Anda di halaman 1dari 12

PEMERIKSAAN FISIK IBU NIFAS

1. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah Salah satu cara untuk mengetahui gejala dan tanda
serta masalah kesehatan yang dialami ibu setelah bersalin dan pada masa nifas
dengan mengumpulkan data objektif yang dilakukan dengan pemeriksaan
terhadap ibu nifas.
2. Tujuan melakukan pemeriksaan fisik pada ibu nifas adalah:
a. Mengumpulkan data tentang kesehatan ibu pada masa nifas.
b. Memperoleh dan menambah informasi tentang riwayat dan keluhan yang
dirasakan ibu saat nifas.
c. Mengidentifikasi masalah kebutuhan yang ditemukan.
d. Memastikan involusi uteri berjalan normal, dan menilai adanya tanda infeksi.
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik.
f. Memastikan ibu cukup makan, cairan, dan istirahat.
g. Menilai perubahan psikologis faktor yang mempengaruhi pada masa nifas.
h. Mendeteksi secara dini komplikasi yang terjadi pada masa nifas dan
penanganannya.
3. Teknik Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Nifas
a. Inspeksi: Untuk Menilai perubahan keadaan fisik pada ibu nifas.
b. Palpasi: Untuk menentukan besarnya rahim( Tingginya Fundus Uteri) sesuai
dengan masa nifas.
c. Auskultasi: Untuk Memeriksa TD dan mendengar kan bunyi jantung ibu.
d. Perkusi: untuk menentukan reflek patella +/-
4. Prinsip-prinsip umum pemeriksaan ibu nifas
a. Pemeriksaan fisik ibu nifas disesuaikan dengan tujuan kunjungan program dan
kebijaksanaan (6 jam, 2-6 hari, 2 minggu, 6 minggu setelah persalinan).
b. Menjelaskan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan pada klien.
c. Pada saat pemeriksaan fisik, biasakan pemeriksa berdiri di sebelah kanan
klien.
d. Gunakan pendekatan fisik mulai dari arah luar tubuh ke arah dalam tubuh,
posisi pasien tergantung jenis pemeriksaan dan kondisi sewaktu diperiksa.
e. Gunakan pemeriksaan fisik dengan menggunakan tekhnik pemeriksaan dari
daerah yang mengalami kelainan (abnormal) ke daerah yang tidak memgalami
kelainan(normal).
f. Perhatikan pencahayaan yang tapat, suhu, suasana ruangan yang nyaman
serta
5. Langkah-langkah Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.
a. Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan dilakukan, setiap pasien perlu memberikan informed
consent. Pada pemeriksaan bagian pelvis, pasien dalam posisi litotomi. Bila
ranjang pemeriksaaan tidak disertai dengan penyangga kaki, pemeriksaan
dapat dilakukan dalam frog-leg position.

b. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik postpartum antara lain :
termometer, tensimeter, stetoskop, ranjang pemeriksaan dengan permukaan
rata yang disertai dengan penyangga kaki, dan lampu pencahayaan yang baik.

c. Pemeriksaan umum
1)  Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini bidan perlu mengamati keadaan pasien
secara keseluruhan. Hasil pengamatan akan bidan laporkan dengan kriteria:
baik, jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan
orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam
berjalan; lemah, jika ia kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi
berjalan sendiri.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien. Ada 7 tingkat
kesadaran,yaitu :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan


sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium: Penurunan tingkat kesadaran seseorang yang disertai kekacauan
motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pengidapnya akan tampak
gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-ronta.

4. Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia): Kondisi ini ditandai


dengan mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan.
Namun, saat rangsangan dihentikan, orang tersebut akan tertidur lagi.
Pada somnolen, jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis menjadi
lambat.

5. Soporous atau stupor: Keadaan mengantuk yang dalam. Pengidapnya


masih bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat. Namun, mereka tidak
terbangun sepenuhnya dan tidak dapat memberi jawaban verbal yang baik.
Pada soporous/stupor, refleks kornea dan pupil baik, tetapi BAB dan BAK
tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus.

6. Semi koma: Tingkatan penurunan kesadaran selanjutnya semi koma.


Penurunan kesadaran ini terjadi ketika seseorang tidak bisa memberi
respons terhadap rangsangan verbal dan tidak dapat dibangunkan sama
sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya masih baik.

7. Koma: Berbeda dengan semi koma, koma merupakan penurunan


kesadaran yang terjadi sangat dalam. Pada tubuh pengidapnya tidak ada
gerakan spontan dan tak ada respon terhadap nyeri yang dirasakan.

3)  Tanda vital

Pada satu jam pertama postpartum, pengukuran tekanan darah dan nadi
perlu dilakukan setiap lima belas menit atau lebih bila terdapat indikasi.
Peningkatan denyut nadi dapat terjadi selama beberapa jam setelah
melahirkan dan kembali normal pada hari ke-2. Takikardia dapat disebabkan
oleh adanya nyeri, demam, ataupun 
Tekanan darah diukur setelah melahirkan, dan bila hasil normal, pemeriksaan
kedua dilakukan dalam waktu 6 jam. Evaluasi rutin tekanan darah juga
direkomendasikan pada perempuan dengan hipertensi. Selain itu, suhu tubuh
bisa ditemukan meningkat bila terjadi pembengkakan payudara, mastitis atau
infeksi luka. Tanda-tanda vital adalah :
a) Tekanan darah: 90/60-130/60 mmHg (kenaikan sistol tidak lebih dari 30
mmHg, distole tidak lebih dari 15 mmHg).
b) Nadi: Normal (60-100 x/menit). Denyut nadi di atas 100x/menit pada masa
nifas mengindikasikan adanya infeksi.
c) Suhu: Normal (36,5-37,5o C). Kenaikan suhu yang mencapai >38o C
mengarah pada tanda-tanda infeksi.
d) Pernafasan:Normal (16 – 24 x/menit).
b. Pemeriksaan khusus
1) Inspeksi
a) Wajah:  oedem/tidak, pucat/tidak.
b) Mata : konjungtiva merah muda/pucat, sklera putih/kuning.
c) Leher : ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak.
d) Payudara:  payudara simetris atau tidak, puting susu menonjol/tidak.

Pemeriksaan payudara postpartum dilakukan dengan inspeksi


dan palpasi. Pada perempuan yang tidak menyusui, pembesaran
(engorgement), nyeri payudara, dan milk leakage dapat memuncak
pada hari ke-3 hingga ke-5 setelah
melahirkan. Engorgement disebabkan oleh ASI yang tidak dikeluarkan,
sehingga terjadi kongesti ASI, darah, dan limfe. Hal ini menyebabkan
payudara terasa panas, keras, mengkilap, dan nyeri.
Pada sumbatan duktus, dapat ditemukan benjolan yang terasa
nyeri dan kemerahan pada kulit di atasnya. Pada kasus ini biasanya
tidak disertai demam.
Pada pemeriksaan juga perlu diperhatikan adanya tanda
mastitis berupa payudara kemerahan, keras, dan nyeri, disertai
demam, takikardia, atau menggigil.

e) Abdomen : ada bekas luka operasi/tidak, ada pembesaran abnormal.


f) Genetalia : bersih/kotor, jenis lokia, ada jahitan perineum/tidak.

Segera setelah melahirkan, vagina umumnya tampak teregang,


edema, dan mengalami penurunan tonus. Vagina mengalami involusi
atau kembali seperti sebelum melahirkan setelah 4-8 minggu
postpartum. Introitus vagina mengalami pelebaran secara permanen.
Himen mengalami laserasi dan terdapat nodular tags yang akan
membentuk myrtiform caruncles.
Pada pemeriksaan vagina dan vulva perlu diperhatikan adanya
hematoma yang dapat disertai nyeri dan perubahan tanda vital,
mengindikasikan terjadinya perdarahan. Hematoma dengan ukuran
lebih dari 3-4 cm, dapat memerlukan insisi dan evakuasi bekuan darah
g) Anus : ada hemorhoid/tidak
h) Ekstremitas : :  oedem/tidak, ada varises/tidak.

Saluran Pencernaan
Pada pemeriksaan dapat ditemukan hipomotilitas usus yang merupakan salah satu
penyebab terjadinya konstipasi pada ibu postpartum selain faktor konsumsi
suplemen besi dan rasa tidak nyaman pada perineum. Konstipasi dan proses
mengedan menyebabkan ibu berisiko mengalami hemoroid.[1,4,6]
Kandung Kemih

Pada pemeriksaan dapat ditemukan overdistensi kandung kemih akibat


pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan kurangnya keinginan untuk
buang air kecil. Menurunnya sensasi dan kemampuan mengosongkan kandung
kemih dapat terjadi akibat efek analgesia epidural, adanya episiotomi atau laserasi
perineum, dan penggunaan instrumen untuk membantu proses melahirkan.
Pemeriksaan buangan urin juga perlu dicatat dalam waktu 6 jam. Bila ibu tidak dapat
miksi dalam waktu 4 jam, perlu dilakukan pemasangan kateter dan dilakukan
pencatatan volume urine.

a) Pada pemeriksaan juga perlu dievaluasi adanya inkontinensia urine.


Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara cough stress test. Cough stress
test positif bila terdapat urine yang keluar pada saat pasien batuk
2) Palpasi
a) Leher :  ada/tidak pembesaran kelenjar tiroid, dan ada/tidak bendungan
vena jugularis.
b) Payudara : adakah benjolan abnormal, keluar kolostrum/tidak.

Pada palpasi, bila terdapat massa fluktuatif disertai demam yang tidak
menurun selama 48-72 jam setelah penatalaksanaan mastitis, perlu
dicurigai adanya abses payudara. Selain jaringan parenkim payudara,
perlu pula dilakukan pemeriksaan puting, apakah terdapat fisura, iritasi,
dan crack karena dapat mengganggu proses menyusui dan menjadi
tempat masuknya pathogen

c) Abdominal :
a. Kontraksi uterus keras

Setelah melahirkan, dilakukan pemeriksaan terhadap tonus


uterus untuk memastikan uterus berkontraksi dengan baik.
Pemeriksaan tonus uterus dilakukan dengan palpasi atau dengan
pemeriksaan bimanual.
Pada atonia uteri dan subinvolusi dapat ditemukan ukuran
uterus yang lebih besar dibandingkan normal, teraba lunak, dan
disertai perdarahan pada ostium serviks. Atonia uterus fokal atau
lokal sulit dideteksi melalui pemeriksaan abdomen.

b. Tinggi Fundus Uteri (TFU):


Involusio TFU Berat Uterus Diameter Uterus Palpasi uterus
Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gram 15 cm Lembut/Lunak
Uri Lahir 1 jari bawah pusat 750 gram 12,5 cm Lembut/Lunak
1 minggu Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm 2 cm
dengan simpisis
2 minggu Tidak berada pada 350 gram 5 cm 1 cm
simpisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram 2,5 cm Menyempit
8 minggu Sebesar Normal 30 gram 2,5 cm Menyempit

Jika pengukuran menggunakan meteran :


Segera setelah persalinan, Tinggi Fundus Uteri (TFU) 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira
kira 1 cm setiap hari. hari ke3-4 TFU 2 cm di bawah pusat. Pada hari
ke 5-7 TFU setengah pusat sympisis. Pada hari ke-10 TFU tidak
teraba.
c. Diastasis rectus abdominalis : Gejala paling umum dari diastasis
recti adalah perut tidak kunjung kempes setelah melahirkan, gejala
yang lain biasanya adalah sakit punggung bagian bawah, postur
yang buruk, perut kembung, sembelit, dan masalah pada dasar
panggul. Efek dari Diastasis recti dapat menyebabkan berbagai
masalah seperti sakit panggul, sakit punggung, disfungsi dasar
panggul (SPFD), inkontenisia urin, organ di panggul prolapse, hernia
(di beberapa kasus yang parah), masalah pencernaan, dan selain
itu, diastasis recti juga dapat merusak postur tubuh Anda
d. Lochia

Lochia merupakan discharge vagina yang berasal dari uterus,


serviks, dan vagina. Lochia memiliki karakteristik berbau amis,
dengan volume rerata 250 ml pada 5-6 hari pertama postpartum.
Terdapat 3 jenis lochia berdasarkan warna dan komposisinya, yaitu
lochia rubra, serosa, dan alba.
Pada pemeriksaan lochia perlu diperhatikan bau, jumlah, warna,
dan durasi. Jumlah lochia yang sedikit atau tidak ada mungkin
disebabkan oleh infeksi atau lochiometra, sedangkan jumlah yang
banyak mungkin disebabkan oleh infeksi atau terlambatnya proses
involusi. Lochia dengan warna merah yang menetap, menandakan
subinvolusi atau terdapat sisa-sisa konsepsi atau retensio placenta
1. Lochia Rubra:
Lochia rubra berwarna merah, umumnya ditemukan pada hari
ke-1 sampai ke-4. Lochia rubra utamanya terbentuk dari darah,
disertai sisa-sisa membran fetalis dan desidua, vernix caseosa,
lanugo, dan mekonium.
2. Lochia Serosa:
Lochia serosa berwarna pucat, umumnya ditemukan pada hari
ke-5 sampai ke-9. Lochia serosa terbentuk dari sel darah merah,
serum, leukosit, eksudat luka, dan mukus serviks.
3. Lochia Alba:
Lochia alba berwarna putih pucat atau putih kekuningan, yang
didapatkan pada hari ke-10 hingga ke-15. Lochia alba terutama
terbentuk dari leukosit, mukus serviks, yang disertai sel desidua,
kristal kolestrin, sel epitel granular, dan lemak.

e. Perineum
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan adanya robekan pada daerah
perineum. Berdasarkan derajatnya, rupture perineum dapat
diklasifikasikan menjadi empat derajat.
 Derajat I : yaitu terjadi robekan superfisial pada bagian kulit
 Derajat II : yaitu bila terjadi robekan hingga otot perineum
 Derajat III : bila robekan melibatkan otot sfingter anal
 Derajat IV : bila terjadi robekan ekstensif hingga mencapai
mukosa rektum
f. Serviks:
Pada 2-3 hari pertama, ostium serviks masih terbuka sebesar 2-4
cm. Setelah satu minggu, ostium serviks umumnya menutup atau
hanya dapat dimasukkan satu jari pemeriksa.
e. Rektum:
Pemeriksaan rectal toucher perlu dilakukan bila terjadi laserasi
perineum berat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai tonus dan
integritas sfingter anal.
Deteksi Perdarahan Postpartum
Pengukuran banyaknya perdarahan setelah bayi dilahirkan perlu
dilakukan untuk deteksi terjadinya perdarahan postpartum.
Pengukuran kuantitatif perdarahan dapat dilakukan dengan
mengukur berat pembalut. Jumlah perdarahan ≥ 500 ml, disertai
dengan takikardia, dan hipotensi mengindikasikan perdarahan
postpartum.
Luka Pasca Operasi
Ibu yang menjalani prosedur Sectio Caesarea memerlukan
pemeriksaan luka insisi. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
terdapat wound dehiscence atau tanda-tanda infeksi seperti eritema,
nyeri, dan pus pada luka
3) Auskultasi
Untuk mengetahui ada/tidaknya ronchi dan wheezing pada paru.
a. Wheezing atau bunyi napas mengi (berfrekuensi tinggi yang nyaring)
adalah sebuah keadaan dimana suara napas ketika ekspirasi
(mengeluarkan napas) terdengar tinggi atau seperti
meniup peluit.Kondisi sesak umumnya muncul saat seseorang
mengalami: asma, bronkiolitis, infeksi saluran pernapasan atas dan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
b. Rochi merupakan suara napas tambahan yang bernada rendah yang
terjadi akibat adanya penyumbatan jalan napas biasanya akibat adanya
lendir. Ronkhi dapat terjadi pada inspirasi (saat mengambil napas)
maupun ekspirasi

4)  Perkusi
Apakah refleks patella positif atau negative.
B. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK IBU NIFAS

NO Langkah
1 a.Persiapan alat-alat
b.Alat untuk TTV (Stetoskop, tensimeter dan thermometer)
c.Botol berisi air bersih dan larutan klorin
d.Bengkok
e.Tissue
f.Jam tangan
g.Alat untuk pemeriksaan fisik dan vulva hygiene:
1. Timbangan berat badan
2. Kom berisi kapas DTT
3. Kom berisi kassa
4. Betadine
5. Bak instrument berisi sepasang handscoon dan pinset anatomi
6. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
7. Bengkok
8. Reflek patella
9. Senter Penlight
10. Perlak dan alasnya
11. Perlengkapan ibu seperti kain, pembalut dan pakaian dalam yang
bersih
12. Alat tulis dan buku catatan perkembangan
13. Lampu sorot (jika perlu)
14. Tempat sampah medis dan non medis
2 Memberi salam dan memperkenalkan diri pada klien dan keluarga
3 Memberitahu pada klien dan keluarga tujuan dan prosedur tindakan yang
akan
dilakukan
4 Memasang sampiran/pintu dan jendela ditutup
5 Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir serta mengeringkan
dengan handuk
6 Mempersilahkan klien untuk berbaring terlentang di tempat tidur
7 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
suhu tubuh dan pernafasan)
8 Melakukan pemeriksaan fisik pada kepala, rambut, muka,mata, hidung,
mulut dan telinga
9 Melakukan pemeriksaan pada leher:
Raba apakah ada pembesaran limfe, pembesaran kelenjar tiroid dan
bendungan vena jugularis
10 Melakukan pemeriksaan payudara Ibu tidur terlentang dengan lengan kiri
di atas kepala: secara sistematis lakukan perabaan/raba payudara
sampai axila bagian kiri, perhatikan apakah ada benjolan, pembesaran
kelenjar atau absesb. Ulangi dengan prosedur yang sama pada payudara
sampai axila bagian kanan
11 Melakukan pemeriksaan perut
a. Lihat apakah ada luka bekas operasi (jika baru)
b. Palpasi TFU periksa apakah sesuai dengan involusi uteri, apakah
kontraksi baik (keras) atau tidak
c. Palpasi untuk mendeteksi apakah ada massa atau konsistensi/otot
paru
d. Pemeriksaan diastasis rectus abdominalis
12 Melakukan pemeriksaan kandung kemih : diperiksa apakah kandung
kemih penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk
13 Melakukan pemeriksaan genitalia:
a. Mengatur posisi tidur dorsal recumbent
b. Memasang perlak dan alasnya
c. Melepaskan pakaian dalam ibu
d. Memakai sarung tangan
e. Memeriksa anogenital apakah ada varises, hematoma, odema,
tanda-tanda nfeksi
f. Memeriksa luka jahitan apakah ada pus, keadaan jahitan
g. Periksa jenis lokhea, warna dan bau
14 Melalukan pemeriksaan pada anus
a. Mengatur posisi berbaring ibu dengan cara SIM
b. Memeriksa anus apakah ada haemoroid atau tidak
c. Merapihkan pasien kembali
d. Mengangkat perlak dan alasnya
e. Melepaskan sarung tangan dimasukan dalam larutan klorin
15 Melakukan pemeriksaan kaki (odema, varises dan tromboplebitis)
Lakukan pemeriksaan(metode Homan) kedua kaki diluruskan,lakukan
dorongan pada telapak kaki untuk melihat adanya nyeri betis.
16 Melakukan pemeriksaan reflek pada kaki (reflek patella)
17 Merapihkan klien danm mengatur posisi senyaman mungkin
18 Merapihkan kembali alat-alat yang sudah digunakan
19 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta mengeringkan
dengan handuk bersih
20 Memberitahukan hasil pemeriksaan pada klien
21 Memberikan KIE pada klien berdasarkan hasil pemeriksaan
22 Mendokumentasikan hasil pemeriksaan
Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Fisik pada Ibu Nifas dan Menyusui

NILAI
NO Langkah/Kegiatan
1 2 3
1
Memberi salam pada klien/ibu dengan sopan, perkenalkan diri
kepada keluarga/klien.
2
Menjelaskan tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
3
Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang digunakan secara
sistimatis
4
Memasang tirasi (korden)/tutp pintu
5
Mencuci tangan dibawah air mengalir dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk kering
6
Meminta ibu untuk berbaring terlentang diatas tempat tidur
pemeriksaan
7
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (Tekanan darah, suhu
tubuh, denyut nadi dan pernafasan)
8
Melakukan pemeriksaan fisik pada kepala, rambut, muka, mata,
hidung, mulut dan telinga)
9
Melakukan pemeriksaan pada leher
10
Melakukan pemeriksaan payudara (inspeksi dan palpasi)
11 Melakukan pemeriksaan fisik pada perut :

1. Pemeriksaan inspeksi
2. Pemeriksaan palpasi

3. Pemeriksaan Diastasis Rectus Abdominalis


12 Melakukan pemeriksaan fisik pada genitalia :

1. Mengatur posisi klien dorsal recumbent


2. Memasang perlak dan alasnya

3. Menggunakan sarung tangan


4. Memeriksa kondisi perineum dan melakukan vulva hygiene
bila diperlukan

5. Memeriksa adanya haemoroid dengan posisi SIM

6. Melepaskan sarung tangan dimasukan dalam larutan klorin


0,5%
13
Melakukan pemeriksaan pada kaki (odema, varices dan
Tromboplebitis)
14
Melakukan pemeriksaan reflek patela
15
Merapihkan posisi dan mengatur tidur klien senyaman mungkin
16
Merapihkan alat-alat dan dikembalikan ketempat semula
17
Mencuci tangan dibawah air mengalir dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk
18
Memberitahukan hasil pemeriksaan pada klien
19
Memberikan KIE pada klien sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
kebutuhan klien
20
Mendokumentasikan hasil pemeriksaan
Total Skor
Nilai :

Total Skor /90x100

Paraf Penilai

Anda mungkin juga menyukai