Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

1. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera paling
sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit
neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. (Bruner & Suddart, 2002)
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu benda
atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh
pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan
akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan,
serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai
akibat perputaran pada tindakan pencegahan. (http//www.staroncology.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera atau
trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu benda
atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis
karena menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia
produktif.

1
2. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan
yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah),
jatuh, dan pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan
benda tajam dan tembakan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah
kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%)
pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi
standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala
menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah
atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.

b. Trauma oleh benda tumpul


Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan
terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi
diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn
otak.

3. Klasifikasi cedera kepala


Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Menurut jenis luka atau cedera
1) Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan
edema serebral yang luas

2
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang
dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

2) Cedera kepala sedang: (CKS)


GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral,
laserasi atau hematoma intracranial.
3.Menurut aktif tidaknya kepala
1) Akselerasi
Kepala diam, benda aktif mendekati kepala benda
2) Deselerasi
Kepala aktif mendekati kepala benda

4. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan

3
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow
(CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 %
dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
5. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
Klasifikasi cedera kepala :
a. Komosio Serebri (gegar otak)
Gegar otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan
getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat
pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10
menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda dan gejala gegar otak, yaitu hilang kesadaran, sakit
kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening,
lemah, pandangan ganda.
b. Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak
menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh
darah dalam otak pecah dan perdarahan, pasien pingsan pada keadaan
berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat
amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan
neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi.
1) Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial yang dapat menyebabkan kematian.
2) Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-
Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas
dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan
kaku dalam sikap fleksi)
3) Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran
menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar,

4
refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur),
regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
c. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.
Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang
arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya
arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang
tengkorak.
Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval
(masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang
semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
d. Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins)
yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid.
Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran
penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti
hemiparesis, epilepsi, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :
1) Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan
dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
2) Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
3) Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung

5
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi
durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang
dapat mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
e. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar
di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio
berat. Gejala-gejala yang ditemukan adalah hemiplegi, papil edema serta
gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, arteriografi
karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke
sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang
tidak normal.
f. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam
keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak
amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya, yaitu :
1) Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau Racoon’s Eyes),
rusaknya nervus olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai
anosmia.
2) Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur
memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus
cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah
vena (A-V shunt).
3) Fraktur fossa posterior

6
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat
melintas foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga
penderita dapat mati seketika.

Tingkat keparahan cedera kepala :


Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai
secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang
terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening),
reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor
respons). Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :
a. Membuka mata (Eye Open)
Membuka mata spontan 4
Membuka mata terhadap perintah 3
Membuka mata terhadap nyeri 2
Tidak membuka mata 1
b. Respon Verbal (Verbal Response)
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5
Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau) 4
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat 3
Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang (groaning) 2

7
Tidak ada suara 1
c. Respon motorik (Motoric Response)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12
1) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
2) Amnesia paska trauma
3) Muntah
4) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
5) Kejang
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2000)

8
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
a. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan
durameter. Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak
dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus
temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
1) Penurunan kesadaran
2) Nyeri kepala
3) Muntah
4) Hemaparesis
5) Dilatasi pupil ipsilateral
6) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
7) Penurunan nadi
8) Peningkatan suhu

b. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid.
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan
vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berpikir lambat

9
6) Kejang
7) Odem perut
c. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan
piameter. Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk
d. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena. Gejala yang terjadi yaitu :

1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Perubahan tanda-tanda vital
4) Dilatasi pupil

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala
menurut Grace, Piere A. 2006:
a. CT Scan / MRI menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema
serebral; mengidentifikasi luasnya lesi,perdarhan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak. Catatan: untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.
b. Pengkajian neurologis dengan GCS
c. GDA (Gas Darah Arteri) untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.

10
d. Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
e. EEG akan memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang yang
patologis
f. Sinar X akan mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur
pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan
adanya frakmen tulang).

7. PENGKAJIAN PRIMER
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
a. Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b. Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
c. Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi,
sianosis, capilarrefil.
a. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks,
pupil anisokor dan nilai GCS.
b. Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.

8. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes,
Last meal, dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik.
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
(Marilyn, E Doengoes. 2000).

11
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
1) Perubahan kesehatan, letargi
2) Hemiparase, quadrepelgia
3) Ataksia cara berjalan tak tegap
4) Masalah dalam keseimbangan
5) Cedera (trauma) ortopedi
6) Kehilangan tonus otot, otot spastik
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Perubahan darah atau normal (hipertensi)
2) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f. Neurosensoris
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal
pada ekstremitas.
Tanda :
1) Perubahan kesadaran bisa sampai koma
2) Perubahan status mental

12
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
4) Wajah tidak simetri
5) Genggaman lemah, tidak seimbang
6) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
7) Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernapasan
Tanda :
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas
berbunyi stridor, terdesak
2) Ronki, mengi positif
i. Keamanan
Gejala : trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda :
1) Fraktur/ dislokasi
2) Gangguan penglihatan
3) Gangguan kognitif
4) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
5) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi Sosial
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.

13
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata
3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
4. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
7. Resti injury b.d kejang.
8. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
9. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
10. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.

1.0 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
a. Setelah dilakukan 1. Kaji kepatenen jalan - Ronki, mengi
asuhan keperawatan napas menunjukan aktivitas
selama 3X24 jam, sekret yang dapat
diharapkan klien menimbulkan
dapat penggunaan otot-otot
mempertahanakan asesoris dan
patensi napas dengan meningkatkan kerja
kriteria hasil : pernapasan.
a. Bunyi napas 2. Beri posisi - Membantu
vesikuler semifowler. memaksimalkan
b. Tidak ada spuntum
ekspansi paru dan
c. Masukan cairan menurunkan upaya
adekuat. pernapasan.
3. Lakukan - Pengisapan dan
penghisapan lendir membersihkan jalan
dengan hati-hati napas dan akumulasi
selama 10-15 menit. dari sekret. Dilakukan
Catat sifat-sifat, dengan hati-hati
warna dan bau untuk menghindari
sekret. Lakukan bila terjadinya iritasi
tidak ada retak pada saluran dan reflek
tulang basal dan vagal.
robekan dural. - Posisi semi prone
dapat membantu
4. Berikan posisi semi keluarnya sekret dan

14
pronelateral/miring mencegah aspirasi.
atau terlentang setiap Mengubah posisi
dua jam. untuk merangsang
mobilisi sekret dari
saluran pernapasan.
- Membantu
mengencerkan sekret,
5. Pertahankan meningkatkan
masukan cairan pengeluaran sekret.
sesuai kemampuan
- Meningkatkan
klien.
ventilasi dan
membuang sekret
6. Berikan serta relaksasi otot
bronkodilator IV dan halus/spsponsne
aerosol sesuai bronkus.
indikasi.

b. Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, - Perubahan dapat


asuhan keperawatan irama dan kedalaman menandakan awitan
selama 3X24 jam, pernapasan. Catat komplikasi pulmo
diharapkan klien ketidakteraturan atau menandakan
mempunyai pola pernapasan. luasnya keterlibatan
pernapasan yang otak. Pernapasan
efektif dengan kriteria lambat, periode aprea
hasil: dapat menandakan
a. Pola napas nomal perlunya ventilasi
(irama teratur, RR mekanis.
2. Catat kompetensi
= 16-24 x/menit).
reflek GAG dan - Kemampuan
b. Tidak ada
kemampuan untuk mobilisasi penting
pernapasan cuping
melindungi jalan untuk pemeliharaaan
hidung.
napas sendiri. jalan napas.
c. Pergerakan dada Kehilangan reflek
simetris. batuk menandakan
d. Nilai GDA normal. perlunya jalan napas
PH darah = 7,35-
3. Tinggikan kepala buatan/intubasi.
7,45.
tempat tidur sesuai - Untuk memudahkan
PaO2 = 80-100
indikasi. ekspansi paru dan
mmHg.
PaCO2 = 35-45 menurunkan adanya
mmHg. kemugkinan lidah
HCO3- = 22-26 jatuh menutupi jalan
4. Anjurkan kllien napas.
m.Eq/L
untuk bernapas
dalam dan batuk - Mencegah atau
efektif. menurunkan
atelektasis.
5. Beri terapi O2
- Memaksimalkan O2
pada darah arteri dan

15
tambahan. membantu dalam
mencegah hipoksia.
- Menentukan
6. Pantau analisa gas kecukupan
darah, tekanan pernapasan,
oksimetri. keseimbangan asam
basa.
-
c. Setelah dilakukan 1. Kaji status Hasil dari pengkajian
asuhan keperawatan neurologis yang dapat diketahui
selama 3X24 jam, berhubungan dengan secara dini adanya
diharapkan klien tanda-tanda tanda-tanda
mempunyai perfusi peningkatan TIK, peningkatan TIK
jaringan adekuat terutama CGS. sehingga dapat
dengan kriteria hasil: menentukn arah
a. Tingkat kesadaran tindakan selanjutnya
normal serta manfaat untuk
(composmetis). menentukan lokasi,
b. TTV Normal. perluasan dan
120
(TD: /80 mmHg, perkembangan
suhu: 36,5-37,50C, keruskan SSP.
Nadi: 80-100 2. Monitor TTV; TD, - Dapat mendeteksi
x/menit, RR: 16-24 denyut nadi, suhu,
secara dini tanda-
x/m) minimal setiap jam
anda peningkatan
sampai klien stabil.
TIK, misalnya
hilangnya
autoregulasidapat
mengikuti kerusakan
vaskularisasi selenral
lokal. Napas yang
tidak teratur dapat
menunjukkan lokasi
3. Tingggikan posisi
adanya gangguan
kepala dengan sudut
serebral.
15-45o tanpa bantal
dan posisi netral. - Posisi kepala dengan
sudut 15-45o dari
kaki akan
meningkatkan dan
memperlancar aliran
balik vena kepala
sehingga mengurangi
kongesti cerebrum,
dan mencegah
4. Monitor suhu dan penekanan pada saraf
atur suhu lingkungan medula spinalis yang
sesuai indikasi. menambah TIK.

16
Batasi pemakaian - Deman menandakan
selimut dan kompres adanya gangguan
bila de mam. hipotalamus:
peningkatan
kebutuhan metabolik
5. Monitor asupan dan akan meningkatkan
keluaran setiap TIK.
delapan jam sekali.
- Mencegah kelibahan
cairan yang dapat
menambah edema
6. Berikan O2 serebri sehingga
tambahan sesuai terjadi peningkatan
indikasi. TIK.
- Mengurangi
hipokremia yang
dapat meningkatkan
vasoditoksi cerebri,
7. Berikan obat-obatan volume darah dan
antiedema seperti TIK.
manito, gliserol dan - Manitol/gliserol
losix sesuai indikasi. merupakan cairan
hipertonis yang
berguna untuk
menarik cairan dari
intreseluler dan
ekstraseluler. Lasix
untuk meningkatkan
ekskresi natrium dan
air yang berguna
untuk mengurangi
edema otak.
d. Setelah dilakukan 1. Kaji respon sensori - Informasi yang
asuhan keperawatan terhadap panas atau penting untuk
selama 3X24 jam, dingin, raba atau keamanan kllien ,
diharapkan klien sentuhan. Catat semua sistem sensori
mengalami perubahan perubahan- dapat terpengaruh
persepsi sensori perubahan yang dengan adanya
dengan kriteria hasil: terjadi. perubahan yang
a. Tingkat kesadaran melibatkan
normal. E4 M6V5. kemampuan untuk
b. Fungsi alat-alat menerima dan
indera baik. berespon sesuai
c. Klien kooperatif stimulus.
kembali dan dapat - Hasil pengkajian
berorientasi pada 2. Kaji persepsi klien, dapat
orang, waktu dan baik respon balik dan

17
tempat. koneksi kemampuan menginformasikan
klien beroerientasi susunan fungsi otak
terhadap orang, yang terkena dan
tempat dan waktu. membantu intervensi
sempurna.
3. Berikan stimulus - Merangsang kembali
yang berarti saat kemampuan persepsi-
penurunan sensori.
kesadaran.
- Gangguan persepsi
4. Berikan keamanan sensori dan buruknya
klien dengan keseimbangan dapat
pengamanan sisi meningkatkan resiko
tempat tidur, bantu terjadinya injury.
latihan jalan dan
lindungi dari cidera.
- Pendekatan antar
5. Rujuk pada ahli disiplin dapat
fisioterapi , terapi menciptakan rencana
deuposi, wicara, penatalaksanaan
terapi kognitif. terintregasi yang
berfokus pada
peningkatan evaluasi,
dan fungsi fisik,
kognitif dan
ketrampilan
perseptual.
e. Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat - Informasi akan
asuhan keperawatan nyeri, lokasi, memberikan data
selama 3X24 jam, intensitas, keluhan dasar untuk
nyeri berkurang atau dan durasi. membantu dalam
terkendali dengan menentukan
kriteria hasil: 2. Monitor TTV. pilihan/keeferktifan
a. Pelaporan nyeri intervensi.
terkontrol. - Perubahan TTV
b. Pasien tenang, tidak 3. Buat posisi kepala merupakan indikator
gelisah. lebih tinggi (15-45o). nyeri.
c. Pasien dapat cukup - Meningkatkan dan
istirahat. melancarkan aliran
balik darah vena dari
kepala sehingga dapat
4. Ajarkan latihan mengurangi edema
teknik relaksasi dan TIK.
seperti latihan napas
- Latihan napas dapat
dalam.
membantu
pemasukan O2 kebih
banyak , terutama

18
untuk oksigenasi otot.
- Respon yang tidak
5. Kurangi stimulus menyenangkan
yang tidak menambah
menyenangkan dari ketegagngan saraf
luas dan berikan dan mamase akan
tindakan yang mengalihkan
menyenangkan rengsang terhadap
seperti masase. nyeri.
f.. Setelah dilakukan 1. Periksa kembali - Mengidentifikasi
asuhan keperawatan kemampuan dan kemungkinan
selama 3X24 jam, keadaan secara kerusakan yang
diharapkan klien fungsional pada terjadi secara
mampu melakukan kerusakan yang fungsional dan
aktifitas fisik dan terjadi mempengaruhi
ADL dengan kriteria pilihan intervensi
hasil: yang akan dilakukan
a. Klien mampu pulih 2. Kaji tingkat - Seseorang dalam
kembali pasca akut kemampuan setiap kategori
dalam mobilitas dengan mempunyai resiko
mempertahankan
skala 0-4 kecelakaan, namun
fungsi gerak. 0: Klien tidak dengan kategori nilai
b. Tidak terjadi bergantung orang 2-4 menpunyai resiko
komplikasi , seperti lain. yang terbesar untuk
dekubitus, 1: Klien butuh terjadinya bahaya.
bronkopnemonia sedikit bantuan.
tromboplebitis dan 2: Klien butuh
kontraktur sendi. bantuan
c. Mampu sederhana.
mempertahankan
3: Klien butuh
keseimbangan bantuan atau
fungsi tubuh. peralatan yang
banyak.
4: Klien butuh sangat
bergantung pada - Dapat meningkatkan
orang lain. sirkulasi seluruh
tubuh dan mencegah
adanya tekanan pada
3. Atur posisi klien dan organ yang menonjol.
ubah posisi secara
teratur tiap dua jam - Mempertahankan
sekali bila tidak ada fungsi sendi dan
kejang atau setelah mencegah resiko
empat jam pertama. tromboplebitis.
4. Bantu klien - Meningkatkan
melakukan gerakan sirkulasi dan

19
sendi secara teratur. meningkatkan
elastisitas kulit dan
menurunkan resiko
5. Pertahankan linen
terjadinya ekskariasi
tetap bersih dan
kilit
bebas kerutan
- Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal
ekstremitas dan
menurunkan
6. Bantu untuk
terjadinya vena statis
melalukan latihan
rentang gerak - Meningkatkan
aktif/pasif kesembuhan dan
membentuk kekuatan
otot

7. Anjurkan klien untuk


tetap ikut serta dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
sesuai kemampuan

g Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- - Mengetahui saat


asuhan keperawatan tanda kejang, waktu terjadinya kejang
selama 3X24 jam, untuk antisipasi
diharapkan klien tidak 2. Pertahankan - Menurunkan
mengalami cedera penghalang tempat terjadinya trauma
dengan kriteria hasil: tidur terpasang
a. Pernyataan 3. Jauhkan benda- - Menurunkan
pemahaman faktor benda yang dapat terjadinya trauma
yang trlibat dalam melukai klien
kemungkinan 4. Pertahankan agar - Menurunkan
cedera. lidah tidak tergigit terjadinya trauma
b. Menunjukkan 5. Berikan obat sesuai - Mengendalikan
perilaku , gaya dengan indikasi, kejang
hidup untuk misal antikonvulsan
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi dari
cedera
c. Mengubah
lingkungan sesuai
indikasi untuk
meningkatkatkan
keamanan

20
h Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik - Menurunkan resiko
asuhan keperawatan aseptik dan teknik terjadinya infeksi dan
selama 3X24 jam, cuci tangan yang kontaminasi silang
diharapkan klien tidak tepat bagi pasien,
mengalami infeksi pengunjung maupun
dengan kriteria hasil: staf.
a. Tidak ada tanda- 2. Pantau suhu secara - Peningkatan suhu
tanda infeksi, rubor, teratur merupakan salah satu
kalor, dolor. indikator terjadinya
b. Suhu tubuh 36,5- infeksi
37,5 oC 3. Ubah posisi klien - Mencegah kerusakan
c. Mencapai dengan sering. kulit
penyembuhan tepat Pertahankan linen
waktu tetap kering dan
d. Berpartisipasi bebas dari kerutan.
dalam intervensi 4. Batasi/hindari - Menurunkan resiko
dalam pencegahan prosedur invansif kontaminasi
infeksi 5. Beri antibiotik sesuai - Mengidentifikasi
indikasi infeksi
i.. Setelah dilakukan 1. Inspeksi seluruh area - Kulit biasanya
asuhan keperawatan kulit. Catat adanya cenderung rusak
selama 3X24 jam, kemerahan karena perubahan
diharapkan klien tidak sirkulasi perifer,
mengalami infeksi tekanan
dengan kriteria hasil: 2. Lakukan perubahan - Meningkatkan
a. Mengidentifikasi posisi sesering sirkulasi pada kulit
faktor resiko mungkin dan mengurangi
individual. tekanan pada daerah
b. Mengungkapkan tulang yang menonjol
pemahaman tentang 3. Pertahankan linen - mengurangi/mencega
kebutuhan tindakan tetap kering, bersih h adanya iritasi kulit
c. Berpartisipasi pada dan bebas kerutan
tingkat kemampuan 4. Tinggikan - Meningkatkan arus
untuk mencegah ekstremitas bawah balik vena,
kerusakan kulit. secara periodik mencegah/mengurang
i pembentukan edema
5. Masase penonjolan - Meningkatkan
tulang dengan sirkulasi ke jaringan,
lembut meningkatkan tonus
menggunakan vaskuler dan
krim/lotion mengurangi edema
jaringan
j. Setelah dilakukan 1. Ukur haluaran dan - Penurunan haluaran
asuhan keperawatan BJ urin. Catat urin dan BJ akan
selama 3X24 jam, ketidakseimbangan menyebabkan
diharapkan klien tidak input dan output. hipovolemia.
mengalami infeksi 2. Dorong masukan - Memperbaiki
dengan kriteria hasil: cairan peroral sesuai kebutuhan cairan

21
a. TTV dalam batas toleransi
normal 3. Pantau tekanan darah - Pengurangan dalam
TD 120/80 mmHg, dan denyut jantung sirkulasi volume
nadi 60-100x/menit, cairan dapat
o
suhu 36,5-37,5 C, mengurangi tekanan
RR 16-24x/menit darah, mekanisme
b. Nadi perifer teraba kompensasi awal
kuat takikardi untuk
c. Haluaran urin meningkatkan curah
adekuat jantung dan tekanan
darah sistemik
4. Palpasi denyut - Denyut yang lemah,
perifer mudah hilang dapat
menyebabkan
hipovolemi
5. Kaji membran - Merupakan indikator
mukosa, turgor kulit, dari kekurangan
dan rasa haus volume cairan dan
sebagai pedoman
untuk penatalaksaan
rehidrasi
6. Berikan tambahan - Memperbaiki
cairan parenteral kebutuhan cairan
sesuai indikasi

22
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd
ed. Philadelpia : F.A. Davis Company.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing
Process Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.
Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University
Press
Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC
Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Surabaya : Airlangga Univ. Press.
Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.
Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany

23

Anda mungkin juga menyukai