PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara
terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat
dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan malfungsi kandung kemih karena
disfungsi neurologis atau disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau
cedera.
PEMBAHASAN
Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari
dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih ( vesika urinaria )
1. Ginjal
f. Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam
darah.
2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm, terbentang
dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu satunya adalah menyalurkan urin ke
vesika urinaria.
3. Vesika Urinaria
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat vagina. Pada
uretra laki laki mempunyai panjang 15 20 cm.
Arteria vesicalis superior dan inferior , cabang arteria iliaca intern. Venae membentuk
plexus venosus vesicalis, di bawah berhubungan dengan plexus venosus prostaticus ;
dan bermuara ke vena iliaca interna.
Persarafan Vesica Urinaria
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior. Serabut
postganglionik simpatis berasal dari ganglion lumbalis I dan II lalu berjalan turun ke
vesica urinaria melalui plexus hypogastricus. Serabut preganglionik parasimpatikus yang
muncul sebagai nervi splanchnici pelvici berasal dari nervus sacrales II , III , dan IV, berjalan
melalui plexus hypogastricus menuju ke dinding vesica urinaria, di tempat ini serabut
tersebut bersinaps dengan neuron postganglionik. Sebagian besar serabut aferen sensorik yang
berasal dari vesica urinaria menuju sistem saraf pusat melalui nervi splanchnici pelvici.
Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatis melalui plexus
hypogastricus dan masuk ke medulla spinalis segmen lumbalis I dan II
B. PEMBENTUKAN URINE
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air (96%) air dan
sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara
dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.
Sistem saluran kemih bagian bawah mendapatkan inervasi dari serabut saraf
aferen yang berasal dari buli-buli dan uretra, serta serabut saraf eferen berupa sistem
parasimpatetik, simpatetik, dan somatik. Serabut aferen dari dinding buli-buli
menerima impuls stretch reseptor (reseptor regangan) dari dinding buli-buli yang di
bawa oleh nervus pelvikus ke korda spinalis S2-4 dan diteruskan sampai ke otak
melalui traktus spinotalamikus. Signal ini akan memberikan informasi kepada otak
tentang volume urin di dalam buli-buli. Jalur aferen dari sfingter uretra eksterna dan
uretra mengenal sesasi suhu, nyeri dan adanya aliran urine di dalam uretra. Impuls
ini dibawa oleh nervus pudendus menuju ke orda spinalis S2-4
Serabut eferen parasimpatetik berasal dari korda spinalis S2-4 dibawa oleh
nervus pelvikus dan memberikan inervasi pada otot detrusor. Asetilkolin (ACH)
adalah neutransmitter yang berperan dalam penghantaran signal saraf kolinergik,
yang setelah berikatan dengan reseptor muskarinik menyebabkan kontraksi otot
detrusor. Reseptor muskarinik yang banyak berperan di dalam kontraksi buli-buli
adalah M2 dan M3. Peranan sistem parasimpatetik pada proses miksi berupa
kontraksi detrusor, dan terbentuk sfingter uretra.
yang bertujuan untuk mempertahankan resistensi uretra agar selama fase pengisian
urin tidak bocor (keluar) dari buli-buli.
Serabut saraf somatik berasal dari nukleus Onuf yang berada di kornu
anterior korda spinalis S2-4 yang dibawa oleh nervus pudendus dan menginervasi
otot bergaris sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul. Perintah dari korteks
serebri (secara disadari) menyebabkan terbukanya sfingter eksterna pada saat miksi.
Pada saat buli-buli terisi oleh urin daro kedua ureter, volume buli-bili
bertambah besar karena ototnya mengalami pereganga. Regangan itu menyebabkan
stimulasi pada stretch reseptor yang berada di dinding buli-buli. Setelah kurang lebih
terisi seapruh dari kapasitasnya, mulai di rasakan oleh otak adanya urine yang
mengisi buli-buli.
Pada saat buli-buli sedang terisi, terjadi stimulasi pada sistem simpatetik
yang mengakibatkan kontraksi sfingter uretra interna (menutupnya leher buli-buli),
dan inhibisi sistem parasimpatetik berupa relaksasi otot detrusor. Kemudian pada
saat buli-buli terisi penuh dan timbul keinginan untuk miksi, timbul stimulasi sistem
parasimpatetik dan menyebabkan kontraksi otot detrusor, serta inhibi sistem
simpatetik yang menyebabkan relaksasi sfingter interna (terbukanya leher buli-buli).
Kelainan pada unit vesiko uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada
fase miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak
sempat tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada
inkontinensia urine, sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine
tertahan di buli-buli sampai terjadi retensi urine
Retensi urine
Inkontinensia urine
Pengendalian refleks
Otot-otot dinding vesika urinaria memiliki aktifitas kotraksi sendiri tetapi bila
persarafannya utuh, reseptor regang didinding vesika akan mengawali refleks
kontraksi yang mempunyai ambang yang lebih rendah daripada respon kontraksi
sendiri. Serat saraf N. Pelvikus merupakan serat aferen refleks pengosongan vesika,
dan serat saraf parasimpatis ke vesika yang merupakan serat eferen juga berjalan
bersama saraf ini. Pusat intergrasi refleks ini terdapat di segmen sakral medula
spinalis. Pada orang dewasa volume urine yang mengisi vesika yang dalam keadaan
normal merangsang refleks kontraksi kira-kira 300-400ml. Saraf simpatis ke vesika
tidak memegang peran pada proses berkemih, tetapi memerantai kontraksi otot
vesika yang mencegah masuknya semen ke vesika pada saat ejakulasi.
Kandung Kemih Neurogenik adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
ketidak mampuan untuk mengontrol kandung kemih dengan baik karena kerusakan
pada saraf yang mengontrol kemampuan berkemih, menyebabkan kandung kemih
menjadi lebih aktif atau kurang aktif. Orang-orang yang menderita kandung kemih
neurogenik yang lebih aktif mampu berkemih, tetapi mereka memiliki kesulitan
untuk mengosongkan kandung kemih secara keseluruhan. Penderita kandung kemih
neurogenik kurang aktif mampu menahan sejumlah besar urin tetapi tidak mampu
merasakan kandung kemih penuh atau tidak. Mereka juga memiliki kesulitan dalam
mengendalikan otot-otot kandung kemih secara baik. Oleh karena itu, mereka akan
sering mengompol ketika kandung kemih terisi melewati batas. Kondisi ini
umumnya ditemukan pada orang-orang dengan penyakit neurogenik, seperti
Alzheimer, penyakit Parkinson, sklerosis multipel dan cedera medula spinalis.
b. Etiologi
Suatu kandung kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih
tidak mampu berkontraksi dan tidak mampu menjalankan pengosongan kandung
kemih dengan baik; atau menjadi terlalu aktif (spastik) dan melakukan pengosongan
berdasarkan refleks yang tak terkendali. Kandung kemih yang kurang aktif biasanya
terjadi akibat gangguan pada saraf lokal yang mempersarafi kandung kemih.
Penyebab tersering adalah cacat bawaan pada medula spinalis (misalnya spina
bifida atau mielomeningokel). Suatu kandung kemih yang terlalu aktif biasanya
terjadi akibat adanya gangguan pada pengendalian kandung kemih yang normal oleh
medula spinalis dan otak. Penyebabnya adalah cedera atau suatu penyakit, misalnya
sklerosis multipel pada medula spinalis yang juga menyebabkan kelumpuhan
tungkai (paraplegia) atau kelumpuhan tungkai dan lengan (kuadripelegia). Cedera ini
seringkali pada awalnya menyebabkan kandung kemih menjadi kaku selama
beberapa hari, minggu atau bulan (fase syok). Selanjutnya kandung kemih menjadi
overaktif dan melakukan pengosongan yang tak terkendali.
c. Patofisiologi
Jika masalah datang dari sistem saraf pusat, siklus terkait akan terpengaruhi.
Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat diantaranya otak, pons, medula
Ketidak lancaran urinaria berasal dari disfungsi kandung kemih, spincter atau
keduanya. Overaktivitas kandung kemih (spastic bladder) berhubungan dengan
gejala ketidak lancaran yang mendesak, sedangkan spincter underaktivitas
(decreased resistance) menghasilkan gejala stress incontinence.
Lesi otak
Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya kontrol
ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus urinarius bagian bawah-refleks
ekskresi primitif-tetap utuh. Beberapa individu mengeluhkan ketidakmampuan
mengendalikan eksresi yang parah, atau spastic kandung kemih. Pengosongan
kandung kemih yang terlalu cepat atu terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah,
dan pengisian urin di kandung kemih menjadi sulit. Biasanya, orang dengan masalah
ini berlari cepat ke kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka mencapai
tujuan. Mereka mungkin sering terbangun di malam hari untuk berkemih.
Penyakit atau cidera medula spinalis diantara pons dan sakral menghasilkan
spastic bladder atau overactive bladder. Orang dengan paraplegic atau quadriplegic
memiliki lower extremity spasticity. Awalnya, setelah trauma medula spinalis,
individu masuk kedalam fase shock spinal dimana sistem saraf berhenti. Setelah 6-
12 minggu, sistem saraf aktif kembali. Ketika sistem saraf aktif kembali,
menyebabkan hiperstimulasi organ yang terlibat
Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupun ekstradural akan
menimbulkan gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya
bersin.
Cedera sakral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum mungkin
mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika terjadi sensory neurogenik
bladder, pasien tidak akan tau kapan kandung kemihnya penuh. Pada kasus motor
neuriogenik bladder , inidividu mngkin merasakan kandung kemih penuh, namun
otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.
d. Gejala
Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam kandung
kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu kandung kemih,
terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung kemih menahun yang
memerlukan bantuan kateter terus menerus. Gejala dari infeksi kandung kemih
bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.
e. Diagnosis
Evaluasi
a. Penilaian saluran kencing bagian atas. Meskipun jarang didapatkan masalah pada
saluran kencing bagian atas, gangguan ginjal merupakan hal yang potensial
mengancam penderita. Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi
hidronefrosis. Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding
cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan
kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.
Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu
menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan. Kontraksi
abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan baik dengan menggunakan filling
cystometrogram (CMV). Pada orang normal, kandung kencing dapat
mengakomodasi pengisian kandung kencing bahkan pada kecepatan pengisian yang
tinggi sedangkan pada penderita dengan hiperrefleksia kandung kencing, terjadi
peningkatan tekanan yang spontan pada pengisian
d. Pemeriksaan neurologis
Penatalaksanaan
Bladder training
Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang
mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN
atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung
menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water
test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti
tipe LMN.
2. Refleks somatis
Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes
refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan
bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal
1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN
IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping).
Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu
kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka
yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal fisiologis
dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan
potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung
kemih.
b. Kateterisasi berkala
Neurogenic bladder akibat lesi inkomplit seperti lesi medula spinalis sentral
dapat diperbaiki pada lebih dari 50% pasien. Disamping disfungsi neurologis yang
berat dalam minggu-minggu pertama, pemulihan fungsi kandung kencing dapat
terjadi terutama karena serabut kandung kencing terletak perifer pada medula
spinalis. Penatalaksanaan biasanya dgnkateterisasi intermiten dan obat-obatan.
Keadaan inkontinens dapat ditimbulkan dengan reseksi sfingter transuretral dini.
DDS yang menetap, spastisitas yang berat dan hidronefrosis merupakan indikasi
untuk tindakan sfingtertomi transuretral setalh mencoba penggunaan penghambat
alfa, antikolinergik dan pelemas otot skelet seperti baclofen. Penatalaksanaan
neurogenic bladder pada pasien wanita dengan lesi medula spinalis (UMN) adalah
sulit, namun penatalaksanaan lesi konus dan kauda (LMN) adalah mudah dengan
menggunakan manuver Crede/Valsava. Kateterisasi intermiten dimulai setiap 4
sampai 6 jam dan dengan restriksi cairan sampai 1,5 liter perhari pada umunya
memerlukan kateterisasi 3 kali perhari . Pada lesi suprakonus dengan kandung
kencing hiperrefleks, untuk mengurangi inkontinens antara kateterisasi, dapat
diberikan antikolinergik seperti oxybutinin 1-2 kali 5 mg perhari. Iritabilitas
kandung kencing meningkat dengan adanya infeksi sehingga pengobatan infeksi
adalah penting. Profilaksis jangka panjang untuk infeksi saluran kencing sangat
direkomendasikan. Pasien dilatih untuk mengosongkan kandung kencing dengan
menggunakan suprapubic tapping dan manuver Valsava secara periodik. Kegagalan
dalam kateterisasi berkala biasanya memerlukan tindakan indwellin cathether jangka
panjang. Tindakan bedah saraf seperti blok radis sakral dapat diindikasikan untuk
mengubah keadaan reflex (contractile) bladder menjadi keadaan areflexic bladder
yang penatalaksanaannya lebih mudah dengan tindakan Crede/Valsava. Implant
Jika penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui uretra
untuk mengosongkan kandung kemih, baik secara berkesinambungan maupun untuk
sementara waktu. Kateter dipasang sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak
mengalami kerusakan karena peregangan yang berlebihan dan untuk mencegah
infeksi kandung kemih.
g. Komplikasi
a. Kebocoran urin
b. Retensio urin
c. Rusaknya pembuluh darah ginjal
d. Infeksi kandung kemih dan ureter.
h. Prognosis
Prognosis baik jika kelainan terdiagnosis dan diobati sebelum terjadi kerusakan
ginjal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiolofi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol.1 Edisi 6. Jakarta: EGC.
2. Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
3. Noer, H. M. Sjaifoellah. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta :
Balai Penertbit FKUI.
4. Ganong F William. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : EGC
5. Purnomo B Basuki. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi 3. Malang : Sagung Seto
6. Paulsen F dan Waschke J. 2013. Sobotta Edisi 23 Jilid 2. Jakarta : EGC