Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

INTERVENSI REHABILITASI PADA PASIEN


KAERDIOVASKULER

Disampaikan Pada Penyuluhan Kesehatan


Di Daerah Kambang, Pesisir Selatan

Oleh :

Yesi Sepriyani

Kelas : II B

JURUSAN D-III KEPERAWATAN

POLTEKKES RI KEMENKES PADANG

TAHUN 2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Intervensi Rehabilitasi Pada Pasien Masalah Kardiovaskuler

Waktu Pertemuan : 30 menit

Tanggal : 13 Mei 2020

Tempat : Kambang, Pesisir Selatan

Sasaran : Pasien Masalah Kardiovaskuler

Metode : Ceramah dan Tanya Jawab

Presentator : Yesi Sepriyani

TUJUAN

1. Tujuan Intruksional Umum

Setelah dilakukan proses penyuluhan peserta diharapkan dapat mengerti tentang


bagaimana rehabilitasi kardiovaskuler.

2. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah diberikan penyuluhan 30 menit sasaran mampu diharapkan mampu :
a) Mampu menjelaskan tujuan rehabilitasi kardiovaskuler
b) Mampu menyebutkan program rehabilitasi kardiovaskuler

SUB POKOK BAHASAN

1. Pelayanan Rehabilitasi Kardiovaskuler


2. Tujuan Pelayanan Rehabilitasi Kardiovaskuler
3. Komponen Inti Pelayanan Rehabilitasi Kardiovaskuler
4. Program Rehabilitasi Kardiovaskuler
5. Indikasi Dan Kontraindikasi Rehabilitasi Kardiovaskuler
KEGIATAN PENYULUHAN

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN PESERTA


1. 5 menit PEMBUKAAN
 Mengucapkan salam  Menjawab
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Apersepsi  Mengemukakan
 Menjelaskan tujuan penyuluhan pendapat
 Mendengarkan dan
memperhatikan
2. 20 menit KEGIATAN INTI
 Menjelaskan pelayanan  Memperhatikan
rehabilitasi kardiovaskuler  Memperhatikan
 Menjelaskan tujuan pelayanan  Mendengarkan
rehabilitasi kardiovaskuler.  Memperhatikan
 Menjelaskan komponen inti  Memperhatikan
pelayanan kardiovaskuler  Mengajukan
 Menjelaskan program pertanyaan
rehabilitasi kardiovaskuler  Mengemukakan
 Menjelaskan indikasi dan pendapat
kontraindikasi rehabilitasi  Mendengarkan
kardiovaskuler
3. 5 menit PENUTUP
 Bersama peserta menyimpulkan  Bersama-sama
apa yang telah disampaikan menyimpulkan
 Evaluasi tentang intervensi  Menjawab pertanyaan
rehabilitasi pada pasien  Memperhatikan dan
kardiovaskuler mendengarkan
 Melakukan terminasi  Menjawab salam
 Memberikan salam untuk
menutup pertemuan
METODE

1. Ceramah
2. Tanya jawab

MEDIA/ALAT BANTU
1. Leaflet
BAB II
TINJAUAN TEORI
INTERVENSI REHABILITASI PADA PASIEN KARDIOVASKULER
I. PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka
morbiditas yang tinggi serta dapat menurunkan produktivitas penderitanya,
menurunkan kualitas hidup dan sering mengalami perawatan ulangan.padahal penyakit
kardiovaskular pada umumnya merupakan penyakit yang sangat ideal untuk dilakukan
upaya promotif, preventif dan rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya jangka panjang,
tetapi kejadian kegawatan bisa muncul mendadak, dapat menyebabkan kematian dan
morbiditas yang tinggi, dan memerlukan biaya pengobatan yang tinggi. Namum sebagian
besar upaya pencegahan dapat dilakukan melalui upaya perubahan pola hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, program prevensi dan rehabilitasi harus
dijalankan bersamaan dengan pelayanan diagnostik dan kuratif. Peranan dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah (SpJP)beserta dokter spesialis lain dan dokter umum serta
petugas kesehatan lainnya di berbagai tingkat fasilitas kesehatan sangat besar untuk dapat
mengendalikan prevalensi penyakit kardiovaskular dan mengembalikan penderitanya ke
dalam kehidupan yang produktif.
Bervariasinya ketersediaan sarana dan prasarana serta sistem pelayanan di setiap
fasilitas kesehatan dimana dokter SpJP bekerja, serta bervariasinya upaya yang dilakukan
oleh masing-masing dokter SpJP, maka perlu disusun panduan untuk seluruh anggota
Perhimpunan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (PERKI) agarterus
berperanan dalam pelayanan prevensi dan rehabilitasi pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular sesuai dengan ketersediaan sarana, sistem pelayanan dan sumberdaya
manusia di tempat bekerja masing-masing.
II. PROMOSI KESEHATAN REHABILITASI PADA PASIEN KARDIOVASKULER
A. Pelayanan Rehabilitas Kardiovaskuler
Telah banyak bukti ilmiah menunjukkan manfaat program rehabilitasi
kardiovaskular. Sebelumnya kita harus tahu apa itu rehabilitasi, rehabilitasi adalah
kegiatan ataupun proses untuk membantu penderita yang mempunyai penyakit serius
yang memerlukan pengobatan medis untuk mecapai kempuan fisik psikologis dan social
yang maksimal. Pada umumnya yang dimaksud dengan program rehabilitasi
kardiovaskular adalah program pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular yang
komprehensif yang disertai dengan program latihan fisik baik yang dilakukan di institusi
rumah sakit atau berbasis rumah maupun komunitas.
Oleh karena itu untuk mendapatkan manfaat yang besar dari program ini maka
harus dilakukan dengan upaya yang komprehensif dan memenuhi unsur- unsur atau
komponen program rehabilitasi kardiovaskular, yang minimal terdiri dari upaya
pengkajian pasien, pengontrolan faktor risiko, edukasi dan konseling, uji latih, aktivitas
fisik dan latihan fisik dan dengan tujuan program yang jelas.

B. Tujuan Pelayanan Rehabilitasi Kardiovaskular

Pelayanan rehabilitasi kardiovaskular tujuan untuk:


a) Mengontrol faktor risiko dan penyebab penyakit kardiovaskular
b) Mempercepat pemulihan fisik dan mental akibat penyakit dan perawatan.
c) Membantu adaptasi psikologis terhadap proses penyembuhan penyakit kronis
d) Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit yang diderita, faktor risiko,
tindakan dan pengobatan yang sudah dilakukan, upaya pencegahan yang dapat
dilakukan sehingga dengan kemampuannya sendiri dapat melakukan upaya
pencegahan tersebut.
e) Mendorong kebiasaan hidup sehat dan perubahan gaya hidup untuk memperbaiki
prognosis jangka panjang
f) Memperbaiki atau meningkatkan kapasitas fungsional pasien
g) Memelihara kebiasaan hidup sehat secara mandiri selama mungkin
h) Membantu pasien kembali ke kehidupan fisik, mental, sosial, vokasional,
seksual yang optimal.
C. Komponen Inti Pelayanan Rehabilitasi Kardiovaskular
Pelayanan rehabilitasi kardiovaskular setidaknya mengandung komponen inti berikut ini:
a) Pengkajian pasien : Pengkajian mengenai riwayat penyakit, tindakan dan
perawatan yang pernah/telah dialaminya, faktor risiko penyakit, kondisi
terakhir, masalah yang mungkin menjadi penghambat program dan stratifikasi
risiko pasien.
b) Edukasi dan konseling: mengenali faktor risiko, cara pencegahan, cara mengatasi
rasa sakit atau keluhan lain akibat penyakitnya, pola hidup sehat jangka
panjang, program rehabilit asi, obat- obatan kardiovaskular.
c) Pengendalian faktor risiko dengan pola hidup sehat atau obat obatan untuk
mencapai target yang diharapkan, manajemen nutrisi, berat badan tekanan
darah, gula darah, kolesterol, berhenti merokok dan afktor risiko lainnya
d) Konseling aktivitas fisik dan pekerjaan pasca sakit.
e) Uji latih untuk mengukur tingkat kebugaran, menetapkan risiko, membuat
program latihan dan menentukan kesiapan kembali bekerja.
f) Membuat program latihan fisik atau aktivitas fisik yang sesuai, efektif dan aman
untuk tiap jenis pasien berdasarkan penyakit dan kondisinya.
D. Program Rehabilitasi Kardiovaskular
1) Rehabilitas Kardiovaskuler Fase I
Program rehabilitasi kardiovaskular fase I (disebut juga fase inpatient) adalah
program yang dilakukan pada saat pasien masih dalam perawatan di rumah sakit.
Tujuan dari program rehabilitasi pada fase I adalah untuk :

a) Menghindarkan pasien dari efek penyakit

b) Memberi edukasi faktor resiko yang mungkin terjadi dan menjelaskan prilaku
tertentu yang dibatasi seperti kebiasaan merokok

c) Mengurangi serta menghilangkan efek nyeri pasca tindakan operasi

d) Menghindari Efek tirah baring lama atau efek dekondisioning

e) Mengupayakan mobilisasi dini agar dapat segera keluar dari rumah sakit

f) Mampu melakukan aktivitas sehari- hari dan perawatan diri secara mandiri.

Pada kasus pasien yang dirawat dengan penyakit kardiovaskular, dokter SpJP
berkoordinasi dengan dokter lain yang turut merawat untuk memastikan apakah pasien
sudah memerlukan program khusus rehabilitasi kardiovaskular.
Untuk tatalaksana pada fase I yaitu :
1) Mengurangi rasa nyeri
2) Memulai mobilisasi awal
3) Mengeluarkan dahak
4) Fisioterapi pernafasan
5) Memulai mobilisasi pada pasien pasca operasi jantung atau yang dirawat lama di
ruang intensif maupun semi intensif.
Dokter SpJP dapat berkolaborasi dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi
(SpKFR), atau fisioterapis. Peranan dokter SpJP adalah memastikan apakah kondisi
kardiovaskular pasien sudah mulai stabil danmemastikan apakahprogram-program atau
intervensi tersebut dapat diberikan dengan aman dan berhasil guna. Dokter SpJP harus
sudah memulai juga melakukan pengkajian mengenai program pencegahan sekunder
yang mungkin dibutuhkan atau yang perlu segera diberikan.
Ketika pasien sudah di ruang perawaran non-intensif, peranan dokter SpJP adalah
memastikan bahwa pasien mendapat informasi, edukasi atau konseling khusus
mengenai faktor risiko penyakit kardiovaskular,cara dan target penanggulangan faktor
risiko, mempersiapkan pemulangan pasien dengan memberikan edukasi mengenai
aktivitas fisik yang aman, pengobatan dan pencegahan penyakit dan rencana kembali
bekerja pasca perawatan. Sangat penting untuk dapat memperkirakan tingkat
kebugaran atau kapasitas fungsional pasien yang akan dipulangkan pasca perawatan
penyakit kardiovaskular untuk keperluan memperkirakan prognosis (stratifikasi risiko),
perlu tidaknya segera melakukan pemeriksaan atau intervensi lanjutan, edukasi
aktivitasi fisik yang aman pasca perawatan, atau mengenai kemungkinan kembali
bekerja. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan tingkat kebugaran pra
pemulangan baik dengan uji latih yang sederhana atau submaksimal misalnya dengan
6-minute walking test atau uji latih maksimal baik dengan tes ergocycle maupun tes
treadmill sesuai dengan kondisi pasiennya.
Peranan yang dapat dilakukan oleh dokter SpJP dalam program rehabilitasi
kardiovaskular fase I adalah:
a) Melakukan pengkajian pasien unt uk memast ikan bahwa program
rehabilitasi kardiovaskular fase I sudah diperlukan dan dapat mulai dilakukan.
b) Melakukan pengkajian mengenai kondisi kardiovaskular dan mental pasien untuk
memastikan kestabilan dan kesiapan terhadap program yang akan dilakukan.
c) Menentukan dan memberikan edukasi obat-obatan yang dipergunakan sebagai bagian
dari prevensi sekunder, target yang harus dicapai dalam pengendalian faktor risiko,
lamanya dan caranya minum obat, pemilihan obat-obat prevensi sekunder yang sesuai
dengan bukti ilmiah, rencana pemeriksaan atau pengontrolan di fasilitas pelayanan
rawat jalan, tindakan yang akan dan harus dilakukan baik bila ada keluhan ataupun
bila tanpa ada keluhan.
d) Melakukan uji kapasitas fisik dan edukasi mengenai aktivitas fisik selama dan pasca
perawatan dan perencanaan kembali bekerja.
e) Bekerjasama dengan dokter lain yang merawat dan dengan pemberi asuhan lain
dalam perawatan serta mempersiapkan pemulangan.
Hal hal tersebut di atas harus sudah dilakukan saat pasien masih dalam perawatan,
sebelum pasien dipulangkan agar pasien dengan pengetahuan dan kemampuannya dapat
melakukan program pencegahan secara mandiri.
2) Program Rehabilitasi Kardiovaskuler Fase II
Program rehabilitasi kardiovaskular fase II (disebut juga fase outpatient atau fase
intervensi) adalah sekumpulan kegiatan pelayanan yang dilakukan kepada pasien
pasca perawatan dengan penyakit kardiovaskular. Fase II dilakukan satu minggu
setelah pasien pulang dari rumah sakit.
Tujuan dari program rehabilitasi kardiovaskular fase II adalah :
a) Untuk mengintervensi faktor risiko dan mengembalikan pasien ke kondisi fisik,
mental, sosial terbaiknya.
b) Menigkatkatkan kapasitas latihan individu dengan cara aman dan progresif,
sehingga adaptasi kardiovaskuler dan perubahan otot dapat terjadi.
c) Meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi beban kerja jantung.
d) Menghasilkan perubahan metabolic yang lebih bermanfaat
e) Menetukan efek pengobatan pada tingkat aktivitas yang bertambah.
f) Mengurangi kecemasan
g) Meningkatkan program latihan mandiri
Peranan yang dapat dilakukan oleh dokter SpJP pada program rehabilitasi
kardiovaskular dalam fase ini yaitu:
a. Pengkajian kondisi terakhir pasien dan kebutuhannya.
b. Reedukasi dan konseling mengenai faktor risiko, tatacara pencegahan dan
pengontrolan faktor risiko, target pengontrolan yang harus dicapai, aktivtas fsik
aman, kembali bekerja secara aman, kepatuhan terhadap obat-obatan, dan lain-lain
sesuai keperluan pasien dan konsultasi dengan dokter lain bila diperlukan.
c. Pengendalian faktor risiko. Pada fase ini target pengendalian faktor risiko harus
tercapai, baik dengan perubahan gaya hidup maupun obat- obatan.
d. Melakukan uji latih jantung, untuk mengetahui tingkat kebugaran / kapasitas
fungsional untuk keperluan membuat program latihan fsik baik awal maupun
lanjutan, merekomendasikan tingkat beratnya pekerjaan yang dapat dilakukan,
menentukan stratifkasi dan risiko pasien untuk pengobatan atau intervensi
lanjutan, dan melihat adanya iskemia atau aritmia.
e. Pemberian rekomendasi aktivitas fisik dan program latihan fisik sesuai dengan
kondisi pasien dan sesuai hasil uji latih.
f. Pengawasan dan konsultasi program latihan fisik, yang dapat dilakukan pasien di
klinik/ Rumah sakit bila ada sarananya, atau dilakukan secara mandiri oleh pasien
di rumah, komunitas ataupun fasilitas lain di luar rumah sakit.
g. Memberikan atau menjawab konsultasi yang diminta oleh petugas pemberi asuhan
lain mengenai program pencegahan sekunder, edukasi dan konseling pencegahan
penyakit, aktivitas fisik dan latihan fisik yang aman dan persiapan pasien kembali
bekerja.
Program fase II dapat dilakukan selama 1 sampai 3 bulan dan dengan cara dan jenis
kegiatan pelayanan yang disesuaikan dengan fasilitas dan sumber daya yang tersedia di
institusi pelayanan masing-masing.
Program yang diberikan pada fase II yaitu :
a) Latihan teratur 3 kali seminggu selama 4-8 minggu, latihan biasanya berupa aerobic.
b) Klien mampu berjalan 3000 meter dalam waktu 30 menit
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menyusun program latihan, yaitu
a) Frekuensi
Pasien umumnya menghadiri sesi 3 kali per minggu.
b) Intensitas
Tingkat aktivitas awal atau intensitas latihan hanya 40 sampai 60% dari denyut
jantung maksimum atau 40 sampai 70% kapasitas fungsional yang ditunjukan
METs. Intensitas awal ditentukan oleh keparahan diagnosis serta usia dan tingkat
kebugaran individu sebelumnya. Intensitas ditingkatkan sesuai respons pasien
terhadap program latihan.
c) Durasi
Durasi sesi latihan dapat dibatasi hingga 10 sampai 15 menit, meningkat hingga 30
sampai 60 menit seiring peningkatan status pasien. Setiap sesi biasanya mencakup 8
sampai 10 menit periode pemanasan dan pendinginan.
d) Tipe
Model latihan biasanya kontinu, menggunakan kelompok otot besar, seperti sepeda
statis atau berjalan. Aktivitas ini memungkinkan pengawasan EKG melalui
telemetri.
e) Metode
Latihan sirkuit-interval adalah metode umum yang digunakan pada pasien selama
fase 2. Pasien dapat berlatih menggunakan setiap modalitas pada beban kerja yang
telah ditentukan, dibandingkan dengan berlatih secara kontinu menggunakan sepeda
atau treadmill. Sebagai hasilnya pasien dapat: (1) melakukan lebih banyak aktivitas
fisik, (2) berlatih pada intensitas yang lebih tinggi-kebugaran dapat meningkat
dalam periode waktu yang lebih singkat, (3) mempertahankan asam laktat dan defisit
oksigen pada tingkat minimum, dan (4) berlatih pada laju usaha yang dianggap lebih
rendah.
f) Pelatihan beban
Pelatihan beban tingkat rendah dapat diberikan selama program rawat jalan, jika
pasien telah melalui uji beban terbatas gejala. Latihan resistif tidak boleh
menimbulkan gejala iskemik terkait dengan peningkatan pada denyut jantung dan
tekanan darah sistolik. Karena itu, denyut jantung dan tekanan darah harus diawasi
secara berkala sepanjang sesi latihan. Beban awal dapat ditentukan dengan 40% dari
usaha repetisi maksimum (1 RM).
g) Peningkatan
Peningkatan beban kerja dapat diberikan jika denyut jantung puncak berada di
bawah denyut jantung target selama 3 sesi latihan berturut-turut (dua hari sekali).
3) Program Rehabilitasi Kardiovaskular Fase III
Tujuan fase ini (disebut juga fase maintenance) adalah mempertahakan
keterkontrolan faktor risiko, mempertahankan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan
secara mandiri. Program fase ini rutin dilakukan 3 kali seminggu selama 3-6 bulan,
program ini bertujuan agar klien mampu berjalan hingga 3000-4000 meter dalam 30
menit. Aktivitas rekreasional untuk mempertahankan tingkat yang telah dicapai pada
fase II yaitu :
a) Berjalan
b) Jogging
c) Bersepeda
d) Berenang

Dokter SpJP perperanan untuk mereedukasi, membuat program di rumah,


mengevaluasi ulang faktor risiko dan tingkat kebugaran dan membuat progam
lanjutan. Konsultasi dan pengkajian ulangan dapat dilakukan tiap 6 sampai 12 bulan.

E. Indikasi dan Kontraindikasi Rehabilitasi Kardiovaskuler

1) Indikasi:
a) Pasca infark miokard yang stabil secara medis
b) Angina pektoris stabil
c) Pasca tindakan bedah jantung (CABG, operasi katup, operasi pada kelainan
jantung bawaan, operasi pembuluh darah aorta, dan operasi jantung lainnya.
d) Pasca tindakan non bedah jantung (angioplasty koroner transkutan, pengantian
atau perbaikan katup non bedah, dan tindakan transkateter lainnya, pemasangan
pacu jantung (termasuk implantable cardioverter defibrillator/ICD).
e) Gagal jantung terkompensasi
f) Penyakit arteri perifer
g) Penyakit kardiovaskular yang tidak memungkinkanatau berrisiko tinggi untuk
dilakukan tindakan intervensi bedah
h) Pasca kejadian sudden cardiac deathyang dapat diatasi.
i) Mempunyai risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner, dengan diagnosis
diabetes melitus, dislipidemia, hipertesi, obesitas, atau penyakit dan kondisi yang
lain.
j) yang
dirujuk oleh dokter lain dan merupakan konsensus bersama tim rehabilitasi
k) Transplantasi jantung-paru

2) Kontraindikasi:

a) Angina pektoris tidak stabil

b) Tekanan darah sistolik saat istirahat > 200 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg (harus dievaluasi berdasarkan kasus per kasus).

c) Tekanan darah ortostatik turun > 20 mmHg disertai dengan gejala.

d) Stenosis katup aorta kritis

e) Penyakit sistemik akut atau demam

f) Disritmia atrium atau ventrikel yang tidak terkontrol

g) Sinus takikardia yang tidak terkontrol (> 120x/menit)

h) Gagal jantungbelum terkompensasi

i) Blok atrioventrikular derajat tiga tanpa terpasang pacu jantung

j) Perikarditis aktif atau miokarditis

k) Tromboemboli baru

l) Depresi atau elevasi segmen ST saat istirahat (> 2 mm)

m) Diabetes melitus dengan gula darah belum terkontrol

n) Kondisi ortopedik berat yang dilarang melakukan latihan fisik

o) Kondisi metabolik lain, seperti tiroiditis akut, hipokalemia, hiperkalemia, atau


hipovolemia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelayanan rehabilitasi kardiovaskular tujuan untuk mengontrol faktor risiko dan penyebab
penyakit kardiovaskular, mempercepat pemulihan fisik dan mental akibat penyakit dan
perawatan, membantu adaptasi psikologis terhadap proses penyembuhan penyakit kronis,
meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit yang diderita, faktor risiko, tindakan dan
pengobatan yang sudah dilakukan, upaya pencegahan yang dapat dilakukan sehingga
dengan kemampuannya sendiri dapat melakukan upaya pencegahan tersebut, mendorong
kebiasaan hidup sehat dan perubahan gaya hidup untuk memperbaiki prognosis jangka
panjang, memperbaiki atau meningkatkan kapasitas fungsional pasien, memelihara
kebiasaan hidup sehat secara mandiri selama mungkin, dan membantu pasien kembali ke
kehidupan fisik, mental, sosial, vokasional, seksual yang optimal. Program rehabilitasi
kardiovaskuler ada 3 fase yaitu fase I, fase II dan Fase III.
B. Saran
Sebaiknya makalah ini dapat melengkapi pembelajaran pada mata kuliah kardiovaskuler
mengenai rehabilitasi pada pasien masalah kardiovaskuler.
DAFTAR ISI
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia..2019.Panduan Rehabilitasi
Kardiovaskuler.Jakarta: PERKI.
LAMPIRAN SUMBER MAKALAH
JOURNAL HAL. 1-8

Anda mungkin juga menyukai