PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru
(alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh
bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan
community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000). Menurut Price (2005) pneumonia
adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Dapat disimpulkan pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim
paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya
napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
B. KLASIFIKASI
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia
dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi
yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia.
Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba,
biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang
akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering
diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil,
meningismus.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas
cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan
tidak ada nafas cepat.
C. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly,
2008).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia
jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan
kematian (Misnadiarly, 2008).
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan
dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada
anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang
tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat
lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
Cara Penularan
D. PATOFISIOLOGI
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru
paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan
organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari
cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag
bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri
sampai darah atau pleura visceral
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan
aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-
to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja
jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia.
(Bennete, 2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala
(Misnadiarly, 2008).
Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Demam
6. Cyanosis (kebiru-biruan)
7. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8. Sakit kepala
9. Kekakuan dan nyeri otot
10. Sesak napas
11. Menggigil
12. Berkeringat
13. Lelah
14. Terkadang kulit menjadi lembab
15. Mual dan muntah
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit meningkat,
tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and Prober, 2007).
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis antara 15.000-40.000/mm3 dengan
predominan sel polimorfonuklear khususnya granulosit. Leukositosis hebat
(30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan pneumonia bakteri. Adanya leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan peningkatan LED. Namun, secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi virus dan bakteri secara pasti (Said,
2008)
2. Uji serologi
Uji serologis untuk deteksi antigen dan antibodi untuk bakteri tipik memiliki sensitivitas
dan spesifisitas rendah. Pada deteksi infeksi bakteri atipik, peningkatan antibodi IgM dan
IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis (Said, 2008).
3. Pemeriksaan mikrobiologis
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan, kecuali pada
pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru
(Said, 2008). Spesimen dari saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji
serologis karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).
4. Pemeriksaan rontgen toraks
Foto rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang rawat inap. Kelainan pada foto rotgen toraks tidak selalu
berhubungan dengan manifestasi klinis. Kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis, namun resolusi infiltrat seringkali
memerlukan waktu yang lebih lama bahkan setelah gejala klinis menghilang. Ulangan
foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau
untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan penunjang pneumonia di instalasi gawat
darurat hanyalah foto rontgen toraks posisi AP (Said, 2008).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Radang paru-paru dapat diobati dengan antibiotik. Itulah yang biasanya ditentukan
di sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit , tapi sebagian besar kasus pneumonia masa
kecil dapat diberikan secara efektif di dalam rumah. Rawat inap disarankan pada bayi
berusia dua bulan dan lebih muda, dan juga dalam kasus yang sangat parah(WHO,
2011).
1. Terapi suportif umum:
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan
vibrasi.
d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest.
H. KOMPLIKASI
a. Abses paru
Abses paru di dalam paru-paru diding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk
ketika infeksi atau peradangan merusak jaringan paru-paru.
c. Kegagalan paru-paru
Udara mungkin memenuhi area antara selaput-selaput pleural yang menyebabkan
pneumothorak atau kegagalan paru-paru. Kondisi bisa berupa suatu kesulitan dari
radang paru-paru (terutama sekali radang paru-paru pneumococcal) atau sebagian dari
prosedur pelanggaran yang digunakan untuk melakukan efusi pleural.
e. Gagal nafas
Kegagalan yang berhubungan dengan pernafasan adalah suatu hal yang
penting-penting yang dapat menyebabkan kematian pada diri pasien dengan radang
paru-paru pneumoccocal. Kegagalan dapat terjadi karena perubahan mekanik dalam
paru-paru yang disebabkan oleh radang paru-paru (kegagalan ventilatory) atau
hilangnya oksigen di dalam nadi ketika radang paru-paru mengakibatkan arus darah
menjadi tidak normal (kegagalan pernapasan hypoxemic).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
d. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
g. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan
sekresi, nyeri.
3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
5. Nyeri b.d proses inflamasi
6. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal
(rumah sakit).
7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.
Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Depkes
RI
Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta :
EGC
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI 2002, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta
Doenges, Marilynn, E. dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Price, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC