Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (ELIMINASI URINE)

Faizatuddiniyah
5022031039

PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS
FALETEHAN SERANG TAHUN
2022/2023
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (ELIMINASI
URINE)

A. Konsep Dasar Kebutuhan Manusia Eliminasi Urine


1. Definisi Eliminasi Urin
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau feses. Eliminasi urine adalah proses pembuangan atau
pengeluaran sisa metabolisme berupa urine yang berasal dari saluran
pencernaan melalui uretra.

B. Fisiologi Buang Air Kecil (BAK)/Miksi


1. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi vertebra
posterior dengan peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian
dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra
lumbalis ke-3.

Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan
karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7
cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak
dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang
kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
2. Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang
memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa.
Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung
kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya
steril.
3. Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar, yaitu badan (corpus) yang merupakan bagian utama kandung
kemih dimana urin berkumpul dan leher (kollum), merupakan lanjutan dari
badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke
dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian
yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior
karena hubungannya dengan uretra

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya


meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke
sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh
otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi
kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum.
Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang
membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter
memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat
memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor
dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung
kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah
besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat
tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra
posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah
pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung
kemih meningkat di atas ambang kritis.Setelah uretra posterior, uretra
berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot
yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot
lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya
terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali
sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan
miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih.
4. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra.
Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra.
5. Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan
dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus
pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat
sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan
terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang
menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada
dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting
adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang
mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung kemih
juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus
hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis.
Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf
sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam
menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.

Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih. Urin mengalir
dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis
dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang
ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus
intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.

Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih
menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya,
ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding
kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung
kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan
tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung
kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam
kandung kemih.

Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung


kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama
berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna.
Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali
kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat
meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula
renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
6. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga
menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan
arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari
ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk
mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang
ureternya tersumbat.

Fisiologi Miksi Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses


eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini
terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif
terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi BAK/Miksi


1. Jumlah Air yang Diminum
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila
banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah
sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing
akan terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang
diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga
pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna lebih kuning.
2. Jumlah Garam
Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah Supaya tekanan osmotik tetap,
semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin banyak.
3. Konsentrasi Hormon Insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin.
Kasus ini terjadi pada orang yang menderita kencing manis.
4. Hormon Antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah
sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam
ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi
pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak
mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke dalam ginjal berkurang,
akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang terjadi akan
encer dan jumlahnya banyak.
5. Suhu Lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga
suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit
sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya
ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin banyak,
maka pengeluaran air kencing pun banyak.
6. Gejolak Emosi dan Stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan
meningkat sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada
saat orang berada dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan
berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air
kecil.
7. Minuman Alkohol dan Kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang
yang banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan
meningkat.

D. Proses Pembentukan Urine


Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk mengeluarkan zat sisa
metabolisme dalam bentuk urine. Proses pembentukan urine melalui tiga
tahapan yaitu melalui mekanisme filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
1. Filtrasi (penyaringan)
Proses pertama dalam pembentukan urine adalah proses filtrasi yaitu
proses perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke kapsula bowman
dengan menembus membrane filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga
bagian utama yaitu: sel endothelium glomerulus, membrane basiler, epitel
kapsula bowman. Di dalam glomerulus terjadi proses filtrasi sel-sel darah,
trombosit dan protein agar tidak ikut dikeluarkan oleh ginjal. Hasil
penyaringan di glomerulus akan menghasilkan urine primer yang memiliki
kandungan elektrolit, kritaloid, ion Cl, ion HCO3, garam-garam, glukosa,
natrium, kalium, dan asam amino. Setelah terbentuk urine primer maka
didalam urine tersebut tidak lagi mengandung sel-sel darah, plasma darah
dan sebagian besar protein karena sudah mengalami proses filtrasi di
glomerulus.
2. Reabsorpsi (Penyerapan kembali)
Reabsorpsi merupakan proses yang kedua setelah terjadi filtrasi di
glomerulus. Reabsorpsi merupakan proses perpindahan cairan dari tubulus
renalis menuju ke pembuluh darah yang mengelilinginya yaitu kapiler
peitubuler. Sel-el tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi zat-zat yang
terdapat pada urine primer dimana terjadi reabsorpsi tergantung dengan
kebutuhan. Zat-zat makanan yang terdapat di urine primer akan
direabsorpsi secara keseluruhan, sedangkan reabsorpsi garam-garam
anorganik direabsorpsi tergantung jumlah garam-garam anorganik di
dalam plasma darah. Proses reabsorpsi terjadi dibagian tubulus kontortus
proksimal yang nantinya akan dihasilkan urine sekunder setelah proses
reabsorpsi selesai. Proses reabsorpsi air di tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distal. Proses reabsorpsi akan terjadi penyaringan
asam amino, glukosa, asam asetoasetat, vitamin, garam-garam anorganik
dan air. Setelah pembentukan urine sekunder maka di dalam urine
sekunder sudah tidak memiliki kandungan zat-zat yang dibutuhkan oleh
tubuh lagi sehingga nantinya urine yang dibuang benar-benar memiliki
kandungan zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia.
3. Sekresi
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle
akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Urine sekunder akan
melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah
tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang
sesungguhnya. Urine ini akan mengalir dan berkumpul di tubulus
kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemudian bermuara ke rongga
ginjal.

E. Komposisi Urine
Komposisi urine yang paling utama adalah terdiri dari air, urine pada kondisi
normal umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam urat
dan ammonia yang merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat warna
empedu yang membuat warna urine kita menjadi kuning, bermacam-macam
garam / NaCl, dan terdapat beberapa zat yang beracun.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien : meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan identitas penanggung jawab.
2) Keluhan Utama (Alasan Dirawat Di Rumah Sakit) : Keluhan utama
adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada
saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan
utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif,
Quality, Regio, Skala, dan Time)
3) Riwayat Kesehatan Sekarang : kaji status kesehatan pasien saat
dilakukannya pengkajian.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu (Perawatan Di Rs Terakhir) : riwayat
kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun riwayat
dirawat di rumah sakit atau pembedahan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga : mengkaji riwayat kesehatan
keluarga untuk mengetahui apakah ada penyakit keturunan di
keluarga pasien.
6) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan : kaji persepsi pasien
terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau, alkohol, alergi,
dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau resep dokter.
7) Pola Nutrisi/Metabolisme : mengkaji diet khsusus yang diterapkan
pasien, perubahan BB, dan gambaran diet pasien dalam sehari
untuk mengetahui adanya konsumsi makanan yang mengganggu
eliminasi urin atau fekal.
8) Pola Eliminasi : kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta
masalah yang dialami. Ada atau tidaknya konstipasi, diare,
inkontinensia, retensi, dan gangguan lainnya. Kaji penggunaan alat
bantu.
9) Pola Aktivitas atau Olahraga : pola aktivitas terkait dengan
ketidakmampuan pasien yang disebabkan oleh kondisi kesehatan
tertentu atau penggunaan alat bantu yang mempengaruhi kebiasaan
eliminasi pasien.
10) Pola Istirahat Tidur : kebiasaan tidur pasien dan masalah yang
dialami
11) Pola Kognitif – Perseptif : kaji status mental pasien,
kemampuan bicara, ansietas, ketidaknyamanan, pendengaran dan
penglihatan.
12) Pola Peran Hubungan : kaji pekerjaan pasien, sistem pendukung,
ada/tidaknya masalah keluarga berkenaan dengan masalah di
rumah sakit.
13) Pola Seksualitas atau Reproduksi : kaji adanya masalah seksualitas
pasien.
14) Pola Koping – Toleransi Stres : keadaan emosi pasien, hal yang
dilakukan jika ada masalah, dan penggunaan obat untuk
menghilangkan stres.
15) Pola Keyakinan-Nilai : agama yang dianut pasien dan pengaruhnya
terhadap kehidupan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital: Suhu, tekanan darah, RR, Frekuensi Nafas.
2) Abdomen : Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi
bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
3) Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus,
keadaan atropi jaringan vagina.
4) Genetalia laki-laki : Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya
pembesaran skrotum.
5) Intake dan output cairan:
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
2. Pathway
Normalnya urin tersusun dari bahan organic & anorganik terlarut

Terjadinya presipitasi kristal

Membentuk inti baru

Mengadkan agresi dan menarik bahan-bahan lain menjadi kristal

Menempel disaluran kemih

Batu saluran kemih

Mengendapkan bahan lain sehingga batu menjadi lebih besar

Kristal menyebabkan obstruksi

GANGGUAN
ELIMINASI URIN

3. Analisa Data
No Data Etiiologi Masalah Keperawatan
1. Mayor Normalnya urin tersusun dari Ganggaun eliminasi urin
DS: bahan organic & anorganik b.d penurunan
- Desakan berkemih terlarut kemampuan menyadari
(urgensi) tanda-tanda gangguan
- Urine meneyes (dribbling) Terjadinya presipitasi kristal kandung kemih.
- Sering buang air kecil
- Nocturia Membentuk inti baru
- Mengompol Mengadkan agresi dan
- Enuresis menarik bahan-bahan lain
DO: menjadi kristal Menempel
- Distensi kandung kemih
- Berkemih tidak tuntas disaluran kemih Batu saluran
- Volume residu urin banyak
kemih
Minor
DS: - Mengendapkan bahan lain
DO: - sehingga batu menjadi lebih
besar

Kristal menyebabkan
obstruksi

Gangguan eliminasi urin


Diagnosa Keperawatan
a) Ganggaun eliminasi urin b.d penurunan kemampuan menyadari
tanda-tanda gangguan kandung kemih.
4. Rencana Keperawatan

Diagnosa SLKI Intervensi Aktfitas (SIKI)


Keperawatan (SIKI)
Ganggaun eliminasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Observasi:
urin b.d penurunan keperawatan selama 3x24 eliminasi - Identifikasi tanda dan gejala
kemampuan jam eliminasi urin membaik, urin retensi urin
menyadari tanda- dengan KH: - Identifikasi faktor yang
tanda gangguan - Sensai berkemih menyebabkan retensi atau
kandung kemih meningkat inkotinensia urin
- Desakan berkemih - Monitor eliminasi urin (mis:
(urgensi) menurun frekuensi, konsistensi, aroma,
- Distensi kandung kemih volume, dan warna)
menurunberkemih tidak Terapeutik:
tuntas menurun - Catat waktu-waktu berkemih
- Volume residu urine - Batasi asupan cairan, jika
menurun perlu
- Urin menetes (dribbling) Edukasi:
menurun - Ajarkan mengenali tanda
- Nocturia menurun berkemih dan waktu yang
- Mengompol menurun tepat untuk berkemih
- Enuresis menurun - Ajarkan terapi modalitas
- Disuria menurun penguatan oto-otot
panggul/berkemih
- Anuria menurun
- Frekuensi BAK membaik Kolaborasi:
- Karakteristik urin - Kolaborasi pemberian obar
membaik supositoria uretra, jika perlu.

Daftar Referensi
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.
Jakarta: EGC.
M. Wilkinson, Judith dan R.A, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai