Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Retensi Urin
2.1.1 Definisi
Retensi urin adalah kesulitan miksi (berkemih) karena kegagalan mengeluarkan urin
dari vesika urinaria.1 Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih
termasuk untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan, atau aliran
terputus-putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan
penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya.1

2.1.2 Organ yang berperan dalam Eliminasi Urin


a. Ginjal
Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah. Darah
mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta
abdominalis. Sekitar 20-25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui
ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron yang merupakan unit fungsional
ginjal, membentuk urin.1
b. Ureter
Ureter meningkalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap
pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan
struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan diameter 1,25cm pad
orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki
kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan
ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril.1
c. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi, tersusun
atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan organ
eksresi.

12
d. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra eksternus. Uretra adalah suatu tabung yang berfungsi untuk
mengalirkan urine dari kandung kemih ke dunia luar. Uretra pada laki-laki lebih
panjang dari wanita. Uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu anterior dan
posterior. Uretra anterior dibagi lagi menjadi pars bulbosa, pars pendikulosa dan
pars fossa naviculare. Uretra anterior juga sering disebut sebagai uretra pars
spongiosa. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas di luar
tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra
posterior dibagi menjadi pars prostatika dan pars membranacea. Uretra posterior
terletak di posterior tulang pubis di anterior rektum,

2.1.3 Fisiologi Berkemih


a. Pengisian kandung kemih
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang dan
melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi peristaltik
yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urine dari pelvis renal
menuju kandung kemih, dan akan masuk secara periodic sesuai dengan
gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding kandung kemih secara miring,
dan meskipun tidak ada sfingter ureter, kemiringan ureter ini cenderung
menjepit ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya gelombang
peristaltik, dan refluks urine dari kandung kemih ke ureter dapat dicegah.
b. Pengosongan kandung kemih
Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem saraf
otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi otot
detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui
nervus pelvikus dan muncul dari S2-S4. Transmisi simpatis muncul dari T10-
T12 mmbentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf
parasimpatis membentuk pleksus pelvikus.

13
Berkemih pada dasarnya merupakan reflex spinal yang akan difasilitasi dan
dihambat oleh pusat susunan saraf yang lebih tinggi, dimana fasilitasi dan
inhibisi dapat bersifat volunteer. Urine yang memasuki kandung kemih tidak
begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh.
Akhirnya timbul peningkatan tekanan yang tajam akibatnya tercetus reflex
berkemih. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume kandung
kemih sekitar 150cc, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400cc.
Pada kandung kemih, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi
organ tersebut, tetapi jari-jarinya pun bertambah. Oleh karena itu, peningkatan
tekanan hanya akan sedikit saja sampai organ tersebut relatif penuh. Selama
proses berkemih, otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi, otot
detrusor berkontraksi dan urine akan mengalir melalui uretra. Mekanisme awal
yang menimbulkan proses berkemih volunter belum diketahui secara pasti.
Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, dan hal ini
mungkin menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor
untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot perineum dan spingter eksterna
dapat dilakukan secara volunter, sehingga dapat menghentikan aliran urine saat
sedang berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat mempertahankan
kontraksi spingter eksterna sehingga mampu menunda berkemih sampai saat
yang tepat
2.1.4 Etiologi Retensi Urin
Retensi urin dapat dibagi menurut lokasi, yaitu:
a. Supravesikal
Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis setinggi S2-S4
dan setinggi T12-L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis
baik sebagian ataupun seluruhnya.
b. Vesikal
Berupa kelemahan otot dentrusor karena lama teregang, berhubungan dengan
massa kehamilan dan proses persalinan (trauma obstetric)
c. Infravesikal

14
Berupa pembesaran prostat, kekakuan otot vesika, fimosis, stenosis meatus
uretra, trauma uretra, batu uretra dan sklerosis leher kandung kemih.
2.2 Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostate Hyperplasia, BPH)
2.2.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi Prostat.1


Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 3 cm dan terletak diantara
collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di bawah.1
Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Diluar capsula terdapat selubung fibrosa,
yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk
kerucut mempunyai basis prostat yang terletak di superior dan berhadapan dengan
collum vesicae dan apex prostat yang terletak di inferior dan berhadapan dengan

15
diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies
posterior prostat untuk bermuara ke uretra pars prostatica pada pinggir lateral
utriculus prostaticus.1
Hubungan
 Ke superior: basis prostat berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos
prostat terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae.
Uretra masuk pada bagian tengah basis prostat.1,2
 Ke inferior: apex prostat terletak pada facies superior diaphragma
urogenitale. Uretra meninggalkan prostat tepat di atas apex pada facies
anterior.1,2
 Ke anterior: facies anterior prostat berbatasan dengan symphysis pubica,
dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat didalam spatium
teropubicum (cavum retzius). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
aspek posterior os pubis oleh legamenta puboprostatica. Ligamenta ini
terletak di samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan
fascia pelvis.1,2
 Ke posterior: facies posterior prostat berhubungan erat dengan facies
anterior ampulla recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum rectovesicales
(fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding
ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke
bawah sampai ke corpus perineale.1,2
 Ke lateral: facies lateralis prostat difiksasi oleh serabut anterior musculus
levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari pubis.1,2
Struktur Prostat
Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam didalam campuran otot polos dan
jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke uretra pars prostatica.1,2
Prostat secara tidak sempurna terbagi menjadi lima lobus. Lobus anterior terletak
didepan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau lobus
medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak diantara uretra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum vesicae,

16
bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak dibelakang uretra
dan dibawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar. Lobi prostat dexter
dan sinister terletak di samping uretra dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh
alur vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostat. Lobi lateralis
mengandung banyak kelenjar.1,2
Fungsi Prostat
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung
asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan ke semen pada waktu
ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal
dari banyak kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatica. Sekret prostat bersifat
alkalis dan membantu menetralkan suasana asam didalam vagina.1,2
Perdarahan
Cabang arteri vesicalis inferior dan arteria rectalis media. Venae membentuk plexus
venosus prostaticus, yang terletak diantara capsula prostatica dan selubung fibrosa.
Plexus venosus prostaticus menampung darah dari vena dorsalis profunda penis dan
sejumlah venae vesicalis, selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna.1,2
Aliran limf
Pembuluh limf dari prostat mengalirkan cairan limf ke nodi iliaca interni.1,2
Persarafan
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T 10
– L 2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat,
sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam
uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi
pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli – buli. Di tempat – tempat itu
banyak terdapat reseptor adrenergik – α.Rangsangan simpatik menyebabkan
dipertahankan tonus otot polos tersebut.1,2
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam
sel – sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi 2 metabolit aktif

17
dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase. Dihidrotestoteron
inilah yang secara langsung memacu m – RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.1,2

2.2.2 Definisi benign prostate hyperplasia


Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu adanya
hyperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Sementara itu istilah BPE
merupakan istilah klinis yang menandakan bertambahnya volume prostat akibat
adanya perubahan histopatologis yang jinak pada prostat. Pada kondisi lebih lanjut,
BPE dapat menimbulkan obstruksi pada saluran kemih, disebut dengan istilah BPO.
BPO sendiri merupakan bagian dari suatu entitas penyakit yang mengakibatkan
obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra.
2.2.3 Epidemiologi
Pada lelaki usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun
sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan
tanda klinis.2,3

2.2.4 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat adalah:1,2
a. Teori dihidrotestosteron
Dehidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan
testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya

18
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.1,2
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH.
Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.1,2
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron
relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen ,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-
sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun
rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun,
tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga massa prostat jadi lebih besar.1,2
c. Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intraktin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.1,2
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

19
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom.1,2
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalm
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.1,2
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ
berperan dalam proses apoptosis.1,2
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon
ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan
terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.1,2

20
GAMBAR 2. Skema Pembesaran Prostat Jinak.2
2.2.5 Patofisiologi
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah
prostat meningkat dan destrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat destrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi.
Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat destrusor. Tonjolan mukosa yang kecil
dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan destrusor
ini disebut fase kompensasi otot dinding.2,3
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena
destrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung
kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.2,3
Apabila keadaan berlanjut, destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total
sehingga pasien tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat

21
vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesico-ureter,
hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid.2,3
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan didalam kandung kemih.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.2,3

GAMBAR 3. Aliran Urin dengan BPH.3

2.2.6 Manifestasi Klinis


Gejala pada penderita BPH dibagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala
obstruktif disebabkan oleh kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi secara adekuat
misalnya karena volume prostat pada BPH yang besar, sedangkan gejala iritatif disebabkan
oleh pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau rangsangan pada vesika oleh BPH
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum terisi penuh.2,3

22
Tabel 1. Gejala obstruktif dan iritatif pada BPH.1
Obstruktif Iritatif
Menunggu pada permulaan miksi (hesitancy) Peningkatan frekuensi miksi (frequency)
Miksi terputus (intermittency) Peningkatan frekuensi miksi malam hari
(nocturia)
Urin menetes pada akhir miksi (terminal Miksi sulit ditahan (urgency)
dribbling)
Pancaran miksi lemah Nyeri pada waktu miksi (dysuria)
Rasa tidak puas setelah miksi (tidak lampias)

Beratnya gangguan miksi diidentifikasi dan diklasifikasikan oleh berbagai jenis skoring, di
antaranya International Prostate Symptom Score (IPSS) yang disusun oleh World Health
Organization dan Madsen Lawson Score. IPSS terdiri dari delapan buah pertanyaan
mengenai LUTS. Skor akhir akan menentukan tatalaksana yang akan dilakukan terhadap
penderita.2,4
Tabel 2. Klasifikasi hasil IPSS.2,4
Skor Kategori Tatalaksana
0-7 Ringan Watchfull waiting
8-18 Sedang Medikamentosa
19-35 Berat Operasi

Keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih akibat gejala
hiperplasia prostat. Di antaranya adalah:
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS)
terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena
penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar
dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama
sehingga kontraksi terputus-putus.2,3 Gejala obstruktif antara lain :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi (hestistancy)

23
b. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
c. Miksi terputus (intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hiperplasia prostat masih tergantung
pada tiga faktor, yaitu:
a. Volume kelenjar periuretral
b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga
meskipun volume kelenjar periuretral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot
polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan
kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Gejala iritatif
disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi
atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun
belum penuh.2,3 Gejala iritatif antara lain :
a. Bertambahnya frekuansi miksi (frequency)
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (urgency)
d. Nyeri waktu miksi (disuria)
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa
gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, demam yang merupakan tanda dari infeksi
atau urosepsis, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang
selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan
darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.2,4
3. Gejala di luar saluran kemih

24
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.2,4
2.2.7 Diagnosis
Pada pria berusia di atas 60 tahun kira-kira ditemukan 50% dengan pembesaran prostat dan
separuhnya akan memberikan keluhan. Jika dasar kelainan berada di traktur urinarius
bagian atas, maka diperiksa kelainan ginjal yang tergambar lewat pemeriksaan fisik yaitu
didapati kandung kemih terisi penuh dan teraba massa akibat retensi urin, ginjal dapat
teraba pada hidronefrosis, nyeri pinggang dan nyeri ketok regio costo vertebrae pada
pielonefritis dan teraba benjolan di lipat paha bila ada hernia.2,4
Pemeriksaan colok dubur (rectal touché, RT) dilakukan untuk memeriksa tonus sfingter
ani, mukosa rektum, dan prostat. Pada pemeriksaan colok dubur didapati prostat teraba
membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak
didapatkan nodul, menonjol kedalam rectum. Jika batas atas prostat masih teraba, dapat
diperkirakan massa prostat kurang dari 60 gram. Pembesaran prostat jinak biasanya
memiliki konsistensi kenyal, bentuknya simetris, dan tidak terdapat nodul. Sedangkan pada
adenokarsinoma prostat konsistensinya keras, bentuk asimetris, dan terdapat nodul.1,2,4
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi atau faktor
komorbid pada penderita seperti infeksi, penurunan fungsi ginjal, batu saluran kemih, dan
diabetes mellitus. Pemeriksaan darah terdiri dari darah perifer lengkap, elektrollit, ureum,
kreatinin, dan kadar glukosa. Pemeriksaan urin terdiri dari urinalisis, biakan, dan tes
sensitivitas antibiotic untuk melihat kemungkinan infeksi.1,2,4 Pemeriksaan PSA ditunjukan
pada pasien yang memiliki resiko BPH, pemeriksaan ini dilakukan sebagai skrining untuk
deteksi dini kanker prostat.
Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan pada BPH terutama ultrasonografi (USG) secara
Trans Abdominal Ultrasound (TAUS) atau Trans Rectal Ultrasound (TRUS). TAUS
digunakan untuk menilai volume buli, volume sisa urin, divertikel, tumor, atau batu buli.
TRUS digunakan untuk mengukur volume prostat, prostat digolongkan besar jika
volumenya lebih dari 60 gram. TRUS juga dapat mendeteksi kemungkinan keganasan
dengan memperlihatkan adanya daerah hypoehoic, dan bisa dapat dilakukan biopsi prostat

25
dengan jarum yang dituntun TRUS diarahkan ke daerah yang hypoechoic Pencitraan
lainnya yang dapat dilakukan yaitu Blaas Nier Overzicht-Intravenous Pyelogram (BNO-
IVP) untuk melihat adanya batu saluran kemih, hidronefrosis, divertikulae, volume sisa
urin, dan indentasi prostat. CT Scan dan MRI jarang digunakan karena dianggap tidak
efisien.1,2,4
uroflowmetri digunakan untuk pemeriksaan derajat obstruksi prostat. Dari uroflowmetri
dapat diketahui lama waktu miksi (voiding time), lama pancaran (flow time), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum (time to max flow), pancaran maksimum
(max flow rate) rata-rata pancaran (average flow rate), dan volume urin yang keluar
sewaktu miksi (Voided Volume).1,2
Tabel 3. Indikasi biopsi prostat
1. Bila pada RT dicurigai adanya keganasan
2. Nilai PSA > 10 ng/ml atau PSA 4 – 10 ng/ml dengan PSAD > 0,15
(Standar internasional)
3. Nilai PSA > 30 ng/ml atau PSA 8 – 30 ng/ml dengan PSAD > 0,22
(Standar Jakarta)

2.2.8 Diagnosis Banding


Proses miksi bergantung pada kekuatan otot detrusor, elastisitas leher vesika, dan resistensi
uretra. Oleh karena itu kesulitan miksi dapat disebabkan oleh kelemahan detrusor,
kekakuan leher vesika, dan resistensi uretra.4
Selain pada BPH, keluhan LUTS dijumpai pula pada striktur uretra, kontraktur leher
vesika, batu buli-buli kecil, karsinoma prostat, atau kelemahan detrusor, misalnya pada
penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat parasimpatolitik. Sedang bila hanya
gejala-gejala iritatif yang menyolok, lebih sering ditemukan pada penderita instabilitas
detrusor, karsinoma in situ vesika, infeksi saluran kemih, prostatitis, batu ureter distal, atau
batu vesika kecil.4

26
2.2.9 Tatalaksana
2.2.9.1 Watchfull Waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.4 Pasien tidak mendapatkan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya;
a. Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yang dapat
mengganggu
b. Mengurangi konsumsi alkohol
c. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
d. Bladder retraining, menahan kencing untuk meningkatkan daya tamping hingga
mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih
e. Batasi pengobatan yang dapat menyebabkan gejala iritatif seperti penggunaan obat-
obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
f. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya yang
mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah
jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.4

2.2.9.2 Medical Treatment


Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obat
penghambat adrenergik-α (adrenergik αbloker), mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormon testosterone/dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai
obat golongan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. Ada beberapa jenis
pengobatan medikamentosa pada BPH yaitu :
a. Penghambat adrenergik alfa

27
Obat ini menghambat reseptor alfa pada otot polos di trigonum, leher vesika,
prostat, dan kapsul prostat, sehingga terjadi relaksasi, penurunan tekanan di uretra
pars prostatika, sehingga meringankan obstruksi. Perbaikan gejala timbul dengan
cepat, contohnya Prazosin, Doxazosin, Terazosin, Afluzosin, atau Tamsulosin. Efek
samping yang dapat timbul adalah karena penurunan tekanan darah sehingga pasien
bisa mengeluh pusing, capek, hidung tersumbat, dan lemah.1,2
b. Penghambat enzim 5 α reduktase
Obat ini menghambat kerja enzim 5 α reduktase sehingga testosteron tidak diubah
menjadi DHT, konsentrasi DHT dalam prostat menurun, sehingga sintesis protein
terhambat. Perbaikan gejala baru muncul setelah 6 bulan, dan efek sampingnya
antara lain melemahkan libido, dan menurunkan nilai PSA.1,2

2.2.9.3 Tatalaksana Invasif


Tatalaksana invasif pada BPH bertujuan untuk mengurangi jaringan adenoma. Indikasi
absolut untuk melakukan tatalaksana invasif :
a. sisa kencing yang banyak
b. infeksi saluran kemih berulang
c. batu vesika
d. hematuria makroskopil
e. retensi urin berulang
f. penurunan fungsi ginjal
Standar emas untuk tatalaksana invasif BPH adalah Trans Uretral Resection of the Prostate
(TURP) yang dilakukan untuk gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gram, dan kondisi pasien memenuhi toleransi operasi. TURP adalah reseksi endoskopik
malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar
sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode inicukup aman, efektif
dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat
mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan
bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan
pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam

28
penentuan perlu tidaknya dilakukan TURP. Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan
operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-
uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah
berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat
operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril
(aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat
reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien
yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain
tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi
jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat. Komplikasi jangka pendek
pada TURP antara lain perdarahan, infeksi, hiponatremi, retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang TURP adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd, dan impotensi.
Trans Uretral Incision of the Prostate (TUIP) dapat dilakukan apabila volume prostat tidak
begitu besar/ada kontraktur leher vesik / prostat fibrotik. Indikasi TUIP yaitu keluhan
sedang atau berat dan volume prostat tidak begitu besar. Bila alat yang tersedia tidak
memadai, maka dapat dilakukan operasi terbuka dengan teknik transvesikal atau retropubik.
Karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang ditimbulkannya, operasi sejenis ini
hanya dilakukan apabila ditemukan pula batu vesika yang tidak bisa dipecah dengan
litotriptor / divertikel yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat lebih dari
100cc.1,2

2.2.9.4 Terapi Operatif

29
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.1,2 Indikasi pembedahan pada
BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien
buang air kecil > 100 ml
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan seperti
retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif
Prostatektomi terbuka
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada
operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah Pfannenstiel; kemudian
prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus
untuk mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang
cukup besar.1,2
Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan melalui sayatan kulit Pfannenstiel
dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung kemih, kemudian prostat
dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka kandung kemih
sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara
ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam
kandung kemih. Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100
gram) .1,2
Penyulit yang dapat terjadi setelah rpostatektomi terbuka adalah inkontinensia urin (3%),
impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%).
Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktur uretra dan
ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala

30
klinis sebanyak 85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%. Prostatektomi melalui sayatan
perineal tidak dikerjakan lagi.1,2

2.2.10 Komplikasi
Pada BPH yang dibiarkan tanpa tatalaksana dapat menyebabkan komplikasi seperti
trabekulasi, yaitu penebalan serat-serat detrusor menyerupai balok akibat tekanan
intravesikal yang terus menerus tinggi akibat obstruksi. Kemudian dapat terjadi sakulasi,
yaitu mukosa vesika menerobos serat-serat detrusor, dan bila ukurannya membesar bisa
menjadi divertikel.4
Batu vesika juga dapat terbentuk sebagai komplikasi akibat sisa urin yang menetap di
vesika urinaria. Tekanan vesika yang tinggi tadi apabila diteruskan ke struktur di atasnya
dapat menyebabkan hidroureter, hidronefrosis, dan penurunan fungsi ginjal.4
Tahap yang terakhir terjadi adalah keadaan dimana otot detrusor mengalami dekompensasi
sehingga vesika tidak dapat lagi berkontraksi untuk mengosongkan isinya sehingga terjadi
retensi urin total. Dan ketika besarnya tekanan vesika melebihi tekanan obstruksi
makadapat terjadi overflow incontinence.4

2.2.11 Kontrol Berkala


Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu control secara
teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal control tergantung pada
tindakan apa yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan
(watchful waiting) dianjurkan control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk
mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor
IPSS, uroflometri dan residu urine pasca miksi.4
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol pada minggu ke-
12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap satu tahun untuk
menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat 5α-
adrenergik harus dinilai respons terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala
tanpa menunjukkan penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol

31
dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan
secara medikamentosa dan tidak menunjukkan tanda perbaikan perlu dipikirkan tindakan
pembedahan atau terapi intervensi yang lain.4
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan
untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal
harus menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3
bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal,
selain dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.4

32

Anda mungkin juga menyukai