PENDAHULUAN
Insiden cedera traktus urinarius yang disertai dengan trauma abdominal adalah 10%.
Trauma ginjal sendiri terjadi 1-5% dari semua kasus trauma. Ginjal adalah organ genitourinarius
yang paling sering cedera, rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:1. Meskipun trauma ginjal
secara akut dapat mengancam jiwa, namun penanganannya dapat secara konservatif. Selama 20
tahun terakhir, kemajuan dalam hal pencitraan dan strategi penatalaksanaannya dapat
Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera, tetapi ginjal
mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenchymal dan cedera
vaskular. Trauma sering disebabkan kerana jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, luka tembak
Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang dipertimbangkan. Trauma
ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10 % dari pasien
yang mempertahankan trauma abdomen. Dengan menggunakan Nasional Trauma Data Bank,
Grimsby et al. mengulas data cedera ginjal anak untuk menentukan mekanisme cedera dan kelas,
demografi, perawatan, dan pengaturan perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak
ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata
adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Ginjal
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjara drenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan
manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih
Ukuran ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepar kanan yang besar. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
2
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis
majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis
minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus
pengumpul.
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
3
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus tersebut dan disaring sehingga terbentuk
filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran
yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang
masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
Vaskularisasi Ginjal
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.
4
Gambar 2. Vaskuarisasi Ginjal
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem
portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir
melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena
cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan
20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah
otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat
merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
Persarafan Ginjal
5
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyarin darah. Aliran darah
ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2
liter/hari.
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
6
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.
Laju mortalitas dan morbiditas trauma ginjal bervariasi tergantung dari beratnya
trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan rencana pengobatan
yang digunakan. Oleh karena itu, pilihan penanganan harus mempertimbangkan angka
mortalitas dan morbiditas. Secara keseluruhan, dengan tekhnik penanganan modern, laju
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak
pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal
(Purnomo, 2011).
2.3. ETIOLOGI
7
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk,
regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.
Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya dapat
dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian atas
atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan
trauma ginjal.
8
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya
pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ
organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan thrombosis.
2.4. PATOFISIOLOGI
itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya.
Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling
bawah sehingga terjadi konstitusi dan ruptur, fraktur iga atau fraktur prosesus transversus
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cedera dapat
tumpul (jatuh, cedera atletik, kecelakaan lalu lintas, akibat pukulan), dapat ditemukan
jejas pada daerah lumbal atau penetrasi (luka tembak, luka tusuk atau tikam) tampak
luka.
9
ginjal (batang pembuluh darah renal dan ureter) sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
Kondisi adanya penyakit pada ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal
Ginjal juga dapat rusak akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen sering
kali dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang sering kali
disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga. Walaupun sering
2.5.EPIDEMIOLOGI
Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10
Dengan menggunakan Nasional Trauma Data Bank, Grimsby et al. mengulas data cedera
ginjal anak untuk menentukan mekanisme cedera dan kelas, demografi, perawatan, dan
pengaturan perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada
kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah
13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari
pasien dirawat di rumah sakit anak. Meskipun sebagian besar anak-anak dirawat secara
10
konservatif di rumah sakit dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan
2.6. KLASIFIKASI
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi:
a. cedera minor.
b. cedera mayor.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal
dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupum
hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor
(derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% merupakan
cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011). Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan
11
12
Gambar 2.4. Klasifikasi trauma ginjal menurut AAST
itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan
cedera ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau
b. Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut.
13
d. Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.
f. Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton etal, 2014).
2.8. DIAGNOSIS
Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas, mengkontrol
perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka harus dilakukan evaluasi
lebih lanjut:
1994). Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat
dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk
14
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau
trauma tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada
pinggang, patah tulang iga bawah, atau distensi abdomen dapat dicurigai
Hematuria
spinosus vertebra.
2. Pemeriksaan Laboratorium
gross, sering terlihat tetapi tidak cukup sensitif dan spesifik untuk
1993). Tambahan pula, untuk trauma ginjal yang berat seperti robeknya
15
ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat
atau cedera pada organ lain. Pada luka tembus, setiap kecurigaan adalah
16
Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
makroskopik.
ini dilakukan untuk menerangkan kelainan pada ginjal, arteri dan vena
17
dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi
kontras yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal. Selain itu,
organ yang lain. Alat CT scan ini dapat mendeteksi kelainan dalam
d. Angiography
18
CT, MRI menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat
luas.
Grade I
yang abnormal
Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau
Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat
menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah
Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan diantara
parenkim ginjal
Grade II
Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke
Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
19
Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan
parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat
Grade III
Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi
shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat
Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis.
akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen
Grade IV
Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah
2.9. PENATALAKSANAAN
20
Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi cedera
lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma / cedera intra abdomen
maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi bedah. Jika
dahulu sebelum
Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan cara
insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah interior
vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior aorta;
merupakan landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain. Setelah
mngurangi blood loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan angka
nefrektomi, dari sekitar 56% menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah ini
diperlukan (20%) pada staging bedah cedera ginjal atau pada repair ginjal.
Tindakan konservatif ini ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
21
lingkar perut, penurunan kadar hemoglobin darah, hematokrit dan perubahan warna
Pasien trauma minor agar dianjurkan tirah baring sampai hematuria hilang. Infus
infeksi akibat hematoma perirenal atau urinoma (sebuah kista yang mengandung urin)
pasien harus dievaluasi dengan sering selama hari-hari pertama setelah cedera untuk
mendeteksi nyeri panggul dan abdominal, spasme otot, serta bengkak di panggul. Jika
Pasien dengan cedera major dapat ditangani secara konservatif, jika cedera tidak
terlalu parah. Jika kondisi pasien dan asal cederanya tidak dapat ditangani secara
B. OPERATIF
TRAUMA TUMPUL
(drainase), kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari
cedera ginjal). Penilaian staging cedera pra bedah harus dilakukan secara
22
LUKA TUSUK/TEMBUS
Delapan puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang
23
relatif. Indikasi relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable tissue,
2) debridement,
3) hemostasis,
24
2.10. KOMPLIKASI
A. KOMPLIKASI AWAL
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera ginjal.
Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan hematokrit, ukuran
dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti pada 80-85% kasus.
Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross hematuri hebat mungkin
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro peritoneal
yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan dapat terjadi
pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi menunjukkan
adanya inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang mengakibatkan nyeri tekan
B. KOMPLIKASI LANJUT
urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang ada tidak menyebabkan
menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 - 4 minggu
pasca trauma.
2.11. PROGNOSIS
25
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab dan
komplikasi.
Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis baik.
Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat mendeteksi adanya
26
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Usia : 20 tahun
No RM : 267352
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Hindu
Suku : Bali
II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada buah zakar,
nyeri dirasakan sejak 3 hari sebelum MRS. Keluhan awalnya dirasakan nyeri seperti
tertusuk benda tajam dan disertai seperti rasa terbakar dan panas pada buah zakar kiri.
Sehari setelah nyeri, buah zakar bengkak dan kemerahan. pasien tidak mengeluh sering
buang air kecil namum sedikit kesusahan jika BAB, BAK dalam batas normal, BAB
dalam batas normal. Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh demam. Tidak ada riwayat
27
• Riwayat pengobatan : (-)
Hipertensi : (-)
Jantung : (-)
Asma : (-)
Hipertensi : (-)
Jantung : (-)
Asma : (-)
STATUS PRESENT
c. Tanda vital
- Suhu : 37,4oC
STATUS GENERAL
Kepala : Normocephal
28
Mata :Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
Thorax
Paru-paru :
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru, wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
Jantung :
29
Abdomen :
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+) pada pinggang sampai perut bagian kanan
- Ekstremitas
STATUS LOKALIS
30
HCT 43.1 35.0 :55.0
Kejernihan Jernih
Ph 6
Protein Negatif
Eritrosit 0-1
Leukosit Banyak
Bakteri Positif
V. DIAGNOSIS KERJA
Orchiepididimitis sinistra
VI. PENATALAKSANAAN
- MRS
31
KU : tampak sakit - Banyak minum air putih
sedang
scrotum sinistra:
edema (+),
hiperemis (+),
scrotum sinistra:
edema (+),
hiperemis (+),
32
sedang - Banyak minum air putih
berkurang, Ph : 6.5
berkurang.
berkurang, genitalia
hiperemis (+),
berkurang.
33
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011. From:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
34
2. Mansjoer, Arif, dkk (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EGC: Jakarta.
3. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score in
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
4. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II.
EGC : Jakarta.
5. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
35