Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh
bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis
eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini
menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel
skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk
melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut
adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides
(11%).1 Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga
bagian luar.
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat
menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga
terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis
eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum
disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur.
Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang
pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak
tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca
(1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan.
Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel
dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk
(1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat
menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik.
1.2 SKENARIO
1.3 TERMINOLOGI
1.4 PERMASALAHAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI SISTEM PENDENGARAN


Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran
timpani.
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah
liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua
pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan
cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan
menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah terbagi atas
tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas membran
timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani
dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani.
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang
pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar.
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,
mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar energi suara yang
masuk dibatasi.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga
luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi
melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang
pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke
dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi energi dan
kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai
130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan muncul
pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral dengan sisi
homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea, efektif pada frekuensi
kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan
demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik terhadap
intensitas maupun frekuensi (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills JH et al, 1997;
Wright A, 1997).
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam
terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang kompleks.
Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami
pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua
bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan
ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan
salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan
kohlea.
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran
panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap ke meatus
akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat dua cekungan yaitu
spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical recess
terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus endolimfatikus ke
fossa kranii posterior diluar duramater.
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada ujung
bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa serabut saraf
kohlea kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan
lateral menembus dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada
fundus meatus akustikus internus. Di dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke
kanalis semisirkularis dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli
kohlea.

Gambar Anatomi Telinga Dalam


Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan
lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua pertiga
lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar
0,8 mm. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang
berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masing-masing
ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak dibawah dekat lantai
vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai ampulla bertemu dan
bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior bagian
tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit
dibawah cruss communis
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu bidang
miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang horizontal bila orang
berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini sehingga kanalis superior sisi
telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga kanan demikian pula dengan
kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35
mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala
vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Skala
media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina
spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l dan
Na+ 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan
berkurang secara perlahan dari basal ke apeks.

Gambar kohklea
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian basal dan
melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa komponen
penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters,
Hensens, Claudius, membran tektoria dan lamina retikularis.
Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang
terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel
rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang
berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000 berperan dalam merubah
hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.

Gambar Organ Corti


Vaskularisasi telinga dalam
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus
akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis
yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior
memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi
cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus,
sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi
ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan
mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari modiolus.
Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus
petrosus superior dan inferior.
Persarafan telinga dalam
N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular,
didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis dan masuk batang
otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N.Kohlearis
dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus.
Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis dengan ganglion spiralis corti
terletak di modiolus.).
2.2 FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN

Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah membran
tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting tersebut sangat
berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat
penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat
stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia
terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang
lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong
gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal
ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan
mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.
Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang
terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea mikrofonik, berupa
perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit pembesaran
gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar.
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo
maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak
gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus
berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks.
Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian
apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun
bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam
puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi
tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier.

Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar,
lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada
membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran.

2.3 OTITIS MEDIA AKUT

2.3.1 Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
2.3.2 Epidemiologi

2.3.3 Etiologi
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.4,5
Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan
pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri.
Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti
oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada
OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus
yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun
saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama
aliran lendir. Anak lebih mudah terserang otitis media

2.3.4 Patofisiologi

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga


kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran
napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius.1 Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar
saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika
lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus).
Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa
nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya. Sebagaimana halnya dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu
penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami
setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari
mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut
otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
2.3.5 Gejala klinis

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa
telinga tengah :
a) Stadium oklusi tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam


telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat
dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

b) Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh


membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

c) Stadium supurasi

Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat
pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit,
nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila
tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis
mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.

d) Stadium perforasi

Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan
turun, dan dapat tidur nyenyak.

e) Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali.
Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya
tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa
pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif
subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau
hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik
(OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa
perforasi.
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada
orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau
kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah
suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang
sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan
anak tertidur.
2.3.6 Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut


a) Penyakitnya muncul mendadak (akut)
b) Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
menggembungnya gendang telinga
terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
cairan yang keluar dari telinga
c) Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut:
kemerahan pada gendang telinga

nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal


Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). 6
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun
umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga
dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun
timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan
intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi
respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi Berdasarkan Stadium
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 %
untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak
diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan
bila penyebabnya kuman.
Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani
sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis
Penatalaksanaan Farmakologi
Antibiotik
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar
80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik
dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan. American Academy
of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus
segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan

< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi jika


gejala ringan

2 thn Antibiotik jika gejala berat;Observasi


observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang
berat atau demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis
meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up
harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini. Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama
pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian
besar anak adalah amoxicillin.
a) Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan
pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80
mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang
dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di
daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
b) WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500
mg.
c) AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan
hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari
hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
d) Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. 6
Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit
lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini
dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
a) Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian
amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari
atau kembali muncul dalam 14 hari.
b) Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin
seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
c) Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.
d) Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak
membaik dengan amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan
yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga
azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat
membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri
normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh
terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan
indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada
anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat. Pada usia enam tahun
ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik
adalah 3-7 hari atau lima hari. Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak adanya
perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari
tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu
pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan
resistensi bakteri.
Analgesia/pereda nyeri
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri
(analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti
paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan
ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan
seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.
Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan
tidak memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan
cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-
kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi. 4
Cairan yang keluar harus dikultur.
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA
tidak memiliki bukti yang cukup.
2.3.8 Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
o pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,
o pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
o penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
o dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
o Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.
2.4 MASTOIDITIS

2.4.1 Definisi
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari
kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat
menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan
terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan
pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar.
Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses
superiosteum
2.4.2 Epidemiologi

2.4.3 Etiologi
Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:

Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah


mengumpul di sel-sel udara mastoid Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah
otitis media akut Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain: Klien
imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya.
Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu
streptococcus pnemonieae. Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus hemolytikus
(60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus viridians, H.
Influenza.
2.4.4 Patofisiologi
Mastoiditis umumnya disebabkan oleh Infeksi oleh streptococcus (60%),
pneumococcus (30%), staphylococcus aureus/albus, s. viridians, H. influezae. Bakteri
ini menyerang telinga bagian luar kemudian menjalar ke cavum tympani. Cavum
tympani mengalami peradangan. Eksudat mulai terakumulasi. Kemudian infeksi
menjalar ke tulang mastoid, mastoid menjadi meradang. Peradangan mastoid ini bisa
menjadi 4 macam yaitu jenis I yaitu mastoiditis disertai nanah dan jaringan granulasi,
jenis II mastoiditis dan kolesteatom, mastoiditis campuran (campuran jenis 1 dan 2),
Mastoiditis yang sklerotik. Bila mastoiditis ini terus berlanjut maka akumulasi
eksudat dan nanah semakin meningkat, kemudian dapat menimbulkan edema dan
ulserasi dibeberapa tempat. Akibat selanjutnya eksudat dan nanah menekan pembuluh
darah dan penekanan ini menyebabkan nekrosis dan granulasi ruang abses. Tulang
bagian dalam juga bisa mengalami peradangan (osteitis). Peningkatan akumulasi
eksudat di telinga bagian dalam. Eksudat bercampur nanah mencoba mencari jalan
keluar. Komplikasi selanjutnya abses subperiosteum.

2.4.5 Gejala klinis


Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis
antara lain:
Demam biasanya hilang dan timbul. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut,
terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran. Membran timpani
menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).Dinding posterior
kanalis menggantung. Pembengkakan postaurikula. Temuan radiologis yaitu adanya
apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal
sel-sel tersebut. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
2.4.6 Diagnosis

2.4.7 Penatalaksanaan
Terapi: Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per
oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus -
hemoliticus atau Pneumococcus.
H .influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur dan hasil
resistensi.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi
diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama
beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang
dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles
dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran.
Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak
menyebar ke bagian yang lain. Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan
yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari
struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi mastoiditis
meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf
kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah
sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-
olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi
vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka
infeksi
- Mastoidektomi
Mastoidektomi Sederhana: Masteidoktomi sederhana adalah tindakan
membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang
jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak,
menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat.
Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel
mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di tegmen
mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada
mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan
mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan
patologik dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel
pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuan
2.4.8 Komplikasi
2.4.9 Prognosis
2.5 OTITIS EKSTERNA
2.5.1 Definisi

Otitis eksterna adalah inflamasi atau radang pada canalis auditoris eksterna
yang dapat mengenai pinna, jaringan lunak periaurikula dan dapat juga mengenai
tulang temporal. Otitis eksterna juga dapat diartikan sebagai radang liang telinga akut
dan kronis yang dapat disebabkan oleh bakteri. Di klinik sukar sekali dibedakan
peradangan yang disebabkan oleh penyebab lain seperti jamur, alergi atau virus
karena sering kali timbul bersama-sama

2.5.2 Epidemiologi

2.5.3 Etiologi
Pada umumnya penyebab dari otitis eksterna adalah infeksi bakteri seperti
Staphyilococcus aureus, Staphylococcus albus, E. colli. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh penyebaran yang luas dari proses dermatologis yang non-infeksius
2.5.4 Patofisiologi
Otitis eksterna adalah penyakit yang sering diderita oleh semua orang. Otitis eksterna
seringkali ditunjukkan adanya infeksi bakteri akut dari kulit canalis auricularis tapi juga dapat
disebabkan adanya infeksi jamur. Adanya lekukan pada liang telinga dan adanya kelembaban
dapat menyebabkan laserasi dari kulit dan merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan
bakteri. Hal ini sering terjadi setelah berenang dan mandi. Otitis eksterna ini sering terjadi
jika suasana panas dan lembab.
Faktor lain yang dapat menyebabkan otitis eksterna adalah adanya trauma pada liang
telinga yang diikuti invasi bakteri kedalam kulit yang rusak trauma ini sering terjadi akibat
dari pembersihan liang teling dengan cotton bud ataupun alat lain yang dimasukkan ke dalam
telinga. Selain itu masuknya air atau bahan iritan atau hair spray atau cat rambut dapat
menyebabkan otitis eksterna.
Sebagai akibatnya terjadi respon inflamasi, edema dan pembengkakan liang telinga
yang akan menyebabkan visualisasi menbran timpani terganggu. Eksudat dan pus dapat
terproduksi di liang telinga. Pada keadaan yang berat, infeksi dapat meluas pada wajah dan
leher. Kuman pathogen yang sering kali menyebabkan otitis eksterna adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif lainnya. Meskipun demikian,
jamur, seperti Candida atau Aspergilus sp dapat menyebabkan otitis eksterna.
Hal ini terjadi karena adanya penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen yang
menumpuk didaerah dekat gendang telinaga menyembabkan penimbunan air yang masuk ke
liang telinga ketika mandi atau berenang sehingga kulit pada liang telinga basah dan lembut.
Otitis eksterna maligna merupakan komplikasi dari otitis eksterna yang terjadi pada
pasien yang mengalami imunocompresi atau pasien yang mendapatkan radioterapi pada
tulang kepala. Pada kondisi ini bakteri akan meninvasi jaringan lunak yang dalam dan
menyebabkan oeteomielitis pada os temporal.
2.5.5 Gejala klinis
Pasien dengan otitis eksterna biasanya mengeluh adanya nyeri telinga (otalgia) dari
yang sedang sampai berat, berkurangnya atau hilangnya pendengaran, tinnitus atau dengung,
demam, discharge yang keluar dari telinga, gatal-gatal (khususnya pada infeksi jamur atau
otitis eksterna kronik), rasa nyeri yang sangat berat (biasanya pada pasien yang
imunocompopromais, diabetes, otitis eksterna maligna). Selain itu juga ditemukan adanya
tanda nyeri tekan pada tragus.
Pada keadaan yang berat, penderita sering mengeluh sakit pada saat mengunyah atau
membuka mulut.
2.5.6 Klasifikasi
Otitis Eksterna Akut
Terdapat 2 kemungkinan otitis eksterna akut yaitu otitis eksterna sirkumskripta dan
otitis eksterna difus.
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit
seperti folikel rambut, kalenjar sebasea dan kalenjar serumen maka di tempat itu dapat
terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebabnya
biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus.
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya,
sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga
timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu
terdapat juga gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga.
Terapinya tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotika
dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitrasin atau antiseptic (asam asetat 2-
5% dalam alcohol 2%). Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan incise kemudian
dipasang drain untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan obat
simtomatik seperti analgetik dan obat penenang.
Otitis Eksterna Difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang
telinga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan tidak jelas
batasnya serta terdapat furunkel. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada
otitis media supuratif kronis.
Gejalanya sama dengan otitis eksterna sirkumskripta. Kadang-kadang terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti sekret yang
ke luar dari cavum timpani pada otitis media. Pengobatannya ialah dengan
memasukkan tampon tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya
terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang
diperlukan antibiotika sistemik.
2.5.7 Diagnosis

2.5.8 Penatalaksanaan
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul)
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di
liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di
liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes.
Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari
ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila
mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang
telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau
abses pada 1/3 luar liang telinga.
Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta :
Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10%
ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan
insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.
Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat.
Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-
anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.
Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa).
Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu
adanya penyakit diabetes melitus.
Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi
bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya
yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat
hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul).
Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul).
Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir
(musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan kita
temukan pada kasus otitis media.
Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang
mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat
dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik.
2.5.9 Komplikasi
2.5.10 Prognosis
BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring dengan
Salep.Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut. Available from :
www.usudigitallibrary.com. Accessed : 25-06-2014
Carr, MM. 2000. Otitis Eksterna. Available from : http://www.
icarus.med.utoronto.ea/carr/manual/otitisexterna. httm. Accessed :24-06-2014
Kotton, C. 2004. Otitis Eksterna. Available from : http:sav-ondrugs.
com/shop/templates/encyclopedia/ ENCY/ artcle/000622. asp. Accessed : 24-06-2014
Anonim., (2003)., Otitis Eksterna., www.medicastore.com.
Boies. L.R., (1997)., Penyakit Telinga Luar., dalam Ilmu Ajar Penyakit THT., Penerbit
Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 73-87.
Sander. R., (2001)., Otitis Externa : A Practical Guide to Treatment and Prevention.,
www.google.com.
Soetirto. I. dkk., (2001)., Gangguan Pendengaran (Tuli)., dalam Ilmu Ajar Penyakit
THT., Penerbit Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 9-21.
Sosialisman dan Helmi., (2001)., Kelainan Telinga Luar., Ilmu Ajar Penyakit THT.,
Penerbit Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 44-48.
Waitzmann., (2004)., Otitis Externa., www.emedicine.com.
Sosialisman & Helmi. 2001. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Suardana, W. dkk. 1992. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok RSUP Denpasar. Lab/UPF Telinga Hidung dan Tenggorok FK
Unud. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai