Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita
yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi dan melakukan
hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar
kemungkinannya akan mengalami kehamilan. Apabila kehamilan ini direncanakan akan
memberi rasa kebahagiaan dan penuh harapan.
Selama pertumbuhan dan perkembangan kehamilan dari bulan ke bulan
diperlukan kemampuan seorang ibu hamil untuk beradaptasi dengan perubahan-
perubahan yang terjadi fisik dan mentalnya. Perubahan ini terjadi pada fisik dan
mentalnya. Perubahan ini terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon progesteron
dan hormon esterogen yakni hormon kewanitaan yang ada di dalam tubuh ibu sejak
terjadinya proses kehamilan. Adanya ketidakseimbangan hormon ini akan merangsang
lambung sehingga asam lambung menjadi meningkat dan menimbulkan rasa mual
sampai muntah, bila adaptasi ibu tidak kuat. Bahkan sampai tidak mampu lagi
menjalankan aktivitas sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, mandi, makan, bahkan
harus istirahat di tempat tidur sampai ada yang dirawat di rumah sakit.
Selain itu, ibu hamil juga memiliki kebutuhan – kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi diantaranya kebutuhan oksigen, nutrisi, personal hygiene, pakaian, eliminasi,
seksual, mobilisasi, exercise, imunisasi, dan travelling. Dalam makalah ini kami akan
membahas salah satu kebutuhan dasar ibu hamil yakni kebutuhan eliminasai.
Bagaimankah kebutuhan dasar eliminasi pada ibu hamil?.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kebutuhan eliminasi secara umum ?
2. Bagaimana kebutuhan eliminasi pada ibu hamil ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan eliminasi secara umum
2. Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan eliminasi pada ibu hamil

1
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui bagaimana kebutuhan eliminasi secara umum
2. Dapat mengetahui bagaimana kebutuhan eliminasi pada ibu hamil
3. Dapat memperoleh wawasan ilmu penegetahuan tentang kebutuhan eliminasi ibu
hamil

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebutuhan Eliminasi


Kebutuhan eliminasi adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi oleh
setiap manusia untuk kelangsungan hidup mereka.

2.2 Macam Kebutuhan Eliminasi


Kebutuhan eliminasi manusia ada 2 yaitu :
1. Kebutuhan Eliminasi Urine ( Kebutuhan Buang Air Kecil )
2. Kebutuhan Eliminasi Alvi ( Kebutuhan Buang Air Besar )

1) Kebutuhan Eliminasi Urine ( Kebutuhan Buang Air Kecil )


a. Pengertian Miksi ( Berkemih )
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi

b. Proses Miksi ( Berkemih )


Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat
diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran
akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.

c. Anatomi Fisiologik dan Hubungan Saraf pada Kandung Kemih


Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar :
 Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul dan
 Leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong,
berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung
kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.
3
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke
segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot
polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik
berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu,
potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel
otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung
kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah
dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher
masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada
sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa
kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-
masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique
melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah
mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya


terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik.
Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin
dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada
daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.

Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang


mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini
merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih,
yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali
sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi
bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.

4
d. Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah
serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk
mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.

Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih.
Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.

Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk
fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter.
Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis.
Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga
berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi
rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.

e. Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama
dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang
berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan
ureter sampai kandung kemih.

Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan


kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan
kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun
sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf
5
simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan
serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.

Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada
ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh
perangsangan simpatis.

Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum


kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa
cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada
dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah
aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan
tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih
membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.

Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih
kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak
selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin
dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut
refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran
ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-
struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini

f. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal


Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat
(contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan
dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks
simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan
demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks
ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan
kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat

6
g. Refleks Berkemih
Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai
tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-putus.
Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor
regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada
uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih
yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih
dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan
kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf
parasimpatis melalui saraf yang sama ini.

Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya
secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih
terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan
kontraksi otot detrusor lebih kuat.

Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “
Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor
regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke
kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks
kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi
sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini
mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti,
menyebabkan kandung kemih berelaksasi.

Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :


 Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
 Periode tekanan dipertahankan
 Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.

Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung


kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi

7
selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih
lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih
menjadi semakin sering dan semakin kuat.

Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks
lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak,
berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks
berkemih menjadi makin kuat.

h. Perangsangan atau Penghambatan Berkemih oleh Otak


Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat
autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak.

Pusat-pusat ini antara lain :


Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak, terutama terletak di
pons dan
Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai
penghambat tetapi dapat juga menjadi perangsang.

Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat


yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari
berkemih seperti berikut :
Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih
kecuali jika persitiwa berkemih dikehendaki.
Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih
timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus
kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih.
Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih
sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkeih dan dalam waktu
bersamaam menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa
berkemih dapat terjadi.

8
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut : Pertama,
seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya, yang
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin ekstra
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor regang, yang
merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter eksternus uretra secara
simultan. Biasanya, seluruh urin akan keluar, terkadang lebih dari 5 sampai 10 ml
urin tertinggal di kandung kemih.

i. Pola Berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual.

j. Frekuensi Berkemih
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-
orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan
tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya
berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar
waktu makan.

k. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi :
 Usia Jumlah / hari
 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
 Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
 Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
 14 tahun – dewasa 1500 ml
 Dewasa tua 1500 ml / kurang

Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada
orang dewasa, maka perlu lapor.
9
l. Faktor Yang Mempengaruhi Berkemih
 Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar,
kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya
output urine lebih banyak.

 Respon keinginan awal untuk berkemih


Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat.
Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini
mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal

 Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.

 Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

 Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter
internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada
masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot
itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang
lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.

10
 Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.

 Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine
Analgetik dapat terjadi retensi urine.

m. Gangguan – Gangguan Eliminasi Urine


 Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan
distensi kandung kemih. Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml.
Urine ini merangsang refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi,
kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.

Tanda-tanda klinis retensi:


 Ketidaknyamanan daerah pubis.
 Distensi kandung kemih
 Ketidak sanggupan unutk berkemih.
 Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
 Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

Penyebab:
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
 Pembesaran kelenjar prostat
 Strukture urethra dan Trauma sumsum tulang belakang.

11
 Inkontinensia Urine
Merupakan ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih Jika kandung kemih
dikosongkan secara total selama inkontinensi disebut inkontinensi komplit.
Dan jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia
disebut inkontinensi sebagian

Penyebab Inkontinensia :
 Proses ketuaan
 Pembesaran kelenjar prostat
 Spasme kandung kemih
 Menurunnya kesadaran
 Menggunakan obat narkotik sedative

Ada beberapa jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :


 Total inkontinensia
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine.
Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury
otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada
wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
 Stress inkontinensia
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan
abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa —– karena ketidaksanggupan
sfingter eksternal menutup.
 Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat
ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian
bawah atau spasme kandung kemih.
 Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa
didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental

12
mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan
untuk buang air kecil di kamar mandi.

 Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada
reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan
pengosongan kandung kemihnya penuh.

 Enuresis
Merupakan Ketidaksanggupan menahan kemih ( mengompol ) yang
diakbatkan tidak mampu mengontrol spincter eksterna yang sering terjadi pada
anak-anak Umumnya terjadi pada malam hari — nocturnal enuresis. Dapat
terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.

Penyebab Enuresis
 Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
 Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari
keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya
bagun tidur untuk kekamar mandi.
 Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine
dalam jumlah besar.
 Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya
persaingan dengan saudara kandung, ceksok dengan orang tua). Orang tua
yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya
tanpa dibantu untuk mendidiknya.
 Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem
perkemihan.
 Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan
pemedas
 Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi

 Perubahan Pola Berkemih


 Frekuensi
o Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan

13
o Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan
karena cystitis
o Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil
o Canture / nokturia — meningkatnya frekuensi berkemih pada malam hari,
tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan.
 Urgency
Adalah perasaan seseorang untuk berkemih. Sering seseorang tergesa-gesa
ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemih. Pada umumnya
anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
 Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih. Dapat terjadi karena :
striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan
urethra.
 Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. Dapat terjadi karena : DM,
defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik. Tanda-tanda lain adalah : polydipsi,
dehidrasi dan hilangnya berat badan.
 Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine. Secara normnal urine diproduksi
oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120 ml/jam (720 –
1440 ml/hari) dewasa. Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine
kurang dari 100 ml/hari disanuria. Produksi urine abnormal dalam jumlah
sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 – 500 ml/hari. Penyebab
anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan
shock.

2) Kebutuhan Eliminasi Alvi ( Kebutuhan Buang Air Besar )


a. Pengertian Alvi ( Defekasi )
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
14
b. Refleks Defekasi
Ada 2 yakni :
1. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila
spingter eksternal tenang maka feses keluar.

2. Refleks defekasi parasimpatis


Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord
(sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan
di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah
rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja
dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak
untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses.

c. Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan


Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat)
didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari
15
esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus
kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.

Terdiri dari :
1. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas
dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
2. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri
dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya
diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
3. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam
gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter
pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini
gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
4. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
 Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
 Jejenum atau bagian tengah
 Ileum
5. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdiri dari:
 Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
16
 Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
 Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.

Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka
semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme).
Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat
karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
 Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian
selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien,
elektrolit dan garam empedu.
 Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses.
 Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
6. Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)

d. Susunan Feses
Terdiri dari:
 Bakteri yang umumnya sudah mati
 Lepasan epitelium dari usus
 Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
 Garam terutama kalsium fosfat
 Sedikit zat besi dari selulosa
 Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fecal


 Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, kontrol
 Diet
 Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
 Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus
meningkat.
17
 Faktor psikologik
 Kebiasaan
 Posisi
 Nyeri
 Kehamilan : menekan rektum
 Operasi & anestesi
 Obat-obatan
 Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
 Kondisi patologis
 Iritans

f. Gangguan – Gangguan Eliminasi Fecal


 Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
 Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
 Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang
 Meningkatnya stress psikologik
 Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
 Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga
refleks BAB hilang.
 Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
 Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal
cord dan tumor.
 Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.
18
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi
berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

 Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk.
Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.

 Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.

 Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di
usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.

 Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika
dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka
pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien,
karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

19
2.3 Kebutuhan Eliminasi Ibu Hamil Trimester I, II, III
1. Kebutuhan Eliminasi Urin Pada Ibu Hamil
Frekuensi berkemih pada trimester pertama terjadi akibat peningkatan berat
pada fundus uterus. Peningkatan berat ini membuat istmus menjadi lunak (tanda
Hegar), menyebabkan antefleksi pada uterus yang membesar. Hal ini menimbulkan
tekanan langsung pada kandung kemih. Pada trimester kedua, tekanan ini akan
berkurang seiring uterus terus membesar dan keluar dari panggul sehingga menjadi
salah satu organ abdomen, sementara kandung kemih tetap merupakan organ
panggul. Frekuensi berkemih pada trimester ketiga paling sering dialami oleh
wanita primigravida setelah lightening terjadi. Efek lightening adalah bagian
presentasi akan menurun masuk ke dalam panggul dan menimbulkan tekanan
langsung pada kandung kemih. Tekanan ini menyebabkan wanita merasa perlu
berkemih. Uterus yang membesar atau bagian presentasi uterus juga mengambil
ruang di dalam rongga panggul sehingga ruang untuk distensi kandung kemih lebih
kecil sebelum wanita tersebut merasa perlu berkemih. Kandung kemih normal
dengan kapasitas 400-500 ml menjadi semakin sedikit kapasitasnya karena adanya
penekanan dari uterus tersebut. Ibu yang tidak hamil buang air kecil 4-5 jam sekali,
namun ibu hamil dapat buang air kecil 1-2 jam sekali.
Pola normal berkemih wanita yang tidak hamil pada siang hari (diurnal)
berkebalikan dengan pola pada wanita hamil. Wanita yang hamil mengumpulkan
cairan (air dan natrium) selama siang hari dalam bentuk edema dependen akibat
tekanan uterus pada pembuluh darah panggul dan vena cava inferior dan kemudian
mengekskresi cairan tersebut pada malam hari (nokturia) melalui kedua ginjal
ketika wanita berbaring, terutama pada posisi lateral kiri. Metode yang dapat
dilakukan untuk mengurangi frekuensi berkemih ini adalah dengan memberi
penjelasan tentang pola berkemih ibu hamil dan mengurangi asupan cairan sebelum
tidur malam sehingga ibu tidak perlu berkali-kali ke kamar mandi saat menjelang
tidur.

2. Kebutuhan Eliminasi Alvi Pada Ibu Hamil

20
Pada trimester kedua dan ketiga ibu hamil dapat mengalami konstipasi.
Konstipasi terjadi akibat peningkatan hormon progesteron yang menyebabkan
relaksasi otot polos pada usus besar sehingga terjadi penurunan peristaltik.
Konstipasi juga dapat disebabkan oleh pergeseran tekanan pada usus akibat
pembesaran uterus sehingga dapat mengakibatkan penurunan motilitas pada saluran
gastrointestinal. Selain itu, konstipasi dapat terjadi akibat efek samping penggunaan
zat besi.
Terdapat berbagai penanganan konstipasi dan akan efektif bila semua cara
digunakan secara padu, antara lain dengan asupan cairan yang adekuat, minum
minimal 8 gelas per hari; mengkonsumsi buah prem yang merupakan laksatif ringan
alami; istirahat cukup; minum air hangat untuk menstlimulasi peristaltik; makan
makanan berserat; tidak menunda defekasi; melakukan latihan secara umum,
berjalan setiap hari dapat menfasilitasi sirkulasi vena sehingga mencegah kongesti
pada usus besar.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kebutuhan eliminasi adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi oleh
setiap manusia untuk kelangsungan hidup mereka.
2. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu kebutuhan eliminasi urine dan kebutuhan eliminasi
alvi
3. Kebutuhan eliminasi pada ibu hamil hampir sama dengan kebutuhan eliminasi ibu
normal ( tidak hamil ) hanya saja pada trimester 2 dan 3 mengalami perubahan yang
signifikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kompas. 2008. Beser Selagi Hamil. Diakses dari:


http://kesehatan.kompas.com/read/2009/06/01/12075124/Beser.Selagi.Hamil. 25
Maret 2010.

Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta:
EGC.

Uliyah M, Hidayat AAA. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai