Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)


DI RUANG CVCU RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :

Mahasiswa Ners Universitas Kadiri


Mahasiswa Ners Stikes Banyuwangi

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT


RSUD dr.SAIFUL ANWAR MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)
Tanggal,

Oleh :
Mahasiswa Ners Universitas Kadiri
Mahasiswa Ners Stikes Banyuwangi

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

Kepala Ruang CVCU


SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok bahasan : Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Hari/tanggal : Kamis, 11 Januari 2018
Waktu : Pukul 09.00 – 09.30 WIB
Tempat : Di Ruang CVCU RSUD dr. Saiful Anwar
Sasaran : Pasien dan Keluarga pasien Ruang CVCU RSUD dr.
Saiful Anwar Malang
Pelaksana : 1.Mahasiswa Stikes Banyuwangi
2.Mahasiswa Ners Universitas Kadiri

Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah suatu kelainan bawaan yang cukup

banyak ditemukan dengan insiden antara 8-10 kejadian setiap 1000 kelahiran

hidup. Angka kejadian PJB di Indonesia cukup tinggi,yaitu 45.000 bayi Indonesia

lahir dengan PJB tiap tahun. PJB asianotik merupakan kelompok penyakit

terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB, sedangkan sisanya merupakan

kelompok PJB sianotik (25%). Defek septum ventrikel (DSV) yang merupakan

salah satu jenis dari PJB asianotik, paling sering ditemukan, yaitu sebanyak 20-

30% dari seluruh kasus PJB (Madiyono dan Rahayuningsih, 2000; Nugroho,

2009; Nurani, 2011; Wahab, 2009).

PJB asianotik dengan defek atau pirau dari kiri ke kanan dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi arteria pulmonalis (HAP), gagal jantung

kongestif dan infeksi paru berulang. Penelitian yang dilakukan oleh Herrera

(2002) menyebutkan bahwa kejadian HAP ringan sebanyak 30,2%, HAP sedang

sebanyak 51,6%, dan HAP berat sebanyak 18,3% yang disebabkan oleh karena

PJB asianotik.

Malnutrisi dan retardasi pertumbuhan merupakan komplikasi penting


berhubungan dengan PJB dan kejadiannya semakin meningkat bila disertai
dengan HAP, sianotik dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nurani (2011) disebutkan bahwa kejadian gizi buruk sebanyak
21,9%, gizi kurang sebanyak 27,6%, gizi baik 48,6%, dan overweight 1,9%
padakasus PJB. Data tersebut menunjukkan masih tingginya kejadian malnutrisi
pada bayi dan anak PJB.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2011) menyebutkan bahwa

malnutrisi lebih sering terjadi pada DSV dengan HAP sebanyak 68,5%. Penelitian

lain yang dilakukan Baaker et al. (2008) menyebutkan bahwa kejadian malnutrisi

akut sebanyak 39,2% lebih sering terjadi pada kelompok PJB asianotik tanpa

gagal jantung atau HAP dan malnutrisi kronis sebanyak 26,3% lebih sering terjadi

pada kelompok PJB asianotik dengan HAP (Baaker et al. 2008; Rahayuningsih,

2011).
Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 45 menit, diharapkan sasaran penyuluhan dapat
memahami tentang manajemen stress : hospitalisasi
I. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan keluarga pasien dapat :
1. Menjelaskan pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
2. Menjelaskan Penyebab dan Tanda Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
3. Menjelaskan penatalaksanaan (Medis dan keperawatan) untuk Penyakit Jantung
Bawaan (PJB)
4. Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
II. Materi.
1. Pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
2. Penyebab dan Tanda Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
3. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan) untuk Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
4. Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Materi penyuluhan terlampir
III. Metode
Ceramah dan tanya jawab
IV. Media
LCD, laptop, dan lefleat
V. Pengorganisasian
Penyaji : Inayatun Toyibah (Menyajikan materi)
Fasilitator : Rahmad Hakiki (Memfasilitasi
Selama jalannya acara)
Moderator : Annisa Rahma (Memandu jalannya Acra)
Observer dan Notulen : Dwi Ayu Nurya Faradevy & Putu Monika Darma Yani (pemantau
jalannya materi dan menyimpulkan hasil penyuluhan)

VI. Setting Tempat


Keterangan:
Moderator
Penyaji
Fasilitator
Observer
Pasien/ keluarga
pasien

VII. Pelaksanaan
N Tahap Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta Metode
o dan
. Waktu
Pembuka 1. Mengucapkan salam dan 1. Menjawab salam Ceramah
an memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
5 menit 2. Menyampaikan maksud dan maksud dan tujuan
tujuan 3. Mendengarkan
3. Menyampaikan topik topik penyuluhan
penyuluhan yang akan 4. Mendengarkan
diberikan mekanisme
4. Menjelaskan mekanisme kegiatan
kegiatan penyuluhan 5. Menyetujui
dilaksanakan selama ± 15 kontrak waktu
menit dan tanya jawab 6. Menjawab
5. Kontrak waktu pengalaman &
6. Menggali pengetahuan pengetahuan
peserta mengenai Penyakit sebelumnya
Jantung Bawaan (PJB) tentang manajemen
stress:
Hospitalisasi

Penyam 1. Menjelaskan materi: 1. Mendengarkan Ceramah


paian a. Menjelaskan pengertian materi yang
materi Penyakit Jantung Bawaan diberikan
30 (PJB)
menit b. Menjelaskan Penyebab dan
Tanda Gejala Penyakit
Jantung Bawaan (PJB)
Evaluas 1. Memberikan kesempatan 1. Menanyakan Diskusi
i peserta untuk bertanya materi yang belum
3 menit 2. Menjawab pertanyaan peserta dipahami
Penutup 1. Evaluasi memberi 1. Mendemonstrasik Ceramah
2 menit pertanyaan peserta an materi
2. Menyimpulkan kembali 2. Mendengarkan
penjelasan yang telah kesimpulan
diberikan
3. Salam penutup
4. Membagi lefleat

IX. Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan 1 hari sebelum acara dilakukan
b. Pembuatan SAP,maksimal 2 hari sebelum acara
c. Peserta berada di tempat yang ditentukan
d. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria Proses
a. Diharapkan Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Diharapkan Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
c. Diharapkan Pelaksanaan kegiatan sesuai rencana
d. Diharapkan Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description

3. Kriteria Hasil
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit diharapkan peserta dapat:
1. Peserta dapat Menjelaskan pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
2. Peserta dapat Menjelaskan Penyebab dan Tanda Gejala Penyakit Jantung Bawaan
(PJB)
3. Peserta dapat Menjelaskan penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan) pada
Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
4. Peserta dapat Menjelaskan komplikasi pada Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Lampiran
MATERI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

A. Definisi
1. Pengertian PJB
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena
sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang
muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan anatomi
jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir Kebanyakan kelainan jantung
kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik
yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000). Kelainan ini
merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup.
Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang
kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan
setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi
saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah
dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang
diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat
sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan ruang-
ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubungan
antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan
terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada masa neonatus. Indikasinya seperti
sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan
perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau
minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai distres nafas), dan takipneu > 60x / menit(terjadi
setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir
menunjukkan kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan ½
dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).
2. Penyebab PJB
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak mengerti
mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation, 2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan
(PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Pada garis
besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa biru atau tidak biru. Sering
kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit saluran pernafasan berulang.
Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan multifaktorial. Faktor-faktor
penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella (German rubella) pada masa kehamilan
ibu, genetik misalnya pada sindroma down, ataupun karena obat-obatan yang dimakan selama
hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan
sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak
anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat
merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar
terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan
jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio. Terdapat peranan
faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan.
Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama kehamilan ialah rubella
pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia
juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan
kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai
insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi saat
tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam
paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan
tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya,
terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan
penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan
serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan
sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan
penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan
tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus
terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara
fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan
fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada
neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa
sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya
aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus,
sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini
mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan
darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena
menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya
ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi
tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang
mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus venosus pada
waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous
connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir
mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya
duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan
ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy, 2007).

3. Tanda dan Gejala TOF


Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam
kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau percampuran
darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat menimbulkan sianosis, ditandai oleh
kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh tidak mendapatkan zat asam
memadai akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernapasan si anak akan lebih cepat dan nafsu
makan berkurang. Daya toleransi gerak yang rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih
tua. Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup
pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi aliran darah ke
paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah paru) yang menghambat aliran
darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot (kelainan yang ditandai oleh bocornya
sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan, penyempitan katup pulmonal dan
transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara serambi dan bilik jantung
kanan) yang menghambat aliran darah dari serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala
kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan
ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta kelainan
akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson,
2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung kanan
yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung berupa menurut
Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusu
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
Termasuk dalam kelainan ini adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung,
menetapnya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru yang
seharusnya tertutup setelah lahir, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan
pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, bocornya sekat antara
serambi dan bilik jantung serta kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan pembuluh
darah besar jantung, serta terputusnya segmen aorta. Penyempitan katup jantung dan
pembuluh darah besar kadang kala hanya menimbulkan gejala ringan. Gejala gagal
jantung baru terlihat jika terjadi peningkatan beban jantung (Nelson, 2010).
Derajat PJB yang berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan
pertama dan sering juga pada masa neonatus. Beraneka ragam manifestasi klinis dapat
ditimbulkan, namun ada empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada neonatus
dengan PJB, yaitu:
a. Sianosis: adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali dinyatakan sianosis
sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau
kejadiankejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB
derajat berat walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea: Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt
kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus),
obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan
lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa
klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak
teraba.
c. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia
d. Bising jantung (Irwanto, 2008).

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar

berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan melalui

pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB sianotik

dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis. Tapi bagi

kelainan jantung kongenital yang lebih komplek bentuknya, klasifikasi


segmental mungkin lebih tepat –suatu pendekatan diagnosis berdasarkan

anatomi dan morfologi bagian-bagian jantung secara rinci dan runut.

Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki

kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik biasanya

memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan bervariasi. Baik

keduanya hampir 90% memerlukan intervensi bedah jantung terbuka untuk

pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat

bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri seiring dengan

pertambahan usia anak.

Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung

yang dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasian ini tidak ditandai

dengan sianosis. Penyakit jantung bawaan ini merupakan bagian terbesar dari

seluruh penyakit jantung bawaan.1 Bergantung pada ada tidaknya pirau

(kelainan berupa lubang pada sekat pembatas antar jantung), kelompok ini

dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) PJB asianotik dengan pirau

Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt)

dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang

jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka aliran pirau yang

terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan.

Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan

aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka.


Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke

sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru

(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat menyebabkan

gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB asianotik dengan aliran

pirau dari kiri kanan ialah :

a) Atrial Septal Defect (ASD)

Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat

adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan

kanan.Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan

Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum atrium

primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek septum atrium

sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus,

bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius.

Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak memberikan gejala


(asimptomatis) terutama pada bayi dan anak kecil, kecuali anak sering batuk
pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi paru. Bila pirau cukup besar
maka pasien dapat mengalami sesak napas.

Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan askultasi

ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri

parasternal.16 Selain itu terdapat juga pemeriksaan penunjuang seperti

elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI,

kateterisasi jantung, angiografi koroner, serta ekokardiografi. Pembedahan

dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga yang tidak bergejala
dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka

dengan angka mortalitas kurang dari 1%.

b) Ventricular Septal Defect (VSD)

Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan
berupa lubang atau celah pada septum di antara rongga ventrikal akibat kegagalan

fusi atau penyambungan sekat interventrikel.1 Defek ini merupakan defek yang

paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit jantung bawaan.16,17

Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek septum ventrikel
perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek subarterial

4. Penatalaksanaan Umum PJB


1. Tata laksana Konservatif
Restriksi cairan dan pemberian obat-obatan; Furosemid (lasix) diberikan bersama
restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban
kardiovaskuler, pemberian Indomethacin (Inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilatik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
2. Tata laksana pembedahan
Pemotongan atau pengikatan duktus
3. Tatalaksana Non-pembedahan
Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.

5. Pencegahan sejak kehamilan


 Hindari obat terlarang dan minuman beralkohol
 Vaksinasi virus rubella
 Konsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat-obatan
 Mengontrol gula darah
6. Pencegahan setelah anak di diagnosa PJB
• Membiasakan anak mengkonsumsi makanan sehat serta mengurangi makanan siap saji
yang berlemak tinggi, makanan dan minuman berpengawet dan makanan bersodium
tinggi
• Olahraga
• Tambahan vitamin
DAFTAR PUSTAKA

American Health Association. 2010. Congenital heart desease. http://www.americanheart.org.


diakses Tanggal: 1 Juli 2010.

Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 1 Juli


2010.

Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.

British heart foundation. 2009. Beating heart desease together. http://www.nhlbi.nih.gov.


Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.

Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses


Tanggal: 1 Juli 2010.

Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.
http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=2507&coid=1&caid=34.

Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-fk04usk.blogspot.com.


Diakses Tanggal: 1 Juli 2010

Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.

Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada


neonatus. Jakarta: Trans info Media

Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai