Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin yaitu
laki-laki dan perempuan, namun pada kenyataannya selain dua jenis kelamin tersebut ada
yang mengalami kebingungan dalam menentukan jenis kelaminnya. Kebingungan yang
dimaksud adalah tidak adanya kesesuaian antara jenis kelaminnya dan kejiwaannya.
Tidak sesuainya jenis kelamin dan kejiwaan ini bisa terjadi pada seseorang yang terlahir
dengan alat kelamin wanita yang sempurna dan tidak cacat, tetapi dia merasa bukan
seorang wanita melainkan seorang pria atau sebaliknya, keadaan seperti ini disebut
Transgender.
Sebelum bicara lebih jauh tentang transgender, terlebih dahulu harus dipahami
konsep gender, dan membedakan kata gender dan seks. Seks (jenis kelamin) merupakan
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat
pada jenis kelamin tertentu. Misalnya manusia berjenis kelamin (seks) laki-laki adalah
manusia yang memiliki atau bersifat bahwa laki-laki adalah yang memiliki penis dan
memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran
untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat untuk
menyusui. Hal tersebut secara biologis melekat pada manusia yang memiliki jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Artinya, secara biologis alat kelamin atau jenis
kelamin tersebut tidak bisa dipertukarkan atau diganti. Secara permanen jenis kelamin
tidak bisa berubah dan merupakan kodrat (ketentuan Tuhan).
Gender adalah pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang
bersifat sosial budaya, bukan pendefisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis seperti
seks (jenis kelamin). Dalam ilmu sosial, gender adalah perbedaan yang bukan biologis
dan bukan kodrat Tuhan. Gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan
Tuhan, melainkan diciptakan sendiri oleh manusia itu sendiri melalui proses kultural dan
sosial. Gender seseorang dapat berubah, sedangkan jenis kelamin biologis akan tetap
tidak berubah.
Transgender adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan bagi orang yang
melakukan, merasa, berfikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang telah

1
ditetapkan sejak lahir. Transgender tidak mengacu pada bentuk spesifik apapun ataupun
orientasi seksual orangnya. Seorang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya
sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, atau biseksual (Yash, 2003: 17).
Menurut diagnosis medis konvensional, transeksualisme adalah salah satu bentuk
Gender Dysphoria (kebingunan gender). Gender Dysphoria adalah sebuah
term general bagi mereka yang mengalami kebingunan atau ketidaknyamanan tentang
gender-kelahiran mereka (Yash, 2003: 17). Mereka yang merasakan ketidaknyamanan
dengan gender-kelaminya, akan melakukan operasi pergantian kelamin atau yang disebut
dengan transgender. Namun langkah mereka tidak hanya sampai disitu, setelah
melakukan sebuah operasi pergantian kelamin maka selanjutnya dilakukan sebuah
pergantian identitas. Mereka yang berani melakukan transgender atau operasi
penggantian kelamin, bukanlah termasuk pada kategori penyuka sesama jenis
(homoseksual / lesbian) tetapi karena memiliki kelainan pada orientasi seksualnya atau
merasa terjebak pada jenis kelaminnya tersebut. Salah satu penyebab transgender adalah
dua pengaruh hormonal yang membentuk karakteristik kelamin manusia, dan ini
bukanlah merupakan penyakit mental.
Meski seorang transgender masih dipandang sebelah mata, dianggap tabu dan
mengundang kontroversi, namun beberapa diantara mereka berhasil diakui
keberadaannya dengan segudang prestasi yang berhasil mereka raih, mulai dari dunia
hiburan sampai ke ajang kecantikan dunia. Banyak fenomena yang terjadi sekarang ini
bisa di cermati sebagai contoh nyata mengapa seseorang memilih untuk menjadi seorang
waria, gay, lesbian, atau mungkin transgender/transeksual. Salah satunya karena memang
di dalam jiwa seorang lelaki terdapat sifat lemah lembut seperti layaknya perempuan dan
dia berniat untuk menjadi seorang yang berkelakuan menyimpang dari identitas aslinya
hanya untuk menunjukan siapa dia sebenarnya. Alasan lain bisa karena kejadian
masalalu dalam keluarga dimana seorang ayah menelantarkan anak lelaki dan istrinya,
hingga pada akhirnya anak lelaki tersebut menjadi begitu membenci sosok laki-laki.

Berdasarkan peneliltian yang dilakukan oleh Rekers, dari kurang lebih 70 orang
anak laki-laki yang mengalami gangguan identitas gender yang ia jadikan objek
penelitian, ia menemukan bahwa tidak terdeteksi hal yang sifatnya abnormal secara fisik.
Dan tidak ada bukti bahwa pemberian hormon sewaktu seorang wanita mengandung atau
adanya ketidakseimbangan hormonal pada diri ibu dapat menyebabkan atau
mempengaruhi terjadinya gangguan identitas gender pada aseorang anak.

2
Laporan Kementerian Kesehatan yang dikutip dari Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional meng ungkap jumlah Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL)
alias gay sudah mencapai angka jutaan.

Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang
tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara,
badan PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada
2011.

Padahal, pada 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu jiwa. Mereka
berlindung di balik ratusan organisasi masyarakat yang mendukung kecenderungan
untuk berhubungan seks sesama jenis.

Sampai akhir 2013 terdapat dua jaringan nasional organisasi LGBT yang
menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Pertama, yakni Jaringan Gay, Waria, dan Laki-
Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki laki Lain Indonesia (GWLINA) didirikan
pada Februari 2007. HIV adalah risiko penyakit yang paling sering dikaitkan dengan
transgender. Sebuah penelitian menemukan bahwa hampir 28% transgender wanita
dinyatakan positif terinfeksi HIV. Sekitar 70% dari angka ini tidak mengetahui bahwa
mereka mengidap penyakit tersebut. Perilaku dan gaya hidup transgender sering
dianggap sebagai penyebab berkembangnya infeksi HIV di kalangan ini. Dari data diatas
penulis tertarik untuk membuat makalah mengenai hubungan transgender dengan
kesehatan reproduksi dan peranan bidan dalam meyikapi hal tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hubungan fenomena transgender terhadap kesehatan reproduksi seseorang


dan bagaimana peran kita sebagai seorang bidan dalam menyikapi hal tersebut?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan mampu menyikapi hubungan fenomena
trasgender terhadap kesehatan reproduksi hal tersebut.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu.memahami definisi dari transgender

3
b. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor apa saja yang mendorong
seseorang untuk melakukan transgender.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti hubungan transgender dengan
kesehatan reproduksi.
d. Mahasiswa mampu menyikapi prilaku seorang transgender dalam menghadapi
seseorang yang melakukan transgender.

D. MANFAAT
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan wahana untuk menambah kepustakaan khususnya
hubungan kesehatan reproduksi pada transgender.
2. Bagi Penulis
Dengan diadakannya pembuatan makalah ini diharapkan penulis dapat mengerti daan
mehamami tentang kesehatan reproduksi transgender dan cara menyikapi hal tersebut
sesuai peran sebagai bidan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Transgender

Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang


melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat
mereka lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi
seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya
sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau aseksual.
Definisi yang tepat untuk transgender tetap mengalir, namun mencakup:

1. "Tentang, berkaitan dengan, atau menetapkan seseorang yang identitasnya tidak


sesuai dengan pengertian yang konvensional tentang gender laki-laki atau
perempuan, melainkan menggabungkan atau bergerak di antara keduanya."
2. "Orang yang ditetapkan gendernya, biasanya pada saat kelahirannya dan didasarkan
pada alat kelaminnya, tetapi yang merasa bahwa deksripsi ini salah atau tidak
sempurna bagi dirinya."
3. "Non-identifikasi dengan, atau non-representasi sebagai, gender yang diberikan
kepada dirinya pada saat kelahirannya."

Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga
sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan
kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang
dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku,
bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam
DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) III, penyimpangan ini
disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi
beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.

Tanda-tanda transgender atau transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara
lain:

1. Perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya.
2. Berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain.

5
3. Mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan
bukan hanya ketika dating stress.
4. Adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal.
5. Dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P
Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di
antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan
afektif serta tingkah laku negativisme.
Salah satu akibatnya trangender muncullah istilah waria yaitu wanita pria. Waria
adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan antara jati diri
yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya memilih dan berusaha untuk
memiliki sifat dan perilaku lawan jenisnya yaitu wanita. Fisik mereka laki-laki namun
cara berjalan, berbicara dan dandanan mereka mirip perempuan.
Orang yang secara genetik mempunyai potensi penyimpangan ini dan apabila
didukung oleh lingkungan keinginannya sangat besar untuk merubah diri menjadi waria.
Misalnya ada laki-laki yang tidak percaya diri atau tidak nyaman bila tidak berdandan
atau berpakain wanita. Selain itu, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi yaitu
faktor ekonomi misalnya. Awalnya hanya untuk mendapatkan uang tapi lama-kelamaan
jadi keterusan.

B. Faktor-Faktor Yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Transgender

Adapun penyebab seorang pria menjadi seorang wanita atau waria atau penyebab
terjadinya transgender dapat diakibatkan 2 faktor yaitu :

1) Faktor bawaan (hormon dan gen) atau Transseksualisme

Suatu jenis ekstrem dari gender dysphoria disebut transseksualisme. Pada


transseksualisme terdapat ketimpangan atau ketidaksesuaian antara jenis kelamin
biologis dengan identitas gender akibat kelainan gen/hormon atau pengaruh
lingkungan. Sebagai suatu fenomena ekstrem, J.P. Chaplin dalam Dictionary of
Psychology (1981) menyatakan bahwa penderita transseksualisme memiliki
beberapa kriteria khusus sebagai berikut :

a. Merasa tidak nyaman akan kelamin biologis dirinya.


b. Merasa terganggu secara berkelanjutan selama 2 tahun dan tidak hanya pada
saat stres.

6
c. Memiliki kelainan genetis dan/atau congenital sex hormone disorders.
d. Tidak memiliki kelainan mental (misal: schizophrenia).
e. Berkeinginan untuk membuang/menghilangkan alat kelamin yang dimilikinya
dan hidup dengan jenis kelamin berlawanan.

Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu
karena ada masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidakseimbangan
hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf otak.

Berkaitan dengan poin terakhir pada ciri transseksualisme, pada masa


lampau perkembangan teknologi yang ada masih belum memberi keleluasaan
penggantian gender. Namun, dengan teknologi yang telah ada sekarang, penggantian
gender telah dapat dilakukan, bahkan hingga penggantian organ kelamin. Berikut
berbagai macam penggantian transgender:

a) Gender-Reassignment

Gender reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme


perubahan gender. Metode ini banyak ditempuh oleh kaum transseksual untuk
memenuhi hasrat dan ketidaknyamanannya atas gender yang dimilikinya sejak
semula.

Proses ini tidak merupakan tahapan-tahapan yang bebas dilakukan oleh


siapapun yang menginginkan perubahan gender. Tahap ini harus didahului oleh
wawancara klinis oleh tim ahli terhadap pasien yang diduga menderita
transseksualisme dan berkeinginan untuk beralih gender. Tahap kedua proses ini
adalah pemeriksaan fisik oleh dokter yang terpercaya. Dalam tahap ini,
pemeriksaan kelainan genetis dan hormonal merupakan hal yang seharusnya
dilakukan. Hasil positif kedua tahap ini dilanjutkan dengan evaluasi psikologis

Gender-reassignment sendiri secara umum dilakukan dalam 2 tahapan


utama. Pertama, dilakukan cross-gender hormones treatment. Pemberian
hormon dari jenis kelamin yang berlawanan ini biasanya dilakukan selama 2
tahun untuk mengkondisikan fisiologis pada pasies. Setelah dianggap siap,
maka dilakukan sex-reassignment surgery.

7
b) Sex-Reassignment Surgery

Sex reassignment surgery merupakan suatu prosedur operasi medis


pengubahan organ kelamin antar jenis kelamin. Tujuan sex reassignment
surgery adalah Perbaikan organ kelamin yang tidak sempurna, Penghilangan
salah satu kelamin pada kasus kelamin ganda dan Transseksual

2) Faktor lingkungan.

Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan
membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa
pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks
dengan pacar, suami atau istri.

Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus


transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis
jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki
kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan
lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

C. Hubungan Fenomena Transgender Terhadap Kesehatan Reproduksi

Berdasarkan peneliltian yang dilakukan oleh Rekers, dari kurang lebih 70 orang
anak laki-laki yang mengalami gangguan identitas gender yang ia jadikan objek
penelitian, ia menemukan bahwa tidak terdeteksi hal yang sifatnya abnormal secara fisik.
Dan tidak ada bukti bahwa pemberian hormon sewaktu seorang wanita mengandung atau
adanya ketidakseimbangan hormonal pada diri ibu dapat menyebabkan atau
mempengaruhi terjadinya gangguan identitas gender pada aseorang anak.

Transgender adalah kaum minoritas yang juga tak jarang memperoleh perhatian dan
kesetaraan yang minim di dalam masyarakat, tak terkecuali hal-hal yang menyangkut
kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Dikutip dari
transgenderequality.wordpress.com, setidaknya ada beberapa fakta penting terkait
kesehatan seksual dan reproduksi seorang transgender antara lain:

8
1. Kaum transgender sangat mungkin mempunyai pasangan seksual pria, wanita, atau
keduanya.
2. Mereka memerlukan pemeriksaan kesehatan yang preventif, termasuk pemeriksaan
atas kenker payudara, serviks, dan prostat.
3. Mereka memiliki resiko yang tinggi untuk terjangkit HIV atau penyakit menular
seksual lainnya.
4. Banyak pria transgender yang berhubungan seks dengan pria memiliki beresiko
kehamilan yang tidak diinginkan serta penyakit menular seksual.
5. Marginalisasi dan kekerasan meningkatkan resiko kesehatan bagi kaum transgender.
Mereka pada umumnya harus menghadapi tingginya tingkat marjinalisasi sosial dan
ekonomi serta tingginya tingkat kekerasan fisik dan seksual.
6. Mereka sering merasa enggan untuk mencari perawatan kesehatan seksual dan
reproduksi.
7. Mereka tidak memiliki akses mengenai informasi kesehatan yang relevan.
Pendidikan kesehatan seksual untuk remaja dan dewasa jarang membahas tubuh dan
identitas kaum transgender.
8. Penyedia layanan kesehatan sering kali kekurangan pengetahuan dasar tentang orang-
orang transgender dan kebutuhan kesehatan mereka.
9. Banyak penyedia layanan kesehatan yang tidak memberikan pelayanan kesehatan
seksual dan reproduksi kepada kaum transgender.
Fakta-fakta di atas adalah gambaran miris mengenai kesehatan seksual dan
reproduksi kaum marginal di mana mereka memiliki resiko tinggi terhadap kesehatan
seksual dan reproduksi mereka, di sisi lain, mereka tidak memiliki akses serta pelayanan
yang relevan terhadap sesuatu yang sebenarnya adalah hak mereka.

D. Peran Bidan Dalam Menyikapi Transgender Tersebut

Peranan seorang bidan harus memahimi konsep diri yang sehat merupakan bagian
dari proses keperawatan yang memandang individu secara holistik, meliputi aspek fisik,
psiko-sosial-cultural. Pengaruh konsep diri dalam pelayanan kesehatan sangatlah penting
khususnya dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada klien. Dalam hal ini diperlukan
kemampuan bidan untuk memahami tentang konsep diri.

9
Dalam pelayanan kebidanan, bidan dapat menemukan permasalahan yang
berkaitan dengan konsep diri seperti :

a. Harga diri rendah


b. Menarik diri (khususnya pada pasien dengan gangguan jiwa)
c. Koping klien inefektif yang mungkin terkait dengan proses penyakitnya
d. Kecemasan klien terkait dengan prosedur atau proses penyakitnya.
e. Kurangnya dukungan/koping keluarga dalam proses penyembuhan penyakit klien,
dll.

Bidan diharapkan tidak hanya dapat memahami tetapi dapat membangun dan
mengembangkan konsep dirinya sendiri dengan pengembangan konsep diri yang bersifat
positif dalam kehidupan sehari-hari. Ini sangatlah penting, karena diharapkan bidan dapat
mengembangkan konsep diri yang sehat (positif) sebelum dapat membantu pasien dalam
meningkatkan pemahaman tentang konsep diri yang sehat.

Pada tahun 1999 Departemen Kesehatan Masyarakat Massachusetts mendanai


proyek yang disebut "Gay, Lesbian, Kesehatan Proyek Akses Biseksual dan
Transgender" yang mengembangkan standar praktek untuk perawatan kualitas penduduk
LGBT. Standar didasarkan pada penghapusan diskriminasi, penuh dan akses yang sama
kepelayanan, perawatan kesehatan bagi semua pasien, penghapusan stigmatisasi, dan
penciptaan lingkungan perawatan kesehatan dimana semua pasien merasa aman datang
dan keluar terhadap pelayanan kesehatan. Peran dan fungesi seorang bidan terhadap
gender antara lain:

a. Bidan pelaksana
Yaitu memberiakn pelayanan dasar kesehatan reproduksi wanita yang berkaitan
dengan gender.
b. Bidan pengelola
Yaitu mengembangkan pelayanan dasar khususnya kesehatan reproduksi yang
berkaitan dengan gender melalui pengkajian kebutuhan kesehatan perempuan baik
fisik, psikis, social dan spiritual dan menyusun rencana sesuai hasil kajian serta
berpatisipasi dalam tim/kepengurusan organisasi pemberdayaan perempuan.

10
c. Bidan pendidik
Yaitu memberikan pendidikan dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan
gender agar mengetahui hak-haknya dalam mendapatkan informasi tentang
kesehatan reproduksi.
d. Bidan penelitian
Yaitu mengidentifikasi kebutuhan investigasi kesehatan reproduksi dan gender.
Menyusun rencana kerja pelatihan. Melaksanakan investigasi sesuai dengan
rencana. Mengolah dan menginterprestasikan data hasil investigasi. Menyusun
laporan hasil investigasi dan tindak lanjut. Memanfaatkan hasil investigasi untuk
meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan
reproduksi dan gender.
e. Bidan advokasi
Yaitu member dukungan terhadap program-program yang dapat meningkatkan
kesehatan perempuan yang telah terlaksana.
f. Bidan pemberdaya
Yaitu melalu pengadaan PIKRR, karang taruna.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transgender merupakan kata yang digunakan untuk mendeskripsikan bagi orang


yang melakukan, merasa, berfikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang telah
ditetapkan sejak lahir. Transgender tidak mengacu pada bentuk spesifik apapun ataupun
orientasi seksual orangnya. Seorang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya
sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, atau biseksual (Yash, 2003: 17).

Transgender pada umumnya tidak dikategorikan sebagai gangguan mental.


Namun ada kalanya kaum transgender lebih berisiko mengidap gangguan mental karena
konflik dalam dirinya sendiri tentang identitas gendernya, juga tekanan sosial. Orang
transgender dapat mengalami gangguan identitas gender/ gender identity disorder
(GID) jika menjadi transgender membuatnya menjadi tertekan, depresi, atau menjadi
tidak mampu beraktivitas sehari-hari seperti bekerja dan membangun hubungan dengan
orang lain. Meski demikian, gangguan ini umumnya bersifat sementara dan dapat
disembuhkan dengan terapi. Pada beberapa kasus, transisi gender menjadi salah satu
solusi.

Secara fisik, resiko yang dapat terjadi pada transgender antara lain resiko pada
setiap tindakan medis yang harus dilakukan untuk transisi gender terutama tindakan
operasi, Resiko kanker pada pemakaian hormonal terapi yang juga dipakai untuk transisi
gende, Resiko terpapar pada virus HIV akibat perilaku dan gaya hidup transgender.

Peranan seorang bidan harus memahimi konsep diri yang sehat merupakan bagian
dari proses keperawatan yang memandang individu secara holistik, meliputi aspek fisik,
psiko-sosial-cultural. Pengaruh konsep diri dalam pelayanan kesehatan sangatlah penting
khususnya dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada klien. Dalam hal ini diperlukan
kemampuan bidan untuk memahami tentang konsep diri.

Bidan diharapkan tidak hanya dapat memahami tetapi dapat membangun dan
mengembangkan konsep dirinya sendiri dengan pengembangan konsep diri yang bersifat

12
positif dalam kehidupan sehari-hari. Ini sangatlah penting, karena diharapkan bidan dapat
mengembangkan konsep diri yang sehat (positif) sebelum dapat membantu pasien dalam
meningkatkan pemahaman tentang konsep diri yang sehat.

B. SARAN
Dalam mengembankan peran dan fungsi sebagai bidan perlu memahami secara
baik masalah-masalah yang terjadi pada perempuan khususnya kesehatan reproduksi
perempuan secara holistic serta mampu mengatasi dan memberikan pelayanan/asuhan
yang sesuai dengan masalah yang dihadapi serta mampu menerapkan sikap professional
dalam asuhan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Brown, George R. 2007. Gender Identity Disorder and Transsexualism.(Online)


http://www.merck.com/mmpe/sec15/ch203/ch203b.html

Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.


Kementrian Kesehatan RI.2008. Modul Kesehatan Reproduksi.

14

Anda mungkin juga menyukai