

Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu :


 Kelenjar para urethralis
 Kelenjar bulbo urethralis

Perdarahan
 a.dorsalis penis
 a.bulbo urethralis
Persarafan
Cabang-cabang n.pudendus
(Syam, Edward. 2011)

4
1.2 Anatomi Mikroskopik

VESIKA URINARIA

Adalah organ berongga yang fungsi utamanya adalah menampung urine. Lumen vesika
urinaria dilapisi epitel transisional yang dapat meregang atau membesar ( berubah bentuk )
saat diisi urine. Vesika urinaria dilapisi oleh 3 lapisan yaitu mukosa, muskularis dan
adventisia / serosa. Lapisan yang menyusun epitel transisional pada mukosa lebih banyak,
pada permukaan epiel yang teregang dapat ditemukan sel payung dengan dinding
apikalnyaberwarna asidofil. Dibawah epitel terdapat lamina propia. Tunika muskularis
tersusun oleh lapisan – lapisan otot polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunika adventitia
berupa jaringan ikat, sebagian vesika urinaria ditutupi oleh peritoneum (serosa).

Gambar 4. Mikroskopik vesika urinaria


URETHRA
Pada urethra pria Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis / bertingkat silindris, dengan bercak epitel
berlapis gepeng, ujung urethra bagian penis yang melebar atau fosa naviculare dibatasi oleh
epitel berlapis gepeng terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus.sedangkan pada wanita
muskularisnya terdiri dari dua lapisan sel otot polos tetapi diperkuat sfingter otot pada
muaranya, dan epitel pembatasnya berupa epitel berlapis gepeng. Lamina propianya
merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus
mirip jaringan cavernosa.

5
Gambar 5. Mikroskopik urethra

L.O.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih

2.1 Proses Berkemih


Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli).
Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi
peristaltik otot polos di dalama dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal
ke kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding
kandung kemih tertekan dan menutup. Namu urin masih tetap dapat masuk ke kandung
kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi
resistensi dan mdorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu.
Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Untuk
meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel
sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikel-
vesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas
permukaan pada saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos
kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding
kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu
kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih.
Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila
dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui
uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung
kemih. Pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan
sfingter uretra eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran
yang melewati lubang yang bersangkutan:
 Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di
bawah kontrol involunter. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang
sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra
interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
 Sfingter uretra eksterna, diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran
otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ
panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma

6
pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali
bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk
mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih
melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin
keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis
berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk
mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna
terbuka.

2.2 Pengaturan Berkemih dari SSP


Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila
reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada
seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di
dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari
reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron,
merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron
motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih
menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan
mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi
secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas
karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin
terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih.
Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan
kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup
untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.
Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih.
Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks
melemas, sehungga hal tersebut memberi “peringatan” bahwa proses berkemih akan segera
dimualai. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali,
pengosongan kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna
dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum
mengalahkan masuka inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neiron-neuron motorik yang
terlibat (keseimbagan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan
urin tidak dikeluarkan.
Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum
teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai
panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter
uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengosongan kandung kemih secara vlunter
dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya “memeras”
kandung kemih untuk mengosongkan isinya.
Inkontinensia urin, atau ketidakseimbangan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat
gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontrol volunter atas
sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung reflrks
berkemih masih utuh di krda spinalis bagian bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh
refleks spinal yang tidak dapat dikontrol, seperti pada bayi. Inkontenensia dengan tingkat

7
yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan
kandung kemih., misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi
sfingter. Hal ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang
sfingternya cedera selama pembedahan prostat. (Sherwood, L. 2001)

Gambar 7. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih

L.O.3 Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih

3.1 Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika sudah tersedia luas
di pasaran. ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme
(MO) dalam urin.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keberadaan mikroorganisme di dalam urin.
Bakteriuria bermakna (significant bakteriuria) menunjukkan pertumbuhan
mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin.
Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya bakteruria bermakna dengan disertai
presentasi klinis dinamakan bakteriuria bermakna simptomatik.

8
Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated type) merupakan infeksi saluran kemih
berulang tetapi jarang menimbulkan insufisiensi ginjal kronik sedangkan infeksi saluran
kemih komplikasi (complicated type) adalah infeksi saluran kemih denga refluks
vesikoureter sejak lahir. (Sukandar, Edar. 2009)

ETIOLOGI

Eschericia coli menyebabkan 80-90% infeksi saluran kemih bekterial nonkomplikata


akut (cystitis) pada wanita muda. Bakteri usus lainnya dan Staphilococcus saphrophyticus
menyebabkan sebagian besar infeksi kandung kemih lain yang biakannya positif pada
kelompok pasien ini. Beberapa wanita muda dengan dysuria akut yang mengarah pada
cystitis mempunyai biakan urin yang negative untuk bakteri. Pada pasien ini, sebaliknya
dipikirkan untuk biakam selektif untuk Neisseria gonorrhoe dan Chlamydia trachomatis, dan
evaluasi untuk infeksi herpes simplex.
Pada infeksi saluran kemih bagian atas dengan penyulit, dalam keadaan abnormalitas
anatomi atau katerisasi kronis, spektrum bakteri yang menginfeksi lebih besar daripada kasus
tanpa penyulit. E coli sering terdapat, tetapi batang gram negative lain dari banyak spesies
(missal, klebsiella, proteus, enterobakter, dan pseudomonas) enterokokusus dan
staphilokokus juga sering. Pada banyak kasus terdapat 2 atau lebih spesies, dan bakteri sering
resisten terhadap antimikroba yang diberikan berkaitan dengan terapi pendahuluan.

Gram Negatif
Famili Genus Spesies
Enterobacteriaceae Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae,
oxytosa
Proteus mirabilis, vulgaris
Enterobacter cloacae, aerogenes
Providencia rettgeri, stuartii
Morganella morganii
Citrobacter freundii, diversus
Serratia morcescens
Pseudomonadacea Pseudomonas Aeruginosa
e
Gram Positif
Famili Genus Spesies
Micrococcaceae Staphylococcu Aureus
s
Streptococcaceae Streptococcus fecalis, enterococcus
Tabel 1. Famili, Genus, dan Spesies MO yang Paling Sering Sebagai Penyebab ISK

 Penyebab lainnya bisa daRi virus seperti Adenovirus dan jamur seperti Chlamydia
dan Mycoplasma.

9
 E. coli dapat menyebabkan infeksi asimtomatik ataupun simtomatik. E.coli
mempunyai pili tipe P yang akan melekat pada bagian antigen golongan darah P,
struktur pengenal minimalnya adalah disakarida -D-galaktopiranosil-(1-4)-β-D-
galaktopiranosida (adhesi pengikatan GAL-GAL)
 Proteus sp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif sering ditemukan pada anak
laki-laki berusia 5 tahun. ISK yang disebabkan oleh proteus sp akan menghasilkan
urease sehingga mengakibatkan hidrolisis urea secara cepat dan membebaskan
amonia sehingga urin bersifat basa dan mudah sekali terjadi pembentukan batu.
Ditambah lagi motilitas proteus sp yang cepat.
 Infeksi pseudomonas sp dan mikroorganisme lainnya
(Sukandar, Edar. 2009; Brooks GF, et al. 2008)

3.2 Klasifikasi
 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Persentasi klinis ISK bawah tergantung gender :
1. Perempuan
- Sistitis. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna .
- Sindrom Uretra Akut (SUA). SUA adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis.
Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik.
2. Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan
urethritis.

 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas


1. Pielonifritis Akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.
Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut
dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria
asimptomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak
menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.
Menurut komplikasi :
1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang
dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang.
2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait
refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik
(IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) .

Menurut Gejala :
1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )
2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )

10
3.3 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti litiasi, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, Diabetes Melitus, senggama,
kehamilan, kateterisasi, penyakit sickle cell dan tergantung oleh usia, gender, prevalensi,
bakteriuria, sehingga menyebabkan perubahan struktur saluran kemih. Selama periode
usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki.
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
ISK pada periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik adalah 30%, pada bayi laki-laki 3:1 dan 5:1 dibandingkan
bayi perempuan. (Sukandar, Edar. 2009)

3.4 Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).

 Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli
diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian
permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170
serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain
E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).

 Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae


merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat
pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada
P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah
(Sukandar, E., 2004).

 Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing
factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir

11
95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity
island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan


bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini
menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan
lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam
kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)

Peranan Faktor Tuan Rumah (host)


 Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini
sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses
pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi
sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal
terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar,
E., 2004)
 Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa
golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan
hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen
darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui.
Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen
terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar,
E., 2004)

3.5 Patofisiologi
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai
ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin
akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat
lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti
melaporkan PNA sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram
negative.

ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a.) Re-infeksi.
Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO)

12
yang berlainan. b.) Relapsing Infection. Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang
sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender


Sekali-sekali ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau wanita
Sering ISK Sering episode ISK Berlainan Wanita
ISK persisten Sama Wanita atau laki-laki
ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-laki
Tidak adekuat Terapi inefektif Sama Wanita atau laki-laki
(relapsing) setelah reinfeksi
Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-laki
Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-laki
Fistula enterovesikal Berlainan Wanita atau laki-laki
Tabel 3. Klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO)
(Sukandar, Edar. 2009)

3.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala


1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah

Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala sebagai
berikut:
 Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan
warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak
ada.
 Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya
dischargeurethra
 Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium
uretra (cont: hesitansi, aliran lemah).
 Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong,
mual, muntah, diare.
 Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan
pielonefritis kecuali demam menetap meskipun diobati dengan
antibiotik.

13
Gejala Lain
 Pada beberapa kasus, mungkin terlihat sedikit darah pada air
seninya yang baunya sangat menyengat.
 Terasa sakit di akhir kencing.

 Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah


dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.

3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

I. Anamnesis

ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri
pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. Pemeriksaan fisik: febris,
nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis,
lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria > 105/ml urin.

II. Pemeriksaan penunjang

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin,
serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi
sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor
predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi
ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,
micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut:

1) Analisa Urin (urinalisis)


Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi
tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki
dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan
spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang
dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil,
spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara
terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik,
walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus
dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica
urinaria. Yang dinilai adalah sebagai berikut:
a) Eritrosit

14
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi
berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran
kemih dan infeksi saluran kemih. Positif bila ditemukan 5-10 per lapang
pandang sedimen urin.
b) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan olehStamm, bila
ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau
setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di
sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit
sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin.
c) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara
lain :
 Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis
ginjal
 Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk
pielonefritis
 Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada
gromerulonefritis akut
 Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila
ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik.

Cara Pengambilan Sampel


Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari.
Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic
puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin
yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam
wadah bermulut lebar dan steril.

a. Punksi Suprapubik
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin
langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan
jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis
yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka
bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat
dipastikan merupakan penyebab ISK.

b. Kateter
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril.
Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter
sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung
kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil
biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.

c. Urin Porsi Tengah

15
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik
pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan
ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan
pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan
pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-
negative.

2) Bakteriologis
 Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapangan pandang minyak emersi.

 Biakan bakteri
Pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis
ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin
Aspirasi supra pubik >100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme
patogen
Kateter >20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen
Urine bag atau urin porsi tengah >100.000 cfu/ml

 Tes Kimiawi
Dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering
dipakai adalah tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative). Dasarnya
adalah sebagian besar mikroba kecualienter ococci mereduksi nitrat. Batasannya
bila ditemukan bakteri >100.000. Kepekaannya mencapai 90% dengan spesifitas
99%.

 Tes Plat-Celup (Dip-Slide)


Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik
bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat
khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan
digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung
plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu
malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang
memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL
urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.
Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.

 Pemeriksaan Kultur Urin


Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin
masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang
tumbuh > 105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh
merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah <
103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya

16
merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah
koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat
disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru.
Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien,
frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya.
Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis
bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah
terkontaminasi.

3) Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya


Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat
berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan
pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.

Diagnosis Banding
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis bila
didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor
predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik.

3.8 Penatalaksanaan dan Pencegahan


Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah
a. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotic yang sesuai
b. Mengkoreksi kelainan anatomi yang merupakan faktor presdisposisi
Tujuan utama penatalaksanaan ISK adalah mencegah atau menghilangkan gejala,
mengobati bakteriemia dan bakteriuria, dan mencegah kerusakan ginjal. Pemilihan
antibiotik sangat dipengaruhi oleh resistensi dari bakteri tersebut.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah


Prinsip manajemen ISK bawah meliputiintake cairan yang banyak, antibiotik yang
adekuat, dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinasi urin
a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotik
tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200 mg.
b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
c. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekosuria

 Reinfeksi berulang (frequent re-infection)


1) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif dan diikuti koreksi
faktor resiko
2) Tenpa faktor perdisposisi : Asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan
senggama diikut terapi antimikroba takaran tunggal (mis: trimetropim 200 mg)
 Sindrom Uretra Akut (SUA)
Pasien dengan SUA dengan hitung kuman >10³ memerlukan antibiotik yang adekuat
infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan
MO anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon
 Infeksi Saluran kemih (ISK) atas

17
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral paling sedikit 48
jam.

The Infectious Diseases Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam setelah diketahui MO sebagai
penyebabnya :
a. Fluorokuinolon
b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa amiglikosida

TRIMETHOPRIM-SULFAMETHOXAZOLE
 Nama Generik: Co-trimoxazoleIndikasi : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran
Pencernaa, Infeksi Saluran Pernapasan, Infeksi kulit
 Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap komponen obat, anemia megaloblastik
 Bentuk Sediaan:
o Tablet (80 mg Trimethoprim – 400 mg Sulfamethoxazole)
o Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim – 800 mg Sulfamethoxazole)
o Sirup suspensi (Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim – 200 mg
Sulfamethoxazole)
 Dosis:
o Anak diatas 2 bulan : 6-12 mg trimethoprim/ kg/ hari, terbagi dalam 2 dosis (tiap
12 jam)
o Dewasa : 2 x sehari 2 tablet atau 2 x sehari 1 kaplet forte
 Efek Samping : mual, muntah, hilang nafsu makan, kemerahan pada kulit
 Resiko Khusus : defisiensi G6PD, defisiensi asam folat, wanita hamil dan menyusui,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
CIPROFLOXACIN
 Nama Generik : Ciprofloxacin
 Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Sinusitis Akut, Infeksi Kulit, Infeksi Tulang dan
Sendi, Demam Typhoid, Pneumonia Nosokomial
 Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau golongan quinolon lain
 Bentuk Sediaan : Tablet, kaplet (250 mg, 500 mg, 750 mg); Tablet lepas lambat (500
mg, 1000 mg)
 Dosis : Dewasa : 250 mg tiap 12 jam
 Efek Samping : ruam kulit, diare, mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, susah tidur,
jantung berdebar-debar, halusinasi
 Resiko Khusus : Pasien dengan gangguan ginjal, Wanita hamil dan menyusui.
AMPICILLIN
 Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam.
 Efek:
Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang
bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya
pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5
hari setelah pengobatan dihentikan.
FLUOROQUINOLON

18
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah
relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi
normal. Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif
termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral,
Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh
dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama
diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada
insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.Fluoroquinolon dapat
merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di
bawah umur 18 tahun.
NITROFURANTOIN
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif.
Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi
dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri
sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi
saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari
setelah makan.
Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama, neuropati
LEVOFLOXACIN
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolone. Hampir sama baiknya dengan generasi
kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
NORFLOXACIN
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk
infeksi saluran kemih.

Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi
klinis ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk
kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca
transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan dan laki-laki.
Selain itu ada pula cara-cara untuk mencegah terjadinya ISK:
a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu
mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri
keluar dari traktus urinarius.
b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah
berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra.
c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual)
d. Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan
deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat
menyebabkan iritasi pada uretra.

3.9 Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan tipe
berkomplikasi (complicated)

19
a. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi
dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan
tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (uncomplicated)
1) ISK selama kehamilan
2) ISK pada DM. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK
lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM.

3.10 Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan
pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi
berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan
anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang
adequat dan dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan
nefropati refluk. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera
pada fase akut. kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua
penderita sangan diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada
terminal gagal ginjal kronis. Pada pengobatan yang baik, hasilnya dapat segera diketahui
dalam waktu 24-48 jam dengan menurunnya atau hilangnya gejala dan tanda, serta
sterilnya urin.

L.O.4 Memahami dan Menjelaskan Salisil Baul

Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang
mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak dikatakan sah
tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan tertentu
yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.”
Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salasil-baul.

Pengertian salasil-baul
 Menurut mazhab Hanafi, salasil-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air
kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
 Menurut mazhab Hanbali, salasil-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air
kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
 Menurut mazhab Syafi'i, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau
sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air
kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.

Dalil tentang salasil-baul


“Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya (dalam
keadaan mencret tersebut).”

20
Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit mencret,
keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk mengulang-ulang
wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.

Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salasil-baul


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan
salasil-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.
Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di
awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salasil-baul tersebut hanya diperbolehkan
melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan
seberapa kali pun. Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang
yang mempunyai penyakit salasil-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan
shalat) dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'.
Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalamkeadaan seperti ini adalah bukan wudhu hakiki
akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau lainnya namun
syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang mengalami penyakit
seperti ini. (Dawafi, Hamdan. 2009)
.

21
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s: Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC
Dawafi, Hamdan. 2009. Keluar Air Kencing Secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan
Fiqih???. Diakses melalui: http://mutafaqqih.blogspot.com/2010/02/keluar-air-kencing-
secara-kontinyu.html pada 10 April 2011
Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm
WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract. N Engl J Med.
1996 Aug 15;335(7):468-74.
Junquira, LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC
Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit.
Jakarta: EGC
Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh
Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
Syam, Edward. 2011. Sistem Urinarius. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam oleh Suyono HS. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI.

22

Anda mungkin juga menyukai