Anda di halaman 1dari 24

PERAWATAN POST SECTIO CAESAREA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

DosenPengampu :

Siti Mulidah, S Pd, S Kep Ns, M Kes

Disusun oleh :

1. OKI MIFTAKHURIZQI P1337420215105


2. DHIAULHAQ REKA .H P1337420215106

Tingkat 2C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Perawatan Post Op Section Caesarea. Makalah ini menguraikan pengertian dan cara
Perawatan Post Section Caesarea.
Pembaca dapat memahami makalah ini dari Bab I Pendahuluan, Bab II
Pembahasan, sampai Bab III Penutup. Agar lebih menarik, makalah ini kami susun
berdasarkan tinjauan pustaka dari beberapa literatur yang kami peroleh baik dari
buku, maupun internet.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Kami menyampaikan terima kasih kepada dosen pengampu, orang
tua, teman kelompok, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, September 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Sectio caesarea..................................................................................3

B. Jenis-jenis Sectio caesarea..............................................................................3

C. Etiologi Sectio caesarea.................................................................................6


D. Pathway Sectio caesarea.................................................................................8
E. Komplikasi Sectio caesarea............................................................................9

F. Pemeriksaan penunjang post SC....................................................................9


G. Penatalaksanaan medis post SC.....................................................................11
H. Perawatan luka post SC..................................................................................12
I. Faktor yang mempengaruhi penyemb uhan luka post SC..............................15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui
operasi abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5
% pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan
oleh mode, sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi
yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan
anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones, 2002).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel
dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul
21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan
letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu
sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin
14,5%.
Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau
adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh,
perubahan pada periode post partum terdiri dari immiediate post partum, early
post partum, dan late post partum, proses menjadi orang tua dan adaptasi
psikologis yang meliputi fase taking in, taking hold dan letting go. Selain itu juga
terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan gangguan
ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan terputusnya
jaringan yang mengakibatkan jaringan terbuka sehingga memudahkan kuman
untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi.
Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk menghadapi
masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum
operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu diinformasikan pada ibu yang akan
dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea.
Dalam mencermati masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah dengan judul Perawatan Post Sectio Caesarea.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Sectio Caesarea ?
2. Apa saja jenis-jenis Sectio Caesarea ?
3. Bagaimana etiologi Sectio Caesarea ?
4. Bagaimana pathway Sectio Caesarea ?
5. Apa saja komplikasi Sectio Caesarea ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang Post op Sectio Caesarea ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis Post SC ?

8. Bagaimana perawatan luka Sectio Ceisaria ?

9. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien


post operasi sectio caesarea ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Sectio Caesaria
2. Mengetahui jenis-jenis Sectio Caesarea
3. Mengetahui etiologi Sectio Caesarea
4. Mengetahui pathway Sectio Caesarea
5. Mengetahui komplikasi Sectio Caesarea
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang Post op Sectio Caesarea
7. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Post SC
8. Mengetahui perawatan luka Sectio Ceisaria

9. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien


post operasi sectio caesarea
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sectio Caesarea


Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005)
Sectio Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)

B. Jenis-jenis Sectio Caesarea

1. Seksio Sesaria klasik


Dalam teknik ini, insisi uterus dibuat menurut panjangnya pada korpus.
Karena meningkatnya resiko ruptura dalam kehamilan berikutnya maka
operasi ini jarang dibenarkan. Kerugian lainnya berupa adanya kesukaran
dalam peritonealiasi. Saat ini, hanya ada dua indikasi untuk seksio klasik :
a. Seksio dikerjakan bersamaan dengan histerektomi
b. Plasenta previa, untuk menghindari tempat plasenta yang telah ditentukan
sebelumnya dengan sonografi, terutama ila seksio dilakukan bersama
rencara sterilisasi tuba
2. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Sectio caesarea transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:

a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.


b. Bahaya peritonitis tidak besar.

c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh
lebih sempurna.

3. Seksio ekstraperitoneum
Metode ini disempurnakan oleh A. Doderlein Frank, Kustner, Latzko dan
Selheim. Tujuannya untuk melindungi kavitas peritonei dari infeksi.
Penggunaaanya terutama direkomendasikan untuk gravida yang terinfeksi.
Setelah dinding dan vasia abdomen dinsisi, muskulus rektus dipisahkansecara
tumpul. Terlihat kubah vesika urinaria dan plika vesikouterina. Sekarang
vesikla urinaria diretraksi kearah bawah sementara lipatan peritoneum
dipotong kearah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus. Jadi
sekarang uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
Karena kesanggupan kita saat ini untuk melawan infeksi makam seksio
ekstraperitoneum telah menjadi tidak penting. Telah tumbuh minat lagi untuk
mengusulkannya pada koriamionitis (imik dan preklinis).

4. Section caesarea Hysteroctomi

Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi: Atonia uteri,


Plasenta accrete, Myoma uteri, Infeksi intra uteri berat
Gambar 1.0
Source image : http://www.anatomie-online.com/Seiten/wissn031.html akses
pada tanggal 17 September 2016 pukul 18.30 wib

Gambar 1.1
Gambar 1.2
Source image : http://www.slideshare.net/birosmsFAunbrah/perssc-amp-
embriotomi diakses pada tangal 17 september 2016 pukul 18.45 wib

Gambar 1.3
Source image : http://www.slideshare.net/birosmsFAunbrah/perssc-amp-
embriotomi diakses pada tangal 17 september 2016 pukul 18.48 wib

C. Etiologi Sectio Caesarea

Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. (Manuaba, 2002)
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul


ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda


persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

4. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin

1. Kelainan pada letak kepala

1) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam


teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak


paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

4) Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang


dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002)
D. Pathway Sectio Caesarea

E. Komplikasi Post Sectio Caesarea

1. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

2. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

3. Komplikasi - komplikasi lain seperti : Luka kandung kemih, embolisme paru


paru.

F. Pemeriksaan Penunjang Post Sectio Caesarea

1. Elektroensefalogram (EEG)

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

Gambar 1.4
Source image : http://www.penggagas.com di akses pada tanggal 17
September 2016 pukul 19.00 wib

2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
10

Gambar 1.5
Source image : http://www.penggagas.com diakses pada tanggal 17
September 2016 pukul 19.10 wib

3. Magneti resonance imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan


gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography (PET)

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan


lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.

Gambar 1.6
Source image : http://www.penggagas.com diakses pada tanggal 17
September 2016 pukul 19.13 wib
5. Uji laboratorium

a. Fungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrovaskuler

11

b. Hitung darah lengkap untuk mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. AGD

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

G. Penatalaksanaan Medis Post Sectio Caesarea

1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

H. Perawatan Luka Sectio Caesaria

Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat


jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat membantu proses
penyembuhan luka.
1. Tujuan
a. Mencegah terjadinya infeksi.
b. Mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
2. Persiapan
a. Alat
1) Set perawatan luka dan angkat jahitan dalam bak instrumen steril :
2) Sarung tangan steril
3) Pinset 4 (2 anatomis, 2 cirurgis)
4) Gunting hatting up.
5) Lidi waten.
6) Kom 2 buah
7) Kasa steril
8) Plester
9) Gunting perban
10) Bengkok 2 buah
11) Larutan NaCl
12) Perlak dan alas
13) Betadin
14) Korentang
15) Alkohol 70%
16) Kapas bulat dan sarung tangan bersih
b. Lingkungan
1) Menutup tirai / jendela.
2) Merapikan tempat tidur.
c. Pelaksanaan
1) Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien.
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3) Inform Consent.
d. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-
langkah perawatan luka.
2) Dekatkan semua peralatan yang diperlukan.
3) Letakkan bengkok dekat pasien.
4) Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur.
5) Bantu klien pada posisi nyaman.
6) Cuci tangan secara menyeluruh.
7) Pasang perlak dan alas.
8) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester.
Angkat balutan dengan pinset.
9) Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan.
10) Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan.
11) Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan
NaCl.
12) Observasi karakter dan jumlah drainase.
13) Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan buang
pada bengkok yang berisi Clorin 5%.
14) Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada kom,
siapkan plester, siapkan depres.
15) Kenakan sarung tangan steril.
16) Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan
karakter drainase serta palpasi luka (kalau perlu).
17) Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan menggunkan
pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap kali usapan. Bersihkan dari
area yang kurang terkontaminasi ke area yang terkontaminasi.
Gunakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi/tepi luka.
18) Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap dengan cara
seperti pada langkah 17.
19) Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit
simpul jahitan dengan pinset cirurgis dan ditarik sedikit ke atas
kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan
dengan kulit/pada sisi lain yang tidak ada simpul.
15
20) Olesi luka dengan betadin.
21) Menutup luka dengan kasa steril dan di plester.
22) Merapikan pasien.
23) Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya.
24) Melepaskan sarung tangan.
25) Perawat mencuci tangan.
e. Hal hal yang perlu diperhatikan
1) Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat
menyebabkan pasien terasa nyeri.
2) Cermat dalam menjaga kesterilan.
3) Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan.
4) Teknik pengangkatan jahitan di sesuaikan dengan tipe jahitan.
5) Peka terhadap privasi klien.

I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka pada Pasien Post


Operasi Sectio Caesarea

1. Hubungan antara faktor Status Gizi (IMT) dengan penyembuhan luka

Menurut Gitarja dan Hardian, (2008), sejumlah kondisi fisik memang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Misalnya adanya sejumlah besar lemak
subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada
orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak
lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan
lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi
bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk
penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan luka juga akan terhambat.

2. Hubungan antara faktor Status Gizi (Konsumsi) dengan penyembuhan luka

Djalinz (1992), status gizi sangat penting untuk proses penyembuhan luka
pasca operasi. Perbaikan status gizi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung gizi yang seimbang. Diit yang diberikan untuk
pasien pasca bedah adalah diit Tinggi
Kalori Tinggi Protein (TKTP). Setiap rumah sakit pasti sudah memiliki
takaran menu/standar makanan yang harus diberikan kepada setiap pasien
termasuk makanan untuk pasien yang menjalani operasi.

3. Hubungan antara faktor Diabetes Mellitus dengan penyembuhan Luka

Diabetes menyebabkan peningkatan ikatan antara hemoglobin dan oksigen


sehingga gagal untuk melepaskan oksigen ke jaringan. Salah satu tanda
penyakit diabetes adalah kondisi Hiperglikemia yang berlangsung terus
menerus. Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah sewaktu
melebihi batas normal( normalnya 70-105 mg/l). Hiperglikemi menghambat
leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan terhadap infeksi. Jika
mengalami luka akan sulit sembuh karena diabetes mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi (Gitarja
dan Hardian, 2008).

4. Hubungan antara personal hygiene dengan penyembuhan luka post SC

Menurut Gitarja dan Hardian, (2008), kebersihan diri seseorang akan


mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena kuman setiap saat dapat
masuk melalui luka bila kebersihan diri kurang
Faktor paling dominan yang mempengaruhi penyembuhan luka post operasi
SC adalah personal hygiene kemudian disusul oleh status gizi (konsumsi), dan
yang terakhir penyakit DM (Diabetes Mellitus). Ketiga faktor tersebut saling
berhubungan satu sama lain dalam proses penyembuhan luka karena sebaik
apapun makanan yang dikonsumsi oleh pasien apabila kesadaran akan
menjaga kebersihan dirinya kurang maka akan tetap menghambat proses
penyembuhan luka. Seperti halnya pendapat dari Gitarja dan Hardian, (2008).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal
yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/kegagalan proses
persalinan normal (Dystasia). Seperti disproporsi kepala panggul, Disfungsi
uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa, His lemah / melemah dan pada
anak seperti Janin besar. Gawat janin, Letak lintang dan Hydrocephalus.

B. Saran
Perawat hendaknya memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya
menjaga kebersihan diri setelah dilakukan operasi SC agar tidak terjadi infeksi
pada luka operasinya. Selain itu pendidikan kesehatan tentang status gizi
(konsumsi) juga diperlukan pada pasien post operasi SC karena gizi yang baik
sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :


EGC

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai