Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SC DENGAN INDIKASI KPD

Oleh Umi Latifah

• Kasus
KPD

• Proses terjadinya masalah


2.1 Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya
persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai
37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2011).

Ketuban pecah dini (KPD) yaitu pecahnya ketuban spontan sebelum awitan
persalinan, terlepas dari usia kehamilan. Adapun pengertian ketuban pecah dini kurang bulan
yaitu pecah ketubah sebelum cukup bulan (yaitu sebelum usia kehamilan genap 37 minggu),
atau tanpa awitan persalinan (Kennedy, 2013).

2.2 Penyebab
Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas, akan tetapi ada beberapa keadaan yang
berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah :
a. Trauma : amniosintesis, pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual, peningkatan tekanan
intrauterus, kehamilan kembar dan polihidramnion.
b. Infeksi vagina, serviks atau koriomnionitis streptokokus, serta bakteri vagina.
c. Selaput amniom yang mempunyai strujtur yang lemah/selaput terlalu tipis.
d. Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi.
e. Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan atau curetage).
f. Multipara dan peningkatan usia ibu/usia ibu yang terlalu muda

g. Defisiensi nutrisi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c). (Mitayani,
2011)
2.3. Tanda dan Gejala

a. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b. Aroma ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna merah.
c. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi sampai
kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak
dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat keboncoran untuk sementara.
d. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, detak jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
(Norma N, dkk, 2013)

2.4 Pemerksaan penunjang

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar di buat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda- tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah
ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betuk tidaknya ketuban pecah dini dapat dilakukan
dengan cara :

1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsetrasi, bau dan PH
nya. Cairan yang keluar dari vagina bisa air ketuban atau mungkin juga urine atau
sekret vagina. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan air ketuban (alkalis). PH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina
dapat menghasilkan tes yang positif kadang palsu.

2. Mikroskopik (tes pakis)


Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambar daun pakis.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidroamnion. Walaupun pendekatan dignosa KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosa dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana. (Norma N,dkk, 2013)

2.5 Pencegahan

a. Pemeriksaan kehmilan yang teratur

b. Kebiasaan hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup
olahraga teratur dan berhenti merokok.

c. Membiasaakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni dari


depan kebelakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar.

d. Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal di daerah
kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak seperti biasanya.

e. Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi
yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti mulut rahim yang lemah
(Manuaba, 2010).
2.6 Penatalaksanaan

Penatalksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi


pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan (Sarwono, 2008).

a. Konservatif (Prawirohardjo, 2008)


1) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit baik pada ibu maupun
pada janin dan haru di rawat dirumah sakit.

2) Berikan antibiotik (ampicilin 4 x 500mg atau eritromicin bila tidak tahan


ampicilin) dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari.

3) Jika usia kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, tes buss
negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin,
terminasi pada kehamilan 37 minggu.

5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
antibiotik (salbutamol) deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.

6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
indikasi.

7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu,leukosit,tanda-tanda infeksi intra uterin).

8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu


kematangan paru janin, dan kalau kemungkinan periksa kadar lesitin dan
spingomeilin tiap minggu. Dosis betametason

12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5mg setiap jam
sebanyak 4 kali.
b. Aktif (Prawirohardjo, 2008)
1) Kehamilan lebih dari 37 minggu induksi dengan oksitosin, bila gagal sectio
caesarea. Dapat pula diberikan misoprosal 50mg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
a. Pohon masalah
• a. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

• Nyeri akut, data yang perlu di kaji adalah keluhan nyeri pasien (skala nyeri),
penyebab nyeri, frekuensi nadi, pola napas, tekanan darah, nafsu makan, pola tidur,
rasa mual muntah, kegelisahan pada pasien.

• Defisit nutrisi, data yang perlu di kaji adalah ada atau tidaknya nyeri abdimen,
peurunan nafsu makan, bising usus yang hiperaktif, membran mukosa pasien

• Gangguan eliminasi urin, data yang perlu di kaji adalah apakah pasien sering
buang air kecil atau tidak, volume urine, adanya distensi kandung kemih pada
pasien.

• Gangguan rasa nyaman, data yang perlu di kaji pada pasien adalah pasien
mengalami keluhan tidak nyaman atau adanya kegelisahan pada pasien, pasien
tampak merintih, ada atau tidaknya keluhan mual, atau sulit tidur, atau adanya
rasa nyeri atau penyebab rasa tidak nyaman pada pasien.
• Ansiets, data yang perlu di kaji adalah tingkat pengetahuan pasien mengenai
masalah kesehatannya.
• Resiko hipovolemi, data yang perlu di kaji adalah jumlah atau frekuensi cairan
yang di keluarkan pasien
b. Pengkajian data fokus
1. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)

• Inspeksi : bentuk dada simetris atau tidak, ada otot bantu nafas, pola nafas
reguler atau ireguler biasanya terjadi perubahan akibat anastesi, frekuensi nafas
normal 16-24x/menit. Biasanya terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae.
• Palpasi kaji vocal vremitus klien, getarannya sama atau tidak
• Perkusi : suara normalnya didapat sonor, jika terdapat ronchi didapat
redup/pekak.
• Auskultasi : normal suara nafas vesikuler, adakan suara nafas tambahan
seperti ronchi, whezing, dan lain-lain
B2 (Blood)

a. Inspeksi : lihat ada atau tidaknya sianosis, anemis (jka terjadi syok akibat
perdarahan post partum).
b. Palpasi : kaji CRT normal kembali <2 detik, akral hangat, cek nadi normal 60-
100x/menit namun biasanya terdapat bradikardi pada post operasi dan takikardi
(jika terjadi syok).

c. Perkusi : perkusi pada jantung normal didapatkan pekak. Auskultasi : normal


bunyi jantung S1 S2 tunggal, irama jantung reguler/ Irreguker, ada tidak bunyi
jantung abnormal seperti murmur dan gallop, tekanan daah menurun efek
anastesi.
B3 (Brain)
• Inspeksi : pasien post op terlihat cemas, cek kesadaran dan nilai GCS (normal 4-5-
6), wajah tampak menyeringai tidak karena terasa nyeri pada luka bekas operasi.
Biasanya terdapat gangguan pola istirahat/tidur karena nyeri luka akibat bekas
operasi yang dirasakan.
• Palpasi : CRT <2 detik, nyeri pada luka bekas post operasi.
B4 (Bledder)

• Inspeksi : lihat menggunakan cateter atau BAK spontan, biasanya terpasang cateter
karena hal itu merupakan salah satu prosedur operasi. Periksa pengeluaran lochea,
warna, bau, dan jumlahnya, cek warna urine dan baunya.
• Palpasi : ada pembesaran bledder atau tidak, terdapat nyeri tekan atau tidak,
biasanya ada nyeri tekan.
• B5 (Bowel)

• Inspeksi : lihat mukosa bibir kering atau lembab, adakan pasca operasi.
• Palpasi : terdapat nyeri pada abdomen.

• Perkusi : normal terdapat bunyi tympani dan redup bila terdapat cairan pada
abdomen.
• Auskultasi : hitung bising usus normal 5-15x/menit. Biasanya terjadi penurunan bising
usus menurun sehingga terjadi konstipasi.
B6 (Bone)

• Inspeksi : Adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan


papilla mamae, putting susu kanan dan kiri menonjol / keluar (vertid).
• Palpasi : Ada nyeri tekan pada luka post sc.

• Skala kekuatan otot : Adanya penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah


Uterus

• Fumdus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lochea sedang (Arifin, 2014).
Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama tinggi fundus uteri 1-2 jari dibawah pusat
(Nurbaeti, 2015).
Pola Aktivitas

• Cara mencegak terjadinya KPD adalah ibu hamil sebaiknya mengurangi


aktifitas terutama pada trimester akhir kedua dan trimester ketiga kehamilannya.
(Hidayat, 2009).
Pemberian ASI

• Biasanya dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu baru mendapatan
anak pertama, biasanya kurang mengetahui bagaimana cara menyusui dan merawat
payuadaranya dan jika memutuskan tidak menyusui maka dianjurkan pemasangan
pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan
kompesi dan biasanya dapat mengurangi rasa nyeri (Rheldayani, 2014)

c. Diagnosis keperawatan

• Nyeri akut

• Resiko hipovolemi

• Gangguan rasa nyaman

• Ansiets
d. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa Intervensi
Nyeri aut b.d agen pencidera fisiologis d.d Manajemen Nyeri
mengeluh nyeri, tampak meingis, gelisa, bersikap Observasi
protektif, nadi meningkat, sulit tidur, tekanan 1. Identifikasi loasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
darah meningkat, nafsu makan menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
5. Memonitor efeksamping penggunaan analgesik
Terapeutik
6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
8. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Gangguan rasa nyaman b.d gangguan penyakit Pengaturan Posisi
d.d gelisah, mengeluh tidak nyaman, mengeluh Observasi
sulit tidur, pola eliminasi berubah. 1. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
Terapeutik
1. Tempatkan pada posisi terapeutik
2. Atur posisi tidur yang disukai
3. Tinggikan tempat tidur pada bagian kepala
4. Berikan bantal pada bagian leher
Edukasi
1. Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
2. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang baik
Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan Reduksi Ansietas
d.d tampak tegang, gelisah, merasa khawatir Observasi
terhadap kondisinya, nadi dan RR pasien 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
meningkat, tekanan darah meningkat, muka 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
tampak pucat. 3. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Pahami situasi yang membuat anxietas
3. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
Edukasi
1. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis pengobatan dan prognosis
Resiko hypovolemia d.d dengan kehilangan Manajemen Hipovolemi
cairan secara aktif Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia meliputi frekuensi nadi meningkat, lemah
tekanan darah turun, turgor kulit menurun, mukosa kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, harus, lemah.
2. Monitor intake dan output
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan intravena
Daftar pustaka

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Prifile Dinas Kesehatan


Rpublik Indonesia Tahun 2013. Sidoarjo.
b. McCloskey. (2009). Pedoman Penyusunan Studi Kasus Materal. Yogyakarta
: Grahailmu.
c. Gordon, (2011), Asuhan keperawatan maternal dan neonatal. Airlangga :
Surabaya. Fadhlun & Achmad Feryanto, 2011. Buku panduan praktis pelayanan
kesehatan materal dan neonatal. Jakarta : EGC
d. Indriyani, Diyan. (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan
Antenal.Yogyakarta : Graha Ilmu
e. Lily Yulaikha, 2009. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta
EGC
f. Manuaba, 2010. Buku Panduan Kesehtan Maternal dan Neonatal. Jakarta : EGC
g. Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Selemba Medika.
h. Mochtar R. 2012. Pendidikan Kebidanan Edisi 5. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
i. Nugroho, Taufan, 2012. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam, Yogyakarta : Nuha Medika
j. Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC&NIC. Yogyakarta
: MocaMedika
k. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
l. Riskashintiars. Blogspot.co.id/2013/12/askep-sc-atas-indikasi-kpsw.html
m. Saifuddin, Adul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
n. Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
o. Suryati Tati. (2012). Angka kejadian Sectio Caesaraea Di Indonesia.www.google.
p. Taylor, chyntia. (2009). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta
: EGC
q. Wilkison, M. Judith. (2009). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC.Edisi 7. Ahli Bahasa : Widyawati,et,al. Jakarta
r. Winkjosastro H.2008. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
SarwonoPrawiroharjo.
s. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
t. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
u. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai