Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wanita menginginkan Persalinan nya berjalan lancar dan dapat melahirkan
bayi dengan sempurna. Ada dua cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang lebih
lebih dikenal dengan persalinan alami dan persalinan caesar atau section caesarea
(Veibymiaty Sumelung, Dkk, 2019).
Seksio Sesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di
mana irisan dilkakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi. Bedah caesar umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal
melalui vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi medis lainya
(Purwoastuti, Dkk, 2015).
WHO memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah caesar adalah
sekitar 10% sampai 15% dari semua proses persalinan dinegara-negara berkembang
dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat (Purwoastuti,
Dkk, 2015).
Pada beberapa keadaan, tindakan Seksio Sesarea ini bisa direncanakan atau
diputuskan jauh-jauh sebelumnya. Operasi ini disebut operasi sesarea elektif. Kondisi ini
dilakukan apabila dokter menemukan ada masalah kesehatan pada ibu atau menderita
suatu penyakit, sehingga tidak memungkin untuk melahirkan secara normal (Purwoastuti,
Dkk, 2015).
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah Seksio Sesarea
yaitu adanya komplikasi yang dapat terjadi antara lain cedera kandung kemih, cedera
pada pembuluh darah, cedera pada usus dan infeksi pada rahim. Dalam hal ini bakteri
merupakan sumber penyebab infeksi yang mengakibatkan terhambatnya proses
penyembuhan luka,
Kesehatan ibu dan anak merupakan indikator penting dalam mengukur derajat
kesehatan suatu negara dimana status kesehatan ibu dan anak dapat dilihat dari Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut Organisasi Kesehatan

1
Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat sekitar 830.000 wanita
diseluruh dunia meninggal setiap harinya akibat komplikasi yang terkait dengan
kehamilan maupun persalinan dan sebanyak 99% diantaranya terdapat pada negara
berkembang. Di negara berkembang, pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI)
mencapai 239 per 100.000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan negara maju yang
hanya mencapai 12 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2018). Jumlah Angka Kematian
Bayi (AKB) turun dalam tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi
(AKB) di dunia sebanyak 29 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Jumlah kematian ibu di Indonesia selama periode 1991-2015 dari 390 menjadi
305/100.000 KH (Survey Penduduk Antar Sensus, 2015), sedangkan jumlah kematian
bayi di Indonesia tahun 2017 menunjukkan AKB sebesar 24/1.000 KH (SDKI 1991-
2017). Data profil kesehatan Indonesia tahun 2013 cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah sebesar 90,88% sedangkan
berdasarkan Riskesdas 2013, kualifikasi tertinggi penolong saat persalinan dilakukan oleh
bidan (68,6%). (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Jumlah kasus kematian ibu di provinsi
NTB sebanyak 97/100.000 KH, sedangkan jumlah kematian bayi di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) tahun 2019 sebanyak 863/1000 KH (Profil Kesehatan NTB,
2019). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bima jumlah
kematian ibu pada tahun 2020 sebanyak 90/100.000 KH, sedangkan jumlah kematian
bayi pada tahun 2020 sebanyak 4/1000 KH (Dinas Kesehatan Kota Bima, 2021).
Penyebab masih tingginya AKI di Indonesia disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor
langsung (perdarahan, hipertensi, infeksi saat kehamilan atau setelah persalinan,
komplikasi pada masa nifas, aborsi dan adanya penyakit yang mendasari), dan faktor
tidak langsung adalah 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu
sering) dan 3 Terlambat (terlambat mengambil keputusan sehingga terlambat untuk
mendapat penanganan, terlambat sampai tempat rujukan karena kendala transportasi, dan
terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya saranan dan sumber daya manusia.
Menurut Depkes RI (2013), di Indonesia secara umum jumlah persalinan sectio
caesarea adalah sekitar 30-80% dari total persalinan. Beberapa kerugian dari persalinan
yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat
tindakan bedah caesar dengan frekuensi diatas 11%. Antara lain cedera kandung kemih,

2
cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu : infeksi pada rahim
endometritis dan infeksi akibat luka operasi (Ana Nursiana, 2014).
Berdasarkan data yang diambil dari catatan rekam medik Rumah Sakit Umum
Daerah Bima tahun 2022 telah didapatkan 1.609 512 yang persalinan dengan sectio
caesarea.
Menurut Rosyid (2009), makin dikenalnya bedah sesar dan bergesernya
pandangan masyarakat akan metode tersebut, juga diikuti meningkatnya angka persalinan
dengan sectio caesarea. Di Indonesia sendiri, secara garis besar jumlah dari persalinan
caesar dirumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan
untuk rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30-80% dari total
persalinan (Anayuliani, 2011).
Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk menghadapi
masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi
sectio caesarea dilakukan dan perlu informasikan pada ibu yang akan dirasakan
selanjutnya setelah operasi sectio caesarea. Selain itu bidan dan perawat diharapkan
untuk dapat mengatasi masalah keperawatan yang timbul agar tidak timbul infeksi
(Anayuliani, 2011).
Dalam mencermati masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik untuk
mengambil judul “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny.T P1 A0 H1 umur 24 tahun Post
Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Bima”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny.T P1 A0 H1 umur 24 tahun Post
Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Bima?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dan mampu melaksanakan asuhan kebidanan ibu
nifas Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi dengan manajemen 7
Langkah Varney.

3
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu:
1) Melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada ibu nifas pada Ny.T
P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi
di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
2) Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa, masalah dan kebutuhan
pada ibu nifas Ny.T P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan
Infeksi Daerah Operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
3) Menemukan diagnosa potensial yang dapat terjadi pada ibu nifas Ny.T
P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi
di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
4) Melakukan tindakan segera pada ibu nifas Ny.T P1A0H1 umur 24 tahun Post
Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Bima.
5) Merencanakantindakan menyeluruh sesuai dengan kondisi pada ibu nifas
Ny.T P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah
Operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
6) Melaksanakan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada ibu nifas Ny.T
P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi
di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
7) Melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan pada ibu nifas Ny.T
P1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi
di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
b. Penulis mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata di
lapangan termasuk faktor pendukung dan penghambat.

4
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman
penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Infeksi Daerah
Operasi.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menangani kasus pada ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi
sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
3. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan dalam memberikan
asuhan kebidanan pada ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah
Operasi.
b. Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa mengenai
asuhan kebidanan pada ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah
Operasi

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan tentang Masa Nifas


1. Pengertian Masa Nifas
Nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6
minggu setelah melahirkan (Marmi, 2014).
Menurut Nugroho et al, (2014). Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah
seseorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya
kembali yang umunya memerlukan waktu 6-12 minggu. Masa nifas atau masa
puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari
(Martalia, 2014).
Sedangkan menurut Walyani dan Endang, (2014) masa nifas yaitu setelah
plasenta lahir dan alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil 1 bulan sejak 1
jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut martalia (2014), tujuan masa nifas dapat disimpulkan bahwa:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik itu fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrinning secar komperatif, deteksi dini, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan dini, nutrisi, KB, cara dan
manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
e. Mendapatkan kesehatan emosi.
3. Tahap Masa Nifas
Menurut Reni Heryani (2012), ada beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai
berikut:
a. Puerperium Dini yaitu suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk
berdiri dan berjalan.

6
b. Puerperium intermedial yaitu suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ
reproduksi selama kurang lebih enam minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali
dalam keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi.
4. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Pada kebijakan program nasional masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang
dilakukan. Hal ini untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah,
mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi menurut Dewi dan
Sunarsih (2011) antara lain sebagai berikut:
a. 6-8 jam setelah persalinan
1) Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan, rujukan bila
pendarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
Catatan : Jika petugas kesehatan menolong persalinan ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil.
b. 6 hari setelah persalinan
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus, tidak ada pendarahan abnormal, tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, dan perdarah abnormal.
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat,
serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

7
c. 2 minggu setelah persalinan
Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba
bagian rahim.
d. 6 minggu setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu tentang pemyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.
2) Memberikan konseling untuk KB secara dini.
5. Adaptasi Fisiologi pada Masa Nifas
a. Perubahan uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus
uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit
lebih tinggi. Dalam keadaan normal,uterus mencapai ukuran besar pada masa
sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah
kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah
melahirkan beratnya menjadi kurang lebih 500 gram , pada akhir minggu kedua
setelah persalinan menjadi kurang lebi 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram
atau kurang.
Tabel 1.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi TFU Berat


Bayi lahir Setinggi Pusat 2 jari 1.000 gr
bawah pusat
1 minggu Pertengahan pusat 750 gr
simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas 500 gr
simfisis
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal tapi sebelum 30 gr
hamil

Namum pada keadaan yang abnormal tinggi fundus mengalami


perlambatan akibat adanya luka insisi pada posisi Seksio Sesarea (SC) timbul rasa
nyeri akibat luka insisi sehingga involusi lebih lambat.

8
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses involusi uteri diantaranya:
1) Gizi.
Faktor gizi dapat memperlambat penurunan TFU karena pada ibu nifas
Post Seksio Sesarea (SC) tidak boleh langsung makan dan harus diet makanan
terlebih dahulu. Jadi bila gizi ibu Post Partum kurang, maka proses
pertunbuhan serta pemeliharaan jaringan terutama untuk mengganti sel-sel
yang rusak akibat persalinan mengalami gangguan sehingga pengembalian
alat-alat kandungan atau involusio uteri menjadi lebih lambat dan rentan
terkena infeksi.
Gizi yang adekuat akan mempercepat pemulihan kesehatan ibu pasca
persalinan dan pengembalian kekuatan otot-ototnya menjadi lebih cepat serta
akan mengakibatkan kualitas maupun kuantitas Air Susu Ibu atau ASI.
Disamping itu juga ibu pasca persalinan akan lebih mampu menghadapi
serangan-serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam nifas (Fitriana
dan Lilis Dwi, 2016).
2) Mobilisasi.
Mobilisasi dini adalah aktifitas segera yang dilakukan setelah beberapa
jam dengan beranjak dari tempat tidur pada ibu dengan pasca persalinan.
Hasil penelitian bahwa sebagian besar (60,6%) Ibu Nifas Post Seksio
Sesarea (SC) mengalami keterlambatan penurunan TFU. Hal ini disebabkan
oleh ibu Post Seksio Sesarea (SC) kurang melakukan mobilisasi dini karena
rasa nyeri yang timbul akibat pada luka jahitan pada abdomen (Fitriana dan
Lilis Dwi, 2016).
Mobilisasi dini (early mobilization) bermanfaat untuk:
a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurang infeksi puerperium.
b) Ibu merasa lebihsehat dan kuat.
c) Mempercepat involusi alat kandungan.
d) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
e) Menigkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisi metabolisme.

9
f) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
g) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai (Elisabeth Siwi Walyani,
dkk. 2018).
3) Usia.
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang wanita adalah umur antara 20-
35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko
kehamilan dan persalinan. Usia muda dibawah 20 tahun karena
perkembangan organ-organ reproduksi yang belum optimal dimana sistim
dalam tubuh terutama organ reproduksi masih dalam proses pematangan
(Fitriana dan Lilis Dwi, 2016).
Pada usia yang lebih tua diatas 35 tahun telah terjadi kemunduran fungsi
fisiologi maupun reproduksi secara umum, penurunan daya ingat membuat
informasi yang disampaikan oleh bidan tidak terserap dengan baik sehingga
memungkin kan terjadi komplikasi yang tidak di inginkan pada pasca
persalinan.
4) Pekerjaan.
Pekerjaan juga mempengaruhi proses penurunan Tinggi Fundus Uteri
dikarenakan pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan sehingga akan
mempengaruhi kebutuhan keseharianya (Fitriana dan Lilis Dwi, 2016)
5) Pendidikan.
Tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan cara
memahami yang dijelaskan oleh bidan.
b. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basah/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Menurut Asih dan Risneni, (2016)
pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi:
1) Lochea rubra
Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post partum, warnanya
merah mengandung darah dari luka plasenta dan serabut dari decidua dan
chorion.

10
2) Lochea sanguilenta
Berwarna merah kuning, berisisi darah lendir, hari ke 3-7 paska
persalinan.
3) Lochea serosa
Muncul pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan mengandung lebih banyak
serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan laserasi lasenta.
4) Lochea alba
Sejak 2-6 minggu setelah persalinan ibu kurang melakukan gerakan,
sehingga warnanya putih kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir,
serviks dan serabut jaringan yang mati.
c. Serviks
Segera setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke
rongga rahim, setelah 2 jam dapat di lalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya
dapat dilalui 1 jari (Dewi Martalia, 2015).
d. Bekas implantasi plasenta
Proses involusi tempat melekatnya plasenta mempunyai kepentingan
klinis yang besar, karena bila proses ini terganggu dapat terjadi perdarahan nifas
(Fitriana dan Lilis Dwi, 2016).
e. Rasa sakit (afret pains)
Mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-kadang akan
sangat mengganggu selama 2-3 hari Post partum. Perasaan mules ini lebih terasa
bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan sakit itupun timbul bila masih
terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta atau gumpalan darah
didalam kavum uteri (Fitriana dan Lilis Dwi, 2016).
f. Laktasi
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan
menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.
Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak adalagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon
laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara

11
mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah,
sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi ketika bayi mengisap puting refleks
saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk mengekresi hormon oksitosin.
Oksitosin merangsang refleks let dow (mengalirkan) sehingga menyebabkan
ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada
puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel
acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat
berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2018).
g. Perubahan sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi Seksio Sesarea (SC)
biasanya membutuhkan waktu sekitar 1-3 hari agar fungsi saluran cerna dan
nafsu makan dapat kembali normal. Dibandingkan ibu yang melahirkan secara
spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu
banyak pada proses persalinan (Dewi Maritalia, 2015).
h. Perubahan sistem urinaria
Pada awal Post partum kandung kemih mengalami oedema, kongesti dan
hipotonik, hal ini disebabkan karena adanya overdistensi pada saat kala II
persalinan dan pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan. Maka
hal ini biasanya di perlukan kateterisasi pada ibu karena kondisin organ
reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal pasca operasi.
Pada tahap ini perlunya bidan harus memantau kelancaran aliran urine
yang keluar, untuk menjaga kelancaran aliran urine yang keluar harus
diperhatikan hal sebagai berikut:
1) Pipa jangan sampai tertekuk.
2) Kantong penampungan harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampungan urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urin dari
kantong penanampungan tidak boleh menyentuh wadah panampungan.
3) Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus dirigasi dengan teknik No.5,
bila perlu diganti dengan yang baru.

12
4) Kantong penampungan harus selalu terletak lebih rendah dari kandung
kemih.
i. Perubahan sistem endokrin
Selama kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut,
diantaranya:
1) Oksitosin.
Oksitosin disekresi dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut dapat
membantu uterus kembali ke bentuk semula.
2) Prolaktin.
Menurunya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperang dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
3) Estrogen dan Progestron.
Selama hamil volume darah meningkat walaupun mekanismenya secara
penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Di
samping itu, progestron memengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh daraah. Hal ini sangat
memengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina (Saleha, 2018)
j. Perubahan tanda-tanda vital
Tanda-tanda Vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi tibuh
yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan,
suhu, dan tekanan darah.
1) Suhu Badan
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5˚Celcius
dari keadaan normal (36˚–37,5˚Celcius), namun tidak lebih dari 38˚ Celcius.

13
Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh pada saat
proses persalinan.
2) Nadi.
Denyut Nadi normal berkisar antara 60–80 kali per menitpada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Namun pada masa
nifas denyut nadi akan kembali normal.
3) Tekanan darah.
Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110-140 mmHg dan
untuk diastole antara 60-80 mmHg. Namun setelelah persalinan, tekanan
darah dapat sedikit rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya
perdarahan pada saat proses persalinan.
4) Pernafasan.
Frekuensi pernafasan normal berkisa antara 18-24 kali permenit. Setelah
persalinan , frekuensi pernafasan akan kembali normal. Keadaan pernafasan
biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
k. Perubahan sistem kardiovaskuler
Kardiak autput meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala
III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari
pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3
postpartum.
l. Perubahan sistem hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikitmenurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah
(Reni Heryani, 2012).
m. Perubahan sistem musculoskeletal
Ligament, fasia dan diagfragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan dan menjadi
retrofleksi, karena ligament rotundum menjadi kendor. Stabilitas secara

14
sempurna terjadi pada 6-8 21 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat setelah
putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan lendur untuk
sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Wulandari, dkk, 2017)
6. Proses Adaptasi Psikologis pada Masa Nifas
Perubahan psikologi sebenarnya sudah terjadi pada saat kehamilan. Menjelang
persalinan, perasaan senang dan cemas bercampur menjadi satu. Perasaan senang
timbul karena akan berubah peran menjadi seorang ibu dan segera bertemu dengan
bayi yang telah lama dinanti-nantikan. Timbulnya perasaan cemas karena khawatir
terhadap calon bayi yang akan dilahirkanya, apakah bayi akan dilahirkan dengan
sempurna atau tidak.
Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut
dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku, bangsa, pendidikan serta
pengalaman yang didapat (Dewi Maritalia, 2015).
a. Adaptasi psikologis ibu dalam Masa nifas
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman ters endiri dan
dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Perubahan
peran dari wanita biasa menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu
dapat melakukan peranya dengan baik.
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa Nifas antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Fase Taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya
sendiri sehingga cenderung pasif terhadap lingkunganya. Pada fase ini,
kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat
terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami
gangguan psikologi berupa: kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan
sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum
bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan
bayinya.

15
2) Fase Taking Hold merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung
jawab dalam perawatan bayinya daan ibu sensitif dan lebih mudah
tersinggung. Sebagai bidan disini harus memberikan asuhan penuh terhadap
kebutuhan ibu tentang cara perawatan bayi, cara menyusui yang baik dan
benar, cara perawatan bekas luka sesar, mobilisasi, senam nifas, nutrisi,
istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
3) Fase Letting Go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlamgsung 10 hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
b. Postpartum blues atau Baby blues
Ada kalanya ibu memgalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya. Keadaan ini disebut dengan Baby blues, yang disebabkan oleh
perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil, sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap
rasa lelah yang dirasakan (Reni Heryani, 2015).
Hal yang dapat dilakukan seorang bidan, yaitu:
1) Menciptakan ikatan antara bayi dan ibu sedini mungkin.
2) Memberikan penjelasan yang diberikan pada ibu, suami dan keluarga bahwa
hal ini merupakan suatu hal yang umum dan akan hilang sendiri dalam dua
minggu setelah melahirkan.
3) Simpati, memberikan bantuan dalam merawat bayidan dorongan pada ibu
agar tumbuh rasa percaya diri.
4) Memberikan bantuan dalam merawat bayi.
5) Menganjurkan agar beristirahat yang cukup dan makan makanan yang
bergizi (Reni Heryani, 2015).
c. Kemurungan Masa Nifas
Kemurungan Masa Nifas disebabkan perubahan dalam tubuh selama
kehamilan, persalinan dan nifas. Kemurungan dalam masa nifas merupakan
hal yang umum, perasaan-perasaan demikian akan hilang dalam dua minggu

16
setelah melahirkan. Tanda dan gejala kemurungan masa nifas antaralain:
emosional, cemas, hilang semangat, mudahn marah, sedih tanpa sebab, sering
menangis.
Penatalaksanaan: bicarakan apa yang dialami ibu, temani ibu, berikan
kesempatan ibu untuk bertanya, berikan dorongan ibu untuk merawat
bayinya, biarkan ibu bersama dengan bayinya, gunakan obat bila perlu (Reni
Heryani, 2015).
7. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan yaitu waktu
kembali pada keadaan tidak hamil. Untuk membantu mempercepat proses
penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori
dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan sebagainya.
Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas menurut Dewi dan Sunarsih,
2015 anatara lain sebagai berikut:
a. Nutrisi dan cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama
kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat
kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh
kembang bayi. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya,
yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang
yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
1) Kebutuhan kalori selama menyusui rata-rata kandungan kalori ASI yang
dihasilkan ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kal/100 ml dan kira-kira 85 kal
diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang dihasilkan. Makanan yang
dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti: susunannya harus
seimbang, porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau
berlemak, serta tidak mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet dan
pewarna.
2) Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein di atas kebutuhan normal ketika
menyusui. Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan.
Protein hewani antara lain telur, daging, ikan, udang, kerang, susu, dan keju.

17
Sementara itu, protein nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe, kacang-
kacangan dan lain-lain.
3) Nutrisi yang diperlukan selama laktasi adalah asupan cairan. Ibu menyusui
dianjurkan minum 2-3 liter per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus
buah (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Mineral, air dan
vitamin digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan
mengatur kelancaran metabolisme di dalam tubuh. Sumber zat pengatur
tersebut bisa diperoleh dari semua jenis sayur dan buah-buahan segar.
4) Pil zat besi (Fe) harus diminum, untuk menambah zat gizi setidaknya selama
40 hari pascabersalin.
5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu pada 1 jam
setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASI.
b. Ambulasi
Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan,
yaitu sebagai berikut :
1) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
2) Mempercepat involusi uterus.
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin.
4) Meningkatkan kelancaran peradaran darah sehingga mempercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing


penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat mungkin
untuk berjalan.
Keuntungan lain dari ambulasi dini adalah sebagai berikut:
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Kesempatan yang baik untuk menganjurkan ibu merawat/ memelihara
anaknya.
4) Tidak menyebabkan pendarahan yang abnormal.

18
5) Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka perut.
6) Tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau retroflexio.
c. Eliminasi
Setelah ibu melahirkan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan
akan terasa pedih bila BAK. Kemungkinan disebabkan oleh iritasi pada uretra
sebagai akibat persalinan sehingga penderita takut BAK.
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu
diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak, maka dilakukan tindakan
berikut ini.
1) Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien.
2) Mengompres air hangat di atas simfisis.
3) Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK.
Biasanya 2-3 hari postpartum masih susah BAB, maka sebaiknya diberikan
laksan atau paraffin (1-2 hari postpartum), atau pada hari ke-3 diberi laksan
supositoria dan minum air hangat. Berikut adalah cara agar dapat BAB dengat
teratur.
1) Diet teratur.
2) Pemberian cairan yang banyak.
3) Ambulasi yang baik.
4) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan
supposotria.
d. Kebersihan diri dan perineum
1) Personal hygiene
Mandi ditempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri di kamar
mandi. Bagian yang paling utama dibersihkan adalah puting susu dan
mammae.
a) Puting susu
Harus diperhatikan kebersihannya dan luka pecah (rhagade) harus
segera diobati karena kerusakan puting susu merupakan port de entree
dan dapat menimbulkan mastitis. Oleh karena itu, sebaiknya puting
susu dibersihkan dengan air susu yang telah dimasak, tiap kali sebelum

19
dan sesudah menyusukan bayi, diobati dengan salep penicillin, lanolin,
dan sebagainya.
b) Partum lochea
Lochea adalah cairan yang keluar dari vagina pada masa nifas yang
tidak lain adalah sekret dari rahim terutama luka plasenta. Pada 2 hari
pertama, lochea berupa darah disebut lochea rubra. Setelah 3-7 hari
merupakan darah encer disebut lochea serosa, dan pada hari ke-10
menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochea alba.
Lochea yang berbau amis dan lochea yang berbau busuk
menandakan adanya infeksi. Jika lochea berwarna merah selama 2
minggu, ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena
involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retrolexio uteri.
2) Perineum
Bila sudah buang air kecil atau buang air besar, perineum harus
dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan sabun yang lembut
minimal sehari sekali. Biasanya ibu akan takut akan jahitan yang lepas, juga
merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan dan tidak dicuci. Sesudah
atau sebelum mengganti pembalut (pad) harus cuci tangan dengan larutan
desinfektan atau sabun. Cara memakainya yaitu dari depan kebelakang.
Langkah-langkah penanganan kebersihan diri adalah sebagai berikut.
a) Anjurkan kebeersihan seluruh tubuh.
b) Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun
dan air.
c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
2 kali sehari.
d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air, sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari untuk menyentuh luka.

20
e. Istirahat
Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merawat anaknya atau
tidak setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya
adalah terjadi gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus
bangun malam untuk menetekkan, atau mengganti popok yang sebelumnya tidak
pernah dilakukan. Hal-hal yang dapat dianjurkan pada ibu.
1) Beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
2) Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan yang tidak berat.
Kurang istirahat mempengaruhi ibu dalam beberapa hal, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan.
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri.
f. Seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8
minggu. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan
ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri
kapan saja ibu siap.
Banyak budaya yang mempunyai tradisi memulai hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 60 minggu setelah
persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi
telah sembuh dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual dapat
ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah persalinan karena pada saat itu
diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Oleh karena itu, bila
senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke-40, suami/ istri perlu

21
melakukan usaha untuk mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat
untuk memberikan konseling tentang pelayanan KB.
g. Keluarga Berencana
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma
yang mengakibatkan kehamilan. Tujuan dari kontrasepsi adalah menghindari/
mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang
matang dengan sel sperma tersebut. Kontrasepsi yang cocok untuk ibu pada
masa nifas, antar lain Metode Amenorhea Laktasi (LAM), pil progestin (mini
pil), suntikan progestin, kontrasepsi implant, dan alat kontrasepsi dalam rahim.
h. Latihan/ Senam Nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu-ibu setelah melahirkan
setelah keadaan tubuhnya pulih kembali. Senam nifas bertujuan untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah terjadinya komplikasi, serta memulihkan
dan menguatkan otot-otot punggung, otot dasar panggul dan otot perut.
Latihan senam nifas dilakukan untuk membantu mengencangkan otot-otot
tersebut. Hal ini untuk mencegah terjadinya nyeri punggung di kemudian hari
dan terjadinya kelemahan pada otot panggul sehingga dapat mengakibatkan ibu
tidak bisa menahan BAK. Gerakan senam nifas ini dilakukan dari gerakan yang
paling sederhana hingga yang tersulit. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan
terus-menerus (kontinu). Lakukan pengulangan setiap 5 gerakan dan tingkatkan
setiap hari sampai 10 kali.
Selain senam nifas, secara bertahap ibu pasca-persalinan juga dapat mulai
kembali melakukan olahraga favorit, seperti renang, joging atau bersepeda,
tetapi pastikan melakukan dalam porsi cukup, tidak terlalu banyak, dan tidak
terlalu dini (Dewi dan Sunarsih, 2015).

22
B. Tinjauan tentang Sectio Caesarea (SC)
1. Pengertian Sectio Caesarea (SC)
Sectio Caesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di
mana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi. Seksio Sesarea umumnya dilakukan ketika proses persalinan
normal melalui vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi
medis lainya (Purwoastuti, Dkk, 2015).
2. Macam operasi Sectio Caesarea (Grace, 2005)
a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis:
a) Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada
corpus uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira- kira 10 cm.
Kelebihan: mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal atau distal.
Kekurangan: infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya
lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b) Sectio caeasarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada
segmen bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira- kira
10 cm.
Kelebihan: Penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik
sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum,
perdarahan tidak begitu banyak dan kemungkinan ruptur uteri spontan
berkurang atau lebih kecil.

23
Kekurangan: Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak dan keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
2) Sectio caesarea ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
perietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Vagina (sectio caesarea vaginalis) menurut sayatan pada rahim,
3. Etiologi
Dokter spesialis kebidanan akan menyarankan Seksio Sesarea (SC) ketika proses
kelahiran melalui vagina kemungkinan akan menyebabkan risiko kepada sang ibu
atau bayi. adapun hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan disaran nya bedah caesar
antar lain:
a. Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada plasenta previa terutama pada
primigravida, primi para tua disertai letak ada, disproporsi sefalo pelvic
(disproporsi janin/panggul, sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan
yaitu preeklamsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit
(jantung, DM, gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin yaitu pada fetal distress/gawat janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi.
4. Komplikasi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2018) komplikasi yang mungkin timbul dalam
Post Seksio Sesarea (SC):
a. Syok
Peristiwa ini terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan
akibat sel-sel jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2 dengan akibat
terjadi kematian nya.
Penyebab-penyebab syok adalah: hemoragi merupakan penyebab
terbanyak dan harus selalu dipikirkan bila terjadi pada 24 jam pertama

24
pascabedah, sepsis, neurogenik dan kardiogenik, atau kombinasi antara berbagai
sebab tersebut.
Gejala-gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun,
oliguri, penderita gelisah, eksteremitas dan muka dingin, serta warna kulit
keabuabuan. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat diagnosis sedini
mungkin yang dikenal dengan sistem peringatan dini (early warning system),
karena jika terlambat, perubahanya sudah tidak dapat dipengaruhi lagi.
b. Gangguan Saluran Kemih
Pada operasi ada kemungkinan terjadi retensio urinae. Pengeluaran air seni
perlu diukur, jika air seni yang dikeluarkan jauh berkurang, ada kemungkinan
oliguri atau retensio urinae. Pemeriksaan abdomen seringkali dapat menentukan
adanya retensi. Apabila daya upaya supaya penderita dapat berkemih tidak
berhasil, maka terpaksa dilakukan kateterisasi.
c. Infeksi Saluran Kemih
Kemungkinan infeksi saluran kemih selalu ada, terutama pada
penderitapenderita yang untuk salah satu sebab dikateter. Penderita menderita
panas dan seringkali menderita nyeri pada saat berkemih, dan pemeriksaan air
seni (yang dikeluarkan dengan kateter atau sebagai midstream urine)
mengandung leukosit dalam kelompok. Hal ini dapat segera diketahui dengan
meningkatnya leukosit esterase.
d. Distensi Perut
Pada pasca laparatomi tidak jarang perut agak kembung akan tetapi,setelah
flatus keluar, keadaan perut menjadi normal. Akan tetapi, ada kemungkinan
bahwa distensi bertambah, terdapat timpani diatas perut pada periksa ketok, serta
penderita merasa mual dan muntah.
e. Infeksi puerperal
Pada komplikasi ini biasanya bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti Tromboflebitis, peritonitis,
sepsis dan lainya.
f. Terbukanya Luka Operasi Eviserasi

25
Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah luka tidak
dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau muntah keras, serta
mengalami infeksi.

5. Penatalaksanaan
a. Perawatan Pre Operasi Seksio Sesarea
1) Persiapan kamar operasi
a) Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai.
b) Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi.
2) Persiapan pasien
a) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.
b) Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien.
c) Perawat memberi support kepada pasien.
d) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan
sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic).
e) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui
penyakit yang pernah di derita oleh pasien.
f) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine).
g) Pemeriksaan USG.
h) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
b. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea
1) Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin
(intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa
sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin (Jitowiyono
dan Kristiyanasari, 2018).
a) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan
adalah 50 mg.
b) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin.

26
c) Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg, biasanya diberikan
bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

2) Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah,
nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus
diperiksa (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2018).
3) Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup
selama pembedahan dan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun
demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera
di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4) Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada keesokan
paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari
pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan
usus baru aktif kembali pada hari ketiga (Jitowiyono dan Kristiyanasari,
2018).
5) Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan
dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari
kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan (Jitowiyono dan
Kristiyanasari, 2018).
6) Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif
ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan
kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling
lambat hati ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan
luka insisi (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012).

27
Menurut Saifuddin, Perawatan luka pada nifas post sectio caesarea adalah
merawat luka dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor
atau lama dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya
adalah untuk mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman
dan nyaman pada pasien. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan antara
lain : bak instrumen, kassa, gunting, plester, lidi waten, antiseptik
(betadine), pinset anatomis dan chirurgis, bengkok, perlak pengalas, sarung
tangan steril, larutan NaCl untuk membersihkan luka, salep antiseptik,
tempat sampah, larutan klorin 0,5%. Langkah-langkah perawatan luka post
sectio caesarea adalah:
a) Kassa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan
berdarah harus diganti. Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3-4
sebelum pulang dan seharusnya, pasien mengganti setiap hari kassa
luka dan dapat diberikan betadine sedikit.
b) Jahitan yang perlu dibuka dilakukan dalam 5 hari pasien bedah.
7) Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit
tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang
tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia (Jitowiyono
dan Kristiyanasari, 2018).
8) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2018).
9) Memulangkan Pasien dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post
operasi, aktifitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan
bayinya dengan bantuan orang lain (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2018).

28
C. Tinjauan tentang Infeksi Luka Post Sectio Caesarea
1. Pengertian
Menurut Perry & Potter (2015), Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab
tertinggi angaka kematian ibu (AKI). Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Menurut Harry, Infeksi adalah
masuknya organisme ke dalam jaringan tubuh dan berkembang. Mikroorganisme
seperti itu disebut agen yang menular. Jika mikroorganisme tidak memproduksi
bukti-bukti klinis infeksinya disebut asymptomatic atau subclinical. (Elizabeth. dkk,
2012).
Menurut Hipkabi (2017), Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat
Pembedahan (ITP)/ Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi
atau organ/ ruang yang terjadi dalam 30 hari post operasi atau dalam kurun 1 tahun
apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter
dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
2. Jenis-jenis Luka Operasi
a. Infeksi luka operasi superfisial
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi luka, subkutan, dan
jaringan lain diatas fasia(Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus).
b. Infeksi luka operasi profunda
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi jaringan dibawah
fasia (termasuk organ dalam rongga).
3. Penyebab terjadinya Infeksi
a. Penyebab infeksi nifas
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat tempat
lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang

29
terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenernya
tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Menurut Dr. Taufan Nugroho
kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :

1) Streptococcus haemoliticus anaerobic


Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini
biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci
hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2) Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak di temukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas,
walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3) Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi
terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Kuman ini merupakan
sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4) Clostridium welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat
berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortuskriminalis dan partus
yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
4. Tanda dan Gejala Infeksi Sectio Caesarea
a. Kalor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,
sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/
fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu
inti dan hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Miftakulja, 2016).
b. Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal
ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf, pengeluaran zat kimia tertentu

30
seperti histamine atau zat kimia bioktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri,
selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit (Miftakulja, 2016).

c. Rubor (kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang
mengalir ke dalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat penuh terisi darah
(Miftakulja, 2016).
d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari
darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat (Miftakulja, 2016).
e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan
sakit disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga
organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal
(Miftakulja, 2014).
f. Luka berbau tidak sedap, terdapat cairan nanah pada luka (Miftakulja, 2016).
5. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing.
Hipeovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka
dibawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan
terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian
cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Miftakulja, 2016).

31
b. Dehiscence dan Eviscerasi
Merupakan komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh
melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi kegemukan, kurang nutrisim
multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah dan
dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscenceluka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di
daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal sline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka (Miftakulja, 2016).
c. Abses dan kejang
Abses merupakan kumpulan nanah yang berada disebuah jaringan karena
adanya proses infeksi. Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/ perluasan infeksi dibagian tubuh yang lain. Abses
adalah infeksi kulit dengan gejala berupa kantong berisi nanah. Kejang adalah
proses yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38˚C). Kejang
dapat terjadi karena infeksi bakteri, virus dan parasit (Miftakulja, 2016).
6. Pencegahan Infeksi Nifas
a. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
b. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
c. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi
sedapat mungkin.
7. Penanganan Umum
a. Antisipasi setiap kondisi (faktor presdisposisi dan dalam proses persalinan) yang
dapat berlanjut menjadi penyulit/ komplikasi dalam masa nifas.
b. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas.
c. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.

32
d. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
e. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
f. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan.
g. Berikan hidrasi oral/ iv secukupnya.

D. Teori Manajemen Kebidanan


1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian,
analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
(Ambarwati dan Wulandari, 2020)
2. Manajemen Tujuh Langkah menurut Hellen Varney
a. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan data dasar)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2020).

Data Subyektif

1) Biodata yang mencakup identitas pasien


a) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar
tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan
psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali
untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas.
c) Agama

33
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing
atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
d) Suku/ bangsa
Berpengaruh terhadap adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
e) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
f) Pekerjaan
Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizipasien tersebut.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila perlu.
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa
nifas, misalnya pasien merasa mulas (Ambarwati dan Wulandari, 2020).
Menurut Miftakulja (2016), pada kasus infeksi luka post sectio caesarea
keluhan biasa muncul yaitu rasa panas pada tubuh, rasa sakit di daerah luka,
kemerahan pada luka jahitan, terjadi pembengkakan pada daerah luka dan
terasa bengkak yang disertai sakit.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi,
Asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini (Ambarwati dan
Wulandari, 2020)
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan
masa nifas dan bayinya. (Ambarwati dan Wulandari, 2020).
c) Riwayat kesehatan keluarga

34
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan
bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
(Ambarwati dan Wulandari, 2020).
4) Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau
tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan
psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses nifas (Ambarwati dan
Wulandari, 2020).
5) Riwayat Obstetrik
a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang
lalu(Ambarwati dan Wulandari, 2020).
b) Riwayat persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan
bayi meliputi berat badan, panjang badan, penolong persalinan. Hal ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami
kelainan yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini(Ambarwati
dan Wulandari, 2020).
c) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB (Keluarga
Berencana) dengan kontrasepsi jenia apa, berapa lama, adakah keluhan
selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB (Keluarga
Berencana) setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa
(Ambarwati dan Wulandari, 2020).
6) Kehidupan Sosial Budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang
akan menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada masa nifas
misalnya pada kebiasaan pantang makan (Ambarwati dan Wulandari, 2020).
7) Data Psikososial

35
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita
mengalami banyak perubahan emosi/ psikologis selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu
menunjukkan depresi ringan beberapa hari setelah kelahiran (Ambarwati
dan Wulandari, 2020).
8) Data Pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan
setelah melahirkan sehingga akan menguntungkan selama masa nifas
(Ambarwati dan Wulandari, 2020).
9) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minumfrekuensi,
banyaknya jenis makanan, makanan pantangan.
b) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi jumlah konsistensi dan bau serta kebiasaan
buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
Pada kasus nifas post sectio caesarea BAK melalui kateterisasi
pada ibu masih berbaring ditempat tidur untuk beberapa hari, sedangkan
BAB menggunakan pispot.
c) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan
musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang,
penggunaan waktu luang. Istirahat sangat penting bagi ibu nifas karena
dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan.
(Ambarwati dan Wulandari, 2020).
d) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan
tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada masa nifas masih
mengeluarkan lochea. Pada kasus nifas infeksi luka post sectio caesarea

36
ibu selalu menjaga kebersihan tubuh dengan cara dilakukan sibin setiap
2 kali dalam sehari dan jika pembalut luka basah diganti.
e) Keadaan psikologis
Dikaji untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya
(Ambarwati & Wulandari, 2020). Menurut Manuaba untuk mengetahui
respon ibu dan keluarga terhadap bayinya, keadaan mental ibu nifas
infeksi luka post sectio caesarea adalah cemas, sulit tidur, merasa
bersalah, mudah tersinggung, pikiran negatif terhadap bayinya.
f) Sosial budaya
Menurut Manuaba untuk mengetahui bagaimana dukungan
keluarga, status rumah tinggal, pantangan makanan, kebiasaan adat
istiadat yang dilakukan.
g) Penggunaan obat-obatan/ rokok.
Dikaji apakah ibu perokok dan pemakai obat-obatan atau tidak
selama hamil atau tidak.

Data Objektif

Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan harus
mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan
stabil (Ambarwati & Wulandari, 2020).

1) Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
a) Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, buruk.
Keadaan ibu setelah dilakukan sectio caesarea adalah sedang.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu apakah composmentis,
apatis, somnolen atau koma. Kesadaran ibu setelah dilakukan tindakan
sectio caesarea adalah composmentis.
c) Tanda Vital

37
Tekanan Darah yaitu dikaji untuk mengetahui tekanan darah apakah ada
peningkatan atau tidak. Sedangkan tekanan darah ibu nifas post sectio
caesarea adalah 110/70-130/80 mmHg. Suhu yaitu dikaji peningkatan
suhu badan pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan
oleh dehidrasi, tetapi pada umumnya setelah 12 jam post partum suhu
tubuh kembali normal (Ambarwati & Wulandari, 2010). Menurut
Sulistyawati (2009), Sedangkan suhu pada ibu nifas infeksi luka post
sectio caesarea adalah 38˚C-39˚C. Nadi yaitu denyut nadi normal pada
orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi
akan lebih cepat (Ambarwati & Wulandari, 2020). Sedangkan denyut
nadi pada ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah 50-90 x/
menit. Respirasi yaitu dikaji untuk mengetahui frekuensi pernafasan
pasien yang dihitung dalam 1 menit. Sedangkan respirasi pada ibu nifas
infeksi luka post sectio caesarea cenderung lebih cepat 16-26 x/ menit.

Inspeksi

Inspeksi yaitu memeriksa dengan cara melihat atau memandang.


Pemeriksaan Inspeksi antara lain:
1) Rambut
Bersih atau kotor, pertumbuhan, warna, mudah rontok atau tidak.
2) Muka
Dikaji untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, ada cloasma
gravidarum atau tidak.
3) Mata
Dikaji untuk mengetahui apakah konjungtiva warna merah muda dan
sclera warna putih, simetris kanan kiri, ada oedema atau tidak.
4) Mulut, gigi dan gusi
Untuk mengetahui adakah sariawan, bagaimana kebersihan.
5) Abdomen
Apakah ada luka bekas operasi, ada benjolan atau tidak, ada nyeri atau
tidak.

38
6) Vulva
Dikaji untuk mengetahui apakah ada luka perineum, apakah terdapat tanda
– tanda infeksi dan apakah ada lochea sesuai dengan masa nifas.
7) Anus Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemoroid.

Palpasi
Palpasi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan meraba, meliputi :
1) Leher
Adakah pembesaran kelenjar tiroid, ada benjolan atau tidak, adakah
pembesaran kelenjar limfe.
2) Dada
Dikaji untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak konsistensi
ada pembengkakan atau tidak, puting menonjol/ tidak, lecet /tidak.
3) Abdomen
Pada kasus ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea terdapat
nyeri pada saat perabaan uterus.
4) Ekstremitas
Ekstremitas atas meliputi : tangan, ekstremitas bawah meliputi : kaki,
oedema atau tidak, ada varises atau tidak.

Data Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa


seperti pemeriksaan laboratorium, rontgen, ultrasonografi. Pada infeksi luka post
sectio caesarea pemeriksaan haemoglobin perlu diukur sebab biasanya setelah
dioperasi terjadi penurunan haemoglobin sebanyak 2 gr%.
b. Langkah II: Interpretasi Data
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah
ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasimenjadi diagnosa kebidanan dan
masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam

39
rencana asuhan terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan pengalaman
wanita yang diidentifikasikan oleh bidan (Ambarwati & Wulandari, 2020).
c. Langkah III: Diagnosa Potensial
Mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensia yang
mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa
potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan
antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-
siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman
penting sekali dalam hal ini. (Ambarwati & Wulandari, 2020).
d. Langkah IV: Antisipasi Masalah
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. (Ambarwati & Wulandari, 2020).
e. Langkah V: Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang
merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau di
antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi
juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu
apa yang akan terjadi berikutnya. (Ambarwati & Wulandari, 2020)
f. Langkah VI: Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada
klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan yang
menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dan dilaksanakan
secara efisien dan aman. (Ambarwati & Wulandari, 2020).
g. Langkah VII: Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang

40
sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum
terlaksana. (Ambarwati &Wulandari, 2020).
h. Data Perkembangan
Data perkembangan yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah
SOAP menurut varney yang meliputi :
1) Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis.
2) Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskna dalam data fokus
untuk mendukung assesment.
3) Assesment
Menggunakan pendokumentasian hasil analisis interpretasi data subjektif
dan objektif dalam suatu identifikasi yang meliputi:
a) Diagnosa atau masalah
b) Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
4) Planning
Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan evaluasi dari
perencanaan berdasarkan assesment.

41
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI


PADA Ny “T” P1A0H1,UMUR 24 TAHUN 17 HARI POST SECTIO CAESAREA
DENGAN INFEKSI DAERAH OPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA

Tempat Praktek : Rumah Sakit Umum Daerah Bima


Tanggal Masuk/Jam : 10-03-2023/12.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 13-03-2023/12.00 Wita
NO.Register : 544029
Ruangan : Nifas

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Nama Ibu : Ny “T” Nama Suami : Tn “R”
Umur : 24 Tahun Umur : 22 Tahun
Suku /Bangsa : Bima/Indonesia Suku/bangsa : Bima/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

42
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Rt 10/Rw 05 Alamat : Rt 10/Rw 05
Sape Lamere Sape Lamere

2. Alasan datang:
Ibu mengatakan masuk dengan kiriman dr. Khairil SPOG dengan infeksi daerah
operasi, ibu mengatakan riwayat di operasi melahirkan tanggal 26-03-2023 jam 10.36
wita

3. Keluhan utama:
Ibu mengeluh keluar sedikit nanah dari jahitan disertai nyeri pada perut sejak tanggal
06-03-2023.

4. Riwayat Menstruasi:
Menarche : ± 13 tahun
Siklus : ± 28 hari
Lama : ± 7 hari
Sifat darah : Encer
Flour albus/keputihan : Ada
Dismenorhe : Ada

5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu:


Hamil Persalinan Komplikasi Nifas
ke Tanggal Umur Jenis Penolong BB Ibu Bayi Laktasi Kompli
kehamil persalinan Lahir kasi
an
1 26-03- Aterm Seksiosesarea Dr. 3200 KPD Tidak Ya DO

43
2023 transperi Khairil gram ada
tonealis SPOG
profunda
(SCTP)

6. Riwayat persalinan ini:


Tanggal/jam persalinan : 26-03-2023 Pukul 10.36 wita
Tempat persalinan : RSUD BIMA
Penolong persalinan : dr. Khairil, SPOG
Jenis persalinan : Seksio cesarea transperitonealis profunda (SCTP)
Komplikasi persalinan : Ketuban Pecah Dini
Keadaan plasenta : Tidak terkaji
Tali pusat : Tidak terkaji
Bayi
BBL : 3200 gram PBL : 49 cm
Cacat bawaan : Tidak ada
Masa gestasi : ± 40 mg

7. Riwayat penyakit yang pernah di derita sekarang/yang lalu


Ibu mengatakan kesehatan yang lalu maupun sekarang tidak pernah menderita
penyakit menahun (Jantung, ginjal, paru-paru), penyakit menurun (DM, Hipertensi,
Asma) dan penyakit menular (TBC, Hepatitis, PMS).

8. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu mengatakan bahwa di dalam keluarga tidak pernah menderita penyakit menahun
(Jantung, ginjal, paru-paru), penyakit menurun (DM, Hipertensi, Asma) dan penyakit
menular (TBC, Hepatitis, PMS).

44
9. Riwayat KB : Tidak pernah melakukan kontrasepsi

Anak Mulai Memakai Berhenti/ganti cara


ke

Jenis Tangga Ole Temp Keluha Tangg Oleh Tempat Keluha Alasa
Kontrasep l h at n al/ n n
si tahun
/tahun

10. Riwayat Sosial Ekonomi dan Psikologi


Status Perkawinan : Sah kawin 1 kali
Lama nikah 1 tahun, menikah pertama pada umur 23 tahun
Respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran : Ibu dan keluarga sangat bahagia
atas kelahiran anaknya
Perasaan ibu dan keluarga terhadap kehamilan : Ibu dan keluarga merasa senang
Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah : Suami
Kepercayaan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas : Tidak
ada

11. Activity Daily Living


a. Pola Nutrisi:
Makan ( sebelum nifas ) Makan ( saat nifas )
Frekuensi : ± 3-4 x/hari Frekuensi : ± 3-4 x/ hari
Jenis : Nasi, sayur, ikan Jenis : Nasi, sayur, ikan
Porsi : ± 1 piring Porsi : ± 1 piring
Keluhan/pantangan : Tidak ada Keluhan/ pantangan : Tidak ada

Minum ( sebelum nifas ) Minum ( saat nifas )

45
Frekuensi : ± 5-6 x/hari Frekuensi : ± 6-7 x/hari
Jenis : Air putih Jenis : Air putih
Porsi : ± 1 gelas Porsi : ± 1 gelas
Keluhan/pantangan : Tidak ada Keluhan/ pantangan : Tidak ada
b. Pola eliminasi ( sebelum nifas )
BAB ± 1-2 x/hari, konsistensi Lunak, warna Kuning, lendir/darah
BAK ± 5-6 x/hari, konsistensi Cair , warna Kuning

Pola eliminasi ( saat nifas )


BAB ±1x/hari, konsistensi Lunak , warna Kuning, lendir/darah
BAK ± 4-5 x/hari, konsistensi Cair , warna Kuning
c. Pola Aktivitas ( sebelum nifas )
Pekerjaan sehari-hari : Ibu mengatakan bahwa ia melakukan pekerjaan rumah
tangga seperti menyapu, mencuci, memasak, dan dibantu oleh suaminya.
Keluhan : Sakit pinggang dan kecapean
Hubungan Sexual : ± 2 x/mgg

Pola aktivitas ( saat nifas )


Pekerjaan sehari- hari: Ibu mengatakan bahwa ia melakukan pekerjaan rumah
tangga seperti menyapu, mencuci, memasak, dan dibantu oleh suaminya
Keluhan: sakit pinggang
Hubungan sexual : 1 x selama masa nifas
d. Menyusui
Keluhan : nyeri saat menyusui
e. Pola Istirahat ( sebelum nifas ) ( saat nifas )
Tidur siang: ± 1-2 jam Tidur siang : ± 1-2 jam
Tidur malam: ± 7-8 jam Tidur malam : ± 7-8 jam
Keluhan : tidak ada Keluhan : tidak ada
f. Mobilisasi( sebelum nifas )
Ibu mengatakan bahwa ia melakukan mobilisasi seperti berdiri dan sering jalan.

46
Mobilisasi ( saat nifas )
Ibu mengatakan bahwa ia melakukan mobilisasi seperti berdiri dan sering jalan.
g. Kebiasaan Hidup ( Sebelum nifas )
Merokok : tidak pernah
Minum-minuman keras : tidak pernah
Obat terlarang : tidak pernah
Minum jamu : tidak pernah

( sesudah nifas )
Merokok : tidak pernah
Minum-minuman keras : tidak pernah
Obat terlarang : tidak pernah
Minum jamu : tidak pernah
h. Pola Personal Hygien ( Sebelum nifas )
Mandi : ± 2 x/hari
Keramas : ± 2 x/minggu
Gosok gigi : ± 2 x/hari
Ganti pakaian dalam : ± 3 x/hari
Ganti pakaian : ± 2 x/hari

( saat nifas )
Mandi : tidak pernah/lap
Keramas : tidak pernah
Gosok gigi : ± 2 x/hari
Ganti pakaian dalam : ± 3 x/hari
Ganti pakaian : ± 2 x/hari

B. Data Obyektif
1. KU : Baik Tingkat Kesadaran: Composmentis

2. TTV

47
TD : 100/60 mmHg
N : 89 x/menit
S :36,5 0C
RR :20 x/menit
3. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan
TB : 155 cm
BB : 52 kg

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala
 Rambut
 Muka: Bersih Cloasma: tidak ada Udema: tidak ada

 Mata: Simetris Conjungtiva: tidak ada Sclera: tidak ikterik


 Hidung: Bersih Polip: tidak ada
 Gigi dan Mulut : bersih, tidak ada caries, tidak ada stomatitis, gusi
tidak berdarah
Leher
 Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
 Pembesaran vena jugularis : tidak ada
Payudara
 Bentuk Simestri : ya
 Puting susu : menonjol
 Areola Mammae : hitam
 Colostrum : ada
 ASI :+
Abdomen
 Bekas luka/operasi : ada, luka terbuka

48
Genetalia
 Tanda chadwich : tidak ada
 Varices : tidak ada
 Odema : tidak ada
 Pembesaran Kelenjar Bartholini : tidak ada
 Pengeluaran Pervaginam: tidak ada Lochea: tidak ada
 Bau : tidak berbau
 Bekas Luka/jahitan perinium: tidak ada
 Anus : ada

Ekstermitas
 Atas
 Odema : tidak ada
 Varises : tidak ada
 Pergerakan : aktif
 Bawah
 Odema : tidak ada
 Varices : tidak ada
 Pergerakan : aktif
 Kemerahan : tidak ada
b. Palpasi
Payudara
 Ada nyeri tekan : tidak ada
 Benjolan : tidak ada
 Colostrum : ada
 ASI :+
Abdomen
 TFU : tidah teraba
 Kontraksi uterus : tidak ada
 VU : tidak ada

49
c. Perkusi
Reflek patella : +/+
CVAT : tidak terkaji

5. Pemeriksaan penunjang
Tgl : 10-03-2023 Jenis Pemeriksaan : laboratorium
Hasil :
HB : 11,2 gr/dl
Golongan Darah : O

II. INTERPRESTASI DATA


a. Diagnosa Kebidanan:
P1 A0 H1 umur 24 tahun, Post Sectio Caesarea hari 17 dengan Infeksi Daerah Operasi

Data Dasar:
DS
- Ibu mengatakan melahirkan anak pertama pada tanggal 26-02-2023 pukul 10:36 wita
dengan sectio caesarea
- Ibu mengatakan belum pernah keguguran
- Ibu mengatakan keluar nanah sedikit dari luka jahitan yang disertai nyeri pada perut
sejak tanggal 06-03-2023

DO
- Keadaan umum: Baik
- Tingkat kesadara: Composmentis
- TTV
TD : 100/60 mmHg S : 36,5 ℃
N : 89 x/menit R : 20x/menit
- Pada perut terdapat luka jahitan post caesarea dan luka jahitan post caesarea terlihat
terbuka

50
b. Masalah
Ibu mengayakan tidak nyaman karena merasa nyeri pada luka jahitan post sectio
caesarea.

c. Kebutuhan
KIE tentang penyebab nyeri dan cara mengurangi nyeri pada luka jahitan post sectio
caesarea

III. DIAGNOSA POTENSIAL/ MASALAH POTENSIAL


- Sepsis
Atisipasinya yaitu dengan merawat luka secara optimal seperti merawat luka 2x
sehari dengan tekhnik antiseptik serta menjaga kebersihan peralatan medis dan
melakukan kolaborasi dengan dr. SPOG.

IV. KEBUTUHAN SEGERA


a. Mandiri
Tidak ada
b. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dr. SPOG untuk memberikan terapi infeksi daerah operasi post
sectio caesarea
c. Merujuk
Tidak ada

V. PLANNING ( tgl: 13/03/2023 Pukul: 12.00 wita)


1. Jelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya.
2. Observasi keadaan umum ibu dan tanda vital.
3. Anjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein dan kebutuhan cairan yang
cukup.

51
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara adekuat.
5. Jelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal hygiene.
6. Jelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka jahitan yang dialami ibu.
7. Lakukan kolaborasi dengan dr. SPOG

VI. IMPLEMENTASI (tgl: 13/03/2023 Pukul: 12.30 wita)


1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan yang sedang dialaminya yaitu ibu
mengalami infeksi di daerah operasi.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu dan tanda vital:
Keadaan umum: Baik
Tingkat kesadara: Composmentis
TTV: TD: 100/60 mmHg, S: 36,5 ℃, N: 89 x/menit , R: 20x/menit
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti telur minimal
8 buti perhari, ikan, tahu, tempe, sayuran, dan buah buahan. Serta memenuhi
kebutuhan cairan yang cukup yaitu minimal 8 gelas perhari guna untuk membbntu
proses penyembuhan luka.
4. Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi secara adekuat seperti berdiri, dan
sering berjalan guna untuk membantu proses penyembuhan.
5. Menjelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal hygiene yaitu dengan cara
lap seluruh tubuh dan pastikan luka bekas operasi tidak terkena air, perawatan
perineum yaitu dengan selalu menjaga kebersihan area vagina, membersihkannya
mulai dari depan kebelakang dan dari atas kebawah, gosok gigi 2x perhari, ganti
pakaian dalam sesering mungkin apabila dirasakan lembab segera ganti dan
mengganti pakaian luar apabila kotor dan basah.
6. Menjelaskan pada ibu tentang cara mengatasi nyeri yang dialami ibu yaitu dengan
melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai dari hidung
kemudian keluarkan melalui mulut, kemudian lakukan mobilisasi secara adekuat,
gunakan pakaian yang longgar dan nyaman dan pastikan sekitar perut bekas operasi
agar tetap bersih.
7. Melakukan kolaborasi dengan dr. SPOG, intruksi:
- Perawatan luka operasi 2x sehari dengan NaCl

52
- Infus RL 20 TPM
- Cefotaxime 2 x 100 gr
- Metronizadol 3 x 1
- Vip. Albumin 3 x 1
- Asamefename 500 mg ond1
- Emibion 2 x 1

VII. EVALUASI (tgl: 13/03/2023 Pukul: 13.00 wita)


1. Ibu mengerti tentang keadaan yang dialaminya sekarang bahwa ibu mengalami
infeksi daerah operasi.
2. Sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu dan tanda vital.
3. Ibu bersedia untuk makan makanan yang tinggi protein dan ibu sudah makan
makanan yang tinggi protein seperti telur 8 biji perhari, ikan, tahu, tempe, dan sayur
sayuran serta kebutuhan ibu sudah terpenuhi dengan cukup.
4. Ibu bersedia untuk melakukan mobilisasi secara adekuat dan ibu sudah melakukan
mobilisasi.
5. Ibu mengerti tentang cara melakukan personal hygiene.
6. Ibu mengerti tentang cara mengatasi nyeri yang dialaminya.
7. Sudah dilakukan kolaborasi dengan dr. SPOG.

53
CATATAN PERKEMBANGAN I

Tanggal :14-03-2023
Jam : 09:00 wita

S: Subyektif
- Ibu mengatakan nyeri luka operasi masih dirasakan
- Ibu mengatakan sudah mobilisasi seperti sering berjalan,berdiri.

O: Objektif
1. Keadaan umum: baik
2. Kesadaran: composmentis
3. TTV: TD: 110/70 mmHg, N: 94 x/menit, S: 36,7 ℃, R: 20 x/menit.
4. Luka bekas operasi: Sedikit mengering, tidak ada tanda infeksi seperti luka basah,
kemerahan dan ada pusnya luka bekas operasi terbuka

A: Asessmen
P1A0H1 umur 24 tahun, 18 hari post SC dengan infeksi daerah operasi

54
P: Planning
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan yaitu dan TD 110/70 mmhg, N: 94
x/menit, S: 36,7℃, R 20 x/menit.
Evaluasi: Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik dan
tanda tanda vital normal.
2. Menjelaskan pada ibu tentang cara mengatasi nyeri luka jahitan daerah operasi
yaitu dengan melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai dari
hidung kemudian keluarkan melalui mulut, lakukan berulang kali , kemudian
mobilisasi secara adekuat, gunakan pakaian yang longgar dan nyaman, serta
pastikan sekitar perut yang bekas operasi agar tetap bersih dan kering.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang cara mengatasi luka jahitan daerah operasi.
3. Merencanakan medikasi luka jahitan post sectio caesarea.
Evaluasi: Sudah dilakukan medikasi luka jahitan post sectio caesarea.
4. Menganjurkan ibu untuk tetap makan makanan yang tinggi protein seperti makan
telur minimal 8 biji/hari, ikan, telur, tahu, tempe dan sayuran guna untuk
menbantu proses penyembuhan luka.
Evaluasi: Ibu berdia untuk tetap makan makanan yang tinggi pretein seperti
makan telur minimal 8 biji/hari, ikan, tahu, tempe, dan sayuran guna untuk
membantu proses penyembuhan luka.
5. Mengajurkan ibu untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat seperti berdiri
dan sering berjalan agar membantu proses penyembuhan.
Evaluasi: Ibu bersdia untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat.
6. Mengajurkan pada ibu untuk melakukan personal hygiene yaitu dengan lap
seluruh bagian tubuh dan pastikan luka operasi tidak terkenal air, menggosok gigi,
menggati pakaian dalam sesering mungkin apabila dirasakan lembab segera
diganti dan mengganti pakaian luar apabila kotor dan basah.
Evaluasi: Ibu bersedia untuk melakukan personal hygiene.
7. Melakukan kolaborasi dengan dr. SPOG, intruksi:
- Gv 1 sehari
- Infus RL 20 TPM
- Cefotaxime 2x 200 gr

55
- Metronizadol 3x1
- Vip albumin 3x1
- Emibion 2x1
- Rencana reheatting ulang
Evaluasi: Sudah diberikan terapi.

CATATAN PERKEMBANGAN II

Tanggal : 15-03-2023

Jam : 09.15 wita

S: Subyektif
- Ibu mengatakan sudah tidak nyeri dan tidan ada keluhan.
- Ibu mengatakan sudah mobilisasi seperti sering berjalan dan duduk
- Ibu menanyakan kepada bidan apakah sudah diperbolehkan pulang

O: Objektif
1. Keadaan umum: baik
2. Kesadaran: composmentis
3. TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 90 x/menit, S: 36,5 ℃, R: 20 x/menit.
4. Luka bekas operasi: luka bekas operasi tertutup.

A: Asessmen

56
P1A0H1 umur 24 tahun, 19 hari post SC dengan infeksi daerah operasi

P: Planning
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik yaitu dan TD
120/80 mmhg, N: 90 x/menit, S: 36,5℃, R 20 x/menit.
Evaluasi: Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik dan
tanda tanda vital normal.
2. Menganjurkan ibu untuk selalu merawat lukanya agar tetap kering dan bersih.
Evaluasi: Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan diri dan menjaga luka agar tetap
bersih dan kering.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap makan makanan yang tinggi protein seperti makan
telur minimal 8 biji/hari, ikan, telur, tahu, tempe dan sayuran guna untuk
menbantu proses penyembuhan luka.
Evaluasi: Ibu berdia untuk tetap makan makanan yang tinggi pretein seperti
makan telur minimal 8 biji/hari, ikan, tahu, tempe, dan sayuran guna untuk
membantu proses penyembuhan luka.
4. Mengajurkan ibu untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat seperti berdiri
dan sering berjalan agar membantu proses penyembuhan.
Evaluasi: Ibu bersdia untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat.
5. Mengajurkan pada ibu untuk melakukan personal hygiene yaitu dengan lap
seluruh bagian tubuh dan pastikan luka operasi tidak terkenal air, menggosok gigi,
menggati pakaian dalam sesering mungkin apabila dirasakan lembab segera
diganti dan mengganti pakaian luar apabila kotor dan basah.
Evaluasi: Ibu bersedia untuk melakukan personal hygiene.
6. Melakukan kolaborasi dengan dr. SPOG, intruksi:
- Melepas Infus
- Cefixim
- Asamefenamet 3x500 gr
- Emibion 2x1 tab
Evaluasi: Ibu bersedia untuk minum obat teratur dan sudah diberikan terapi untuk
dibawa pulang.

57
7. Intruksi pasien untuk pulang dan kontrol ulang sekitar tanggal 17-03-2023 di poli
kandungan RSUD Bima.
Evaluasi: Ibu bersedia untuk melakukan kontrol ulang tanggal 17-03-2023 di poli
kanungan RSUD Bima.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis menguraikan kesenjangan antara teori dan kasus di
lapangan pada Asuhan Kebidanan Patologi Ibu Nifas pada Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun
Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi di Rumah Sakit Umum Daerah
Bima dengan menggunakan 7 langkah Varney yang meliputi :

A. Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama untuk
mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2020).
Pada kasus Ny. T didapatkan data subyektif Ny. T mengeluh keluar sedikit nanah
dari luka jahitan disertai nyeri pada perut sejak tanggal 06-03-2023 dan dari data obyektif
(diambil dari keadaan umum ibu baik, kesadaran ibu composmentis, TTV ibu normal,
keadaan luka jahitan masih terbuka dan ada sedikit nanah, tinggi TFU tidak teraba,
kontraksi uterus tidak ada dan sudah tidak ada pengeluaran darah pervaginam). Jadi pada
pengkajian ini tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus lapangan.

58
B. Interpretasi Data
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data yang telah
dikumpulkan di interpretasi menjadi diagnosa kebidanan dan masalah. Keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi
membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien,
masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan oleh bidan
(Ambarwati & Wulandari, 2020).

Diagnosa kebidanan pada kasus ini yaitu Ny. T P 1A0H1 umur 24 tahun Post Sectio
Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi. Masalah yang muncul yaitu gangguan rasa
nyaman karena merasa nyeri pada daerah luka jahitan post sectio caesarea dan kebutuhan
yang diberikan adalah memberikan KIE tentang penyebab nyeri dan cara mengurangi
nyeri pada tuka jahitan post sectio caesarea. Sehingga pada kasus ini penulis tidak
menemukan kesenjangan antara teori dan praktik.

C. Diagnosa Potensial
Menurut Siregar (2014), diagnosa potensial yang mungkin terjadi adalah potensial
terjadi sepsis pada Infeksi Daerah Operasi. Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun
infeksi luka post sectio caesarea diagnosa potensialnya sepsis. Diagnosa potensial pada
kasus Ny. T tidak terjadi karena adanya tindakan segera yang tepat dan cepat. Sehingga
tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktik.

D. Kebutuhan Segera
Kebutuhan segera yang dilakukan pada ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea
antara lain kolaborasi dengan dr. SpOG, pemberian antibiotik profilaksasi, Sulbenisin 1g,
Kloramfenikol 1g/IV, Gentamisin 1,5 mg/kg IV atau IM, Doksisiklin 100mg dan
Metronidazole 1g/IV (Prawirohardjo, 2010).

59
Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun antisipasi yang dilakukan yaitu
kolaborasi dengan dr. SpOG untuk memberikan terapi infeksi luka post sectio caesarea
yaitu Injeksi Ceftriaxome 2 x 200 gr metronizadol 3 x 1, Vib. Albumin 3 x 1,
asamefenamet 500 mg ond1 dan emibion 2 x 1 serta merawat infeksi luka post sectio
caesarea 2x sehari dengan NaCl. Pada kasus ini terjadi kesenjangan antara teori dan
praktik.

E. Rencana Asuhan
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2020), perencanaan pada ibu nifas Post
Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi antara lain:
1. Manajemen post operatif
a. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan
ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit
dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
b. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah
agar jalan nafas bebas.
c. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat
mengalir dengan lancar.
2. Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8-12 jam
kemudian duduk, bila mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan,
bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
3. Lakukan perawatan luka
4. Lakukan kateterisasi dan observasi eliminasi
5. Beri KIE tentang KB
6. Lakukan kolaborasi untuk terapi obat

60
Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan
Infeksi Daerah Operasi perencanaan yang dilakukan antara lain:

1. Jelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya.


2. Observasi keadaan umum ibu dan tanda vital.
3. Anjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein dan kebutuhan cairan yang
cukup.
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara adekuat.
5. Jelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal hygiene.
6. Jelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka jahitan yang dialami ibu.
7. Lakukan kolaborasi dengan dr. SPOG

Berdasarkan data diatas terjadi kesenjangan antara teori dan praktik.

F. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Pada langkah
ini penulis menemukan kesenjangan antara teori dan praktik pada pemberian terapi obat
infeksi luka post sectio caesarea. Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan
penyuluhan pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan
yang menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dan dilaksanakan
secara efisien dan aman (Ambarwati & Wulandari, 2020).
Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan
Infeksi Daerah Operasi pelaksanaan yang dilakukan antara lain:
1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan yang sedang dialaminya yaitu ibu
mengalami infeksi di daerah operasi.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu dan tanda vital:
Keadaan umum: Baik
Tingkat kesadara: Composmentis
TTV: TD: 100/60 mmHg, S: 36,5 ℃, N: 89 x/menit , R: 20x/menit
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti telur minimal
8 buti perhari, ikan, tahu, tempe, sayuran, dan buah buahan. Serta memenuhi
kebutuhan cairan yang cukup yaitu minimal 8 gelas perhari guna untuk membbntu
proses penyembuhan luka.

61
4. Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi secara adekuat seperti berdiri, dan
sering berjalan guna untuk membantu proses penyembuhan.
5. Menjelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal hygiene yaitu dengan cara
lap seluruh tubuh dan pastikan luka bekas operasi tidak terkena air, perawatan
perineum yaitu dengan selalu menjaga kebersihan area vagina, membersihkannya
mulai dari depan kebelakang dan dari atas kebawah, gosok gigi 2x perhari, ganti
pakaian dalam sesering mungkin apabila dirasakan lembab segera ganti dan
mengganti pakaian luar apabila kotor dan basah.
6. Menjelaskan pada ibu tentang cara mengatasi nyeri yang dialami ibu yaitu dengan
melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai dari hidung
kemudian keluarkan melalui mulut, kemudian lakukan mobilisasi secara adekuat,
gunakan pakaian yang longgar dan nyaman dan pastikan sekitar perut bekas operasi
agar tetap bersih.
7. Melakukan kolaborasi dengan dr. SPOG, intruksi:
- Perawatan luka operasi 2x sehari dengan NaCl
- Infus RL 20 TPM
- Cefotaxime 2 x 200 gr
- Metronizadol 3 x 1
- Vip. Albumin 3 x 1
- Asamefename 500 mg ond1
- Emibion 2 x 1

G. Evaluasi
Pada kasus ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali
proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan
tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana (Ambarwati &
Wulandari, 2020). Pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam
diagnosa dan masalah anatara lain dan dapat meliputi :

62
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital sign normal (tekanan darah, nadi, suhu, dan
respirasi).
2. Dapat mobilisasi dengan baik.
3. Ibu dapat menjaga kebersihan diri dan luka bekas operasi.
4. Nyeri berkurang dan dapat diatasi.
5. Ibu dapat beristirahat cukup.

Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun ibu nifas Post Sectio Caesarea dengan
Infeksi Daerah Operasi di peroleh evaluasi terakhir yaitu ibu mengerti tentang keadaan
yang dialaminya sekarang bahwa ibu mengalami infeksi daerah operasi, sudah dilakukan
observasi keadaan umum ibu dan tanda vital, ibu bersedia untuk makan makanan yang
tinggi protein dan ibu sudah makan makanan yang tinggi protein seperti telur 8 biji
perhari, ikan, tahu, tempe, dan sayur sayuran serta kebutuhan ibu sudah terpenuhi dengan
cukup, ibu bersedia untuk melakukan mobilisasi secara adekuat dan ibu sudah melakukan
mobilisasi, ibu mengerti tentang cara melakukan personal hygiene, ibu mengerti tentang
cara mengatasi nyeri yang dialaminya, sudah dilakukan kolaborasi dengan dr. SPOG.
dan pasien diperbolehkan untuk pulang pada post sectio caesarea hari ke-19 dengan
kontrol tiga hari lagi. Berdasarkan data uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kesenjangan teori dan praktik.

63
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan kasus “Asuhan Kebidanan Patologi Ibu Nifas Pada Ny. T
P1A0H1 umur 24 tahun post sectio caesarea dengan infeksi daerah operasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Bima” dengan menggunakan 7 langkah Varney yaitu :
1. Pengkajian pada langkah ini penulis mengumpulkan data secara wawancara pada
kasus Ny. T didapatkan data subyektif Ny. T mengeluh keluar sedikit nanah dari
luka jahitan post sectio caesarea yang disertai nyeri sejak tanggal 06-03-2023 dan
dari data obyektif (diambil dari keadaan umum ibu baik, kesadaran ibu
composmentis, TTV ibu normal, keadaan luka jahitan masih terbuka dan ada sedikit
nanah, tinggi TFU tidak teraba, kontraksi tidak ada dan tidak ada pengeluaran darah
pervaginam).
2. Dalam interpretasi data didapatkan diagnosa kebidanan Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun
Post Sectio Caesarea dengan Infeksi Daerah Operasi. Masalah yang sering timbul
pada kasus ini yaitu Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun post sectio caesarea dengan infeksi
daerah operasi yaitu gangguan rasa nyaman karena merasa nyeri pada luka jahitan

64
post sectio caesarea. kebutuhan yang diberikan adalah dengan memberikan KIE
tentang penyebab nyeri dan cara mengurangi nyeri pada luka jahitan post sectio
caesarea.
3. Diagnosa potensial dalam kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun post sectio caesarea
dengan infeksi daerah operasi tidak terjadi sepsis karena adanya tindakan segera
yang tepat dan cepat.
4. Kebutuhan utama asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa dan masalah yang
ada. Pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun antisipasi yang dilakukan yaitu
kolaborasi dengan dr.SpOG untuk memberikan terapi infeksi luka post sectio
caesarea yaitu Perawatan luka operasi 2x sehari dengan NaCl, Infus RL 20 TPM,
Cefotaxime 2 x 200 gr, Metronizadol 3 x 1, Vip. Albumin 3 x 1, Asamefename 500
mg ond1, Emibion 2 x 1.
5. Perencanaan pada kasus Ny. T P1A0H1 umur 24 tahun post sectio caesarea dengan
infeksi daerah operasi yang dilakukan adalah kolaborasi, Pada kasus Ny. T P1A0H1
umur 24 tahun ibu nifas post sectio caesarea dengan infeksi daerah operasi
perencanaan yang dilakukan antara lain : Jelaskan pada ibu tentang keadaan yang
dialaminya, Observasi keadaan umum ibu dan tanda vital, Anjurkan ibu untuk makan
makanan yang tinggi protein dan kebutuhan cairan yang cukup, Anjurkan ibu untuk
mobilisasi secara adekuat, Jelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal
hygiene, Jelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka jahitan yang dialami ibu,
Lakukan kolaborasi dengan dr. SPOG.
6. Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan yang dilakukan berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat yaitu menjelaskan pada ibu tentang keadaan yang sedang dialaminya
yaitu ibu mengalami infeksi di daerah operasi, mengobservasi keadaan umum ibu
dan tanda vital, menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti
telur minimal 8 buti perhari, ikan, tahu, tempe, sayuran, dan buah buahan. Serta
memenuhi kebutuhan cairan yang cukup yaitu minimal 8 gelas perhari guna untuk
membbntu proses penyembuhan luka, menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi
secara adekuat seperti berdiri, dan sering berjalan guna untuk membantu proses
penyembuhan, menjelaskan pada ibu tentang cara melakukan personal hygiene yaitu
dengan cara lap seluruh tubuh dan pastikan luka bekas operasi tidak terkena air,

65
perawatan perineum yaitu dengan selalu menjaga kebersihan area vagina,
membersihkannya mulai dari depan kebelakang dan dari atas kebawah, gosok gigi 2x
perhari, ganti pakaian dalam sesering mungkin apabila dirasakan lembab segera ganti
dan mengganti pakaian luar apabila kotor dan basah, menjelaskan pada ibu tentang
cara mengatasi nyeri yang dialami ibu yaitu dengan melakukan tekhnik relaksasi
dengan cara menarik napas mulai dari hidung kemudian keluarkan melalui mulut,
kemudian lakukan mobilisasi secara adekuat, gunakan pakaian yang longgar dan
nyaman dan pastikan sekitar perut bekas operasi agar tetap bersih, dan melakukan
kolaborasi dengan dr. SPOG untuk diberikan terapi.
7. Evaluasi hasil akhir yaitu pada kasus ini di peroleh evaluasi terakhir yaitu ibu
mengerti tentang keadaan yang dialaminya sekarang bahwa ibu mengalami infeksi
daerah operasi, sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu dan tanda vital, ibu
bersedia untuk makan makanan yang tinggi protein dan ibu sudah makan makanan
yang tinggi protein seperti telur 8 biji perhari, ikan, tahu, tempe, dan sayur sayuran
serta kebutuhan ibu sudah terpenuhi dengan cukup, ibu bersedia untuk melakukan
mobilisasi secara adekuat dan ibu sudah melakukan mobilisasi, ibu mengerti tentang
cara melakukan personal hygiene, ibu mengerti tentang cara mengatasi nyeri yang
dialaminya, sudah dilakukan kolaborasi dengan dr. SPOG. dan pasien diperbolehkan
untuk pulang pada post sectio caesarea hari ke-19 dengan kontrol tiga hari lagi.
8. Pada teori Menurut Prawirohardjo (2010), pemberian terapi antibiotik adalah Injeksi
Ampisilil 1 ampul/IV, Injeksi Sulbenisin 1 g, Injeksi Klirampenikol 1 g/IV,
Gentamisin 1,5 mg/IV, Doksisiklin 100 mg dan Metronidazole 500 mg. Tetapi pada
kasus pemberian terapi menurut advis dokter SpOG adalah perawatan luka operasi
2x sehari dengan NaCl, Infus RL 20 TPM, Cefotaxime 2 x 200 gr, Metronizadol 3 x
1, Vip. Albumin 3 x 1, Asamefename 500 mg ond1, Emibion 2 x 1.
9. Pada kasus ini pemecahan masalah kesenjangan antara teori dan kasus tersebut.
Penulis memberikan masukkan dalam pemberian terapi obat infeksi luka jahitan post
sectio caesarea sebaiknya dirundingkan terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian obat. Setelah dirundingkan pemberian terapi obat infeksi luka
daerah post sectio caesarea diberikan sesuai teori.

66
B. Saran
1. Bagi Klien
Diharapkan bagi semua ibu nifas dengan informasi post sectio caesarea dengan
infeksi daerah operasi tidak perlu takut untuk sedini mungkin memulai mobilisasi
dini agar ibu dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan bayinya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan pada tenaga kesehatan untuk perawatan infeksi daerah operasi lebih
ditingkatkan khususnya pada sterilisasi agar tidak terjadi infeksi daerah operasi,
mengajarkan ibu untuk mobilisasi sedini mungkin, memberikan diet tinggi kalori dan
tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka dan pemulihan pasien.

3. Bagi Instansi Layanan Kesehatan


Bagi instansi rumah sakit dapat meningkatkan layanan lebih bermutu dan
berkualitas sehingga dalam memberikan asuhan kebidanan terutama pada ibu nifas
dengan infeksi daerah operasi yang sesuai dengan standar operasional pelayanan
kebidanan.

67
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E, R. Wulandari, D. 2020. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika.

Ana Nursiana. 2017. Gambaran Pengetahuan Ibu Post SC Tentang Perawatan Luka Sectio
Caesarea di RSU Bandung Medan Tahun 2014. Jurnal Keperawatan Bandung Medan.
Vol. 1, No. 1, 2014. Keperawatan Bandung Medan. Bandung.

Anayuliani. 2015. Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea dengan Indikasi Panggul Sempit di
RSUD Sunan Kalijaga Demak. Jurnal Keperawatan Kalijaga Demak. Vol. 1, No. 1,
April 2012. Keperawatan Kalijaga Demak. Demak.

Benson, Ralph C dan Martin L Pernold. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC, 2013.

Dewi, V, N, L. Sunarsih, T. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

Jitowiyono, S. Kristiyanasari, W. 2018. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Nugroho, T, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta : Nuha
Medika.

68
Prawirohardjo, S. 2018. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Purwoastuti, Endang, dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Saleha, Sitti. 2018. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Elizabeth, dkk. 2012. Perbedaan Alat Ganti Verband antara Dressing Set dan Dressing Trolley
terhadapa Resiko Infeksi Nosokomial dalam Perawatan Luka Post Operasi. Jurnal
Keperawatan Stikes Santo Borromeus. Vol. 1, No. 1, 2012. Keperawatan Stikes Santo
Borromeus Bandung. Bandung.

69

Anda mungkin juga menyukai