Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka
Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup dan
450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini berarti 99%
dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari negara
berkembang.1,2
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat AKI
sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000 kelahiran
hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand, 380/100.000 kelahiran
hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.1,2
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada tahun
2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya
dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan
proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir
abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan
dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1,2
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan
berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok.
Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1

1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Kejadian kehamilan ektopik tidak
sama di antara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian
salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di
RSU Dr.Pirngadi Medan selama periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus
kehamilan ektopik terganggu, 14 pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi
kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41 kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan
Baru Periode 1 Januari 2003-31 Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan
ektopik terganggu diantara 7.498 kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode
1999-2006 terdapat 103 kasus kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth
Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang
ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebh lanjut mengenai kehamilan
ektopik terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi
dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang
masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik
yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya
kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri.5
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4

2.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif
mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET
cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat
diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga
semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen
dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian
kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi,
seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi
kehamilan ektopik.1

3
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih
banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan
keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang
berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di
Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.1

2.3 Faktor resiko


Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang kuat
antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat migrasi sel
telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan pada tuba
falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan ektopik, dan
operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya. Mekanisme
patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin menjadi
penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan infertilitas
atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi oral,
keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6

Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:


Riwayat Kehamilan Jelek

4
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik
adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien
pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan
kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang
serupa. 1
Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi
akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang
menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan
untuk memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya
keputihan yang bersifat fisiologis. 1
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin
adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12
kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi
2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden
yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi
menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya
yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah
ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor
pil kombinasi. 1

5
Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang
gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum
sebagai factor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1

2.4 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan
:
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi
kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder

6
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

2.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudia akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba
bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah,
maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila

7
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan
yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-iruan
(hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium
tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.3

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba telah
menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang

8
ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus dapat
terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang
diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila
besar dapat diubah menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan
abdominal sekunder. 3

Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

9
2.6 Jenis Kehamilan ektopik
1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi
akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan
isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada. 3

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-
40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang
membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3

3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3

10
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang
melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena
perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak
perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin
dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin
cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini
merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas

11
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3

2.7 Gambaran Klinik


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang
tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang
teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau
hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang
sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang
keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat,
meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang
banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang
banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga

12
dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian
janin terjadi sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks
uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

2.8 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan
perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8

Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1

Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1

13
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5

Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.5

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

14
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

15
2.9 Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Abortus
2. Infeksi pelvik
2.10Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan
prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi
segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi
ruptur pada tuba. 4

1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar
melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba
yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari
dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup
besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk
kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan
sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu,
hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang
ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan

16
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih
jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti
dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa
ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4

3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang

17
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum. 4

4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan
sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis
yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan
perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,
alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum

18
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada
sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
2
50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau
evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat
dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya,
2
maka diberikan MTX 50 mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993
melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis
tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat
meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat).
Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan
kehamilan lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan
metotreksat dosis tunggal)
Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
hemodinamik stabil
Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan
diagnosis laparoskopi
Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa

19
depan tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba
dari tuba kontra-lateral)
Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan
Pasien dapat diandalkan dan bersedia untuk kembali controL
Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
Serum -hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Dw
Umur : 25 Tahun
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Demulih
Nama Suami : Tn. G
Tanggal MRS : 23 September 2016 (21.05 wita)

3.2 ANAMNESA

Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK IGD RSU Bangli dengan keluhan nyeri hebat yang
pada awalnya diperut bagian kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, kemudian rasa sakit menjadi menyeluruh di seluruh bagian
bawah perut.
Pasien juga mengeluh lemas disertai dengan rasa pusing. Riwayat trauma
pada bagian perut disangkal. Selama 1 bulan terakhir pasien juga merasakan
mual dan muntah. BAB dan BAK seperti biasa dan tidak ada keluhan
demam.
Pasien mengaku sempat tes kehamilan di bidan sebanyak 1x, PPtest (+) dan
Spesialis kandungan sebanyak 1x. Hari pertama haid terakhir pasien pada
tanggal 8 Juli 2016.

21
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 15 tahun, dengan
siklus menstruasi 30 hari. Lamanya menstruasi 4-5 hari dengan volume
50cc. Hari pertama haid terakhir pada tanggal 8 Juli 2016 dengan taksiran
persalinan tanggal 15 April 2017.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang, lama menikah 4 tahun, usia
saat menikah 19 tahun.

Riwayat Obstetri
I. Hamil saat ini

Riwayat Antenatal Care (ANC)


Pasien melakukan antenatal care sebanyak 1 kali di bidan, dan melakukan
pemeriksaan kandungan dengan USG di dokter spesialis kandungan
sebanyak 1 kali.

Riwayat Kontrasepsi

Pasien mengatakan sebelumnya tidak menggunakan kontrasepsi apapun.

Riwayah Penyakit Terdahulu

Riwayat asma, tekanan darah tinggi, dan kencing manis di sangkal oleh
pasien, pasien juga tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.

22
Riwayah Penyakit Keluarga

Riwayat asma, tekanan darah tinggi, dan kencing manis di sangkal oleh
pasien, pasien juga tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.

Riwayat Sosial

Riwayat merokok dan alcohol di sangkal pasien, dan suami pasien bukan
perokok dan peminum alkohol.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
KESADARAN : Compos Mentis
E4V5M6
TANDA VITAL
TEKANAN DARAH : 90/70 mmHg
NADI : 78x/menit
RR : 20x/menit
SUHU : 36,2 C
BERAT BADAN : 50 kg
TINGGI BADAN : 158 cm
BMI : 20,32 kg/m2
STATUS GENERAL
MATA : Anemis (+/+), icterus (-/-)
THT : T1/T1
THORAX COR : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
PULMO : Vaskular (+/+), ronchi (-/-)
MAMAE : dbn
ABDOMEN : NT (+) bawah, Distensi (+)
EKSTREMITAS : Hangat (+/+), Edema (-/-)

23
Status Obstetric
Inspeksi : Perut datar.
Auskultasi : Bising usus (+) menurun.
Palpasi : Nyeri tekan (+). Tinggi fundus uteri tidak teraba.
Perkusi : Nyeri ketok (-).
Genitalia eksterna : Perdarahan Pervaginam (-)

Status Ginekologi
Vagina Toucher : Vulva/Vagina normal, flour (-), fluksus (-), porsio
mencucu, nyeri goyang porsio (+), Cavum douglas
menonjol, stolsel(-), jaringan (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
DARAH LENGKAP (23 09 16) 21.05 WITA
WBC : (30,3)L 103/
RBC : (3,00)L 106/
HGB : (9,1)L g/dL
PLT : (348) 103/
BT : 130 (1-4 menit)
CT : 800 (3-15 menit)

KIMIA DARAH LENGKAP (23 09 16)


Glukosa Sewaktu : 210 75 - 111
ALT : 15 0 - 47
AST : 26 0 - 40
Creatinin : 0,82 0,5 - 1,1
Urea Uv : 13 10 - 15

URIN Lengkap (23 09 16)


Test Kehamilan PPT : Positif

24
3.5 Diagnosis kerja sementara di ruangan
G1P0000 UK 11-12 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu+Anemia Ringan

3.6 PENATALAKSANAAN
Pdx : DL, UL, BT-CT, GDS, Bun-SC, SGOT, SGPT
Tx :
- IVFD RL Loading 1 liter
- Cefotaxime 2 x 1 gr IV
- Ondansetron 3 x 4 mg IV
- Ranitidin 2 x 50 mg IV
- Pro Laparatomi (cito)
Mx : Obs. keluhan, tanda vital sign, pengeluaran pervaginam

KIE :

- Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini untuk


kemungkinan menjalani operasi terkait penyakitnya

3.7 Observasi di VK Ponek

WAKTU OBSERVASI

23-09-2016 Pasien mengeluh nyeri perut hebat bagian bawah, Test


22.50 kehamilan positif.
Tanda vital :
TD : 100/70 mmhg, N: 78x/menit, RR : 20x/menit,T:
36,5oC
Anemis (+/+)
Pemeriksaan fisik ;
Fundus uteri & Ballottement sulit dievaluasi, nyeri tekan +
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada
pembukaan, nyeri goyang portio (+),perdarahan aktif (-)

25
Pemeriksaan darah lengkap 23-09-016 23.00
WBC : (27,7)L 103/
RBC : (2,51)L 106/
HGB : (7,7)L g/dL
PLT : (254) 103/

Lapor dr. Sp. OG, advis :


- IVFD RL Loading 1 liter
- Cefotaxime 2 x 1 gr IV
- Ondansetron 3 x 4 mg IV
- Ranitidin 2 x 50 mg IV
- Pro Laparatomi (cito)

Lapor dr. Sp.OG: laparotomi cito

24-09-2017 Dilakukan laparotomi cito di IBS


01.30 -03.00

26
3.8 Laporan Operasi

Diagnosis Pre operasi G1P0000 UK 11-12 minggu T/H + KET

Diagnosis Post operasi Kehamilan Tuba Dextra

Tanggal Jam operasi dimulai Jam operasi selesai


24/09/2016 01.30 03.00

Tindakan /macam operasi Salpingektomy Dekstra

Terapi post-Operasi
IVFD RL 28 tpm
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv
Asam Tranexamat 3 x 1 ampul iv
Transfusi PRC HB > 8 g/dL
Drip Tramadol 1 ampul dalam RL/8jam
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv
Mobilisasi bertahap
ICU
Cek Hb post op

FOLLOW UP RUANGAN
Waktu/ Follow Up Planning
Tanggal
24/09/2016 Keadaan umum : Baik IVFD RL 28 tpm
(Hari ke-1 Kesadaran : Compos mentis Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv
post Tanda-tanda vital: Asam Tranexamat 3 x 1 ampul
laparatomy TD = 100/60 mmHG iv
o/k KET ) RR : 20 x/I Transfusi PRC HB > 8 g/dL
ICU N = 102 x/i Drip Tramadol 1 ampul dalam
T : 36,8 C RL/8jam
Luka tampak masih basah Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv

27
Bising Usus (+) kesan normal) Mobilisasi bertahap
Perdarahan lewat jalan lahir sedikit
BAK : per kateter 1000 cc /14 jam Pemeriksaan Darah lengkap
BAB : (-) 24-09-2016 23.00
Keluhan: nyeri luka operasi WBC : (25,9)L 103/
RBC : (3,06)L 106/
HGB : (9,2) L g/dL
PLT : (206) 103/

25/09/2016 Keadaan umum : Baik Infus RL 28 tpm


(Hari ke-2 Kesadaran : Compos mentis Cefotaxime 2 x 1 gram IV
post Tanda-tanda vital: Asam Tranexamat 3x500 IV
operasi) TD = 110/70 mmHG Paracetamol 3 x 500 mg PO
Kenanga RR = 20x
N = 120x
T : 36,7 oC
Luka masih basah
BAK : per kateter 1900 cc / 24 jam
Pemeriksaan Darah lengkap
BAB : (-)
24-09-2016 23.00
Keluhan: nyeri luka operasi
WBC : (14,7)L 103/
RBC : (3,08)L 106/
HGB : (9,3)L g/dL
PLT : (197) 103/

26/09/2016 Keadaan umum : Baik Aff venflon


(Hari ke-3 Kesadaran : Compos mentis Ganti perban
post Tanda-tanda vital: Boleh pulang
operasi) TD = 120/80 mmHG Obat pulang:
RR : 20 x/I Cefadroxyl tablet 3 x 500 mg
N = 76 x/i Paracetamol tab 3 x 500 mg

28
T : 36,8 C Vit K 3 x 1
Luka kering
BAK : normal
BAB : (+)
Keluhan : tidak ada

29
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa
Teori Kasus
Definisi Terjadi implantasi pada omentum
Kehamilan ektopik terganggu : yang berasal dari fimbriae tuba uterina
Suatu keadaan dimana implantasi hasil dekstra
konsepsi terjadi diluar cavum
endometrium
Trisemester pertama
Faktor Resiko :
- kerusakan dan disfungsi tuba,
riwayat operasi, riwayat
sterilisasi, riwayat infeksi,
riwayat penggunaan hormon
progesterone dan AKDR.
- Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
- Umur tua
- perokok

Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini kurang begitu jelas.

Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
Amenorea Amenorea
Nyeri perut bawah bersifat tajam, Nyeri perut bawah kanan,
hampir diseluruh regio. menjalar,ke pinggang dan paha
Perdarahan pervaginam Mual-muntah

30
Darah berwarna coklat/kehitaman
Keluhan gastrointestinal
Nyeri saat menarik nafas dan sesak
Pusing

Pada anamnesis pasien ini amenorea, nyeri hebat pada perut bagian bawah
yang menjalar hingga pinggang dan paha. Serta keluhan gastrointestinal yaitu
adanya mual dan muntah.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :
Anemis Anemis (+), Hb : 9,0
Nyeri tekan abdomen Nyeri tekan abdomen
Uterus membesar Tinggi fundus sulit dievaluasi
VT : nyeri goyang porsio (+), VT : vulvovagina normal, tidak ada
forniks posterior menonjol dan pembukaan, nyeri goyang portio
nyeri pada penekanan. (+), cavum doglas menonjol, nyeri
tekan forniks posterior (+)

Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik
terganggu.

31
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang :
Darah Lengkap Darah lengkap Hb: 9.0, HCT
Test kehamilan :30,2 %, leukosit : 9.400, trombosit
HCG- : 315.000
USG Test kehamilan : (+)
Dilatasi /kerokan
Kuldosintesis
Laparoskopi

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan


ektopik pasien ini adalah adanya penurunan Hb dan tes kehamilan positif
4.4 Penatalaksanaan

Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan Dilakukan pembedahan yaitu
Laparotomi laparotomi dengan pengeluaran massa
2) Medikamentosa konsepsi pada omentum dan
Methotrexate membiarkan massa konsepsi pada
colon serta salpingooforektomi dekstra

Medikamentosa tidak dilakukan,


kondisi pasien tidak sesuai kriteria.
Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi KET
yang sesuai yaitu pembedahan.

32
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab

kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering

mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).

Pasien Ny.Dw 25 tahun datang dengan keluhan nyeri hebat pada perut

bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di tegakkan diagnosis Kehamilan

Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan Laparotomi. Pasien dipulangkan

dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara umum,

alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novaks Text Book of Gynecology. 3rd

Edition. Balltimore, Hongkong, London, Sydney: William & Wilkins. 2010;

883-05.

2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in Williams Obstetry

23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.

3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:

Yayasan Bina Pustaka. 2009.

4. Kun KY, Wong PY, Ho MW, Tai CW, Ng TK. Abdominal pregnancy presenting as a

missed abortion at 16 weeks gestation. HKMJ 2000; 6 ( 4):

5. 425-27Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta

Pusat: Yayasan Bina Pustaka. 2009.

6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert

Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American

College of Obstetricians and Gynecologist. 2006

7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of

Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih

University of Ankara. 2004

34
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.

Jakarta: EGC. 2000.

9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006

10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

35

Anda mungkin juga menyukai