Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian merupakan indikator keberhasilan sistem pelayanan
kesehatan suatu negara. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator
dalam bidang obstetri. Sekitar 800 wanita meninggal setiap hari disebabkan oleh
hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan (WHO 2012).
World Health Organisation (WHO) memperkirakan diseluruh dunia
terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian tersebut terjadi
terutama di negara berkembang sebesar 99%. Meskipun jumlahnya sangat besar,
tetapi tidak menarik perhatian karena kejadian terbesar (sporadis), sebenarnya
kematian ibu dan bayi mempunyai peluang besar untuk dicegah dengan
meningkatnya kerja sama antara pemerintah, swasta dan badan-badan sosial
lainnya (Manuaba, 2010).
Penyebab kematian ibu yang paling utama adalah perdarahan sekitar 60-
70%, dibandingkan sebab-sebab lain seperti pre-eklamsia dan eklamsia 10-20%,
infeksi 20-30% (Manuaba, 2008). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam
periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,
2011).

Target AKI di Indonesia pada tahun 2017 adalah 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup. ANGKA kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2016 tercatat ada 305
ibu meninggal per 100 ribu orang. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang
ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan,
persalinan dan nifas. Angka kematian ibu yang begitu besar banyak disebabkan
karena kurangnya pengetahuan mengenai tandatanda kehamilan, usia hamil yang
terlalu muda atau terlalu tua, pendidikan yang rendah, pendapatan keluarga yang
rendah selain itu juga aspek medis juga sangat berpengaruh dalam meningkatnya
angka kematian ibu melahirkan (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka


Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah tahun 2016 menurun dari tahun sebelumnya.
Jika tahun 2015 ada 619 kasus di tahun 2016 turun menjadi 602 kasus. Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Dr Yulianto Prabowo mengatakan,
penurunan tersebut melampui target. Pihaknya hanya menargetkan 117 per
100.000 kelahiran hidup. Namun tercapai 109,65 per 100.000 kelahiran hidup.
Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yaitu menurunkan
AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI , 2016).
Perdarahan post partum menjadi penyebab utama kematian ibu di
Indonesia. Dua pertiga dari semua kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada
ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya, dua pertiga kematian akibat
perdarahan tersebut adalah dari jenis retensio plasenta, dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri maupun perdarahan
(WHO, 2008).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak
lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah
kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri
dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah
bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam
sampai dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi (Sarwono, 2008).
Perdarahan, khususnya perdarahan post partum yang disebabkan karena
sisa plasenta dimana tertinggalnya sisa plasenta atau selaput plasenta didalam
rongga rahim yang mengakibatkan perdarahan post partum dini (early postpartum
hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage)
yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Apabila pada pemeriksaan
USG diperoleh kesimpulan adanya sisa plasenta tahap pertama bisa dilakukan
eksplore digital (jika servik terbuka) atau mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan kuretase. Bidan dapat kolaborasi dengan dokter untuk melakukan
kuretase (Sarwono, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal pada Ny. K usia : 33 tahun P 2A0
2 Jam Post Partum Dengan Retensio Sisa Plasenta di RSU Permata Blora.
Dengan harapan penulis dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan Retensio Sisa Plasenta yang diterapkan di Lapangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diadakan studi kasus untuk
mengetahui lebih lanjut Bagaimana asuhan kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal pada Ny. K usia : 33 tahun P2A0 2 Jam Post Partum Dengan Retensio
Sisa Plasentadi RSU Permata Blora?

C. Tujuan
1. Tujuan Umun
Untuk lebih memahami asuhan kebidanan pada kasus Kegawatdaruratan
Maternal pada ibu yang mengalami retensio sisa plasenta sehingga dapat
melaksanakan asuhan kebidanan yang tepat
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subyektif secara komprehensif pada Ibu
yang mengalami retensio sisa plasenta.
b. Melakukan pengkajian data obyektif secara komprehensif pada Ibu yang
mengalami retensio sisa plasenta.
c. Dapat menentukan dan mengidentifikasi masalah (analisa) yang muncul
pada Ibu yang mengalami retensio sisa plasenta.
d. Dapat menentukan perencanaan intervensi dalam asuhan pada Ibu yang
mengalami retensio sisa plasenta.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Nakes
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan
untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu
menjaga mutu pelayanan. Serta Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi
tenaga kesehatan agar mampu memberikan pelayanan kesehatan lebih baik
bagi masyarakat terutama dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu
nifas dengan retensio sisa plasenta.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan masukan dalam sistem pendidikan terutama untuk materi
perkuliahan dan memberikan informasi bagi mahasiswa selanjutnya dalam
melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan retensio plasenta.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Agar klien mengetahui dan memahami penanganan kasus pada Ibu ibu nifas
dengan retensio plasenta.
4. Bagi Penulis
Dapat memberikan pengalaman secara nyata dan sebagai perbandingan teori
dan praktek dalam penerapan asuhan kebidanan pada ibu ibu nifas dengan
retensio plasenta sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis didalam
melaksanakan tugas sebagai bidan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu. Nifas dibagi
dalam 3 periode menurut (Saifuddin, 2009). Antara lain:
1. Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam +dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lama 6-8 minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan atau
tahunan

B. Perdarahan Post Partum


1. Definisi Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih 1000 ml setelah persalinan abdominal.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda
vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,
menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi
>100x/menit, kadar Hb < 8g/dL (Nugroho, 2012a).
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang berlebihan selama
masa nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan
selesai (Maryunani, 2013). Perdarahan post partum merupakan penyebab
kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu
memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka
kematian maternal telah turun secara drastic di Negara-negara berkembang,
perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak dimana mana. (Nugroho, 2012b).
Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut
sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi
lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder (Nugroho,
2012).

2. Jenis-Jenis Perdarahan Post Partum


Jenis-jensi pendarahan post partum menurut Nugroho (2012) adalah:
a. Perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum primer (early
postpartum hemorrhage) : perdarahan post partum dini adalah perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b. Perdarahan masa nifas atau perdarahan post partum sekunder (late
postpartum hemorrhage) : perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan
yang terjadi pada masa nifas (peurperium) tidak termasuk 24 jam pertama
setelah kala III. (Nugroho, 2012).

3. Etiologi Perdarahan Post Partum


Berdasarkan dari laporan-laporan baik di Negara maju maupun berkembang
angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15% berdasarkan penyebabnya
diperoleh sebaran sebagai berikut (Nugroho, 2012) :
a. Kelainan darah 0,5-08%
Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah
mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi
mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan
merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, atau suntikan
perdarahan dari gusi rongga hidng dan lain-lain. (Prawihardjo, 2010).
b. Laserasi jalan lahir 4-5%
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan
lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma
forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstrasi. (Prawihardjo
,2010).
c. Retensio plasenta 16-17%
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi
menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta
inkreta apabila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut
plasenta prekerta bila vili korialis sampai menembus perineum.
d. Sisa plasenta 23-24%
Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat
tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu
kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga
mengakibatkan perdarahan (Winkjosastro, 2008)
e. Atonia uteri 50-60%
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi lahir. (Prawihardjo, 2010)

C. Retensio Sisa Plasenta


1. Definisi Retensio Sisa Plasenta
Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat
tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu kontraksi
uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan
perdarahan (Winkjosastro, 2008).Tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post
partum sekunder (Sujiyatini, 2011).
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan manual plasenta atau menemukan adanya kotiledon yang
tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perarahan di ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan
robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke
dalam rahim dengan cara manual/digital atau curettage dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberikan
transfuse sesuai dengan keperluannya (Prawihardjo, 2010).
Memperkirakan kehilngan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai
kondisi pasien. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
adalah melalui penampakan dan gejala tekanan darah. Apabila pendarahan
menyebabkan pasien lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan
darah sistol menurun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya, maka
telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. bila pasien mengalami syok
hipovolemik maka pasien telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah
(2000-2500 ml). penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai
jumlah kehilangan darah pasien selama kala IV melalui pemeriksaan tanda
vital, jumlah darah yang keluar, dan kontraksi uterus. (Sulistyawati, 2012;183)

2. Klasifikasi Perdarahan Post Partum


Perdarahan postaprtum merupakan penyebab perdarahan bidang obstetrik
yang paling sering. Sebagai penyebab langsung kematian maternal,
perdarahan psotpartum merupakan penyebab kematian akibat perdarahan.
a. Perdarahan postpartum primer : Ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder : Ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5
sampai 15 hari postpartum.

3. Etiologi Retensio Plasenta


Etiologi dasar meliputi :
a. Faktor maternal : Gravida berusia lanjut dan Multiparitas
b. Faktor uterus antara lain : Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam
pada jaringan cicatrix uterus Bekas pembedahan uterus, Anorrali dan
uterus, Tidak efektif kontraksi uterus, Pembentukan kontraksi ringan,
Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus, Bekas
pengeluaran plasenta secara manual dan Bekas endometritis
c. Faktor plasenta : Plasenta previa, Implantasi corneal, Plasenta akreta,
Kelainan bentuk plasenta
4. Jenis-Jenis Retensio Plasenta
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.

5. Sebab-Sebab Plasenta Belum Lahir


Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :
1) plasenta belum lepas dari dinding uterus
2) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva);
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta).
c. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta).
6. Penanganan Retensio Plasenta
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

D. Teori Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP


Manajemen Kebidanan adalah Proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuanpenemuan, ketrampilan dalam rangkaian /tahapan yang logis
untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien(varney,1997).
Dokumentasi kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan
oleh bidan setelah memberi asuhan kepada pasien, merupakan informasi lengkap
meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan
keperawatan/kebidanan serta respon pasien terhadap asuhan yang diterimanya
(Anjarwati, 2010).
Manajemen SOAP adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. System pendokumentasian yang
dilakukan dapat memberikan manfaat antara lain : sebagai saran komunikasi
antara tenaga kesehatan, sarana untuk mengetahui perkembangan evaluasi pasien,
dapat dijadikan data penelitian dan pendidikan, mempunyai nilai hukum dan
merupakan dokumen yang sah . Dalam metode SOAP ini memiliki 4 unsur yaitu:
1. Data Subjektif
Merupakan data yang berhubungan / masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung
dengan diagnosis. Data subjektif menguatkan diagnose yang akan dibuat.
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasie, suami atau
keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarche, riwayat perkawinan,
riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, penyakit sekarang,
riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat psikososial,
pola hidup).
2. Data Objektif ( Data Yang Diobservasi )
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur,
hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan
diagnostic lain . Menggambarkan pendokumetasian hasil analisa dan fisik
klien , hasil lab, dan test diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus
untuk mendukung assessment.
Catatan medis atau data fisiologis, hasil observasi yang jujur, informasi
kajian teknologi (hasil pemeriksaan laboratorium, sinar-X, rekaman CTG,
USG dll). Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen
yang berarti di diagnose yang akan ditegakkan.
3. Analisa ( Diagnosa Kebidanan )
Assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan pasien yang
setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru
dalam data subjektif maupun objektif, maka proses pengkajian data akan
menjadi sangat dinamis. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti
perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada
pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan / tindakan yang tepat.
4. Penatalaksanaan (Apa yang dilakukan terhadap masalah)
Planning adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau
menjaga atau mempertahankan kesejahteraasnnya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu
tertentu., tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan
dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter jika melakukan
kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai