A. DEFINISI
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, dapat dijumpai ekstra
nodal, yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lailn pada traktus
digestivus, paru kulit, dan organ lain. (Tambunan, 1981)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang
berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh
tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa
tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya
dikenal sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri.
Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang
mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang,
dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk
menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar
lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.
B. ETIOLOGI
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat
bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis
persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga
ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya
dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga
menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih
besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada
penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita
limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a) Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
b) Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan
dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
infeksi virus yang menyerang DNA maupun Limfosit dapat mengubah
DNA dan Limfosit menjadi sel-sel kanker. Virus tersebut diantaranya
Epstein-Barr Virus (EBV) dan HTLV-1 virus.
C. KLASIFIKASI
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama
‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan.
2. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma
non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada
awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi
untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan,
seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini,
dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada
pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan
darah, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa
lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang
paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening yang kelihatan sebagai
benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien
juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok
sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi
imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan
yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1).ukurannya semakin besar,
2).Kromatin inti menjadi lebih halus, 3).nukleolinya terlihat, 4).protein
permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus
Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia,
mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar
getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal
atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang
Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah
akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut
anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan
jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila
kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang
menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan
gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan
berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu
makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non
hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan
kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke
dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan
pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan
anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan
kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai
pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
- Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
- Demam
- Keringat malam
- Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
- Gangguan pencernaan dan nyeri perut
- Hilangnya nafsu makan
- Nyeri tulang
- Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena.
- Limphadenopaty
F. TAHAPAN PENYAKIT
G. KOMPLIKASI
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I. PENATALAKSANAAN
1. Therapy Medik
Ø Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
¨ Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
¨ Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan
dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian
seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
¨ Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama
¨ Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy
anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
¨ Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
¨ Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang
(CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2. Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya
melalui yim onkology ( di RS type A dan B).
j. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks serta therapy yang
diperoleh klien dari dokter
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan
secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat
pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat
produksi asam laktat jaringan local.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan bernafas sukunder terhadap penekanan massa pada oesopahgus
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek
kemoterapi.
6. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
7. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis
sakit.
8. Perubahan konsep diri (body Image) berhubungan dengan perubahan
bentuk anatomi tubuh (adanya limfoma)
9. Gangguan rasa nyaman (nyeri tekan) berhubungan dengan penekana saraf
di leher akibat adanya limfoma
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif
Criteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24 kali/menit,
tidak ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi napas tambahan.
Intervensi Rasional
Observasi distensi vena leher, Klien LNH dengan sindrom vena cava
nyeri kepala, pusing, edema superior dan obstruksi jalan napas
preorbital, dispnea, stridor menunjukkan kedaruratan onkologis.
Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam
laktat jaringan local.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Kaji dan catat factor yang Menjadi data dasar dan meminimalkan
meningkatkan risiko infeksi risiko infeksi
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan
koping yang positif
Criteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri
terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep
diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi Rasional
Kolaborasi: rujuk pada ahli neuro Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
psikologi dan konseling bila ada penting untuk perkembangan perasaan.
indikasi.
Intervensi Rasional
Pathway
Bahan kimia
Perubahan genetik
http://ithinkeducation.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-pada-non-
hodgkin.html diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00
http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-non-hodgkin.html
diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00
http://akatsuki-ners.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
limfoma.html diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00