Anda di halaman 1dari 9

Neuroimaging dapat mengidentifikasi kondisi yang mungkin menjadi predisposisi meningitis bakteri;

Dengan demikian, hal ini ditunjukkan pada pasien yang memiliki bukti trauma kepala, infeksi sinus atau
mastoid, fraktur tengkorak, dan anomali kongenital. Selain itu, penelitian neuroimaging biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau komplikasi meningitis, seperti hidrosefalus, efusi
subdural, empiema, dan infark dan untuk menyingkirkan abses parenkim dan ventrikulitis.
Mengidentifikasi komplikasi serebral dini sangat penting, karena beberapa komplikasi, seperti
hidrosefalus simtomatik, empyema subdural, dan abses serebral, memerlukan intervensi neurosurgical
segera

Sinusitis frontal, empiema, dan pembentukan abses pada pasien dengan meningitis bakteri. Gambar
resonansi magnetik T1 berbobot kontras yang diperkuat kontras ini menunjukkan intensitas rendah
parenkim kanan kanan (edema), leptomeningitis (panah kepala), dan empyema subdural berbentuk
lentiform (panah).
Watershed dan infark lacunar pada pasien dengan meningitis bakteri. Pemindaian tomografi
computed action ini menunjukkan adanya infark saluran kencing frontoparietal kiri, ganglia
basal lacunar kanan, dan efusi subdural bilateral.

Ventrikulitis pada pasien dengan meningitis bakteri. Pemindaian tomografi terkontrol kontras ini
menunjukkan peningkatan ependymal.
Meningitis bakteri akut. Gambar resonansi magnetik T1 berbobot kontras yang diperkuat kontrasepsi ini
menunjukkan peningkatan leptomeningeal (panah).

meningitis bakteri akut. Pemindaian tomografi computed computed aksial ini menunjukkan
ventrikulomegali ringan dan penghilangan sullin.
Meningitis bakteri akut. Gambar resonansi magnetik T2 bertulang aksial ini hanya menunjukkan
ventrikulomegali ringan.
Meningitis bakteri akut. Gambar resonansi magnetik T1 berbobot kontras yang diperkuat kontrasepsi ini
menunjukkan peningkatan leptomeningeal (panah).

koasdaily

Pendahuluan

Infeksi pada sistem saraf pusat dan jaringan disekitarnya sering merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Prognosis sangat bergantung pada identifikasi yang cepat pada tempat dan
jenis patogen yang menyebabkan terjadinya inflamasi untuk pemberian terapi antimikrobial yang
efektif sedini mungkin. Sedangkan analisis dari cairan serebrospinal, biopsi dan analisis
laboratorium tetap menjadi standar emas untuk mengidentifikasi agen infeksi misalnya dalam
meningitis, neuroimaging sangat penting dalam menggambarkan dengan jelas lesi inflamasi otak
dan tulang belakang. Gambaran pola lesi yang khas sering memungkinkan diagnosis yang cepat
dan untuk keputusan terapi selanjutnya. Khususnya, neuroimaging memegang peranan penting
pada penyakit-penyakit oportunistik, tidak hanya dalam diagnosis , tetapi juga untuk pemantauan
respon terapi. Tinjauan berikut membahaspenemuan terkini dalam bidang neuroimaging infeksi
sistem saraf pusat seperti meningoensefalitis, ventrikulitis, dan infeksi medulla spinalis, baik
oleh virus maupun penyakit oportunistik pada sistem saraf pusat.

Meningitis

Dalam kasus dugaan meningitis bakteri dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan cranial
computed tomography (CT-Scan) direkomendasikan sebelum melakukan lumbal pungsi untuk
menghindari herniasi otak akibat edema serebri. Bagaimanapun, pengobatan antibiotik empiris
harus diberikan sebelum CT-Scan dan / atau lumbal pungsi dilakukan. Pada meningitis fase akut,
temuan pada CT-Scan sebagian besar normal. Contrast-enhanced CT-Scan dapat menunjukan
permulaan dari meningeal enhancement, yang kemudian menjadi lebih ditonjolkan pada tahap
akhir dari penyakit. Lesi pada parenkim tidak mudah terlihat pada gambaran CT-Scan , kecuali
pada area iskemia yang disebabkan oleh vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi yang
terjadi pada lebih 20% kasus (Gambar 1). CT-Scan sangat penting untuk mengetahui kelainan
dari basis cranii yang mungkin menjadi penyebab dan menentukan penanganan yang cepat dan
konsultasi bedah jika diperlukan. Sumber infeksi yang potensial diantaranya adalah fraktur sinus
paranasalis atau os petrosa serta infeksi telinga bagian dalam dan mastoiditis. CT venography
merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk mendiagnosis komplikasi trombosis dari sinus
transversus dan sagittal, yang mengharuskan pemberian terapi antikoagulasi dengan heparin
intravena. Pada stadium lanjut, rasa mengantuk yang persisten dan adanya tanda rangsang
meningeal harus dianggap sebagai indikasi dilakukannya CT-Scanulang untuk menyingkirkan
kemungkinan hidrosefalus resorptive. Jika drainase ventrikuler eksternal diperlukan,
pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk memeriksa ukuran ventrikel akan menentukan waktu
operasi berikutnya. Pada beberapa kasus, efusi subdural sering ditemukan, yang biasanya
sembuh secara spontan tanpa terapi intervensi yang spesifik. Gambaran parenkim yang abnormal
sebanding lurus dengan gejala neurologis akan memperburuk prognosisnya.1

Magnetic resonance imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam kasus
uncomplicated meningeal bakterialis. Pemeriksaan MRI membantu untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas pada parenkim otak. Terkadang perbaikan setelah pemberian gadolinium (Gd)-
DTPA pada pemeriksaan MRI bukan hanya pada jaringan otak dan medulla spinalis, namun juga
pada cairan serebrospinal, seperti yang dilaporkan dalam kasus spirochaetal
meningitis.2Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan magnetization transfer MRI
telah diusulkan sebagai pemeriksaan yang berguna dalam diagnosis meningitis tuberkulosis.
Visibilitas dari gambar meninges pada precontrast T1-weighted magnetization transfer dapat
dianggap sangat sugestif meningitis TB.3 Hal ini penting untuk memulai pengobatan
tuberculostatic sedini mungkin karena mortalitas dan morbiditasnya masih tinggi. Penelitian
terbaru mengatakanpemberian adjuvan dexametason untuk pengobatan meningitis tuberkulosis
pada remaja dan orang dewasa mampu menurunkan morbiditas tetapi tidak ada pencegahan
terhadap kecacatan.4

Pada kasus komplikasi dengan disertai kejang dan gejala-gejala fokal, MRI lebih unggul
dibandingan CT-Scan dalam menggambarkan lesi parenkim pada kasus meningoenchepalitis
atau komplikasi vaskulitis pada FLAIR sequences. Pada penyakit Lyme, multifocal
nonenhancing patchy lesions dapat dilihat pada T2 WI. Bersama dengan dugaan riwayat
penyakit dan kelainan patologis cairan serebrospinal, terapi intravena dengan ceftriaxone harus
segera diberikan selama 21 hari. Informasi tambahan dapat diperoleh dengan melakukan
pemeriksaan difussion-weighted imaging (DWI). Lesi inflamasi akut, termasuk ensefalitis,
cerebritis, dan tuberkulosisakan terlihat gambaran hiperintens. Neurocysticercosis akan terlihat
hipointense pada DWI. Diagnosis neurocysticercosis dapat ditegakkan dengan neuroimaging.
Open brain atau stereotaxic biopsy biasanya tidak diperlukan. Lesi biasanya sembuh dengan
pengobatan praziquantel atau albendazole. Gambaran toxoplasmosis bervariasi pada
pemeriksaan DWI. Terapi harus dilakukan sedini mungkin , dan respon terapi dimonitor dengan
pemeriksaan ulang setelah 4 minggu.

Beberapa patogen berpredileksi pada batang otakdan akan nampak pada pemeriksaan MRI.
Khususnya, pada pasien rhombencephalitis akibat listeria monositogen, perlu pemberian
antibiotik yang sesuai termasuk ampisilin.5 Neurobrucellosis menunjukangambaran yang
bervariasi, mulai dari yang normal hingga inflamasi non spesifik SSP dan nervus, atau
komplikasi vaskular.6 Pengobatan penyakit ini berupa terapi empiris.

Komplikasi vaskular harus dicurigai pada pasien dengan perburukankondisi yang cepat
walaupun telah mendapat terapi. Pada kasus ini, sensitivitas DWI lebih tinggi dibandingkan MRI
konvensional dalam menggambarkan defisit minimal pada korteks atau infark pada substansia
alba yang dalam akibat vaskulitis sepsis. Magnetic Resonance Angiography (MRA) mampu
menyingkirkan atau menegakkan diagnosis vaskulitis yang akan membantu klinisis memutuskan
penggunaan terapi steroid dosis tinggi. Penelitian terbaru juga menganjurkan penggunaan steroid
tambahan padadiagnosis meningitis bakteri sebelum terapi antibiotik karena hasilnya lebih baik
tanpa meningkatkan resiko pendarahan gastrointestinal.7

Ventrikulitis piogenik adalah infeksi intrakranial yang jarang terjadi namun sangat berat yang
membutuhkan diagnosis dan terapi yang cepat karena tingkat mortalitas yang tinggi.
Neuroimaging merupakan satu-satunya alat yang dipercaya untuk mendiagnosis penyakit yang
mengancam jiwa ini. MRI FLAIR lebih sensitif dengan menggambarkan periventrikuler,
kelainan ependimal dan dalam beberapa kasuspial atau kelainan dura-arachnoid. Debris yang
ireguler pada intraventrikuler merupakan gambaran yang spesifik. MRI sangat diperlukan dalam
diagnosis ruptur intraventrikular akibat abses piogenik.8Terapi antibiotik intravena dosis tinggi
harus diberikan selama beberapa minggu. Pada kasus yang terjadi perburukan walaupun telah
diberikan terapi antibiotik intravena, pemberian intraventricular melalui reservoir Ommaya harus
dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai