Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STUDI FIQH

“HAID, NIFAS dan ISTIHADHAH”

Dosen Pengampu :

Nur Qomari,M.Pd

Nama Anggota Kelompok 4 :

Adristi Fika S (15320127)

Nurul Maulidiyah (15320147)

Vina Hartsa A’yuni H (15320153)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS

FAKULTAS SAINS HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2016

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Fiqih tentang

haid, nifas, dan istihadhah.

Makalah Fiqih ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah

ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari

segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah Fiqih

ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Fiqih tentang haid, nifas, dan istihadhah dapat

memberikan manfaat.

Malang, 29 September 2016

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II MASA KELUAR, BERHENTI, DAN KEBIASAAN DARAH HAIDL,

ISTIHADLOH DAN NIFAS

2.1 Masa keluar, berhenti dan kebiasaan darah haidl

2.2 Masa keluar, berhenti dan kebiasaan darah istihadloh

2.3 Masa keluar, berhenti dan kebiasaan darah nifas

2.4 Darah yang keluar ketika hamil atau badan sakit

BAB III HUKUM WANITA HAIDL, ISTIHADLOH, NIFAS BERDASARKAN MASA

KELUAR, BERHENTI, KEBIASAAN DAN WARNA DARAH

3.1 Hukum wanita haid berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna darah

3.2 Hukum wanita istihadloh berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna

darah

3.3 Hukum wanita nifas berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna

darah

BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI WANITA HAIDL, NIFAS DAN

ISTIHADLOH

3
BAB I

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang, masyarakat seringkali salah paham mengenai hukum-

hukum yang terkait tentang masalah haidl, nifas dan istihadloh. Banyak dari masyarakat

bahkan tidak mengetahui dan tidak mampu membedakan antara haidl. Nifas dan istihadloh.

Padahal, masalah ini sangatlah penting untuk dimengerti oleh seluruh wanita, pria yang sudah

beristri, para mu’alim, para da’i dan kita semua. Hal ini dikarenakan masalah ini sangat erat

kaitannya dengan ibadah fardlu ‘ain, seperti sholat dan puasa. Seharusnya para wanita sudah

harus mengetahui permasalahan ini ketika mereka sudah berumur 9 tahun yang sudah mulai

memasuki umur haidl.

Pada kenyataannya, orang-orang dewasa masih banyak pula yang belum mengerti

masalah ini. Mereka juga tidak mengerti masalah mandi yang benar, sholat dan puasa yang

wajib diqodlo’i, warna darah dan sifat-sifat darah. Padahal, hal-hal tersebut dapat mentukan

masa keluar, berhenti, kebiasaan , kategori dan kewajiban serta larangan bagi wanita yang

haidl, istihadloh dan nifas. Sebagian wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji

(kemaluan) di luar kebiasaan bulanannya (haidh) dan bukan karena melahirkan. Darah ini

diistilahkan dengan darah istihadhah.

Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, istihadhah adalah darah yang

mengalir dari farji wanita di luar waktunya dan berasal dari urat yang dinamakan ‘adzil

(Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, 4/17). Al Imam Al Qurthubi rahimahullah mensifatinya

dengan darah yang keluar dari farji wanita di luar kebiasaan bulanannya, disebabkan urat

yang terputus. (Al Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 3/57) Keluarnya darah istihadhah ini merupakan

hal yang lazim dijumpai para wanita. Bukan hanya di masa sekarang, namun sejak dulu dan

4
dialami pula oleh para wanita dari kalangan shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

Wasallam.

Menurut Al Imam Ash Shan`ani rahimahullah, jumlah shahabiyyah yang mengalami

istihadhah di masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencapai sepuluh orang, demikian

menurut perhitungan ahlul ilmi, (Subulus Salam, 1/161). Bahkan ada yang menghitungnya

lebih dari sepuluh. Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan tujuan supaya pembaca dapat

mengetahui dan memahami hukum-hukum yang terkandung dalam permasalahan haidl, nifas

dan istihadloh ini.

5
BAB II

MASA KELUAR DARAH HAID, NIFAS DAN ISTIHADHAH

2.1 Masa keluar, berhenti, dan kebiasaan darah haid

Syarat – syarat haid yaitu :

a. Berumur 9 tahun kurang 16 hari tahun hijriah

b. Tidak kurang dari 24 jam

c. Tidak lebih dari 15 hari

d. Bertempat pada waktu mungkin atau bisa haid

Jika seorang wanita mengeluarkan darah tetapi tidak sesuai dengan syarat – syarat

di atas maka bisa dikatakan si wanita bukan mengalami darah haid tetapi darah

istihadhah. Adapun jika mengeluarkan darah sebelum umur 9 tahun kurang 16 hari

dalam hitunga hijriah maka itu jelas darah istihadah (Bajuri,Juz 1,hal 108)

Jika mengeluakan darah sebelum umur haid kemudian terus sampai masuk umur

haid, maka darah sebelum haid itu adalah darah istihadhah,dan darah yang masuk

umur haid adalah darah haid, bila memenuhi syarat-syarat haid di atas.

Darah haid itu paling sedikit sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’)

baik 24 jam itu terus menerus (ittishal mu’tad) ataupun putus – putus (‘adamul ittishal

mu’tad). jadi kumpulan dari darah yang putus – putus dalam beberapa hari dan

hitungannya memenuhi 24 jam, maka itu disebut darah haid, asal tidak lebih dari 15

hari (risalatul mahid,hal 14 – 15).

Jika seorang wanita mengalami haid, maka sucinya ditetapkan dengan terhentinya

darah baik sebentar atau lama masa haid nya. Jadi, jika seorang wanita telah suci

maka dia boleh melakukan hal-hal yang dilarang ketika dia haid.

Masa suci diantara 2 haid itu paling sedikit 15 hari, jadi apabila keluar darah lebih

dari 15 maka itu disebut darah haid.

6
Dalam ilmu fiqih ada istilah mu’tadah, artiya wanita yang memiliki kebiasaan

haid yag sttabil dan teratur patokannya bukan ditetapkan pada tanggal berapa dia haid

setiap bulannya, akan tapi berapa hari lamanya mengalami haid setiap bulannya.

Setiap wanita mu’tadah berbeda mengenai berapa lama kebiasaan haid nya,

kebanyakan wanita mengalami kebiasaan haid 6-7 hari, ada yang 8 hari, atau mukin

10 hari. Wanita akan tau kebiasaan nya apabbila sudah mengalami 3 kali haid dan

setiap haid itu selalu stabil dan teratur. Namun, apabila darah telah berhenti tidak

sesuai dengan adat haid nya maka dia sudah masuk masa suci sejak berhentinya

darah.

2.2 Masa keluar, berhenti dan kebiasaan darah istihadhah

Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya seorang wanita yang mengeluarkan

darah yang tidak memenuhi syarat syarat haid maka darah itu disebut istihadhah.

Maka jika seorang wanita mengeluarkan darah tidak sampai 24 jam baik terus

menerus maupun putus – putus, keluar kurang dari umur haid, lebih dari 15 hari dan

bertempat pada waktu tidak mungkin bisa haid maka itu disebut darah istihadhah.

Adapun masa berhenti darah istihadah sama seperti berhentinya darah haid,

yakni dilihat dari mulai berhentinya darah.

Masa lama keluar darah istihadhah dapat ditentukan melalui jenis-jenis

mustahadhah.

2.3 Masa keluar, berhenti dan kebiasaan darah nifas

Keluarnya darah nifas itu terjadi pada wanita setelah melahirkan, yakni setelah

kosongnya Rahim dari anak yang dikandung, meskipun masih berupa darah

bergumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) . waktu keluarnya darah tadi

sebelum 15 hari melahirkan (wiladah)

7
Darah yang keluar antara 2 anak kembar bukanlah darah nifas tetapi darah haid

jika memenuhi syarat – syarat darah haid, jika tidak memenuhi maka termasuk darah

rusak atau istihadhah.

Sama halnya dengan darah yang keluar karena sakit ketika melahirkan, darah

yang keluar tersebut dihukumi darah haid jika memenuhi syarat – syarat haid.

Jika stelah melahirkan tidak langsung mengeluarkan darah tetapi bersih (naqo’)

terlebih dahulu mengeluarkan darah, maka diperinci sebagai berikut. Jika keluar darah

belum melebihi 15 hari maka disebut darah nifas, lalu masa diantara mlahirkan dan

keluarnya darah dihitug nifas tetapi tdak dihukumi nifas (nifas a’dadan la khukman).

Tapi, jika keluar darah setelah melebihi 15 hari maka disebut darah haid jika

memenuhi syarat haid.

Jika terjadi darah nifas telah selesai sebelum melebihi 60 hari sejak melahirkan,

lalu keluar darah lagi maka diperinci sebagai berikut. Jika keluar darah sebelum 60

hari serta jarak waktu diantara terhenti darah dan keluar lagi kurang 15 hari, maka

darah yang akhir termasuk darah nifas. Tapi jika keluarnya setelah 60 hari maka darah

yang akhir adalah darah haid meskipun terhentiny hanya sebentar jika memenuhi

syarat-syarat terakhir.

Nifas itu paling sedikit adalah setetes (majjah), asal ada darah yang keluar

meskipun sedikit. Adapun umumnya lama nifs 40 hari dn paling lama 60 hari. Oleh

karena itu, jika keluar darah nifas berlangsung lebih dari 60 hari, maka termasuk

istihadhah dalam nifas (istihadhah fin nifas).

2.4 Darah yang keluar ketika hamil atau badan sakit

Darah yang keluar ketika hamil atau sakit itu termasuk darah haid, jika memenuhi

syarat-syarat haid, meskipun tidak sama dengan adat atau sifat-sifatnya darah haid

sbebelum hamil.

8
Apabila darah keluar sebelum melahirkan tidak ada 24 jam, maka itu disebut

istihdhah dan wajib qadha’ sholat-sholat yang telah ditinggalkan. Demikian pula jika

sebelum melahirkan tidak mengeluarkan darah, tapi mengeluarkan air sampai 24 jam

maka dia wajib sholat layaknya orang istihadhah.

9
BAB III

HUKUM WANITA HAID, ISTIHADHAH DAN NIFAS BERDASARKAN

MASA KELUAR, BERHENTI, KEBIASAAN DAN WARNA DARAH.

3.1 Hukum wanita haid berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna darah

Telah diterangkan diatas mengenai syarat-syarat darah haid, maka jika ada

seorang wanita mengeluarkan darah sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut maka

dia dihukumi haid dan dihukumi suci apabila sudah berhenti keluar darah. Adapun

wanita haid yang kebiasaannya stabil maka dia disebut mu’tadah

Adapun darah haid itu terbagi atas dua macam yaitu warna darah dan sifat-sifat

darah.

Warna-warna darah haid ada 5 macam, yaitu:

a. Hitam (paling kuat)

b. Merah

c. Abu-abu

d. Kuning keruh

Sifat-sifat darah ada 4 macam yaitu :

1. Kental

2. Berbau

3. Kental berbau

4. Tidak kental dan tidak berbau

Darah hitam kental itu lebih kuat dibandigkan darah hitam yang tidak kental.

Darah kental berbau lebih kuat dari pada darah kental tak berbau atau berbau tapi

tidak kental. Jika darah yang keluar ada 2 macam dan sama kuatnya seperti hitam

encer dan merah kental maka darah yang lebih dulu keluar lebih kuat

(Bajuri,juz 1 , Hal. 108 dan Al-jamal, Juz 1 , Hal. 242)

10
Telah diterangkan bahwa macamnya darah ada 5 macam dan sifatnya ada 4

macam, hal ini bukan berarti jika mengeluarkan 2 macam darah atau lebih maka yang

kuat mesti dihukumi haid sedangkan yang lemah dihukumi istihadhah namun jika

semua darah tidak melebihi 15 hari maka keseluruhannya termasuk darah haid sebab

darah keluar dalam masa boleh haid. Akan tetapi jika melbihi 15 hari maka darah kuat

adalah darah haid sedangkan yang lemah adalah istihadhah jika memenuhi syarat-

syarat isihadhah.

3.2 Hukum istihadloh berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna darah

Orang istihadhah itu tidak di halangi kalau buka perkara yang dilarang atau haram

sebab haid. Oleh karena itu wanita yang istihadhah tetap wajib shalat, puasa

ramadhan, boleh membaca al-quran dan lain – lain. Kemudian sebelum melaksanakan

shalat fardu harus melakukan 4 perkara, yaitu :

1. Membasuh kemaluan

2. Menyumbat kemaluan dengan kapas atau yang serupa

3. Membalut kemaluan dengan celana dalam atau sejenisnya

4. Bersuci dengan wudhu atau tayamum

Jadi, orag istihadloh diharuskan untuk segera melaksanakan shalat fardu apabila

sudah masuknya waktu shalat

(Fathul Wahab, Juz 1, Hlm. 26; Al-Jamal, Juz 1, Hlm. 234-344; Tuhfah, Juz 1,

Hlm. 393-397)

Macam – macam orang istihadhah ada 7 yaitu:

1. Mubtada’ah mumayyizah

Adalah orang istihadhah yang sebelumnya belum pernah haid, serta mengerti

bahwa darahnya dua macam (darah kuat dan darah lemah) atau melebbihi dua

macam.

11
Contoh :

Wanita mengeluarkan darah hitam selama 5 hari disusul darah merah sampai

melewati 15 hari sebulan atau beberapa bulan.

Hukumnya :

Mubtada’ah mumayyizah itu haid nya dikembalikan pada darah qowi (darah

kuat). Yakni semua darah qowi adalah haid sedangkan darah dhoif adalah darah

istihadhah, meskipun lama sekali . jadi, dalam contoh diatas haid nya 5 (lima) hari

(darah hitam), lalu darah yang merah semuanya istihadhah meskipun sampai

beberapa bulan / tahun.

Syarat-syarat mubtada’ah mumayyizah:

 Darah qowi tidak kurang dari sehari semalam

 Darah qowi tidak lebih dari 15 hari

 Darah dlo’if tidak kurang dari 15 hari

 Darah dlo’if kelar terus-menerus tidak dipisah oleh darah qowi, meskipun

dipisah naqo’

Pada bulan pertama (daur awal), mubtada’ah tidak wajib mandi kecuali setelah

15 hari, maka setelah 15 hari ia wajib mandi dan wajib mengqodlo’sholat yang

dikeluarkan sebab keluarnya darah dlo’if.

2. Mubtada’ah ghoiru mumayyizah

Adalah orang istihadhah yang belum pernah haid serta darahnya hanya satu

macam, misalnya hanya darah hitam atau darah merah saja .

Contohnya:

Seorang wanita mengeluarkan darah merah selama 1 bulan, menyusul darah

hitam 3 hari, maka hukumnya 2 bulan istihadhah dan 3 hari haid meskipun

12
sebelumya telah dihukumi haid sehari semalam dan suci 29 hari setiap bulan jadi

wajib mengqodho’ sholat yang ditinggalkan.

Hukumnya :

Mubtada’ah ghoiru mumayyizah itu haidnya sehari sehari semalam terhitung

dari permulaan keluarnya darah lalu sucinya 29 hari setiap bulan. Artiya kalau

darahnya terus keluar sampai sebulan penuh atau beberapa bulan, maka setiap

bulan haidnya sehari semalam, sedangkan sucinya 29 hari. Tetapi kalau keluarya

darah tidak mencapai sebulan maka haidnya sehari semalam dan lainnya adalah

istihadhah (suci). Kemudian kalau pada suatu bulan darahnya tidak melebihi 15

hari maka semuanya adalah haid.

Mubtada’ah ghoiru mumayyizah dan mubtada’ah mumayyizah yang tidak

memenuhi syarat pada bulan pertama, maka wajib mandi setelah meebihi 15 hari,

qodlo’ 14 hari. Sedangkan bulan kedua dan seterusnya wajib mandi setelah

melebihi sehari semalam, lalu sholat seperti biasa dengan cara yang sudah

diterangkan diatas.

3. Mu’tadah mumayyizah

Adalah orang istihadhah yang pernah haidd dan succi serta mengerti bahwa

dirinya mengeluarkan darah 2 macam atau lebih (qowi dan dho’if)

Hukumnya :

Mu’tadah mumayyizah mempuyai hokum 3 macam yaitu

a. Waktu banyak sedikitnya darah qowi sama dengan waktu banyak sedikitnya

haid sebelumnya, contoh :

Kebiasaan haid nya 5 hari mulai tanggal 1 lalu bulan berrikutnya

mengeluarkan darah hitam 5 hari mulai tanggal 1, lalu darah merah sampai

akhir bulan. Maka darah qowi dihukumi darah haid dan mandinya setelah

13
melewati 15 hari pada bulan pertama sedangkan blan kedua dan seterusnya

mandinya setelah habis 5 hari.

b. Waktu atau ukuran darah qowi tidak sama dengan kebiasaanya namun antara

masa kebiasaanya haid dengan darah qowi tidak ada 15 hari. Contoh :

Kebiasaan haid 5 hari mulai tanggal 1, bulan berikutnya keluar darah

hitam 10 hari mulai tanggal 1 kemuddian darah merah sampai akhir

bulan.maka darah qowi dihhukumi darah haid.

c. Waktu atau uuran darah qowi tidak sama dengan keiasaanya serta antara masa

kebiasannya darah haid dan darah qowi ada 15 hari. Contoh :

Adat haid 5 hari mulai tanggal 1, bulan berikutnya keluar darah merah

20 hari kemudian hitam 5 hari.

Wanita yang demikian haidnya ada dua yakni darah yang keluar dalam

masa adat dan darah qowi

(bajuri,juz 1 hal.110 dan Al-jamal juz 1 hal.252)

4. Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li’adatiha qodron wa waqtan

Adalah orang istihadhah yang pernah haid dan suci darahnya satu macam serta

ingat akan ukuran waktu haid dan suci yang menjadi adatnya.

Hukumnya :

Banyak sedikit serta waktunya haid dan suci disamakan dengan adatnya, baik

haid sekali setiap bulan atau 2 bulan atau tiap tahun atau kurang sebulan dan

sebagainya.

Contoh ;

Pada bulan pertama haid 3 hari kedua 5 hari dan ketiga 7 hari ini satu daur .

kemudian kembali pada bulan ke empat haid 3 hari, bulan ke 5 lima 5 hari, bulan

ke 6 tujuh hari ini daur yang kedua. Maka daurnya sudah diaggap teratur karena

14
sudah diulang 2 kali dan intidhom.Mandinya setelah melebihi 15 hari pada daur

pertama sedangkan pada daur kedua dan mandinya setelah masa yang dihukumi

haid.

5. Al mu’tadah ghoiru mumayyizah nasiyah li’adatiha qoron wa waqtan (al-

mutahayyiroh)

Adalah orang istihadhah yang pernah haid dan suci, darah satu macam dan iya

tidak mengerti akan ukuran dan wakt adat haidnya .contoh :

Wanita perrnah haid dqan suci, lalu istihadhah dengan satu macam darah, tapi dia

lupa waktu dan banyak sedikitnya adat haidnya, atau orang gila mengalami haid

lalu semuh langsung istihadhah dengan satu macam darah atau tidak dapat

membedakan darah qowi dan dhoif .

Hukumnya :

Tidak dapat ditentukan haid dan suciy karena seluruh masa keuare darah bisa

mengandung banyak kemungkinan, bisa haid, suci, baru terhentinya darah. Karena

itu mutahayyiroh wajib berrikhtiar dan wajib mandi setiap akan menjalankan

sholat fardhu setelah masuknya waktu sholat.

6. Mu’tadah ghoiru mumayyidzah dzakiro li’adatiha qodron la waqtan

(mutahayyiroh bbin nisbati liwaqtil adha)

Adalah orang istihadhah yang pernayh haid dan suci, darahnya satu macam

dan hanya ingat pada banyak sedikitnya adat haidnya, tapi tidak ingat akan

waktunya.

Contoh :

Istihadhah dengan satu macam darah, dia ingat bahwa perah haid selama 5

hari dalam 10 hari dari awal bulan tapi dia lupa tepatnya pada tanggal berapa

mulainya ? tapi dia ingat tanggal 1 jelas masih suci.jadi tanggal 1 dia masih suci,

15
tanggal 2-5 kemungkinan haid atau suci, sebab munkin adat haidnya mulai tanggal

2,3,4,5, bisa siang atau malam, tanggal 6 yakin haid.tanggal 7 – 10 bisa haid isa

suci atau terhenti darah. Tanggal 11 sampai 30 yakin suci sebab dia ingat bahwa

pada tanggal tersebut adatnya dia suci.

Hukumnya :

Pada masa yang diyakini suci maka hukumnya suci, masa yang diyakini haid

hukumnya haid dan masa ragu-ragu hukumnya disamakan seperti mutahayyiro.

Jadi dia wajib ihtiyad, wajib mandi setiap waktu fardhunya hanya pada masa ragu-

ragu. Jika tidak ada masa yang diyakini haid atau suci, maka seluruh waktu keluar

darah wajib ihtiyd dan wajib mandi setelah 15 hari pada daur awal, daur

seterusnya wajib mandi pada setelah adat haidnya.

(Bajuri, Juz 1, Hlm. 111)

7. Al mu’tadah ghoiru mumayyizh az-zakiroh li’adatiha waqtan la qodron

(mutahayyiroh bin nisbati liqodril adha)

Adalah orang istihadhoh yang pernah haid dan suci darahya satu macam, tidak

biasa membedakan darah, dia ingat waktu haidnya , tapi tidak ingat pada banyak

sedikitnya.

Contoh :

Seorang wanita keluar darah 1 macam atau tidak bisa membedakan darah

sampai melebihi 15 hari, ingat tentang haid dan suci, ingat mulai keluar tanggal 1,

namun luupa berapa hari lamanya? Jadi tanggal satu yakin haid, tanggal 2-5

mengandung banyak kemugkinan , tanggal 16-30 yakin suci sebab jelas tanggal 1

yakin haid dan paling banyak haid adalah 15 hari.

Hukumnya :

16
Hari yang diyakini haid dihukumi haid, yang diyaini suci hukumnya suci dan

hari yang mengandug banyak kemugkinan wwajib ihtiyad seperti mutahayyiroh

yang telah diterangkan diatas.

3.3 Hukum nifas berdasarkan masa keluar, berhenti, kebiasaan dan warna darah

Darah yang keluar setelah melahirkan dihukumi nifas meskipun hanya setetes,

asal tidak melebihi 60 hari. jika keluar darah nifas berlangsung lebih dari 60 hari,

maka termasuk istihadhah dalam nifas (istihadhah fin nifas). Artinya, masih campur,

sebagian nifas, sebagian dari istihadhah dan sebagian lagi darah haid. Tidak boleh

dihukumi yang 60 hari nifas, lalu kelebihannya istihadhah, sebagaimana halnya darah

haid yang melebihi 15 hari.

Contoh :

Seorang wanita setelah melahirkan pertama kali mengeluarkan darah hitam 30

hari, lalu darah merah 40 hari, maka nifasnya 30 hari.

Kalau pertama kali nifas dan tidak bisa membedakan antara darah qowi dan do’if,

maka nifasnya di kembalikan pada nifas yang paling sedikit yaitu setetes. Kalau sudah

pernah nifas dan bisa membedakan darah qowi dan do’if, maka nifasnya di

kembalikan ke darah qowi, bukan kepada adat.

Kalau sudah pernah nifas dan darahnya satu macam atau tidak dapat

membedakan darah qowi dan doif serta ia ingat kepada adat (mu’tada goiru

mumayizah) maka nifasnya di kembalikan kepada adatnya, baik adat tadi baru sekali

atau telah berulang kali, kalau adat yang berulang kali tadi tidak berbeda-beda. Tetapi

kalau adat yang kedua atau lebih tadi berbeda – beda maka di perinci seperti pada bab

istihadhah di dalam haid.

17
BAB III

KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI WANITA HAID, NIFAS DAN ISTIHADHAH

Wanita yang haidl dan nifas diharamkan melakukan beberapa perkara sebagai

berikut, antara lain :

1. Sholat (tidak wajib qodlo’)

2. Sujud syukur

3. Sujud tilawah

4. Thowaf

5. Puasa (wajib qodlo’)

6. I’tikaf

7. Masuk masjid apabila khawatir mengotori masjid

8. Membaca Al-Qur’an

9. Menyentuh Al-Qur’an

10. Menulis Al-Qur’an (menurut beberapa pendapat)

11. Bersuci

12. Mendatangi orang sakaratul maut (menurut imam Al-Muhamili)

13. Bersetubuh

14. Dijatuhi talaq

15. Istimta’ antara pusar dan lutut

Orang yang haidl atau nifas diharamkan bersuci karena dianggap mempermainkan

ibadah (tala’ubu bil ‘ibadah). Oleh karena itu, seorang wanita setelah melahirkan lalu

nifas sebelum mandi wiladah, maka diharamkan mandi wiladah selama masih

mengalami nifas. Begitu juga halnya dengan seorang istri setelah bersetubuh tiba-tiba

kedatangan haidl, sedangkan belum melakukan mandi janabat, maka diharamkan

untuk bersuci.(Al-Jamal, Juz 1, Hal. 237)

18
Orang yang haidl atau nifas diperbolehkan membaca Al’Qur’an dengan syarat

tidak menyegaja, seperti niat dzikir, berdo’a, mencari barokah, menghafal, atau

meluruskan bacaan. Oleh karena itu, seorang penghafal Al-Qur’an, jika khawatir lupa

akan hafalannya, maka ia diperbolehkan mengulang hafalannya di dalam hati atau

berbisik. (I’anatut Tholibin, Juz 1, Hal. 114; Bajuri, Juz 1, Hal. 166 dan 114;

Bughyatul Musytarsyidin, Hal. 26)

Wanita yang haidl dan nifas juga diperbolehkan menyentuh dan membawa Al-

Qur’an yang disertai tafsirnya, jika yakin bahwa tafsirannya lebih banyak dari Al-

Qur’annya(menurut Imam Romli dan Ibnu Hajar) atau ragu-ragu dalam

perbandingannya (menurut Ibnu Hajar). Sedangkan terjemah Al-Qur’an hukumnya

tidak sama dengan tafsir. Oleh karena itu, haram menyentuh dan membawa Al-Qur’an

terjemah bagi wanita yang haidl, nifas, maupun hadats kecil.

Wanita yang haidl atau nifas jika telah selesai keluar darah, baik di tengah-tengah

masuk waktu sholat maupun tengah malam yang dingin, maka ia wajib untuk segera

mandi (bersuci) apabila hendak melakukan sholat atau ibadah lain yang mewajibkan

bersuci. Tidak diperbolehkan menunda sampai terjadi qodlo’ apalagi jika tidak

dikerjakan sama sekali.

Wanita yang istikhadloh tidak dihalangi untuk melakukan perkara yang

diharamkan sebab haidl, ia tetap diwajibkan melaksanakan sholat, puasa, membaca

Al-qur’an, dan lain-lain. Adapun wanita yang istikhadloh ketika hendak sholat harus

melakukan beberapa perkara yang telah diterangkan dalam bab istikhadloh diatas.

Apabila darah yang keluar itu banyak sampai tembus (nerembes, istilah Jawa), jika

darahnya keluar ketika ia telah bertakbiratul ihram, maka sholatnya tidak batal

19
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Muhammad. 2011. Risalah Haidl Nifas Istikhadloh. Surabaya: Al-Miftah

Fiqh Wanita, (2012).Pengertian Haid, Nifas, Istihadhah [Online]. Tersedia:

http://www.fiqihwanita.com/pengertian-haid-nifas-dan-istihadhah/ [29 September 2016]

Yanto, Puji (2010). Nifas dan hukum – hukumnya [online]. Tersedia:

https://puskafi.wordpress.com/2010/04/11/n-i-f-a-s/ [29 September 2016]

20

Anda mungkin juga menyukai