Anda di halaman 1dari 5

Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine.

1. Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut) yang terdiri


atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah
untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Bagian ginjal terdiri atas nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal yang
berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam
bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju kandung kemih.

2. Ureter

Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine
dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan
diameter maksimum sekitar 1,7 cm didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus
ginjal menuju kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh
sel – sel transisional, otot polossirkuler, dan longitudinal yang dapat melakukan
kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.
3. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih,
terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang ditengah dan melingkar disebut
sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih
terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau
disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih
keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar
bagian dalam diatur oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot
lingkar menjadi kendur dan terjadi kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine
tetap tinggal di dalam kandung kemih. System para simpatis menyalurkan rangsangan
motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar.
Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya
shinoter.
4. Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
Saluran perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga
ginjal. Secara normal, mikroorganisme tidak ada yang bias melewati uretra bagian
bawah, namun membrane mukosa ini pada keadaan patologis yang terus – menerus
akan menjadikannya media baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

Proses pelaksanaan eliminasi urine


Proses berkemih
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). proses ini
dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf
sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan
rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc
(pada anak-anak).
Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/ menit, tetapi dapat bervariasi antara 0,5-2 ml/
menit. Aliran urine asuk ke kandung kemih dikontrol oleh gelombang peristaltik yang terjadi
setiap 10 - 150 detik. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan frekuensi peristaltik dan
stimulus simpatis menurunkan frekuensi.
Banyaknya aliran urine pada uretra dipengaruhi oleh adanya refleks uretrorenal. Reflek
ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena konstriksi ureter dan juga kontriksi arterior aferen
yang berakibat pada penurunan produksi urine, demikian juga adanya obstruksi ureter karena
batu ureter.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pervis, baik sensorik maupun motorik.
Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor. Normalnya, sfingter
interna pada leher kandung kemih berkontraksi dan akan relaksasi ketika oto kandung kemih
berkontraksi. Sedangkan sfingter ekterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter) dan
dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik.
Reflek berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih. Jika ada 30-50 ml
urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung kemih. Makin banyak urine
yang terkumpul, makin besar pula tekanannya. Peningkatan tekanan akan menimbulkan
refleks peregangan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih kemudian
dihantarkan ke medulla spinalis segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara
reflek kembali lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi.
Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat, kemudian
reflek akan melemah dan menghilang sehingga reflek berkemih berhenti. Hal ini
menyebabkan kandung kemih berelaksasi . Sementara itu jika terjadi kontraksi yang kuat,
maka akan menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika
penghambatan singyal kontriktor volunter ke sfingter eksterna di otak kuat, maka terjadilah
proses berkemih.
Proses berkemih juga dikontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi rangsangan peregangan
pada dinding oto tdetrusor akibat adanya pengisian urin dikandung kemih, melalui serat saraf
sensorik di nervus pelvis dihantarkan stimulus tersebut ke hipotalamus. Dari hipotalamus
kemudian dihantarkan ke korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespon dengan
mengirimkan sinyal ke sfingter interna dan eksterna untuk relaksasi sehingga pengeluaran
urine terjadi.
Proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomenn dengan meningkatkan
tekanan dalam kandung kemih sehingga mengakibatkan urine masuk ke leher kandung kemih
dan menimbulkan refleks berkemih.
Tidak semua urine dapat dikeluarkan dalam berkemih. Masih dapat tersisa urine residu
sekitar 10 ml.
Gambar: kontrol persarafan terhadap proses berkemih

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkemih di antaranya:


1. Adekuatnya produksi urine pada nefron, hal ini sangat terkait fungsi glomerulus dan
GFR. Pada penyakit ginjal tertentu dapat meningkatkan GFR sehingga produksi urine
berlebih dan proses berkemih menjadi lebih sering.
2. Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya karena batu ginjal, batu ureter, batu kandung
kemih, hipertrofi prostat, dan struktur uretra, dapat menghambat aliran urine ke luar.
3. Destruksi serat saraf sensorik dari kandung kemih ke medulla spinalis, misalnya akibat
trauma pada lumbal atau sakral dapat menghambat transmisi sinyal regangan dari
kandung kemih sehingga terjadi kehilangan kontroli terhadap kandung kemih.
4. Adekuatnya otot sfingter interna dan eksterna, kemampuan kontruksi dan relaksasi
sfingter interna dan eksterna mempengaruhi pengeluaran urine. Pada usia lansia,
kemampuan kontrol sfingter berkurang sehingga urine dapat keluar tanda disadari
(inkontinensia urine).

Proses pelaksanaan eliminasi alvi

Proses defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan
flatus yan berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses defekasi terjadi dua
macam refleks berikut:
1) Refleks defekasi intrinsik
Reflek ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mensentrikus dan terjadilah gerakan
peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka
terjadilah defekasi.
2) Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan
ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke kolon desenden,
sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal,
maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dapat dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan
kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh flaksi otot femur dan posisi jongkok. Gas
yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang
terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan nitrogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Fese normal berwarna coklat karena
pengaruuh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensinya lembek, namun berbentuk.

Anda mungkin juga menyukai