Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI URINE

DEVITA AMILYA SARI

2109149011267

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


STIKES YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2021
A. Pengertian
Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
dengan tujuan mengeluarkan urine.

B. Fisiologi proses eliminasi dalam tubuh

1. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih

a.       Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang
buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi
kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot
punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12
sampai vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas
berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah
kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak
berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di
lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan
lemak.
b.      Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai
rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur
tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm
pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter
kekandung kemih umumnya steril. 

c.       Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang
terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari
badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke
dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra
posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat
ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60
mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah
terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari
otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik
berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena
itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel
otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung
kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher
dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut
Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian
kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra
posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut
tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa
kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae.
Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan
secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2
cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri
ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm,
dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan
sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter
internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung
kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu,
mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah
utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.

Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma


urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter
eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda
otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot
polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf
volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi
bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung
kemih.
d.      Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang
mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane
mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam
saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk
plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos
yang tebal mengelilingi uretra. 
e.       Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan
melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf
motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding
kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat
sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan
refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada
dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang
penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot
lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus
kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan
mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima
saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus,
terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat
simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik
juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam
menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa
nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam
kandung kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai
komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus
koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin
tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai
kandung kemih.

Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis,


meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang
kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis
renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian
mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding
ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan
serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di
daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara
oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih.
Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan
meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus
dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin
mengalir ke dalam kandung kemih.

Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding


kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih
selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara
sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong
kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral.
Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika
parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-
struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
f.       Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila
ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi
yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri
juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk
mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan
pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan
bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam
pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.

C. Faktor predisposisi/Faktor pencetus


1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di
rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga
dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan
dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi
penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik
intestinal.
5. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat
terjadi retensi urine.
D. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi
1. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti
2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

E. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. identitas klien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan identitas
penanggung jawab.
b. keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)
keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
c. riwayat kesehatan sekarang
kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.
d. riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)
riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun riwayat dirawat
di rumah sakit atau pembedahan.
e. riwayat kesehatan keluarga
mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada
penyakit keturunan di keluarga pasien
f. pola persepsi dan penanganan kesehatan
kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau,
alkohol, alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau resep
dokter
g. pola nutrisi/metabolism
mengkaji diet khsusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan
gambaran diet pasien dalam sehari untuk mengetahui adanya konsumsi
makanan yang mengganggu eliminasi urin atau fekal
h. pola eliminasi
kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta masalah yang dialami.
Ada atau tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, retensi, dan gangguan
lainnya. Kaji penggunaan alat bantu.
i. pola aktivitas/ olahraga
pola aktivitas terkait dengan ketidakmampuan pasien yang disebabkan
oleh kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan alat bantu yang
mempengaruhi kebiasaan eliminasi pasien.
j. pola istirahat tidur
kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
k. pola kognitif – perseptif
kaji status mental pasien, kemampuan bicara, ansietas, ketidaknyamanan,
pendengaran dan penglihatan.
l. pola peran hubungan
kaji pekerjaan pasien, sistem pendukung, ada/tidaknya masalah keluarga
berkenaan dengan masalah di rumah sakit.
m. pola seksualitas/ reproduksi
kaji adanya masalah seksualitas pasien.
n. pola koping – toleransi stres
keadaan emosi pasien, hal yang dilakukan jika ada masalah, dan
penggunaan obat untuk menghilangkan stres.
o. pola keyakinan-nilai
agama yang dianut pasien dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
p. pemeriksaan fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
q. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
- Kebiasaan minum di rumah.
- Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
- Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
- Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
r. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urine (urinalisis):
• Warna (N : jernih kekuningan)
• Penampilan (N: jernih)
• Bau (N: beraroma)
• pH (N:4,5-8,0)
• Berat jenis (N: 1,005-1,030)
• Glukosa (N: negatif)
• Keton (N:negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif).

r. terapi
terapi yang diberikan baik oral maupun parenteral yang diberikan dalam
pemenuhan atau gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine
b. Inkontinensia urine
c. Retensi urine

3. Intervensi

Diagnosa NOC NIC


Retensi urin NOC: NIC :

berhubungan dengan: - Urinary elimination Urinary Retention Care


- Urinary Contiunence
Tekanan uretra - Monitor intake dan
tinggi,blockage, output
hambatan reflek, Setelah dilakukan - Monitor penggunaan
spingter kuat obat antikolinergik
tindakan keperawatan
- Monitor derajat
DS: selama …. retensi distensi bladder
urin pasien teratasi - Instruksikan pada
- Disuria pasien dan keluarga
dengan kriteria hasil: untuk mencatat
- Bladder terasa penuh
DO : output urine
- Kandung kemih
- Sediakan privacy
kosong secara penuh
- Distensi bladder untuk eliminasi
- Tidak ada residu urine
- Terdapat urine residu - Stimulasi reflek
>100-200 cc
- Inkontinensia tipe bladder dengan
- Intake cairan dalam kompres dingin
luapan rentang normal - Bebas
- Urin output pada abdomen.
dari ISK - Kateterisaai
sedikit/tidak ada - Tidak ada spasme jika perlu
bladder
- Monitor tanda dan
- Balance cairan gejala ISK (panas,
seimbang hematuria,
perubahan bau dan
konsistensi urine)

Gangguan eliminasi urin NOC NIC


·         Urinary  Lakukan penilaian
Definisi : Disfungsi pada elimination kemih yang
eliminasi urine ·         Urinary komprehensif
Contiunence berfokus pada
Batasan Karakteristik : inkontinensia
·         Disuria Kriteria Hasil : (misalnya, output
·         Sering berkemih ·         Kandung kemih urin, pola berkemih
·         Anyang-anyangan kosong secara penuh kemih, fungsi
·         Inkontinensia ·         Tidak ada residu kognitif, dan masalah
·         Nokturia urine > 100-200 cc kencing praeksisten)
·         Retensi ·         Intake cairan    Memantau
·         Dorongan dalam rentang penggunaan obat
normal dengan sifat
Faktor Yang ·         Bebas dari ISK antikolinergik atau
Berhubungan : ·         Tidak ada spasme properti alpha agonis
·         Obstruksi anatomic bladder  Menyediakan
·         Penyebab multiple ·         Balance cairan penghapusan privasi
·         Gangguan sensori seimbang  Gunakan kekuatan
motorik sugesti dengan
·         lnfeksi saluran menjalankan air atau
kemih disiram toilet
 Merangsang refleks
kandung kemih
dengan menerapkan
dingin untuk perut,
membelai tinggi
batin, atau air
  Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10
menit)
 Masukkan kateter
kemih,  
 Anjurkan pasien /
keluarga untuk
merekam output urin,
sesuai
 Instruksikan cara-
cara untuk
menghindari
konstipasi atau
impaksi tinja
 Memantau asupan
dan keluaran

 Memantau
tingkat distensi
kandung kemih
dengan palpasi
dan perkusi

4. Implementasi
Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri. Tindakan keperawatan
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi
Tindakan mandiri : aktivitas perawat yang dilakukan atau yang didasarkan
pada kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan perintah tenaga kesehatan
lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan atas hasil keputusan
bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
melibatkan pasien.
S = subjektif

O = objektif

A = Analisa

P = Planning

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :


http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran
EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat
pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-
kebutuhan-eliminasi-fecal/
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:
www.kiva.org
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan
Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum.
Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum
Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY

Anda mungkin juga menyukai