Anda di halaman 1dari 38

RESUME IBU HAMIL DENGAN KPD

A. Definisi KPD
Prawirohardjo (2014) mengatakan bahwa KPD merupakan keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila terjadi KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut
KPD pada kehamilan prematur.

KPD adalah komplikasi yang terlihat pada kehamilan. Sebagian penyebabnya tidak
diketahui dan diikuti oleh PROM sebelumnya. Hal ini terlihat kebanyakan pada ibu rumah
tangga. Kelompok usia 20-30 adalah kelompok yang paling sering terjadi KPD (Mishra dan
joshy, 2015 ).

B. Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air
ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi, bila anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi (Nugroho, 2011)

C. Panilaian klinis
Ada beberapa hal yang harus ditentukan untuk menganalisis bahwa cairan yang keluar
merupakan cairan air ketuban yang mana sebagai berikut :
1. Tentukan pecahnya selaput ketuban
Ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina, jika tidak ada, dapat dicoba dengan
gerakan sedikit bagian bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
2. Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan USG.
3. Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : suhu ibu ≥ 38oC, air ketuban keruh
dan berbau
4. Tentukan tanda-tanda inpartu, tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk
melihat skor pelvile.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
 Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
 Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine atau secret vagina.
 Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus berubah menjadi biru menunjukan adanya
air ketuban (alkalis) dan jika kertas lakmus berubah menjadi merah menunjukkan urine.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
 Pemeriksaan ini di maksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
 Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidromnion

E. Penatalaksanaan
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam mengelolah KPD akan
membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang
cukup bulan, jika kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio
sesarea, dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis.

F. Asuhan keperawatan ibu dengan KPD


1. Pengkajian
a. Alasan masuk rumah sakit
Biasanya ibu masuk ke rumah sakit dengan keluhan terdapat pengeluaran air
pervagina
b. Riwayat keluahan utama
Pada saat di kaji biasanya ibu merasakan mules, air yang keluar sedikit demi dsedikit
dan warnanya jernih, atau nyeri perut tembus belakang
c. Riwayat kesehatan sekarang
kaji ada atau tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak pucat, lemah

2) Wajah :tampak pucat dan lemah

3) Mata : konjugtiva anemin

4) Payudara :

 inspeksi: biasanya payudara membesar dan puting menghitam

 palpasi: saat dilakukan pijatan di puting akan keluar cairan seperti susu.

5) Abdomen :

Inspeksi : perut akan membesar sesuai dengan usia kehamilan

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(ketuban pecah sebelum waktunya). (D.0142) (Sdki : 304).

3. Perencanaan Keperawtan

Diagnosa SLKI SIKI


keperawatan
Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
Berhubungan keperawatan 1 x 24 jam
Dengan Tindakan :
diharapkan derajad infeksi
Ketidakadekuatan menurun. Dengan kriteria 1. Monitor tanda dan gejala
pertahanan tubuh hasil : infeksi lokal dan sistemik
primer (ketuban
2. Cuci tangan sebelum dan
pecah sebelum 1. Kemerahan menurun
sesudah kontak denganpasien
waktunya). (D.0142) 2. Nyeri menurun
dan lingkungan pasien
3. Kadar sel darah putih
3. Pertahankan teknik aseptik
membaik
pada pasien beresiko tinggi.
4. Kultur darah membaik
4. Jelaskan tanda dan gejala
5. Kultur area luka
membaik infeksi
(SLKI : 139) 5. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka tau luka operasi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
7. Anjurkan meningkatkan
cairan
(SIKI : 278 )

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahapan yang menentukan apakah tujuan dapat tercapai sesuai yang
ditetapkan dalam tujuan di rencana keperawatan. Evaluasi dapat dibagi dalam dua jenis,
yaitu :
1. Evaluasi akhir (formatif) yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontak pelaksanaan.
2. Evaluasi berjalan (sumatif) menilai secara keseluruhan terhadap pencapaian
diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan sebagain, diteruskan
dengan perubahan intervensi, atau dihentikan.
RESUME IBU HAMIL DENGAN PEB

A. Konsep PEB
1. Pengertian Pre Eklampsia
Preeklampsia merupakan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau terjadi segera setelah persalinan
(Aspiani, 2017).

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi, proteinuria dan edema pada seseorang gravida
yang tadinya normal, penyakit ini timbul sesudah minggu ke 20 dan paling sering terjadi
pada primigravida (Purwoastuti, 2015).

2. Klasifikasi Pre Eklampsia


Prawirohardjo (2013), juga mengklasifikasikan preeklampsia menjadi 2 golongan yaitu:
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah pre eklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg disertai proteinuria ≥ 300 mg/24
jam.
b. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah pre eklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24
jam.

3. Manifestasi Klinis Pre Eklampsia


Menurut Reeder, dkk (2014) manifestasi klinis dari preeklampsia berat adalah:
a. Sakit kepala berat terus menerus, biasanya pada kepala bagian depan atau
oksipital
b. Penglihatan gelap atau kabur
c. Gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh spasme arterial,iskemia, edema
retina dan ablasio retina.
d. Penurunan jumlah ekskresi urine (<400 ml/24 jam), peningkatan proteinuria
e. Nyeri epigastrik (gejala akhir)
f. Retardasi pertumbuhan janin
g. Dekompensasi jantung, edema paru, atau sianosis.

4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ayu (2016), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
a) Ureum darah (untuk melihat kerusakan pada ginjal)
b) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan 12-14 gr%).
c) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
d) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL)
b) LDH (Laktat Dehidrogenase) meningkat
c) Aspartat Aminomtransferase (AST) > 60 uL
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31
u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dl)
3) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat (normalnya yaitu 2,4 – 2,7 mg/dl)
4) Pemeriksaan retina untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina
5) Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol didalam
plasma serta urin untuk menilai faat unit fetoplasenta.

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Elektrokardiogram (EKG) dan foto dada menunjukan pembesaran ventrikel
dan kardiomegali.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan seperti pemberian analgetik seperti
morfin sulfat, obat-obatan antiemetic misalnya prometasin 25 mg yang biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik. Selain itu
pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, leukosit) dapat dilakukan
secara rutin pada pagi hari setelah operasi. Hematokrit harus dipantau kembali bila
terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguria atau keadaan lain yang
menunjukkan hipovolemi. Jika hematokrit stabil, pasien dapat melakukan ambulasi
tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih
lanjut (Redeer, dkk, 2014). Pada pemeriksaan hemoglobin, apabila ditemukan Hb
dibawah 8% dipertimbangkan untuk transfusi (Prawirohardjo, 2013). Selanjutnya
dapat diberikan obat anti kejang seperti MgSO4apabila ditemukan tanda dan gejala
kejang.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan secara umum yang dapat dilakukan meliputi adalah
pemeriksaan kesadaran serta keluhan yang terjadi.
2) Pemeriksaan Khusus
Menurut Padila (2014), pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan
diantaranya :
a) Pengontrolan Tanda-Tanda Vital
Pengontrolan tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu yang dilakukan
minimal setiap 4 jam sekali (Redeer, dkk, 2014).
b) Fundus uteri
pemeriksaan dapat dilakukan pada : tinggi fundus uteri, kontraksi dan
posisi fundus uteri tersebut.
c) Payudara
Dapat dilakukan pemeriksaan puting susu, periksa apakah ada
pembengkakan serta periksa kelancara pengeluaran ASI.
d) Lochia
Pemeriksaan terhadap jenis lochia, dapat berupa lochia rubra, serosa
atau alba.

3) Terapi cairan dan diit


Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan termasuk ringer laktat
(RL) terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama
berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin dibawah 30 ml/jam, pasien
harus dievaluasi kembali. Pemberian minum dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 10 jam post operasi. Paling lambat
pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat
menerima makanan biasa. Pasien diharuskan memakan yang bergizi dan
minum sebanyak 1.500 ml/hari (Redeer, dkk, 2014).

4) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap seperti: miring kanan dan kiri yang
dapat dimulai sejak 6-10 jam post operasi untuk mencegah thrombosis atau
penyumbatan pembuluh darah, latihan pernapasan dapat dilakukan sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar (Redeer, dkk, 2014).
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan pengeluaran lochia,
mengurangi infeksi purperium, mempercepat involusi dan memperlancar
fungsi gastrointestinal dan alat perkemihan serta meningkatkan kelancaran
peredaran darah sehingga mempercepat pengeluaran ASI dan sisa
metabolisme lainnya (Padila, 2014)
5) Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat
bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali
ambulasi sehingga preparat analgesic yang baru saja diberikan akan
mengurangi rasa nyeri. pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar
mandi dengan bantuan Redeer, dkk, 2014).

6) Perawatan luka
Umumnya segera setelah cedera, respon peradangan menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,
serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim
proteolitik yang memkan jaringan yang mengalami cedera. Setelah beberapa
hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang-benang kolagen pada
tempat cedera. Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi
jaringan yang rusak dan menutupi luka (Purwoastuti,2015). Umumnya luka
insisi diinspeksi setiap hari, paling lampat pada hari ketiga pasien sudah
dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. Bila balutan luka basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti (Redeer, dkk, 2014).

6. Komplikasi Pre Eklampsia


Menurut Reeder, dkk (2014), komplikasi maternal yang disebakan oleh preeklamsia
berat dapat berupa seperti eklamsia, edema paru, hemoragic otak, gagal jantung
kongestif, infark miokard, sindrom distress, dan kerusakan endotelium intravaskular.

Sedangkan janin memiliki resiko mengalami solusio plasenta, retardasi pertumbuhan


intrauterus, hipoksia akut, kematian intrauterus dan prematuritas.
Menurut Ayu (2016), komplikasi dari preeklampsia berat, antara lain:
a. Pada ibu
1) Eklampsia
2) Solusio plasenta
3) Stroke
4) Perdarahan subkapsula hepar
5) Kelainan pembekuan darah (DIC)
6) Sindrom HELLP (hemolisis, elvated, liver, enzymes, dan low platelet count)
7) Ablasio retina
8) Gagal jantung hingga syok dan kematian

b. Pada janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Distress fetal
4) Asfiksia neonatorum
5) Hipoksia janin
6) Kematian dalam uterus
7) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

B. Konsep Asuhan Keperawatan PEB


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu, dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan
melalui wawancara dan pemeriksaan fisik (Mitayani, 2013)
a. Identitas Klien
Wanita kelompok usia biasanya <20 tahun atau >35 tahun, kehamilan
primigravida atau multigravida.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengeluh nyeri pada perut bekas operasi, klien merasa sakit kepala, terasa
sakit di ulu hati atau nyeri epigastrium. Selanjutnya klien biasanya mengeluh
penglihatan kabur, mual dan muntah, tidak ada nafsu makan dan bengkak
pada ekstremitas.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
sudah menderita hipertensi sebelum hamil, klien mempunyai riwayat
preeklamsia pada kehamilan terdahulu, pernah melahirkan dengan operasi
sectio caesarea sebelumnya. biasanya klien pernah menderita penyakit ginjal
kronis dan biasanya klien mengalami obesitas.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit penyakit keturunan
seperti jantung, DM, Hipertensi. Kemungkinan pada anggota keluarga ada
yang mempunyai riwayat pre eklampsia dan eklampsia.
c. Riwayat Perkawinan
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
d. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
kurang pengetahuan tentang hipertensi dalam kehamilan, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan.
2) Pola Nutrisi
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami peningkatan nafsu makan karena ada keinginan untuk menyusui
bayinya.
3) Pola Eliminasi
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami perasaan sering/susah kencing selama masa nifas.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran
sang bayi dan nyeri abdomen bagian bawah bekas operasi.
5) Pola Hubungan dan Peran
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami perubahan peran pada klien, karena kehadiran bayi sehingga
menambah anggota baru dalam keluarga.
6) Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami perubahan pola sensori, klien merasakan nyeri pada bekas luka
di bagian bawah abdomen, pada pola kognitif biasanya klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami kecemasan terhadap keadaan kesehatannya.
8) Pola Reproduksi dan Sosial
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat biasanya
tidak ada masalah pada kepala, dikepala dapat dinilai kebersihan, serta pada
rambut apakah ada kerontokan.

2) Wajah
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami wajah pucat, dan biasanya terdapat cloasma gravidarum

3) Mata
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi preeklamsia berat cendrung
mengalami konjungtiva sub anemis, skelera sedikit ikterik.

4) Telinga
Telinga simetris, pada telinga dapat dinilai bagaimana kebersihannya,
periksa adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Pada hidung tidak terdapat pernafasan cupping hidung dan polip

6) Leher
Biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, periksa apakah ada
pembesaran kelenjar getah bening dan vena jugularis.

7) Dada
Biasanya pada paru-paru, retraksi dinding dada tidak ada, dan pada jantung
biasanya ictus cordis tidak terlihat, dan batas-batas jantung tidak melebar.

8) Payudara/Mamae
Inspeksi : pada payudara biasanya tidak simetris, pada areola mamae terjadi
hiperpigmentasi, papila mamae menonjol/ datar/ dan tampak bersih atau
tidak
Palpasi : ASI/ kolostrum ada tetapi sedikit, payudara teraba membengkak
dan keras.

9) Abdomen
Inspeksi : Akan tampak ada luka bekas operasi, biasanya posisi luka operasi
melintang atau tegak lurus, biasanya tampak ada strie, linea nigra atau alba
Palpasi : Pada hari pertama partum tinggi fundus uteri setinggi pusat, posisi
uterus medial atau lateral, kontraksi uterus bisa teraba keras atau lunak.

10) Genitalia
Genitalia :Pada hari pertama partum kien terpasang kateter
a) Lochea : Pada fase immediet yang terjadi pada 24 jam pertama, jenis
lochea rubra yang pada umumnya berwarna merah muda. Selanjutnya
pada fase early yang dimulai 24 Jam pertama sampai satu minggu, jenis
lochea sangunolenta dimulai hari ke 3 – 7 hari post partum, dan lochea
serosa yang dimulai dari hari 7 – 14 hari pasca persalinan, dan lochea
alba setelah 2 minggu post partum.
b) Haemorhoid : Biasanya tidak ada haemoroid

11) Ekstremitas
Atas : Klien terpasang infus, tampak ada edema, biasanya teraba dingin, dan
tanpak sedikit pucat.
Bawah : Biasanya ada edema, biasanya tidak terdapat varises, biasanya
teraba sedikit dingin, dan tanpak sedikit pucat

f. Data Sosial Ekonomi


Umumnya preeklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dari golongan
ekonomi rendah dimana mereka kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal yang
teratur (Mitayani, 2013)

g. Data Psikologis
Biasanya klien preeklampsia ini berada dalam kondisi cemas, labil dan mudah
marah, klien merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan bayinya
(Mitayani, 2013)

2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(D.0004) (SDKI: 24)
b. Nyeri akut berubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077) (SDKI: 172)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi:
berhubungan keperawatan selama 1x Tindakan
ketidakseimbangan 24 jam diharapkan 1. monitor frekuensi,
ventilasi- perfusi pertukaran gas irama, kedalaman,
meningkat, dengan
kriteria hasil: dan upaya napas
1. dispnea menurun 2. monitor pola napas
2. bunyi napas 3. monitor adanya
tambahan menurun produksi sputum
3. gelisah menurun 4. auskultasi bunyi
4. napas cuping napas
hidung menurun 5. monitor saturasi
5. PO2 membaik oksigen
6. Sianosis membaik 6. monitor nilai AGD
7. Pola napas 7. atur interval
membaik pemantauan
(SLKI: 94) respirasi sesuai
kondisi pasien
8. jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
(SIKI: 247)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri:
dengan agen pencedera keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis 1x24 jam diharapkan karakteristik, durasi,
tingkat nyeri menurun, frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi faktor
3. Gelisah menurun yang memperberat
4. Kesulitan tidur dan memperinga
menurun nyeri
5. Frekuensi nadi 4. Monitor efek
membaik samping analgetik
6. Nafsu makan 5. Berikan teknik non
membaik farmakollogis untuk
(SLKI: 145) mengurangi rasa
nyeri
6. Fasilitasi istirahat
dan tidur
7. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Kolaborasi
pemberian analgetik
(SIKI: 201)
RESUME IBU HAMIL DENGAN KET

A. Konsep Dasar KET


1. Pengertian KET
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan masalah bagi kaum wanita, di mana
ovum yang telah dibuahi sperma berimplantasi dan tumbuh di luar kandungan.
Kehamilan Ektropik Terganggu adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi,implantasi
terjadi diluar endometrium kavum uteri (Prawiroharjo S,1999;12)

2. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui.Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai
berikut :
a. Faktor tuba,yaitu salpingtis,perlekatan tuba,kelainan konginetaltuba,pembedehan
sebelumnya,endometiosis,t umor yang mengubah bentuk tuba dan kehamilan
ektopik selumnya
b. Kelainan zigot,yaitu kelainan kromosomdan malformasi
c. Faktor ovarium yaitu miograsi luar ovum dan pembesaran ovarium.
d. Penggunaaan hormone eksogen
e. Factor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD (Dr.Rustam Mochtar,
synopsis Obstetri,2000)

3. Manifestasi klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya
ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan
per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan
keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa
vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian
bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan
intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher,
terutama saat inspirasi.

4. Tanda dan gejala KET


a. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
b. Menstruasi abnormal.
c. Abdomen dan pelvis yang lunak.
d. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan,
atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium
uterus.
e. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
f. Kolaps dan kelelahan
g. pucat
h. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
i. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
j. Gangguan kencing

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
2) Pemeriksaan kadar hormone progesterone
3) Pemeriksaan kadar HCG serum
4) Pemeriksaan golongan darah
b. Kuldosentesis
(Pengambilan cairan peritoneal dari extra vasio rektou terina (ruang Douglas),
melalui tindakan fungsi melalui dinding vagina.
c. Ultrasonografi (USG)
d. Pemberian obat analgetik

6. Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis,
diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus,
tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok,
DIC, dan kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi,
kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar).
Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.

B. Asuhan Keperawatan KET


1. Pengkajian
a. Biodata
1) Nama
Sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/Klinik atau catat
apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.
2) Umur
Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dantindakan, juga
sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainantersebut terjadi. Pada
keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun (Prawiroharjo S,
1999 ; 251).
3) Alamat
Sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakahdekat atau
jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
4) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akanmemudahkan
dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentanggejala / keluhan selama
di rumah atau Rumah Sakit.
5) Status pernikahan
Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien mengalamikehamilan
(KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan.
6) Pekerjaan
Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien,
sehinggamemungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET.

b. Keluhan utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahanselain itu
klien ammeorrhoe.

c. Riwayat penyakit sekarang


Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudian disusul
dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanya nyeri hanya satu
sisi ke sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina:
1) Kadang disertai muntah
2) Keadaan umum klien lemah
3) Terkumpulnya darah di rongga perut

d. Riwayat kesehatan dahulu


Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis,addresitis
menyebabkan perlengkapan endosalping, Tuba menyempit / membantu.
Endometritis endometritis tidak baik bagian nidasi
Status obstetri ginekologi
Usia perkawinan sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun, berdampak
bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak.
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji kesehatan suami,Suami mengalami infeksi system
urogenetalia, dapat menular padaistri dan dapat mengakibatkan infeksi pada
celvix.
f. Riwayat psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguankonsep
diri, selain itu menyebabkan kekhawatiran atau ketakutan

g. Pola aktivitas sehari-hari


1) Pola nutrisi
Pada rupture tube keluhan yang paling menonjol selain nyeri adalah Nausea
dan vomiting karena banyaknya darah yang terkumpul dirongga abdomen.
2) Eliminasi
Pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasiitu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obatnyeri,
adanya intake makanan dan cairan yang kurang. Sehinggatidak ada
rangsangan dalam pengeluaran faeces.Pada BAK klien mengalami output
urine yang menurun < 1500ml/hr, karena intake makanan dan cairan yang
kurang.
3) Personal hygiene
Luka operasi dapat mengakibatkan pembatasan gerak, takut untuk
melakukan aktivitas karena adanya kemungkinan timbul nyeri,sehingga
dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4) Pola aktivitas (istirahat tidur)
Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat infeksi/defekasi akibathematikei
retropertonial menumpuk pada cavum Douglasi.

h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan umum ialah
kurang lebih normal sampai gawat dengan shock berat dananemi
(Prawiroharjo, 1999; 255).
2) Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 1999 ;155)
3) Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapatdiidentifikasikan
melalui leher dan thorax, Payudara pada KET, biasanya mengalami
perubahan.
4) Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisiuterus,
dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor
yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata
disamping uterus.Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada repture
tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang
berkumpul ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun padarupture
tuba gerakan pada serviks nyeri sekali (Prawiroharjo S,1999, hal 257).
5) Pemeriksaan genetalia
Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksa genetalia eksterna
dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus
biasanya sedikit- sedikit, berwarna merah kehitaman.Setelah dilakukan
tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia dapat ditemukan adanya darah
yang keluar sedikit.
6) Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin
akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 4-5.(D.0077) (SDKI : 172)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan fisik lemah, kekuatan otot.(D.0054) (SDKI : 124)

3. Perencanaan keperawatan

Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri:
dengan agen cedera fisik keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi lokasi,
dibuktikan dengan ekspresi jam diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
wajah meringis, skala nyeri nyeri menurun, dengan frekuensi, kualitas,
4-5. kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi faktor
3. Gelisah menurun yang memperberat
4. Kesulitan tidur dan memperinga nyeri
menurun 4. Monitor efek samping
5. Frekuensi nadi analgetik
membaik 5. Berikan teknik non
6. Nafsu makan farmakollogis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri
(SLKI: 145) 6. Fasilitasi istirahat dan
tidur
7. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Kolaborasi pemberian
analgetik
(SIKI: 201)
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri:
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi adanya
penurunan kekuatan otot jam diharapkan mobilitas nyeri atau keluhan fisik
dibuktikan dengan fisik fisik membaik, dengan lainnya
lemah, kekuatan otot. kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi
1. Pergerakan fisik melalui ambulasi
ekstermitas 3. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
2. Kekuatan otot darah sebelum memulai
meningkat ambulasi
3. Rentang gerak 4. Monitor kondisi umu
(ROM) meningkat selama ambulasi
(SLKI: 65) 5. Libatkan keluiarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
7. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
(SIKI: 22)

RESUME IBU HAMIL DENGAN DISTOSIA

A. Defenisi
Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai dengan adanya hambatan
kemajuan dalam persalinan. Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit,
atau abnormal, yang timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai
macam keadaan. Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan disebabkan kelainan
his, letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

B. Klasifikasi
1. Distosia kelainan his
a) Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia uteri dibagi menjadi 2 :
a. Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten.
b. Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
(1)Etiologi :
Multipara, kelainan letak janin, disproporsi sefalovelvik,kehamilan ganda,
hidramnion, utrus bikornis unikolis.
(2)Komplikasi
a. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
b. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal.
c. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu
meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang
(3)Faktor predisposisi
Anemia, hidromanion, grande multipara, primipara, pasien dengan emosi kurang
baik

(4)Penatalaksanaan
Inesri primer, perbaiki KU pasien. Rujuk ke RS jika Kala I aktif lebih dari 12 jam
pada multipara atau prmipara. Berikan sedatif lalu nilai kembali pembukaan serviks
setelah 12 jam. Pecahkan ketuban dan beri infus oksitosin bila tidak ada his.

Inersi sekunder, pastikan tidak ada disproporsi sefalopelvik, rujuk ke RS bila


persalinan kala I aktif lebih dari 12 jam baik multi maupun primipara. Pecahkan
ketuban dan berikan infus oksitosin 5 satuan dalam larutan glukosa 5% secara infus
IV dengan kecepatan 12 tetes per menit. Tetesan dapat dinaikan perlahan-lahan
sampai 50 tetes per menit.

b) Incordinate uterina action


Incoordinate uterina action yaitu kelainan his pada persalinan berupa perubahan sifat
his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan di luar his, serta tidak ada
kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah, sehingga his tidak efisien
mengadakan pembukaan serviks.
(1)Etiologi :
Pemberian oksitoksin yang berlebihan atau ketuban pecah lama yang disertai
infeksi.

(2)Komplikasi
Hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter
(3)Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena belum ada obat untuk memperbaiki
koordinasi fungsional antara bagian – bagian uterus.Bila terjadi lingkaran konstriksi
pada kala I , lakukan seksio sesar

2. Distosia kelainan letak


a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP dengan
sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri
melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan depan.
Dalam keadaan fleksi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul ialah
oksiput. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak
berputar kedepan, sehingga tetap di belakang.
(1)Etiologi
Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk ukuran panggul, otot-otot
panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat,
sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.

(2)Kompolikasi
Macet tidak bisa lahir harus di Sc
(3)Mekanisme persalinan
Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka dibawah simfisis pubis. Kelahiran
janin dengan ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan besar pada
vagina dan perineum yang diikuti bagian kepala janin yang lain.

(4)Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan
lahir lebih besar, sedangkan kematian perinatal lebih tinggi.

(5)Penanganan
Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan
spontan. Ekstraksi cunam pada persalinan letak belakang kepala akan lebih mudah
jika ubun-ubun kecil berada didepan, maka perlu diusahakan ubun-ubun diputar
kedepan. Jika dalam keadaan janin posisi letak rendah maka dapat dilakukan
ekstraksi vakum.

b) Presentasi puncak kepala


Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan kepala janin ketika
memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah.
(1)Penatalaksanaan
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan
(2)Komplikasi
(a)Pada ibu
Pada ibu dapat terjadi partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas,
selain itu karena partus lama dan molage hebat.
(b)Pada bayi
Mortalitas anak agak tinggi (9%).Pada ibu dapat terjadi partus yang lama atau
robekan jalan lahir yang lebih luas. Selain itu karena partus lama dan moulage
hebat, maka mortalitas anak agak tinggi (9%) (Mochtar, 2002).

c) Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka yang merupakan terendah menghadap ke bawah.

(1)Etiologi :
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(2)Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi:
(a)Prolapsus tali pusat.
(b)Obstruksi persalinan, karena:
i. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani.

ii. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan

(c)Kelahiran operasi  mungkin dibutuhkan.


(d)Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento
bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina
dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan
intrakranial.
(e)Muka memar dan oedem.
(3)Faktor predisposisi
Multipara, perut gantung.
(4)Prognosis
Pada umumnya berlansung tanpa kesulitan, tetapi kesulitan persalinan dapat terjadi
karena adanya panggul sempit dan janin besar, letak belakang kepala, muka tidak
dapat melakukan dilatasi serviks secara sempurna dan bagian terendah harus turun
sampai dasar panggul sebelum ukuran terbesar kepala melewati PAP. Angka
kematian perinatal pada presentasi muka adalah 2,5-5%.
(5)Penanganan
Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan guna menentukan adanya disproporsi
sefalofelvik. Dalam beberapa keadaan dapat diubah presentai muka menjadi
presentai belakang kepala dengan cara memasukan tangan penolong ke dalam
vagina, kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu ke atas.

d) Presentasi dahi
Keadaan di mana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan defleksi
maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah, namun pada umumnya keadaan
ini hanya bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi
muka.

(1)Diagnosis
Di curigai bila kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul. Pada
pemeriksaan dalam sutura frontalis teraba, ubun-ubun besar, pangkal hidung dan
lingkaran orbita, namun mulut dan dagu tidak dapat teraba. DJJ jauh lebih jelas di
dengar pada bagian dada.

(2)Etiologi
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(3)Komplikasi
(a)Ibu : Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur uteri.
(b)Anak : Mortalitas janin tinggi
(4)Prognosis
Janin yang kecil masih dapat lahir spontan, tetapi janin dengan berat dan besar
normal tidak dapat lahir spontan per vainam, hal ini karena kepala turun melalui
PAP dengan sirkumferensia maksilloparietalis yang lebih besar dari pada lingkaran
PAP.

(5)Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak akan dapat
lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan dengan seksio sesarea. Jika
janin kecil dan panggul yang luas dengan presentasi dahi akan lebih mungkin lahir
secara normal

e) Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong dibawah bagian cavum uteri.

(1)Etiologi
Multiparitas,prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion,hidrosefallus, anensefalus,
plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus,
implantasi plasenta di kornu fundus uteri.

(2)Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dinamding
dengan letak kepala.

(3)Komplikasi
Komplikasi persalinan letak sungsang dapat dibagi sebagaiberikut :
(a)Komplikasi pada ibu
(b)Trias komplikasi ibu : perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi
(c)Komplikasi pada bayi
(4)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34 – 38 minggubila syarat versi luar
terpenuhi. Bila pada persalinan masih letak sungsang , singkirkan indikasi seksio
sesar. Lahirkan janin dengan prasat bracht.

f) Letak lintang
Letak lintang ialah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan
sumbu memanjang tubuh. Bila sumbu memanjang tersebut membentuk sudut lancip,
disebut letak oblik, yang biasanya karena kemudian akan berubah menjadi posisi
longitudinal pada persalinan.

(1)Etiologi
Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat multiparitas uterus abnormal, panggul
sempit, tumor daerah panggul, pendulum dari dinding abdomen, plasenta previa,
insersi plasenta di fundus, bayi prematur, hidramnion, kehamilan ganda.

(2)Diagnosis
(a)Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dn fundus uteri lebih rendah, tidak
sesuai dengan umur kehamilan. Fundus uteri kosong, kepala janin berada
disamping. Di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu sudah trun ke dalam
panggul. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus.
(b)Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan tulang-tulang iga/ketiak/punggung (teraba
skapula dan ras tulang belakang)/dada (teraba klavikula). Kadang-kadang teraba
tali pusat yang menumbung.
(3)Komplikasi
Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan menumbung
melalui vagina, kematian janin, ruptur uteri.

(4)Prognosis
Bila terjadi ruptur uteri spontan atau ruptur traumatik akibat versi dan ekstraksi
yang buruk/terlambat, dapat terjadi kematian. Bila diagnosis berhasil ditegakan
secara dini dan penanganannya tepat maka prognosis baik.
(5)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar bila syarat luar terpenuhi. Ibu diharuskan masuk RS lebih dini
pada permulaan persalinan. Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan
untuk melakukan versi luar asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah.

Primigravida, bila versi luar tidak berhasil, segera lakukan seksio sesarea. Pada
multigravida, bila riwayat obstetri bak, tidak ada kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks
lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi.

Pada letak kintang kasep, bila janin masih hidup, segera lakukan seksio sesarea.
Bila janin sudah mati lahirkan pervaginam dengan dekapitasi.

g) Presentasi ganda
Presentasi ialah keadaan di mana di samping kepala janin di dalam rongga panggul
dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan di mana di samping bokong janin di
jumpai tangan. Presentasi ganda jarang ditemukan yang paling sering diantaranya ialah
adanya tangan atau lengan di samping kepala.

Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolapsus funikuli, maka penanganan


bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila janin baik dan pembukaan
belum lengkap sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Dalam keadaan janin sudah
meninggal, diusahakan untuk persalinan spontan, sedangkan tindakan untuk
mempercepat persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu.

3. Distosia kelainan bentuk janin


a) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya < 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Yang
dinamakan bayi besar ialah berat janin > 4000 gram. Pada panggul normal, janin
dengan BB 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam
melahirkannya. Pada janin besar faktor keturunan memegang peranan penting, selain
itu kehamilan dengan Dm, grande multipara, pola makan ibu hamil dan bertambah
besarnya janin masih diragukan.

(1)Diagnosis
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis kadang sulit, namun adanya janin
besar terdeteksi setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan
his yang kuat, dan perlu pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat
disproporsi sefalopelvik.

(2)Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi akibat
kepala yang besar, karena bahu yang lebar sehingga sulit melewati PAP. Jika
kepala janin telah dilahirkan dan bagian-bagian lain belum lahir akibat besarnya
bahu dapat mengakibatkan asfiksia.

(3)Penatalaksanaan
Pada proporsi sefalopelvik karena janin besar, SC perlu dipertimbangkan. Kesulitan
melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga sebelumnya. Episiotomi dilakukan
apabila kepala telah lahir dan bahu sulit untuk dilahirkan. Pada keadaan janin telah
meninggal sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan klieidotomi pada satu atau
kedua klavikula untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.

b) Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya penimbunan cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel antara 500 sampai 1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering disertai dengan spina
bifida. Hidrosefalus akan selalu menyebabkan disproporsi sefalopelvik

(1)Diagnosis
Pada palpasi ditemukan kepala jauh lebih besar dari biasanya serta menonjol di atas
simfisis. Kepala janin yang terlalu besar dan tidak dapat masuk ke dalam panggul,
DJJ terdengar jelas pada tempat yang lebih tinggi. Pemeriksaan dalam teraba sutura
dan ubun-ubun melebar dan tegang. Sedangkan tulang kepala tipis dan mudah
ditekan. Pemeriksaan rontgenologik menunjukan kepala janin lebih besar, dengan
tulang-tulang yang sangat tipis. Untuk menghindari kesalahan pada pemeriksaan
rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal :

(a)Muka janin sangat kecil di bandingkan tengkorak


(b)Kepala bentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang berbentuk ovoid
(c)Bayangan tulang kepala sangat tipis
Untuk menghilangkan keragu-raguan pemeriksaan dapat dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonik/MRI. Kemungkinan hidrosefalus dipikirkan apabila;

(a)Kepala janin tidak masuk kedalam panggul, pada persalinan dengan panggul
normal dan his yang kuat.
(b)Kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis
(2)Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan mengancam
penderita. Rupture uteri hidrosefalus dapat terjadi sebelum pembukaan serviks
menjadi lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah
uterus.

(3)Penatalaksanaan
Persalinan perlu pengawasan secara seksama, karena kemugkinan bahaya ruptur
uteri selalu mengancam. Pada hidrosefalus yang nyata, kepala janin harus
dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 CSF dikeluarkan dengan
cara pungsi kepala. Bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran CSF melalui
foramen oksipitalis magnum atau sutura temporali

c) Prolaps funikuli
Prolaps funikuli ialah keadaan di mana tali pusat berada di samping atau melewati
bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.

(1)Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan prolaps funikuli seperti gangguan adaptasi
bagian bawah janin, sehingga PAP tidak tertutup oleh bagian bawah janin. Janin
dengan letak lintang, letak sungsang terutama presentais bokong kaki, dan
disproporsi sefalopelvik.

(2)Diagnosis
Adanya tali pust menubung baru diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah
terjadi pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan, dapat diraba bagian yang
berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan prolapsus funikuli dapat diraba
dengan dua jari, tali pusat yang berdenyut menandakan janin masih hidup.
Pemeriksaan dalam dilakukan pada saat ketuban pecah dan terjadi kelambatan DJJ
tanpa sebab yang jelas.

(3)Penatalaksanaan
Pada janin dengan prolapsus funikuli akan mengakibatkan hipoksia akibat tali pusat
yang terjepit. Pada prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut tetapi
pembukaan belum lengkap maka dapat dilakukan reposisi tali pusat dan
menyelamatkan persalinan dengan sesiosesarea (SC). Reposisi dilakukan bila
wanita ditidurkan dalam posisi trendelemburg. SC di lakukan dengan keadaan tali
pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin.Pada
keadaan di mana janin telah meninggal tidak ada alasan untuk menyelesaikan
persalinan dengan segera. Persalinan spontan dapat berlansung dan tindakan hanya
dilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu.

4. Distosia Kelaian Pelvis


Jenis-jenis panggul mempunyai ciri penting yaitu :
a. Panggul ginekoid dengan PAP yang bundar
b. Panggul antropoid dengan arkus pubis menyempit
c. Panggul android dengan PAP berbentuk segitiga
d. Panggul platilloid dengan diameter yang lebih pendek dengan arkus pubis yang luas.
(1) Ditosia pelvis
Distosia pelvis dapat menyertai terjadinya kontraktur diameter pelvis yang
mengurangi kapasitas tulang pelvis, termasuk pintu atas panggu (pelvicinlet),panggul
tengah (mid pelvic), pintu bawah panggul (pelvic outlet) atau setiap kombinasi tulang
tulang tersebut.kontraktur pelvis dapat disebab kan kelainan kongenital, malnutrisi
ibu, neoplasma dan ganguan spinal bagian bawah (lower spinaldisorder) ukuran
pelvis yang tidak matur merupakan faktor predis posisi bagi para ibu remaja untuk
mengalami distosia pelvis.deformitas pelvis dapatterjadi akibat kecelakaan mobil dan
kecelakaan lain.

(2) Distosis jaringan lunak


Ditosia jaringan lunak terjadi akibat obstruksi jalan lahir oleh kelainan anatomi, selain
kelainan pada tulang pelvis. Obstruksi .bisa terjadi karena plasenta previa (plasenta
letak rendah) yang sebagian atau seluruhnya menutup ostium internal pada
serviks.penyebab lain seperti lelomioma (fibroid uterus) di segmen bawah uterus,
tumor ovrium, dan kandung kemih atau rektum penuh dapat mencegah lanin masuk
kewdalam pelvis.kadang kadang terjadi edema serviks selama persalinan waktu
serviks terjepit antara bagian terendah simfisis, sehingga mencegah dilatasi
lengkap.Lingkaran bandl,suatu cincin retraksi patologis,berhubungan dengan ruptur
selaput ketuban yang lama dan partus yang lama.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengakajian

a. Survey Primer

Prinsip (ABCDE)
 Airway&kontrol servikal : Airway harus diperiksa secara cepat untuk
memastikan bebas dan patennya atau tidak ada obstruksi/hambatan jalan
napas
 Breathing : Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan
kurangnya oksigen di jaringan

 Circulation :Kegagalan system sirkulasi merupakan ancaman kematian yang


sama dengan kegagalan system pernapasan.

 Disability :Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale


(GCS). GCS adalah skala yang penting untuk evaluasi pengelolaan jangka
pendek dan panjang penderita trauma. Pengukuran GCS dilakukan pada
secondery survey, hal ini dapat dilakukan jika petugas memadai.

 Exposure : Cegah terjadi hipertermia atau hipotermia

b. Survey Sekunder

1) Identitas klien

2) Keluhan utama

3) Riwayat kesehatan

4) Pola aktivitas sehari-hari

5) Pemeriksaan Fisik

6) Keadaan umum : tampak pucat, lemah

7) Wajah :tampak pucat dan lemah

8) Mata : konjugtiva anemin

9) Payudara :

 inspeksi: biasanya payudara membesar dan puting menghitam

 palpasi: saat dilakukan pijatan di puting akan keluar cairan seperti susu.

10) Abdomen :
Inspeksi : perut akan membesar sesuai dengan usia kehamilan
Palpasi : leopold I :
 apabila kepala janin dibagian fundus, yang teraba adalah keras,
bundar, dan melenting. Serta tinggi fundus trimester II pada usia
kehamilan 16 minggu fundus teraba diantara simpisis dan pusar, usia
20 minggu teraba 3 jari dibawah pusar, dan usia 24 minggu teraba
tepat di pusar.

 Apa bila bokong janin teraba dibagian fundus, yang terasa adalah
lunak, kurang bundar, dan kurang melenting berarti bokong janin

Leopold II:
 Apabila teraba datar, rata , kaku dan tidak dapat digerakkan berarti
itu punggung janin, yang nantinya untuk menghitung DJJ janin.

 Apabila teraba seperti tonjolan-tonjolan kecil, itu adalah ekstremitas


janin

Leopold III
 Bila teraba bagian keras, bulat, dan hampir homogen adalah kepala
sedangkan tonjolan lunak dan kurang simetris adalah bokong

 Apabila bagian terbawah janinsudah memasuki PAP, maka saat


bagian bawah digoyang sudah tidak bisa.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan (D. 0012) (SDKI : 42)

2. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung (D.0011 ) (SDKI :
41)

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI


Risiko perdarahan b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Pendarahan
tindakan pembedahan keperawatan selama 8 jam Tindakan :
maka, didapatkan kriteria 1. Monitor tanda dan
hasil: gejala perdarahan
1. Kelembapan 2. Monitor nilai Ht& Hb
membran mukosa sebelum dan sesudah
meningkat kehilangan darah
2. Kelembapan kulit 3. Batasi tindakan
meningkat invansif
3. Perdarahan vagina 4. Jelaskan tanda dan
menurun gejala perdarahan
4. Perdarahan pasca 5. Anjurkan segera
operasi menurun melapor jika terjadi
5. Hemoglobin perdarahan
membaik 6. Kolaborasi pemberian
6. Hematoktrit obat pengontrol
membaik perdarahan
(SLKI : 147) ( SIKI : 283)
Risiko penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
jantung b.d perubahan keperawatan selama 8 jam Tindakan :
frekuensi jantung maka, didapatkan kriteria 1. Identifikasi
hasil: tanda/gejala
1. Kekuatan nadi penurunan curah
perifer meningkat jantung
2. Bradikardi menurun 2. Monitor tekanan
3. Lelah menurun darah
(SLKI : 20) 3. Monitor intake dan
output cairan
4. Berikan dukungan
emosional
5. Kolaborasi
permberian
antiaritmia
(SIKI : 317)
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, et all, 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

Devita, Nova. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea Atas Indikasi
Doenges, Marilyn E., 2001. Rencana Perawatan Maternal atau Bayi. Jakarta : EGC.

Pre Eklampsia Berat Di Ruang Rawat Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Sunarti. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Internatal Pada Ny’R’ Gertasi 37-38 Minggu
Dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Di RSUD Syakh Yusuf Kabupaten Gowa

TIM POKJA PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta selatan: DPP
PPNI.

TIM POKJA PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta selatan: DPP
PPNI.

TIM POKJA PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta selatan: DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai