Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHALUAN

1.1 Latar belakang

Persalinan merupakan proses alami yang sangat penting bagi seorang ibu
dimana terjadi pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup
bulan (37-42 minggu). Terdapat dua metode persalinan, yaitu persalinan lewat
vagina yang dikenal dengan persalinan alami dan persalinan Caesar atau Sectio
Caesarea (SC) (Cunningham et al., 2018).
Persalinan sectio caesarea (SC) merupakan proses pembedahan untuk
melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan dinding rahim.
Persalinan dengan metode SC dilakukan atas dasar indikasi medis baik dari sisi
ibu dan janin, seperti placenta previa, presentasi atau letak abnormal pada janin,
serta indikasi lainnya yang dapat membahayakan nyawa ibu maupun janin
(Cunningham et al., 2018).

Pada tahun 2015, diperkirakan 303.000 wanita meninggal selama kehamilan


dan persalinan. Hampir semua kematian ibu (95%) terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, dan hampir dua pertiga (65%)
terjadi di Wilayah Afrika (World Health Organisation, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi Sectio
Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Data WHO Global Survey on Maternal and
Perinatal Health 2011 menunjukkan 46,1% dari seluruh kelahiran melalui SC.
Menurut statistik tentang 3.509 kasus SC yang disusun oleh Peel dan
Chamberlain, indikasi untuk SC adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat
janin 14%, Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%, pre
eklampsia dan hipertensi 7%. Di China salah satu negara dengan SC meningkat
drastis dari 3,4% pada tahun 1988 menjadi 39,3% pada tahun (World Health
Organisation, 2019).
Menurut RISKESDAS tahun 2018, jumlah persalinan dengan metode SC pada
perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 17,6% dari keseluruhan
jumlah persalinan. Terdapat pula beberapa gangguan/komplikasi persalinan
pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 23,2% dengan rincian
posisi janin melintang/sunsang sebesar 3,1%, perdarahan sebesar 2,4%, kejang
sebesar 0,2%, ketuban pecah dini sebesar 5,6%, partus lama sebesar 4,3%, lilitan
tali pusat sebesar 2,9%, plasenta previa sebesar 0,7%, plasenta tertinggal sebesar
0,8%, dan lain-lainnya sebesar 4,6% (Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Menurut SKDI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2017,
menunjukkan bahwa angka kejadian persalinan dengan tindakan SC sebanyak
17% dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal ini membuktikan
terdapat peningkatan angka persalinan SC dengan indikasi KPD, sebesar 13,6%
disebabkan oleh faktor lain diantaranya yakni kelainan letak pada janin, PEB,
dan riwayat SC (KEMENKES et al., 2018).
Menurut Widianti 2020 bahwa masalah yang sering terjadi pada pasien

yang mengalami operasi adalah kualitas tidur , padahal tidur memberikan

waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh yang sangat dibutuhkan

oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Tidur merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia untuk Mencapai kualitas tidur yang baik penting

bagi kesehatan, sama halnya dengan sembuh dari penyakit Pasien yang sedang

sakit sering kali membutuhkan tidur dan istirahat yang lebih banyak dari pada

pasien yang sehat dan biasanya penyakit mencegah beberapa pasien untuk

mendapatkan tidur dan istirahat yang adekuat Lingkungan rumah sakit atau

fasilitas perawatan jangka panjang dan aktivitas pemberi layanan sering kali

membuat pasien sulit tidur (Potter & Perry, 2010).

Kualitas tidur berkaitan dengan jenis atau tipe tidur REM dan NREM.

Kualitas tidur mengandung arti kemampuan individu untuk dapat tetap tidur

dan bangun dengan jumlah tidur REM dan tidur NREM yang sesuai.

Sedangkan yang 3 dimaksud kualitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur

individu, diantara keduanya mempertahankan kualitas tidur lebih baik dari


pada sekedar mencapai jumlah atau banyaknya jam tidur. Kualitas tidur yang

baik akan ditandai antara lain dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar

saat bangun tidur di pagi hari dan individu merasa penuh semangat untuk

melakukan aktivitas hidup lainnya Selain itu kualitas dan kuantitas tidur juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat menunjukkan adanya

kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah tidur sesuai dengan

kebutuhannya. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur antara lain

penyakit, dan kelelahan, cemas,psikologis, obat, status nutrisi, intensitas

nyeri, lingkungan, dan motivasi,(Extrada, Erik. 2013).

Persalinan secara sectio caesarea juga sering mengalami rasa nyeri

akibat insisi abdomen Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif tergantung

pada fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri

Keluhan ini sebenarnya wajar karena tubuh mengalami luka dan poses

penyembuhannya tidak sempurna. Dampak nyeri yang perlu di tanyakan

adalah hal-hal yang spesifik seperti pengaruhnya terhadap kualitas tidur, dan

aktifitas keseharian.

Berdarsarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penilitian dengan dengan judul ‘studi literatur hubungan

nyeri,kemasan dengan kualita tidur pada pasien sectio caeserea


1.2 Indentifikasi masalah

Masalah pada penilitian ini adalah “apakah ada hubungan nyeri dan kecemasan

terhadap kualitas tidur pada pasien pasca operasi sectio caeserea?

1.3 Tujuan penilitian

1. Tujuan umum

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nyeri dan

kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien pasca operasi sectio caesarea

2. Tujuan khusus

a) Untuk mengetahui hubungan nyeri dengan kualitas tidur pada pasien

pasca operasi sectio caesarea

b) Untuk mengatahui hubungan kecemasan dengan kualitas tidur pasien

pasca operasi sectio caesarea

c) Untuk mengatahui hubungan kualitas tidur dengan pasien pasca operasi

sectio caesarea

1.4 Manfaat

1. Manfaat teoritis

Memberikan informasi pada pengetahuan dalam bidang keperawatan

dan kebidanan yang dapat bermanfaat dan juga memberi wawasan bagi

pasien atau masyrakat mengenai hubungan nyeri dan kecemasan dengan

kualitas tidur sectio caesarea

2. Manfaat praktis

a) Bagi klien

Sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai mengenai hubungan nyeri dan kecemasan dengan kualitas


tidur sectio caesarea

Bagi insitusi

1) Memberikan wawasan atau pengetahuan tentanag penilitian ini

kepada mahasiswa fakultas kesehatan universitas indonesia

maluku, ambon

2) Menjadi referensi bagi peneliti lain yang ingin melkukan

penlitian lanjut

b) Bagi perawat

Sebagai konstribusi untuk meningkatkan ilmu dan ketrampilan

seorang perawat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea (SC)


1. Pengertian
Operasi Caesar atau sering disebut seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui
sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Seksio sesaria adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Seksio sesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500
gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (Jitowiyono, 2017)
Seksio sesarea adalah suatu proses persalinan buatan yang dilakukan melalui
pembedahan dengan cara melakukan insisi pada dinding perut dan dinding rahim ibu, dengan
syarat rahim harus keadaan utuh, serta janin memiliki bobot badan diatas 500 gram. Jika
bobot janin dibawah 500 gram, maka tidak perlu dilakukan tindakan persalinan seksio
sesarea. (Solehati, 2017)
Di kenal beberapa jenis sectio caesarea yakni
1) Sectio caesarea klasik atau korporal. (Solehati, 2017)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Setelah dinding
perut dan peritoneum parietal terbuka pada garis tengah dibalut beberapa kain kasa
panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban
dan darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10
- 12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterina. Diadakan lubang kecil
pada kantong ketuban untuk mengisap air ketuban sebanyak mungkin; lubang ini
kemudian dilebarkan, dan janin dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan
tindakan-tindakan selanjutnya. Dan diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding
uterus atau intravena, dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual.
Kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam dua lapisan;
lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan menerus.
Selanjutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut yang lebih tipis, yang
mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar miomertrium dan yang menutup jahitan
yang terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.
2) Sectio caesarea transperitonealis profunda. (Solehati, 2017)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
Dauercatheter dipasang dan wanita berbaring dalam letak trendelenburg ringan.
Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa
sentimeter di bawah pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang spekulum perut, dan
lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kain kasa panjang atau lebih.
Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-
uterina dibuka dan insisi ini diteruskan melintang jauh ke lateral; kemudian kandung
kencing dengan peritoneum di depan uterus didorong ke bawah dengan jari.
2. Etiologi
1) Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak
ada, disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul) ada, sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeclampsia-
eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang diserti penyakit (jantung, DM),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya)
2) Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps
ekstraksi. (Solehati, 2017)
3. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak
memungkinkan akhirnya harus dilakukan SC. (Solehati, 2017)
4. Kompikasi
1) Infeksipuerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.

2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabangarteri ikut
terbuka, atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru dan
sebagainya sangat jarang terjadi.
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan selanjutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah sesarea klasik.(Solehati,
2017)
5. Penatalaksanaan
1) Perawatan Pre Operasi Seksio Sesarea
a) Persiapan Kamar Operasi
- Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai.
- Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi.
b) Persiapan Pasien
- Pasien telah dijelaskan prosedur operasi
- Informed consent telah ditnda tangani oleh keluarga pasien.
- Perawat member support kepada pasien
- Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan
sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic)
- Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit
yang pernah diderita oleh pasien.
- Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)
- Pemeriksan USG
- Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
2) Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea
a) Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rat dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra
muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau
dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
- Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan
adalah 50 mg.
- Wanita dengan ukurn besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin.
- Obat-obatan antiemetic, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi,
jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
c) Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama
pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian jika output
urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus segera dievaluasi kembali paling
lambat pada hari kedua.
d) Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada keesokan paginya
setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah dan usus baru aktif
kembali pada hari ketiga.
e) Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat
bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien
dapat berjalan dengan pertolongan.
f) Perawatan luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternative ringan
tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat
diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga
post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.

g) Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus
segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atu keadaan
lain yang menunjukkan hipovolemia.
h) Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yng mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa sakit.
i) Memulangkan pasien dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan
pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu
seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan
orang
. Nyeri
a. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang
tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering
disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk,
panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual. Nyeri merupakan
kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif. Perasaan nyeri
pada setiap orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Neila & Sarah, 2017).
Nyeri merupakan pengalaman atau masalah kesehatan yang tidak
menyenangkan untuk seseorang, dimana setiap rasa nyeri yang dirasakan seseorang
pasti berbeda. Ketidaknyamanan terhadap nyeri yang menjadikan sebuah alasan
sesorang untuk meminta pertolongan tenaga medis untuk bisa segera mengatasi
nyeri yang dirasakannya.
b. Faktor Predisposisi Nyeri

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi presepsi dan reaksi masing-
masing individu terhadap nyeri (Prasetyo, 2010), diantaranya :
1) Usia

Usia merupakan variabel yang paling penting dalam mempengaruhi nyeri


pada individu.
2) Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
berespon terhadapa nyeri. Hanya beberapa budaya yang mengganggap bahwa
seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.
3) Kebudayaan

Banyak yang berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu dalam
masalah nyeri adalah sama, sehingga mencoba mengira bagaimana pasien
berespon terhadap nyeri.
4) Makna nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhui pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5) Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi
merupakan nyeri yang berat.
6) Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi


nyeri.
7) Anxietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang


dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri
juga akan menimbulkan ansietas.
8) Keletihan

Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan


menurunkan kemampuan koping individu.
9) Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman tentang
nyeri.
c. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada


tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Bauldoff, Gerene,
Karen & Priscilla, 2016).
1) Nyeri berdasarkan tempatnya:

a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya

pada kulit, mukosa.

b) Deep pain, yaitu nyeri yang tersa pada permukaan tubuh yang lebih dalam

atau pada organ-organ tubuh visceral.

c) Referedpain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah


yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

d) Centralpain, yaitu nyeri yang terjadi karena pemasangan pada sistem saraf

pusat, spinal cord, batang otak, talamus.

2) Nyeri berdasarkan sifatnya:

a) Incedental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

b) Steadypain, yaitu nyeri yang timbul akan menetap serta dirasakan dalam

waktu yang lama.

c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat

sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang,

kemudian timbul lagi

3) Nyeri berdasarkan berat ringannya:

a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah

b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi

c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi

Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri

Nyeri akut Nyeri kronis


Memperingatkan klien terhadap Memberikan alasan pada klien untuk
mencari informasi
adanya cedera / masalah. berkaitan dengan perawatan dirinya

Durasi & Durasi lama (6 bulan / lebih), ringan


Intensitas:durasi dari beberapa detik
sampai berat (terus menerus)
samapai 6 bulan berat (mendadak)

Respon otonom: frekuensi Jantung tidak terdapat respon otonom


meningkat,tekanandarah volume vital sign dalam batas normal

meningkat,dilatasi meningkat,tegangan

otot meningkat

Respon Depresi, keputusasaan, mudah


Psikologis: Anxietas tersinggung dan menarik diri

(Sumber : (Bauldoff, Gerene, Karen & Priscilla, 2016).


4) Nyeri berdasarkan waktu lamamnya serangan :

a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan

berakhirkurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan

jelas.

b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis

ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun.

d. Alat Ukur Nyeri

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan


mempermudah di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan
memudahkan dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
(Prasetyo, 2010). Perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut yang
pertama mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul) kemudian
menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri dan mengkaji
tingkat keparahan dan kualitas nyeri.

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien
dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya mengurangi
kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi
klien terhadap nyeri. Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa
komponen yang harus diperhatikan :
1) Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)

a) Faktor pencetus ( P : Provocate)


Mengakaji tentang penyebab atau stimulus- stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini juga dapat melakukan observasi bagian- bagian tubuh yang
mengalami cedera. Menanyakan pada klien perasaan-perasaan apa yang
dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q : Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan


oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah- pindah, seperti tertindih,
perih tertusuk dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region)

Untuk mengakji lokasi nyeri maka meminta klien untuk menunjukkan


semua bagian/daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk
melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien
untuk melacak daerah nyeri dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal
ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang


paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. Skala
nyeri numerik (0-10)

2 3▲ 4 5 7 8 9
0 1 ▲ 6 ▲ ▲ 10
▲ ▲ _______
▲ 1 L. __1 L 1 ▲1
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Berat Nyeri Berat
Nyeri Ringan Sedang Terkontrol Tidak
Terkontrol
Gambar 2.1 Numeric Rating Scale

(Sumber : Prasetyo, 2010)

e) Durasi (T: Time)


Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,
danrangkaiian nyeri. Menanyakan “Kapan nyeri mulai dirasakan?”,
“Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”
2) Respon perilaku

Respon perilaku klien terhadap nyeri dapat mencakup penyataan verbal,


vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, ataupun
perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut
dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh,
mengepal, atau menarik diri.

3) Respon afektif

Respon ini bervariasi sesuai situasi, derajat, durasi, interpretasi, dan faktor
lain. Perawat perlu mengeksplor perasaan ansietas, takut, kelelahan, depresi,
dan kegagalan klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
4) Pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita

Klien yang setiap hari merasakan nyeri akan mengalami gangguan dalam

kegiatan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan

untuk mengetahui kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan

sehari-hari, sehingga perawat mengetahui sejauh mana ia dapat membantu

aktivitas yang dilakukan oleh pasien


A. Konsep Dasar Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang yang penuh dengan
rasa takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan khawatir akan sesuatu hal
yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan berasal dari bahasa Latin (anxius) dan
dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang digunakan untuk
menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis (Muyasaroh et al. 2020).
Menurut American Psychological Association (APA) dalam (Muyasaroh et al.
2020), kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu sedang
stress, dan ditandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat individu merasa
khawatir dan disertai respon fisik (jantung berdetak kencang, naiknya tekanan
darah, dan lain sebagainya

Menurut Kholil Lur Rochman dalam (Sari 2020), kecemasan merupakan suatu perasaan
subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau
disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Anxiety atau kecemasan merupakan pengalaman
yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya
kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau
reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. (Suwanto 2015).
2. Tingkatan Kecemasan

Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat tertentu, Menurut Peplau, dalam
(Muyasaroh et al. 2020) mengidentifikasi empat tingkatan kecemasan, yaitu :
a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini dapat


memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas. Tanda dan gejala antara lain:
persepsi dan perhatian meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal,
mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan belajar. Perubahan
fisiologi ditandai dengan gelisah, sulit tidur, hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil
normal.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga individu mengalami perhatian yang selektif, namun
dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respon kognitif yaitu lahan
persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi
perhatiaannya.
c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu cenderung untuk


memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Tanda dan gejala dari kecemasan
berat yaitu : persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, rentang perhatian
sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat
belajar secara efektif. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit kepala, pusing, mual,
gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi, hiperventilasi, sering buang air kecil maupun besar,
dan diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian terfokus pada
dirinya.
d. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan
teror. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, kehilangan pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan, dan jika berlangsung lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada suatu kejadian.

3. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa - peristiwa atau situasi
khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah dalam
(Muyasaroh et al. 2020) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan,
diantaranya yaitu :
a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang
diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja.
Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi Yang Ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk
perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah
atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab - Sebab Fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan semasa remaja dan
sewaktu terkena suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan
perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Menurut (Patotisuro Lumban Gaol) dalam (Muyasaroh et al. 2020), kecemasan timbul
karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri
individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di
lingkungan yang baru dihadapi.
4. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk dalam (Ifdil and Anissa 2016) ada beberapa tanda-
tanda kecemasan, yaitu :
a. Tanda-T anda Fisik Kecemasan,

Tanda fisik kecemasan diantaranya yaitu : kegelisahan, kegugupan,, tangan atau


anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar
dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan
yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit
berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau berdetak
kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing,
merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan merasa tersekat, leher atau
punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin dan lembab,
terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa
memerah, diare, dan merasa sensitif atau “mudah marah”.
b. Tanda-Tanda Behavioral Kecemasan,

Tanda-tanda behavorial kecemasan diantaranya yaitu : perilaku menghindar, perilaku


melekat dan dependen, dan perilaku terguncang.
c. Tanda-Tanda Kognitif Kecemasan

Tanda-tanda kognitif kecemasan diantaranya : khawatir tentang sesuatu, perasaan


terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi (tanpa ada penjelasan yang
jelas), terpaku pada sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, merasa
terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat
perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk
mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya
tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa
bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang
sama secara berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian (kalau tidak
pasti akan pingsan), pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu
menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati (meskipun dokter tidak
menemukan sesuatu yang salah secara medis), khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit
berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.
Menurut Dadang Hawari dalam (Ifdil and Anissa 2016), mengemukakan gejala
kecemasan diantaranya yaitu :
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang

b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)

c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung)

d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

e. Tidak mudah mengalah

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

g. Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir berlebihan terhadap

penyakit

h. Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi)

i. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang

k. Apabila sedang emosi sering kali bertindak histeris.


5. Dampak Kecemasan

Ketakutan, kekhawatiran dan kegelisahan yang tidak beralasan pada akhirnya


menghadirkan kecemasan, dan kecemasan ini tentu akan berdampak pada perubahan perilaku
seperti, menarik diri dari lingkungan, sulit fokus dalam beraktivitas, susah makan, mudah
tersinggung, rendahnya pengendalian emosi amarah, sensitive, tidak logis, susah tidur.
(Jarnawi 2020).
Menurut Yustinus dalam (Arifiati and Wahyuni 2019), membagi beberapa dampak dari
kecemasan ke dalam beberapa simtom, antara lain :
a. Simtom Suasana Hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan
bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang
mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah
marah.
b. Simtom Kognitif

Simtom kognitif yaitu kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan


pada individu mengenai hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu
tersebut tidak memperhatikan masalah yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau
belajar secara efektif, dan akhirnya akan menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom Motor

Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan
motorik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari kaki mengetuk- ngetuk, dan sangat kaget
terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan
kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa
saja yang dirasanya mengancam.
1.4 Tinjauan umum kualitas tidur

1.5 Devenisi kualitas tidur

Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan tidur dalam memulai tidur
dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu
tidur, dan keluhan - keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur
yang cukup ditentukan oleh faktor kedalaman tidur ( kualitas tidur). Beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas yaitu fisiologis, psikologis,lingkungan dan gaya hidup. Dari faktor fisiologis
berdampak dengan penurunan aktivitas sehari - hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun,
dan ketidakstabilan tanda- tanda vital sedangkan dari faktor psikologis berdampak depresi cemas,dan
sulit untuk konsentrasi ( Potter & Perry,2008).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian tidur adalah salah satu kebutuhan
manusia dalam keadaan tidak sadar, tenang, santai atau kondisi beristirahat yang nyaman untuk
memulihkan kondisi anggota tubuh dan pikiran yang segar dimana individu dapat dibangunkan
dengan stimulus dengan kualitas tidur yang memuaskan.

1.6 Fisiologi tidur

Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu dimedula,tepatnya di RAS
(retikular aetivating system) dan BSR ( bullbar synehronizing region). RAS terdiri dari neuron-
neuron di medula oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat

dalam mempertahankan status bangun dan mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan
fisiologis dalam tubuh terjadi selama tidur (Atoilah & Kusnadi, 2013).

menurut Haswita & Reni (2017) ada dua teori tentang tidur :

a. Pasif: RAS diotak mengalami kelelahan sehingga menyebabkan tidak aktif.

b. Aktif : (diterima sekarang) Suatu bagian diotak yang menyebabkan tidur

dihambat oleh bagian lain.

RAS & BSR adalah fikiran aktif kemudian menekan pusat otak secara
bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan menerima sensory
input ( pendengaran, penglihatan, penghiduan, nyeri, dan perabaan)
Rangsangan sensory mempertahankan seseorang untuk bangun dan waspada,
selama tidur tubuh menerima sedikit rangsangan dari korteks serebral.
2.Perubahan Fisiologi Selama Tidur

a. Penurunan tekanan darah dan nadi

b. Dilatasi pembuluh darah perifer

c. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastro intestinal

d. Relaksasi otot-otot rangka

e. Basal Metabolism Rate (BMR ) menurun 10-30% (Elang & Engkus, 2013)

1.7 Fungsi dan tujuan tidur

Fungsi tidur tidak secara jelas tidak diketahui,akan tetapi diyakini bahwa tidur
dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan,
mengurangi stres dan paru,kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan
selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi selular yang penting.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur,yang pertama ,efek dari sistem
saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan
diantara berbagai susunan saraf dan yang kedua efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi
penurunan (Hawita & Reni, 2017).
Menurut Elang dan Engkus (2013) Fungsi tidur yaitu :

a. Restorative ; selama tidur sesorang akan mengulang (review) kembali

kejadian-kejadian sehari-hari, memproses menyusun kembali, menyimpan dan

menggunakannya untuk masa depan.

b. Tingkah laku ; tidur juga diyakini dapat menjaga keseimbangan mental dan

emosional serta kesehatan.


1.8 Tahap-tahap tidur

Tidur yang normal melibatkan 2 fase yaitu : Pergerakan mata yang tidak
cepat NREM ( Non Rapid Eye Movement) dan Pergerakan mata yang cepat REM
(Rapid Eye Movement ). Selain NREM seseorang yang tidur mengalami kemajuan
melalui 4 tahap yang memerlukan waktu kira -kira 90 menit selama siklus
tidur.Sedangkan, Tidur tahapan REM merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90
menit sebelum tidur berakhir.kondisi dari memori pemulihan psikologis terjadi pada
waktu ini, faktor yang berbeda dapat meningkatkan atau mengganggu tahapan
siklus tidur yang berbeda (Haswita & Reni,2017).

a. Tahapan siklus tidur NREM


Masa NREM ini dibagi menjadi 4 tahap yang memerlukan waktu 90 menit
siklus tidur dan masing - masing tahap ditandai dengan gelombang otak.

1) Tahap I :

Seseorang baru saja terlena,seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata


menutupi mata, kedua bola mata bergerak bolak - balik kedua samping,
pada EEG didapatkan penurunan Voltasi gelombang Alpha, dapat
dibangunkan dengan mudah, berlangsung selama + 5 menit dan
frekuensi

nadi dan pernafasan menurun.

2) Tahap II :

Kedua bola mata mulai berhenti bergerak, suhu tubuh menurun,


berlangsung selama 10-15 menit, pada EEG timbul gelombang Theta,
gelombang ini disebut “Sleep Spindless”

3) TAHAP III :

Keadaan fisik lemah lunglai, EEG hanya terlihat gelombang deltha,


tanpa sleep spindles, sulit untuk dibangunkan

4) TAHAP IV :

Keadaan fisik lemah lunglai, EEG hanya terlihat gelombang deltha


tanpa sleep spindles, dapat terjadi mimpi, denyut jantung dan
pernapasan menurun 20%- 30 % otot- otot rileks, jarang bergerak dan
sangat susah dibangunkan dan memulihkan keadaan tubuh. (Elang &
Engkus, 2013).

1.9 Faktor-faktor mempengaruhi kualitas tidur

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas dapat menunjukan


adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai
dengan kebutuhannya (Haswita & Reni, 2017).

a. Penyakit

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan istirahat seseorang.

Banyak penyakit yang mengharuskan untuk istirahat dan tidur,misalnya

penyakit yang disebabkan infeksi (infeksi limpa) akan membutuhkan lebih

banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit

menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.

b. Gangguan pada endokrin

Hyperthyroid sulit tidur dengan cepat dan Hypothyroid menganggu pada tidur
pada tahap IV.

c. Obat- obatan

Obat - obatan juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat

yang dapat mempengaruhi proses tidur antara lain : Diuretik Menyebabkan

insomnia, Anti depresan Menyupresi REM , Hubungan kualitas tidur dengan

sectio caesarea

1.10 Hubungan nyeri dan cemas dengan kualitas tidur sectio caesarea

Kaitan kualitas tidur sectio caesarea dilihat dari Masa nifas berkaitan dengan
gangguan pola tidur, tiga hari pertama setelah melahirkan merupakan hari yang sulit bagi
ibu karena persalinan dan kesulitan beristirahat. Penyebab kesulitan tidur diantaranya
nyeri perineum, rasa tidak nyaman di kandung kemih, serta gangguan bayi sehingga dapat
mempengaruhi daya ingat dan kemampuan psikomotor. Pola tidur akan kembali normal
dalam 2-3 minggu setelah persalinan (Marmi, 2014). Ketidaknyamanan secara fisik dapat
mengganggu tidur ibu pasca persalinan. Kelelahan psikologis yang berhubungan dengan
cemas atau depresi juga dapat di alami ibu (Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2013).
Tidur merupakan perubahan kesadaran dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun. Aktivitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi,
perubahan proses fisiologis tubuh dan penurunan respon stimulus terhadap eksternal
merupakan karakteristik tidur (Riyadi & Widuri, 2015). Waktu yang kita gunakan untuk
tidur hampir sepertiga dari waktu kita. Banyak orang yang meyakini bahwa tidur dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi stress,
dan kecemasan serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat akan melakukan
aktivitas sehari-hari (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015).

Anda mungkin juga menyukai