Anda di halaman 1dari 30

SKENARIO 2 ANYANG-ANYANGAN Seorang perempuan muda, usia 23 tahun, belum menikah, datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri

saat buang air kecil dan anyang-anyangan berulang. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu. Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra pubik. Pada pemeriksaan mikroskopis urin didapatkan peningkatan leukosit. Kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.

Sasaran Belajar L.I 1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik dan Mikroskopik Vesika Urinaria dan Urethra LO.1.1. Makroskopik Vesika Urinaria dan Urethra LO.1.2. Mikroskopik Vesika Urinaria dan Urethra L.I.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ekskresi Urin L.I.3 Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih LO.3.1. Definisi LO.3.2. Etiologi LO.3.3. Klasifikasi LO.3.4. Patogenesis dan Patofisiologi LO.3.5. Manifestasi Klinik LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding LO.3.7. Tatalaksana LO.3.8. Komplikasi LO.3.9. Pencegahan LO.3.10. Prognosis L.I.4 Memahami dan Menjelaskan Rukhsah Berkemih dalam Islam

L.I 1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik dan Mikroskopik Vesika Urinaria dan Urethra LO.1.1. Makroskopik Vesika Urinaria dan Urethra Vesica Urinaria (VU) Nama lain : Kandung kemih ; buli-buli ; bladder Fungsi : Tempat untuk menampung urine (200-500)cc yang berasal dari ginjal melalui ureter untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Lokasi : Terletak di regio hypogastrica (supra pubis). Apex Vesica Urinaria berada di belakang symphisis pubis. Vesica Urinaria merupakan kantung berongga yang dapat diregangkan oleh karena volumenya dan dapat disesuaikan dengan mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya.Bila kosong, apex nya hanya sampai di kranial symphisis.Vesika Urinaria bila penuh berbentuk seperti telur (ovoid), bila kosong seperti limas. Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian : a) Apex Vesicae : Tertutup peritoneum dan Gambar 1. Vesica Urinaria berbatasan dengan ileum dan colon sigmodeum. b) Corpus Vesicae : diantara apex dan fundus c) Fundus(basis) vesicae d) Cervix Vesicae : sudut kaudal mulai urethrae dengan ostium urethra internum. Yang terdapat di VU : - Plica ureterica : terdapat di lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter. Pada waktu VU kosong, plica terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal ke ureter, saat VU penuh plica ini akan menutup karena dorongan urin. - Pada pria : cervix vesicae menyatu dengan prostat Pada wanita : cervix vesicae langsung melekat pada fascia pelvis Plica interureterica : lipatan yang menghubungjan kedua ureter pada waktu membran mukosa VU kosong. Trigonum Vesicae (Litaudi) : plica interureterica yang dihubungkan dengan ostium urethrae internum Gambar 2. Vesica Urinaria Lapisan otot Vu terdiri dari 3 otot polos yang disebut m.Detrusor vesicae yang akan menebal membentuk sfingter vesicae.

Pendarahan VU : Dari Aa.Vesicalis Superior dan A.Vesicalis Inferior cabang dari A. iliaca interna.
3

Pembuluh darah balik VU : melalui V.vesicalis menyatu disekeliling plexus dan akan bermuara ke v.iliaca interna. Cabang-Cabang plexus hypogastrica inferior yang mempersyarafi VU : - Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2 - Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N. S2,3,4 Melalui N.Splancnicus dan plexus hypogastricus inferior mencapai dinding VU. Urethrae Pengertian : merupakan saluran keluar dari urin yang di ekskresikan oleh tubulus ginjal, ureter, vesica urinaria, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium urethrae externum Ciri-ciri : - Uretra pria lebih panjang dari wanita , dimana pria panjang sekitar 20 cm (20-25cm) sedangkan wanita 4cm (3-4)cm . - Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos involunter) terusan dari m.detrusor dan bersifat

dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter) - Sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter). Pembagian Uretra Mascullina (pria) :
Gambar 3. Uretra Pria

a) Pars prostatica : uretra melalui prostat , panjang sekitar3-4 cm b) Pars Membranaceae: panjang 12-19 mm , menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis). c) Pars Cavernosa / spongiosa :panjang 15 cm. Berjalan di dalamcorpus cavernosum urethrae, dimulai dari fossaintrabulbaris sampai dengan pelebaran urethra(fossa terminalis). Perdarahan urethra : Di urus oleh cabang cabang arteria pudenda interna , yakni A. Dorsalis penis dan A. Bulbo Urethralis
4

Persarafan Urethra :Di urus oleh cabang cabang N. Pudendus ke N. Dorsalis penis. Pada uretra feminina(wanita) : Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada Gambar 4. Uretra wanita wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

(Achmad S, Buku Ajar Anatomi FKUY 2013) LO.1.2. Mikroskopik Vesika Urinaria dan Urethra Vesica Urinaria ( kandung kemih ; buli-buli ; bladder ) 1. Mukosa dilapisi oleh epitel transisional, setebal 5-6 sel. 2. Tunica muscularis terdiri dari otot polosyang berjalan kesegala arah tanpa lapisan yang jelas. 3. Pada leher vesicae dapat dibedakan menjadi 3 lapisan, yakni : a) Lapisan dalam berjalan longitudinal, distal terhadap leher vesicae berjalan circular mengelilingi urethra pars Gambar 5.Mikroskopik VU prostatica, menjadispincter urethra interna. b) Lapisan tengah berakhir pada leher vesica c) Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujungprostat pada laki-laki, dan pada wanita berjalansampai ke meatus externus urthrae. Picture by :http://legacy.owensboro.kctcs.edu Ketika VU kosong, epitel transisional yang tebal memperlihatkan 5 atau 6 lapisan sel. Namun saat VU terisi urin, epitel transisional akan teregang dan sel-sel epitel akan terlihat lebih tipis dan gepeng (2-3 lapisan sel) untuk menyesuaikan volume urin yang banyak.(Eroschenko, 2010) Uretra Picture by :http://education.med.nyu.edu

Gambar 6.Mikroskopis Uretra Pria dan Wanita

Pria 1. Pars prostatica a. Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus ejaculatorius bermuara dekat verumontanum b. Dilapisi epitel transitional 2. Pars membranosa a. Dilapisi epitel bertingkat torak b. Dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary) 3. Pars bulbosa dan pendulosa a. Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis b. Umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa tempat terdapat epitel berlapis gepeng c. Kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama pada pars pendulosa Wanita 1. 2. Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)

L.I.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih (Ekskresi Urin) Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli). Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik otot polos di dalamdinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding kandung kemih tertekan dan menutup. Namun urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mendorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Kandung kemih terisi permukaan epitel meluas dengan cara vesikel-vesikel sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis. Isi kandung kemih keluar vesikel-vesikel ditarik melalui proses eksositosis. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu, dinding kandung
6

kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter yang dimana merupakan cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati lubang yang bersangkutan: Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di bawah kontrol involunter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra interna menutupi pintu keluar kandung kemih. Sfingter uretra eksterna, diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna terbuka. (Sherwood, L. 2001) Aktivasi reseptor regangke serat-serat aferenkorda spinalisantar neuronrangsang parasimpatishambat neuron motorik yang persarafi sfingter eksterna, kedua sfingter terbuka dan urin terdorong keluar menuju uretra karena gaya kontraksi kandung kemih. Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi.Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna terbuka.Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi.Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.
7

Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehingga hal tersebut memberi peringatan bahwa proses berkemih akan segera dimualai. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali, pengosongan kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis.Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbagan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan. Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter uretra internal dan meregangkan kandung kemih.Pengosongan kandung kemih secara volunter dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan.Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya memeras kandung kemih untuk mengosongkan isinya.(Sherwood, L. 2001)

Skema 1. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih

Faktor faktor yang mempengaruhi miksi 1. Hormon - ADH (Antidiuretic Hormon ) Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel Aldosteron

2.

3.

4.

5.

Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin Prostaglandin Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal Zat - zat diuretik Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah. Suhu internal atau eksternal Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi volume urin. Konsentrasi Darah Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun. Emosi Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

L.I.3 Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih LO.3.1. Definisi a) Infeksi saluran kemih (ISK) istilah umum yang mikroorganisme dalam urin. (Aru, 2009)

menunjukkan

keberadaan

b) Infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih akibat proliferasi suatu mikroorganisme (Corwin, 2009) LO.3.2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh bakteri, namun virus atau jamur juga bisa menjadi penyebab, yang paling sering adalah Escherhicia coli (Corwin, 2009). ISK tergantung banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteri, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Perempuan >65 tahun cenderung menderita ISK dibanding laki-laki (Aru, 2009) Tabel 2. Mikroorganisme penyebab Infeksi Saluran Kemih

Gram Negatif Genus Escherichia Klebsiella Oxytosa Mirabilis Proteus Vulgaris Cloacae Enterobacter Aerogenes Rettgeri Providencia Stuartii Morganella Citrobacter Diversus Serratia Pseudomonas Morcescens Aeruginosa Morganii Freundii Spesies Coli Pneumonia

10

Tabel 3. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK(Tessy, A et.al; 2001)

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Mikroorganisme Escherichia coli Klebsiela sp. Proteus sp. Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus epidermidis Enterococci sp. Candida albicans Staphylococcus aureus sp. atau Enterobacter

Persentase biakan (%) 50-90 10-40 5-10 2-10 2-10 2-10 1-2 1-2

Penyebab lainnya bisa dai virus seperti Adenovirus dan jamur seperti Chlamydia dan Mycoplasma. Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu : 1. Bendungan aliran urin, terdiri atas : 6. Litiasis a. Anomali kongenital 7. Penyakit ginjal polikistik b. Batu saluran kemih 8. Diabetes mellitus pasca transplantasi c. Oklusi ureter (sebagian atau total) ginjal 2. Refluks vesikoureter 9. penyakit sikle-cell 3. Urin sisa dalam buli-buli karena : 10. Senggama a. Neurogenic bladder 11. Kehamilan dan peserta KB dengan b. Struktura uretra tablet progesterone 4.Hygienitas 12. Gender : Lebih banyak perempuan, 5. Instrumentasi anak laki-laki khususnya yang tidak a. Kateter sirkumsisi b. Dilatasi uretra 13. Usia lanjut c. Sitoskopi (Aru, 2009) LO.3.3. Klasifikasi Berdasarkan gejala : a) Simtomatik : bakteriuria bermakna yang menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Tanpa disertai presentasi klinis ISK.( http://repository.usu.ac.id)
11

b) Asimtomatik : Bakteriuria bermakna yang menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Disertai presentasi klinis ISK. Lebih sering pada perempuan (Aru 2009, http://repository.usu.ac.id) Berdasarkan anatomi : a) Infeksi saluran kemih atas - Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. - Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. b) Infeksi saluran kemih bawah - Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril). Kelainan struktur : a) ISK komplikata (kelainan anatomi) infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Lebih sukar diobati. (http://repository.usu.ac.id) b) ISK non komplikata (simple/sederhana) infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian obat Onset : a) ISK akut b) ISK kronik LO.3.4. Patogenesis dan Patofisiologi Patogenesis Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang meningkat. (Purnomo, 2003) 1. Faktor host Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Status imunologik pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK.
12

Prevaleni ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis. Aru, 2009 Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a) Pertahanan lokal dari host b) Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan humoral. (Hooton, T.M et.al; 1996) Tabel 4. Pertahanan lokal terhadap infeksi. No Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi 1. Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism) 2. 3. 4. Derajat keasaman (pH) urin Osmolaritas urin yang cukup tinggi Panjang uretra pada pria

Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin. Mekanisme wash out dapat berjalan dengan baik dengan aliran urin yang adekuat adalah jika: a) Jumlah urin cukup; b) Tidak ada hambatan didalam saluran kemih. Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.(Purnomo, 2003). Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya: Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria.Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman. 2. Faktor agent (mikroorganisme) Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya.Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu : a) Tipe pili I, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis. b) Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut. Peranan Patogenesis Bakteri : Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan lipopolisakarin (LPS). Tabel 5. Virulensi E.coli(Aru, 2009) Penentu Virulensi Alur Fimbriae Adhesi
13

Pembentuk jaringan ikat (scarring) Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh Perlengketan (attachment) Lipopolysacharide side chains (O Resistensi terhadap fagositosis antigen) Lipid A endotoksin Inhibisi peristalsis ureter Pro-inflamatori Membran protein lainnya Kelasi besi Antibiotika resisten Kemungkinan perlengketan Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit Sekuestrasi besi Peranan Bakterial Attachment of Mucosa. Fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Beberapa sifat uropatogen mikroorganisme ; seperti resistensi serum, sekustrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi klinik. Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar.

Skema 2. Patogenesis ISK

Patofisiologis Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu: 1. ascending; 3. limfogen; 2. hematogen; 4. eksogen Dua jalur utama terjadinya ISK adalah ascending dan hematogen. Namun, secara umum, infeksi paling sering terjadi dengan cara ascending, walapupun infeksi secara hematogen dapat terjadi pada anak usia infant.
14

Gambar :Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. Kolonisasi kuman di sekitar uretra, masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, penempelan kuman pada dinding buli-buli, masuknya kuman melalui ureter ke ginjal. (Tessy, A et.al; 2001) Infeksi Ascending Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu: a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina; b. masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli; c. multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih; d. naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal. Infeksi Hematogen Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada anak usia infant, anak dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureuspada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella sp., pseudomonas sp., Candida albicans, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen. Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada ginjal . Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri.Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal.Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), dan sakit waktu miksi (dysuri). (Hanson,1999) Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria).Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system.Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal.Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi
15

lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring). (Hanson, 1999) LO.3.5. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Spasme pada area kandung kemih dan suprapubik Nyeri punggung dapat terjadi Hematuria Polakisuria Nokturia Disuria Stranguria LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis ditegakkan melalui : Anamnesis Pemeriksaan fisik : ISK bawah : dysuria terminal , polikasuria, nyeri suprapubik ISK atas : nyeri pinggang, nyeri ketok sudut vertebra, demam, menggigil, mual, muntah, hematuria. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan urinalisis Dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan.(Pappas, 1991) Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria.Yang dinilai adalah sebagai berikut: a) Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. Positif bila ditemukan 5-10 per lapang pandang sedimen urin. b) Piuria
16

Tanda dan gejala ISK bagian atas Demam(39-40,5C) Menggigil Nyeri panggul dan pinggang Malaise Nyeri ketika berkemih Pusing Mual dan muntah Presentasi klinis sering didahului gejala cistitis.

Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan olehStamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin. c) Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal : Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis d) Bakteri Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi. 2. Pemeriksaan Bakteri a) Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah >10 / lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan langsung kuman patogen dalam urin sangat tergantung kepada pemeriksa. A pabila ditemukan satu atau lebih kuman pada pemeriksan langsung, perlu dilakukan pemeriksaan kultur. (Schaeffer 2002, Pappas 1991) b) Biakan bakteri (Kultur Urin) Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK. - Jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml urin dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. - Tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya (Kumalawati 1993, Pappas 1991) Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi (Kumalawati , 1993) Pengambilan spesimen Aspirasi supra pubik Kateter Urine bag atau urin porsi tengah Jumlah koloni bakteri per ml urin >100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen >20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen >100.000 cfu/ml

17

Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional, proper plating technique dan rapid methods. 3. Metode tes : a) Pemeriksaan Dipstik Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-negative karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 60-80% dan spesifisitas 70 98 %. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urin tidak perlu dilakukan kultur. (Papas 1991, Semeniuk 1999) b) Tes Kimiawi Dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative). Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.Batasannya bila ditemukan bakteri >100.000.Kepekaannya mencapai 90% dengan spesifitas 99%. c) Tes Plat-Celup (Dip-Slide) Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa.Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui. 4. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen , pieolgrafi IV, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan. Cara Pengambilan Sampel Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.(Kumalawati, 1993)

Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu
18

dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.(Kumalawati, 1993) Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik. (Kumalawati, 1993) Urin Porsi Tengah / Midstream Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan (Kumalawati, 1998). Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru (Sonnenwirth, 1980). Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4 oC selama tidak lebih dari 24 jam. (Kumalawati, 1993) Diagnosis Banding Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis.Pielonefritis bila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik. LO.3.7. Tatalaksana Tujuan utama penatalaksanaan ISK adalah mencegah atau menghilangkan gejala, mengobati bakteriemia dan bakteriuria, dan mencegah kerusakan ginjal.Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh resistensi dari bakteri tersebut. ISK Bawah : Prinsip manajemen ISK bawah meliputi a) intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinasi urin b) Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotik tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200 mg. c) Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari d) Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosuria Reinfeksi berulang (frequent re-infection) :
19

a) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif dan diikuti koreksi faktor resiko b) Tenpa faktor perdisposisi : Asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan senggama diikut terapi antimikroba takaran tunggal (mis: trimetropim 200 mg) Sindrom Uretra Akut (SUA) : Pasien dengan SUA dengan hitung kuman >10 memerlukan antibiotik yang adekuat infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon Yulianto FKUI, 2009 ISK atas : Pada PNA biasanya memerlukan rawat inap untuk menjaga status hidrasi dan untuk terapi antibiotika parenteral paling sedikit selama 48 jam. The Infectious Diseases Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam setelah diketahui MO sebagai penyebabnya : a. Fluorokuinolon b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa amiglikosida Yulianto FKUI, 2009 Terapi ISK Dewasa

20

21

* Yang termasuk aminoglikosida:gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin (streptomisin dan kanamisin tidak termasuk) *Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson, seftazidin, sefsulodin, moksalaktam, dll. *Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin, dll. ISK Pada Ibu Hamil

TRIMETHOPRIM-SULFAMETHOXAZOLE Nama Generik: Co-trimoxazoleIndikasi : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran Pencernaa, Infeksi Saluran Pernapasan, Infeksi kulit Mekanisme :akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap komponen obat, anemia megaloblastik Bentuk Sediaan: - Tablet (80 mg Trimethoprim 400 mg Sulfamethoxazole) - Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim 800 mg Sulfamethoxazole) - Sirup suspensi (Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim 200 mg Sulfamethoxazole) Dosis: - Anak diatas 2 bulan : 6-12 mg trimethoprim/ kg/ hari, terbagi dalam 2 dosis (tiap 12 jam) - Dewasa : 2 x sehari 2 tablet atau 2 x sehari 1 kaplet forte Efek Samping : mual, muntah, hilang nafsu makan, kemerahan pada kulit Resiko Khusus : defisiensi G6PD, defisiensi asam folat, wanita hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. CIPROFLOXACIN Nama Generik : Ciprofloxacin Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Sinusitis Akut, Infeksi Kulit, Infeksi Tulang dan Sendi, Demam Typhoid, Pneumonia Nosokomial Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau golongan quinolon lain Bentuk Sediaan : Tablet, kaplet (250 mg, 500 mg, 750 mg); Tablet lepas lambat (500 mg, 1000 mg) Dosis : Dewasa : 250 mg tiap 12 jam Efek Samping : ruam kulit, diare, mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, susah tidur, jantung berdebar-debar, halusinasi Resiko Khusus : Pasien dengan gangguan ginjal, Wanita hamil dan menyusui. AMPICILLIN Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam.
22

Efek: Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5 hari setelah pengobatan dihentikan.

FLUOROQUINOLON Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi normal. Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat. Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun. - Norfloxacin : Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih. - Ciprofloxacin : Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae. - Levofloxacin :Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif. AMINOGLIKOSIDA Antibiotik dengan aktivitas yang terutama tertuju pada basil gram negatif seperti P.aeruginosa, Klebsiella, Proteus, dan E.coli. Bekerja dengan berikatan dengan ribosom 30S sehingga menghambat sintesis protein . Antibiotik ini bersifat bakterisidal. Derivatnya seperti : Streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, dll. Efek Samping : ototoksisitas, nefrotoksisitas. CEPHALOSPORIN Menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotik yang aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif. - Cephalosporin Generasi 1 : Cefalozine, Cephradine (aktif terhadap kuman gram positif) - Cephalosporine Generasi 2 : Cefamandole, cefuroxime (aktif terhadap kuman gram negatif) - Cephalosporine Generasi 3 : Cefotaxime, Cefritaxone (aktif terhadap enterobacteriaceae, P.aeruginosa) - Cephalosporine Generasi 4 : Cefepime - Efek Samping : hipersensitifitas, nefrotoksisitas
23

NITROFURANTOIN - Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. - Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. - Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. - Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan. - Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal - Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama, neuropati ANTISEPTIK 1. Metenamin Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada residu kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih. Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit. KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan bersama sulfonamid. Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan meningkatkan pH Oral 4 x 1 gram/hari 2. Nitrofrantoin Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif ISK menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dalam antimikroba lain dengan yang lebih sensitive. Untuk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus Farmakokinetik : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan dapat menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat KI : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil, bayi < 3 bulan anemia hemolitik ES : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot. 3. Asam nalidiksat Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif untuk ISK bagian atas contohnya : Pielonefritis. Farmakodinamik : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman penyebab ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten. Farmakokinetik : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 2 jam ES : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit kepala, ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson.
24

KI : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati atau ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin Dosis : 4 x 500 mg/hr 4. Fosfomisin trometamin Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang disebabkan oleh E.Coli dan E.Faeccalis Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis FD : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman FK : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di urin dan tinja ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil, Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air 100 ml tidak boleh dengan air panas *Perlu di perhatikan bahwa ada beberapa yang tidak boleh dipergunakan selama masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti nitrofurantion, asam nalidik, dan tetrasiklin. LO.3.8. Komplikasi - Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik. - Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus ginjal atau abses ginjal. - Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut. - Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi ginjal terganggu, dan komplikasi terhadap kehamilan (contoh. ISK, hipertensi pada kehamilan). - Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. - Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM. - Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal kronik - Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) Komplikasi ISK yang tergantung dari tipe, yakni : a) ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistisis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama b) ISK tipe berkomplikasi (complicated). ISK selama kehamilan. Terbagi menjadi ISK selama kehamilan dan umur kehamilan seperti terlihat pada tabel 6.dibawah. Kondisi Basiluria Asimtomatik (BAS) Risiko Potensial Pielonefritis
25

Bayi premature Anemia Preganancy-induced hypertension ISK trimester III Pertumbuhan bayi lambat Fetal death

ISK pada diabetes mellitus, ISK lebih sering ditemukan pada penderita DM dibanding perempuan tanpa DM. Aru, 2009

LO.3.9. Pencegahan Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi kandung kemih : a) Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih. b) Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum. c) Ganti selalu pakaian dalam (celana dalam) setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam. d) Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar sirkulasi udara. e) Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat mendorong perkembangbiakan bakteri. f) Minum air yang banyak. LO.3.10. Prognosis Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah.Deteksi dini terhadap adanya kelainan antomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama antara dokter dan pasien serta orangtua pasien sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang menagarah ke fase terminal gagal ginjal kronik. L.I.4 Memahami dan Menjelaskan Rukhsah Berkemih dalam Islam Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para fuqaha dinamakan salisul-baul.

26

a) Menurut mazhab Hanafi, salisul-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah istihadhah, mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa. b) Menurut mazhab Hanbali, salisul-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa. c) Menurut mazhab Maliki, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit seperti keluar air kencing secara kontinyu. d) Menurut mazhab Syafi'i, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan salisul-baul: a) Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'. b) Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluarhadas tersebut dengan wudhu. c) Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya). d) Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan tidak menggugurkan syarat keempat. e) Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulangi di waktu shalat. Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian keluar air kencing atau kentut dan lainnya maka dia tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salisul-baul tersebut hanya diperbolehkan melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan seberapa kali pun. Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang yang mempunyai penyakit salisul-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan shalat) dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'. Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalam keadaan seperti ini adalah bukan wudhu hakiki akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau lainnya namun syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang mengalami penyakit seperti ini. Wallahu a'lam bi ash-shawab. Islam tidak memberatkan pemeluknya. Untuk itu Allah memberikan keringanan dalam pelaksanaan ibadah atau yang biasa disebut dengan rukhshah. Salah satu bentuk rukhshah adalah bolehnya shalat di-jamak (digabung) dan di-qashar (dipersingkat) jika kita sedang berada dalam perjalanan. Dawafi, 2009 DAFTAR PUSTAKA
27

1. Corwin, EJ. 2009. Patofisiologi : buku saku.edisi 3. Jakarta : EGC 2. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit . Jakarta: EGC 3. Dawafi, Hamdan. 2009. Keluar Air Kencing Secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan Fiqih???. Diakses melalui: http://mutafaqqih.blogspot.com/2010/02/keluar-air-kencingsecara-kontinyu.html pada 10 April 2013 ; 22.03 4. Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Edisi 11. Jakarta : EGC 5. Kumalawati J. Diagnosis bakteriologik infeksi saluran kemih dengan biakan urin. Lokakarya pemeriksan laboratorium klinik pada penyakit infeksi. Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM. 1993. 6. Kumalawati J. Prosedur pengambilan urin untuk pemeriksaan mikrobiologik. Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM. 1998. 7. Sudoyo AW et.al.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia 8. Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 9. Tessy et.al. 2001. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rdedition. Jakarta : FKUI. 10. Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta : Sagung Seto 11. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract 12. Hanson S, Jodal U, 1999. Urinary Tract Infection. In Barratt TM, Avner ED, Harmon WE. 4th ED. Baltimor, Maryland USA: Lippincott William & Wilkins., 835-871

28

Anda mungkin juga menyukai