Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

Y DENGAN SECTIO CAESAREA


INDIKASI OLIGOHIDRAMNION DIRUANGAN ANGGREK
RUMAH SAKIT AMINAH KOTA TANGERANG

Disusun Oleh : MARTINI


NIM: 2132056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES


MURNI TEGUH MEDAN
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan cara proses pembedahan
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam waktu sekitar kurang lebih enam
minggu organ-organ reproduksi akan kembali pada keadaan tidak hamil dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh ( karena pada sectio caesarea uterus akan diinsisi) dan berat janin diatas
500 gram (Maryunani, 2015).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Pembedahan menjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang
cedera akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Disamping
itu, perhatian kualitas kehidupan danpengembangan intelektual pada bayi telah memperluas
indikasi sectio caesarea(Padila, 2015).
Sectio Caesarea (SC) terus meningkat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara
berpenghasilan menengah dan tinggi, serta telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama dan kontroversial (Torloni, et al, 2014). Menurut Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun yang dikutip oleh Bijalmiah (2018), bahwa Sectio caesarea (SC) terus
meningkat di seluruh dunia, khususnya di negara- negara berpenghasilan menengah dan
tinggi diantaranya adalah Australia (32%), Brazil (54%), dan Colombia (43%). Angka
kejadian SC di Indonesia tahun 2013 sampai dengan 2018 rata-rata sebesar 7 % dari jumlah
semua kelahiran, sedangkan pada pada tahun 2006 sampai dengan 2012 rata-rata kejadian SC
meningkat menjadi sebesar 12%. (Bijalmiah, 2019).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan tingkat persalinan
SC di Indonesia Pada tahun 2013-2018 sebesar 1015% per 1000 kelahiran, sementara itu di
rumah sakit pemerintah rata-rata 11% dan di rumah sakit swasta lebih dari 30% (Pandya,
2019). Hasil Riskesdas 2018 menyatakan proporsi persalinan SC sebesar 9,8% dari total
49.603 kelahiran sepanjang tahun 2013 sampai 2018. Proporsi persalinan SC tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta, sementara terendah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Data proporsi
persalinan SC di Provinsi Riau sebesar 9,6%.
Adapun indikasi yang dilakukan sectio caesarea pada ibu adalah disproporsi cepalo
pelvic, plasenta previa, tumor jalan lahir, hidrocepalus, kehamilan gemely, malpresentasi,
letak lintang. Postmatur dengan oligohidramnion juga merupakan indikasi dilakukan sectio
caesarea. Namun demikian sectio caesarea bukan tanpa adanya resiko, komplikasinya pun
juga ada antara lain : perdarahan, infeksi (sepsis), dan cidera sekeliling struktur. (Yuliawati,
2007)
Oligohidramnion yaitu volume air ketuban yang dapat turun di bawah batas normal
dan kadang kadang menyusut hingga beberapa ml cairan kental. Kebocoran kronik suatu
defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan amnion dalam jumlah yang
bermakna, dan seringkali untuk kemudian segera dilakukan persalinan dengan sectio
caesarea. Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk, karena 80 kehamilan semacam
itu dan hanya janin janin yang selamat. (Cuningham, 2005)
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm adalah distress janin
intrapartum yang merupakan konsekuensi dari penekanan tali pusat yang berkaitan dengan
oligohidramnion. Distress janin semacam ini biasanya bermanifestasi deselerasi denyut
jantung janin yang memanjang dan bervariasi. Penyebab lain peningkatan resiko bagi janin
yang lahir pada 42 minggu hambatan pertumbuhan janin dan lahir mati. Bahaya pada janin
lebih sering terjadi pada kehamilan postterm yang mengalami penyulit oligohidramnion.
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa janin dengan oligohidramnion beresiko, namun standar
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis oligohidramnion masih belum disepakati. Kriteria
yang diajukan antara lain adalah ukuran (dengan ultrasonografi) kantong vertikal terbesar
kurang dari 1 atau 2 cm, indeks cairan amnion (aminiotic fluid index, AFI) empat kuadrat
kurang dari 5 atau 6 cm atau AFI kurang dari persentil ke-5. Disarankan gambaran cairan
amnion yang normal jangan sampai menimbulkan rasa aman semu bahwa janin sejahtera
karena volume cairan amnion dapat berkurang mendadak.
Berdasarkan hasil pengkajian selama di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang yang

melakukan operasi sectio caesarea degan indikasi Oligohidramnion berdasarkan data

tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien yang Post

Sectio caesarea dengan indikasi oligohidramnion menjalani rawat inap di ruang Anggrek RS

Aminah kota Tangerang.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas kami membahas tentang Asuhan Keperawatan

sectio caesarea meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, WOC, manifestasi klinis,

komplikasi dan penatalaksanaan medis dan proses keperawatan mulai dari pengkajian,

diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada pasien sectio caesarea di ruang

Anggrek RS Aminah kota Tangerang.

Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Sectio caesarea

indikasi Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang

2. Tujuan khusus

a) Dapat melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea

indikasi Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang.

b) Dapat menganalisa dan merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan

Sectio caesarea indikasi Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota

Tangerang.

c) Dapat merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea

indikasi Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang

d) Dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea

indikasi Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang

e) Dapat Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea indikasi

Oligohidramnion di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis PNC (Post Natal Care)


1. Pengertian
Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim
bayi baru lahir. Dengan faktor- faktor insensial persalinan, proses persalinan itu sendiri,
kemauan persalinan, adaptasi ibu dan bayi, proses keperawatan baik pada wanita maupun
pada keluarga (Alden, 2004).
Post partum adalah waktu dimana proses penyembuhan dan perubahan, waktu
sesudah melahirkan sampai sebelum hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (mitayani, 2009).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahir ketika alat–
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerpenium
dimulai 2 jam setelah melahirkan plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut puerperium
yaitu dari kata ‘puer’ yang artinya bayi dan ‘parous’ melahirkan. Jadi puerperium berarti
masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat–alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, sekitar
50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pertolongan pasca
persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi (Vivian, 2011).
Jadi, post partum atau masa nifas atau puerperium adalah masa pulih kembali
mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil dan
dimulai setelah 2 jam melahirkan plasenta dan 6 minggu setelahnya.
2. Masalah dalam Post Partum
a. Masalah Traktus Urinarius
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya menderita keluhan
miksi akibat defresi pada refleks aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan
dasar vesika urinaria saat persalinan, keluhan ini bertambah berat oleh karena
adanya fase dieresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine dapat diatasi dengan
melakukan kateterisasi.
Rortveit, dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada
pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan section
Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita inkkontinensia (biasanya stress
inkontinensia) yang kadang–kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan.Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan
otot dasar panggul (Serri, 2009).
b. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan dan menetap
setelah persalinan pada anak masa nifas. kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam
masa post partum namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak sebelum
kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya
sendiri (Serri, 2009).
c. Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan yang
banyak,apalagi bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat kekurangan darah. Di
masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi. Ini karena darah
tidak cukup memberikan oksigen kedalam rahim. Ibu yang mengidap anemia dengan
kondisi membahayakan, apalagi mengalami perdarahan post partum, maka segera
haris diberi transfusi darah. Jika kondisinya tidak berbahaya maka cukup ditolong
dengan pemberian obat–obatan penambah darah yang mengandung zat besi
(Serri,2009).
d. Masalah Psikologi: defresi masa nifas
Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di minggu–minggu
pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih tinggi. Gejalanya adalah
gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab yang jelas. Tingkatannya pun
bermacam–macam, mulai dari neurologis, atau gelisah saja yang disertai kelainan
tingkah laku. Situasi depresi ini akan sembuh bila ibu bisa beradaptasi dengan
situaasi yang nyatanya. Defresi masa nifas seharusnya dikenali oleh suami dan juga
keluarga. Gejalanya sama dengan depresi prahaid. Hal ini dikarenanakan pengaruh
perubahan hormonal, adanya proses involusi, dan ibu kurang tidur serta lelah karena
mengurus bayi, dan sebagainya. Depresi juga bisa timbul jika ibu dan keluarganya
mengalami konflik rumah tangga, anak yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial
ekonominya lemah, atau trauma karena mengalami cacat Keberadaan bayi tidak
jarang justru menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan. Ibu
merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi, melanjutkan mengurus suami, setiap
malam merasa terganggu dan sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam
mengatasi semua beban tersebut (Serri, 2009).
3. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut “involusi”. Di
samping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsetrasi dan
timbilnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh laktogenik hormon dari kelenjar
hipofisis terhadapkelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang
ada antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah
segera post partum bentuk serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentul semacam
cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama
endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar
akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa
sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan
diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distorsia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
5. Periode Nifas
a. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu,
bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
loche, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB. Siti Saleha, 2009)
6. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a. Perubahan Fisik
1) Uterus
Secara berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras,
karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri  3 jari dibawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari
ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar.
Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam
10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga
minggu.
2) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna
merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah
2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3) Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada
hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan
selaput janin (Sarwono,2007)
4) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas
darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium.
 Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
 Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
 Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
 Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
 Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
 Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
5) Sistem Endokrin
Terjadi penurunan kadar HPL (Human Plasental Lactogen), estrogen dan kortisol
serta plasenta enzyme insulinase sehingga kadar gula darah menurun pada masa
puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun setelah plasenta keluar.
Kadar terendahnya dicapai kira-kira 1 minggu post partum. Penurunana ini
berkaitan dengan pembengkakan dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang
terakumulasi selama hamil. Pada wanita yang tidak menyusui estrogen meningkat
pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang
menyusui pada post partum hari ke- 17. (Bobak, 2004)
6) Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
7) Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi biasanya
akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis
dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis
tengah terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan
menonjol kalau berdiri atau mengejan.
8) Bekas Implantasi Placenta
Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7.5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4
cm dan akhirnya pulih. (Varney, 2007)
b. Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode
yaitu sebagai berikut ;
1 Periode Taking In
a) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
b) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi
yang baik.
c) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru
kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
d) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
e) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara
berulang-ulang
f) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang
untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
g) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan
kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
2 Periode Taking Hold
a) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
b) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat
bayi
c) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu,
ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat
d) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
e) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah
posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya
3. Periode Letting Go
a) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
b) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
c) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya
d) Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya,
keadaan ini disebut baby blues ( Herawati, 2009)
B. Konsep Teoritis Oligohidramnion
1. Pengertian
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidram-nion
kurang baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh
perlekatan antara janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim
(Sastrawinata, 2004).
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal diantaranya:
insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ perkemihan-ginjal, janin
terlalau banyak minum sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air
ketuban intrauteri “oligohidramnion” dengan criteria: Jumlah kurang dari 500 cc, Kental,
Bercampur mekonium (Manuaba, 2007)

2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa
keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan
obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis (Khumaira, 2012).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah secara bermakna
dibandingan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion
adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan
50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal
kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih
atau uretra akan menurunkan keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti,
2010). Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang kurang
baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk, 2011)

3. Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidram-nion.
Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin
dapat juga menyebabkan oligohidram-nion. Janin yang menelan cairan amnion, yang
terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat
obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling
sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan
kromosom. Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia
janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme redistribusi
darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi
urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010).
4. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007) Komplikasi oligohidramnion dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
a) Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b) Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan
dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.
2) Komplikasi terhadap janinya
a) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat janinnya:
(1) Deformitas janin adalah:
(a) Leher terlalu menekuk-miring
(b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
(c) Deformitas ekstermitas
(d) Talipes kaki terpelintir keluar
(2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal distress
(3)Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus dengan
dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban
(a) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi
kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia sampai
atelektase paru
(b) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan kematian janin
intrauterin
b) Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya hubungan
langsung antara membran dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ektermitas terputus oleh
karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.
5. Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop. Indikasi amnioskopi adalah:
a. Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
b. Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
c. Bad Obstetrics History
d. Terdapat kemungkinan IUGR
e. Kelainan ginjal
f. Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
a. Kekeruhan air ketuban
b. Pewarnaan dengan mekonium
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
a. Terjadi persalinan prematur
b. Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
c. Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
d. Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi yang dapat
menentukan:
a. Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
b. AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
c. AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion
d. (Manuaba, dkk, 2007)
6. Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan tampak lebih
kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak, sering
berakhir dengan partus prematurus, bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan
kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih lama biasanya, sewaktu ada his akan
sakit sekali, bila ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar dan dari hasil USG jumlah air ketuban kurang dari 500 ml (Rukiyah dan Yulianti,
2010).
7. Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi
kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa
terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi
pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi
tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (Sistem otot)
(Khumaira, 2012:). Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang
dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga
kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
a. Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-paru
terhambat
b. Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
c. Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru (Khumaira, 2012).

8. Diagnosa banding
Menurut Sastrawinata dkk, (2005) diagnosa pada ibu yang mengalami
oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya

9. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik.
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh
karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012). Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010)
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
Pathway Oligohidramnion

Sumber. Khumaira, 2012, Rukiyah, 2010 dan Manuaba, dkk, 2007


C. Konsep Teoritis Sectio Caesarea
1. Pengertian sectio caesarea
Pelahiran sectio caesarea adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh dan
berat janin diatas 500 gram (Kristianasari, 2012). Sectio caesarea adalah ibu yang
melahirkan janin dengan cara proses pembedahan dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus dalam waktu sekitar kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi
akan kembali pada keadaan tidak hamil dengan syarat rahim dalam keadaan utuh (
karena pada sectio caesarea uterus akan diinsisi) dan berat janin diatas 500 gram
(Maryunani, 2015). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Padila, 2015).
Berdasarkan pengertian diatas bahwa sectio caesarea adalah persalinan buatan
dengan cara pebedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
berat janin diatan 500 gram.
2. Etiologi
Menurut (Maryunani, 2015) ada beberapa indikasi sectio caesarea yaitu :
a. Indikasi Ibu
Beberapa indikasi pada ibu yang dilakukan operasi sectio caesarea yaitu proses
persalinan yang lama atau kegagalan proses persalinan normal (dystosia), detak
jantung janin melambat (fetal distress), komplikasi pre-ekslamsia, ibu yang menderita
herpes, putusnya tali pusat, resiko luka parah pada rahim, bayi dalam posisi sungsang,
letak lintang, bayi besar, masalah plasenta seperti plasenta previa, pernah mengalami
masalah pada penyembuhan perineum, distosia, sectio caesarea berulang, presentasi
bokong hipertensi akibat kehamilan (pregnancy-induces hypertention), kelahiran
plasenta dan malpresentasi misalnya presentasi bahu.
b. Indikasi janin
Sedangkan indikasi janin yang dilakukan operasi sectio caesarea antara lain
gawat janin prolapsus funikuli (tali pusat penumpang), primigravida tua, kehamilan
dengan diabetes mellitus, infeksi intra partum, kehamilan kembar, kehamilan dengan
kelainan congenital dan animaki janin misalnya hidrosefalus. Postmatur dengan
oligohidramnion juga merupakan indikasi dilakukan sectio caesarea. Namun
demikian sectio caesarea bukan tanpa adanya resiko, komplikasinya pun juga ada
antara lain : perdarahan, infeksi (sepsis), dan cidera sekeliling struktur. (Yuliawati,
2007)

3. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002
Panggul sempit Sectio caesaria

Post Anesthesi Luka Post Operasi Post partum nifas

Distensi kandung
Penurunan medula Penurunan kerja Jaringan terputus Jaringan terbuka kemih
oblongata pons

Merangsang area Proteksi kurang Edema dan memar di


Penurunan refleks Penurunan kerja otot sensorik uretra
batuk eliminasi
Invasi bakteri
Penurunan peristaltik Gangguan rasa Penurunan
Akumulasi sekret usus nyaman sensitivitas dan
Resiko Infeksi sensasi kandung
kemih
Ketidakefektifan Konstipasi Nyeri
bersihan jalan Gangguan eliminasi
napas urin

Penurunan progesteron & estrogen Psikologi

Kontraksi uterus Penambahan anggota baru


Merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan pertumbuhan

Involusi
Masa krisis Tuntutan anggota baru

Adekuat Tidak adekuat


Perubahan
Peningkatan
pola peran Bayi menangis
Pengeluaran lochea Perdarahan
hormon prolaktin
Gangguan
Merangsang laktasi oksitosin pola
Hemoglobin ↓ Kekurangan vol. cairan & elektrolit

Ejeksi ASI
Kurang O2

Resiko Efektif Tidak efektif


Kelemahan
syok
hipovolemi
Defisit Nutrisi bayi terpenuhi
perawata

Kurang informasi Bengkak


tentang perawatan
Bayi kurang mebndapat ASI

Defisiensi pengetahuan
Ketidakefektifan pemberian ASI
4. Teknik-teknik Sectio Caesarea
a. Sectio caesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira–kira
sepanjang 10 cm. Kelebihan jenis sectio ini yaitu mengeluarkan janin lebih cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal. Adapun kekurangannya yaitu infeksi mudah
menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik, dan
untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan (Padila, 2015).
b. Sectio caesarea ismika atau profunda
Sectio caesarea dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (Low Servic Transversal) kira–kira 10 cm. Kelebihan sectio ini
yaitu penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang
baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum, perdarahan kurang, dan dibandingkan dengan cara
klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang/lebih kecil. Adapun kekurangan
sectio jenis ini yaitu luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteria uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang
banyak, dan keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi (Padila, 2015).
c. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Sectio Caesarea Extraperitoneal yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis (Kristiyanasari, 2012).
5. Kontara indikasi Sectio Caesarea
Kontraindikasi Sectio Caesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun
untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, sectio caesarea tidak dilakukan kecuali tidak
dalam keadaan terpaksa. sectio caesarea tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti
ini: 1) Janin sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini dokter memastikan denyut
jantung janin tidak ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin anak dan dari pemeriksaan USG
untuk memastikan keadaan janin, 2) Janin terlalu kecil untuk mampu hidup diluar
kandungan, 3) Terjadi infeksi dalam kehamilan, 4) Anak dalam keadaan cacat seperti
Hidrocefalus dan anecepalus (Cunningham, 2006).

6. Komplikasi Yang Terjadi Pada Pasca Operasi Sectio Caesarea


Komplikasi pada persalinan sectio caesarea antara lain terjadinya aspirasi, emboli
pulmonal, perdarahan, infeksi urinaria, injury pada bladder, thrombophlebitis, infeksi
pada luka operasi, komplikasi dengan efek anastesi serta terjadinya injury, masalah
respirasi pada fetal (Maryunani, 2015).

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Mengkaji identitas pasien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat.
b. Alasan Dirawat
Kaji apakah ibu merasakan keluhan pada masa nifas. Kaji adanya sakit perut,
perdarahan, dan ketakutan untuk bergerak
c. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta keadaan bayi saat ini meliputi berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut, dan lain-lain.
d. Riwayat Obstertri dan Ginokologi
Kaji riwayat menstruasi yang meliputi menarche, siklus, banyak, lama, keluhan, dan
HPHT. Kaji juga riwayat pernikahan, riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lal,
dan riwayat keluarga berencana yang meliputi akseptor KB, msalah, dan rencana KB.
e. Pola Kebutuhan Sehari-Hari
1) Bernafas
Kaji kemampuan ibu dalam bernafas secara sepontan.
2) Nutrisi
Kaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori,
protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu
makan, pola minum, jumlah, frekuensi. Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
3) Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya
infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass,
apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut
BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. Diuresis biasanya
terjadi diantara hari kedua dan kelima.
4) Aktivitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat
diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
5) Istirahat dan Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat,
penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
Insomnia mungkin teramati.
6) Personal Hygine
Yang dikaji yaitu, pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut
dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah.
7) Rasa nyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pasca
partum.
8) Rasa Aman
Peka rangsang, takut/menangis (“postpartum blues”sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan).
9) Suhu
Kaji ada tidaknya perubahan suhu badan ibu dengan rentang normal yaitu 36-
37oC.
10) Ibadah
Kaji adakah perubahan cara atau waktu ibadah ibu selama masa nifas.
11) Hubungan sosial dan komunikasi
Kaji adakah perubahan pola komunikasi ibu pada keluarga dan lingkungannya
selama fase nifas.
12) Produktivitas
Kaji adakah perubahan produktivitas ibu selama berada dalam fase nifas.
13) Rekreasi dan hiburan
Yang dikaji situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat
fresh dan relaks.
14) Kebutuhan belajar
Kaji adakah perubahan minat ibu untuk mempelajari tentang perawatan ibu dan
bayi selama masa nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah persalinan
sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah sementara
waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan
darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum.
Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, dapat menunjuk kemungkinan adanya
pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38oC
pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi
atau sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu
habis persalinan karena ibu dalam keadaan istiraha penuh. Ini terjadi utamanya
pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat,
kira-kira 110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi khususnya
bila disertai peningkatan
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada respirasi cepat
pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya ikutan dari tanda-tanda
syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa apakah konjungtiva
pucat, apakah skelera ikterus, dan lain-lain
b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran kelejar tiroid,
pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.
c) Thorak
 Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil, pruduksi kolostrums
/48 jam. Kaji ada tidaknya massa, atau pembesaran pembuluh limfe.
 Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler tunggal
 Paru: kaji pernafasa ibu
d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi,
tinggi fundus. Kaji adanya linea gravidarum, strie alba, albican.
e) Genetalia
 Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi normal.
 Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lokhea
 Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn struktur internal dan
eksternal.
 Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan produksi mukus
normal.
f) Perinium dan Anus
Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis, discharge, loss of
approximation). Dan kaji ada tidaknya hemoroid.
g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari, hangat, adanya
nyeri dan kemerahan, varises, refleks patella, dan kaji homans’ sign (nyeri saat
kaki dorsofleksi pasif).

2. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.

 Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa lemah.

 Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak

mampu mandi/berpakaian secara mandiri.

 Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi)

dibuktikan dengan fisik lemah.

 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan

dibuktikan dengan perdarahan.


3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan • Identifikasi lokasi,
Tingkat nyeri menurun. karakteristik, frekuensi,
intensitas nyeri
Kriteria Hasil : • Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri menurun (5) • Identifikasi factor penyebab nyeri
• Tampak meringis menurun • Monitor efek samping penggunaan
(5) analgetik
Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
• Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
• Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
• Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi pereda nyeri
• Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
• Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2. Resiko infeksberhubung dengan usakan Setelah lakukan tindak kat Observasi :
integritas n 1x 8 jam dih
kulit. Tingkat urun. • Monitor tanda dan gejala infeksi local
dan sistemik Terapeutik :
Kriteria Ha
: • Batasi jumlah pengunjung
han tangan me
• Berikan perawatan kulit pada area
• edema
(5) ihan badan me • Cuci tangan sebelum dan sesudah
• kontak dengan pasien dan
menurun lingkungan pasien
(5) 5)

• Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi Edukasi :

• Jelaska tanda dan gejala infeksi


• Ajarkan cuci tangan dengan benar
• Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

• Kolaborasi pemberian
antibiotok ataupun imusisasi (jika
perlu)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :
imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas • Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi

Kriteria Hasil : • Monitor lokasi dan sifat


ketidaknyamanan atau rasa sakit
• Kemudahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari selama bergerak atau beraktivitas
meningkat (5) Terapeutik :
• Kecepatan berjalan
meningkat (5) • Lakukan pengendalian nyeri
• Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
• Perasaan lemah menurun (5) • Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
• Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasif
• Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama

Edukasi :

• Jelaskan kepada pasien atau


keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama
• Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
• Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak keperawatan 1x24 jam diharapkan
mampu mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat. • Monitor tingkat kemandirian
• Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
• Kemampuan mandi
• Monitor integritas kulit pasien.
meningkat (5)

• Kemampuan Terapeutik :
mengenakan pakaian
secara mandiri meningkat • Dampingi dalam melakukan
(5) perawatan diri
• Mempertahankan • Fasilitasi kemandirian klien •
kebersihan diri Jadwalkan rutinitas perawatan diri
meningkat (5)
Edukasi :

• Anjurkan melakukan perawatan


diri secara konsisten sesuai
kemampuan
• Anjurkan ke toilet secara mandiri
5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat. • Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
Kriterian Hasil : lainnya
• Identifikasi toleransi fisik
• Nyeri menurun (5)
• Kelemahan fisik menurun (5) melakukan pergerakan Terapeutik :
• Kekuatan otot meningkat (5) • Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
• Gerakan terbatas menurun (5) alat bantu
• Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan Edukasi :

• Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
• Anjurkan mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


dengan prosedur pembedahan dibuktikan dengan keperawatan 1x24 jam diharapkan
perdarahan. Keseimbangan cairan meningkat. • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
• Monitor tekana darah
Kriteria Hasil : • Monitor jumlah dan warna urin •
• Asupan cairan meningkat (5) Monitor inteka dan output
• Kelembaban membrane cairan
mukosa meningkat (5)
• Membrane mukosa membaik Terapeutik :
(5)
• Atur waktu pemantauan sesuai
• Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
• Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan
4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping

(Nursalam: 2010)

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2010).


FORMAT PENGKAJIAN IBU POST PARTUM

NAMA MAHASISWA : MARTINI


NIM : 2132056
RUANGAN PRAKTIK : ANGGREK

A. IDENTITAS KLIEN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Umur : 25 Th
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat Rumah : Petukangan
Tanggal masuk : 17 - 12 - 2021
No. Medical record : IP 2109029293-1
Ruang rawat : Anggrek Kelas III
Diagnosa medic : Post SC + oligohidramnion
Tanggal persalinan : 17 - 12 - 2021

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. I
Umur : 33 Th
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat Rumah : Petukangan
B. DATA KESEHATAN UMUM
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama
Klien mengatakan masih sakit pada bekas operasi Gelisah, Klien
mengatakan masih sakit pada luka bekas operasi, Klien mengatakan
takut untuk bergerak, Klien tidak nyaman dengan kondisinya, Klien
meringis, Klien kesulitan membolak balik posisi, terdapat luka jahitan
di abdomen, klien tampak sesekali memegang perut jika nyeri terasa,
klien mengatakan darah yang keluar dari kemaluan tidak terlalu banyak,
sesekali aktivitas klien juga dibantu keluarganya.. P: Nyeri pada luka
operasi, Q: Rasa ditusuk – tusuk, R: Pada perut, S: Nyeri 6, T: Hilang
timbul,TD: 130/80x/i, N: 90x/i, RR: 20xi, S: 36,5⁰C, luka insisi ±
10cm, tertutup opsite.
b. Penyakit yang diderita saat ini
Klien tidak ada menderita penyakit saat ini
c. Lama keluhan
± 60 menit

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan sebelumnya pernah melakukan operasi Sectio Caesarea
saat melahirkan anak pertama tahun 2012

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan keluarga tidak ada mempunyai penyakit turunan dan
menular seperti DM, Hipertensi,Hepatitis, dll.
STATUS OBSTETRI
1. Riwayat Reproduksi
a. Riwayat menstrusi
 Menarche umur : 13 tahun
 Siklus : 28 Hari
 Lamanya : 6 Hari
 Banyaknya : 100 cc
 Konsistensi : encer
 Dismenorrhoe : tidak ada
HPHT : 25 - 3 - 2021
Taksiran Persalinan :
b. Perkawinan
 Lamanya Perkawinan : 9 Tahun
 Berapa kali kawin : 1X
2. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu : G2 P1 A0 H
38minggu

N Tgl/Thn Tempat Cara Ditolong Anak Bb Nifas Keadaan


o Pers Pers Pers Jenis Anak
Sekarang
2012 RU.OK SC DOKTER PEREMP 3300 BAIK
UAN
17 -12- RU.OK SC DOKTER PEREMP 2500 BAIK
2021 UAN

3. Data keluarga berencana


- Pernah ikut KB/Tidak, Metoda: Ya, IUD
- Rencana KB Sekarang : Ada

4. Kehamilan Sekarang
- Hamil muda : Mual, Muntah
- Hamil tua : Tidak ada merasa pusing

5. Riwayat persalinan sekarang


- Jenis persalinan : Sectio Caesarea
- Ditolong oleh : Dokter
- Jenis kelamin bayi : Perempuan
- Panjang dan berat badan : / 2500 gr
- Apgar skor : 7/8
- Lama persalinan : -
 Kala I : - jam -
menti
 Kala II : - jam -
menti
 Kala III : - jam -
menti
 Kala IV : - jam -
menti
- Berapa lama ketuban pecah :
Sebelum bayi lahir
- Keadaan air ketuban : Jernih
- Jumlah air ketuban : 250 cc
- Komplikasi persalinan : - ibu :
- bayi :

C. DATA PSIKOLOGIS
 Kehamilan sekarang : diinginkan
 Anak yang akan lahir sekarang : disusui
 Rencana lama menyusui : 2 Th
 Dukungan suami untuk menyusui : ada
 Interaksi antara ibu dan bayi serta suami : baik

D. DATA SPIRITUAL
Klien dan suami terlihat bahagia dan keluarga menerima kehadiran anggota
baru, klien bersukur atas kehadiran anggota baru yang diinginkan selama
pernikahan.

E. DATA SOSIAL EKONOMI


Klien merupakan seorang ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai
wiraswasta. Sumber kebutuhan sehari-hari hanya didapat dari hasil kerja
suaminya. Keluarga klien dapat digolongkan dalam kelompok sosial
menengah. Klien menggunakan BPJS selama perawatan di RS.

F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan darah : 110 / 80 R mmHg
- Suhu : 36.5 ⁰C
- Nadi : 90 kl/menit
- Pernafasan : 20 kl/menit
2. Kulit : Baik
3. Rambut : tidak berbau, tidak ada luka
4. Muka
- Conjungtiva : tidak ada anemis
- Sklera : tidak licterik
- Mulut : bersih, lidah bersih, mukosa lembab
- Gigi : gigi utuh
- Bibir : mukosa lembab
5. Leher : tidak ada
6. Buah dada/Mammae
- Simetris/tidak : simetris kiri dan kanan
- Areola mamae : hiperpikmentasi
- Puting susu : menonjol
- ASI : ada
- Pembengkakan : tidak ada
7. Abdomen

I: Ada luka bekas Sectio Caesarea sepanjang kurang lebih 10 cm,

luka basah

A: Bising usus normal

P: Terdapat nyeri tekan pada luka post op Sectio Caesarea

P: Tympani

Fundus Uteri

Tinggi : Dua jari dibawah pusat

Posisi : Tengah

Kontraksi : Baik

8. Paru-paru

I : Simetris kiri dan kanan, ictus cordis tidak teraba

P: Tidak ada nyeri tekan

P: Sonor di kedua lapang paru

A: Suara nafas vesikuler

9. Jantung

I:Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran jantung

P: Tidak ada nyeri tekan

P: Redup

A: Suara iarama jantung teratur

10. Genitalia
- Kebersihan : bersih
- Perineum : -utuh
-tipe episiotomi : tidak ada
-keadaan luka episiotomi : basah
tapi bersih tidak ada
-keadaan heachting episiotomi :
pus tidak ada
Jelaskan tanda-tanda REEDA !
R=kemerahan : tidak
E=bengkak : tidak
E=echimosis : tidak
D=discharge : tidak ada
A=approximate : tidak
- Lochea : -Rubra :
-jumlah : 260 cc
-warna : merah
-konsistensi : berbongkah
-bau : amis
- Haemorhoid : tidak
- Varises : tidak

11. Eliminasi
- BAK : ada
- BAB : tidak
Kalau tidak sejak kapan ? sejak pasien post
operasi

12. Extremitas
- Reflek patella : positif (+)
- Edema : tidak ada
- Varises : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

G. Istirahat dan Kenyamanan


 Pola tidur : kebiasaan tidur, + 8 jam, frekuensi : teratur
Pola tidur saat ini : ± 5 jam
 Keluhan ketidaknyamanan : tidak
H. Mobilisasi dan latihan :
 Tingkat mobilisasi : dibantu sebagian
 Latihan / senam : mobilisasi dini seperti miring kiri dan kanan

I. Nutrisi dan Cairan


 Asupan nutrisi : MB nafsu makan : baik
 Asupan cairan : cukup 7-8 gelas / hari

DAFTAR MENU 24 JAM


Waktu Jenis makanan Jumlah
Pagi Nasi + lauk + sayur 1 porsi
Siang Nasi + lauk + sayur 1 porsi
Malam Nasi + lauk + sayur 1 porsi

J. Keadaan Mental
 Adaptasi psikologis : pasien mampu beradaptasi
 Penerimaan terhadap kelahiran bayi : pasien tenang terhadap
kelahiran bayi

K. Kemampuan menyusui
Menyusui dengan baik

L. DATA PENUNJANG
1. Data laboratorium
Darah : - Hb : 12 gr%
- Leuco : 9800 mm3
- Gol. Darah :O
- Anti gen : Negatif
Pemeriksaa diagnostic
- Pemeriksaan USG :
- Pemeriksaan radiologi : Ro thorax
2. Program Terapi Dokter
- Obat oral :
- AS. Mefenamat 3X1
- Vit C 3X1
- Obat parenteral : RL + tramadol 20tpm
- RL + oxymetergin
- Injeksi : Ceftriaxon 1x2gr
- Diet : MB
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DS : Nyeri akut Agen cedera fisik
 Klien mengeluh nyeri pada luka
post op Sectio Caesarea
 Klien mengatakan nyeri muncul
ketika bergerak
 Klien mengatakan luka jahitan
post operasi sangat dirasakan saat
berjalan
 Klien mengeluh perut terasa
kembung
 Klien sesekali memengangi luka
post op Sectio Caesarea
menggunakan tangannya

DO :
 Skala nyeri klien 6
 Sesekali klien tampak meringis
 Klien tampak berhati-hati bila
bergerak
 Tampak luka post-op di bagian
bawah abdomen kurang lebih 10 cm
yang masih ditutup verban
 TD : 110/80 mmHg
 Suhu : 36,5 ◦c

2. DS : Resiko infeksi Kerusakan


 -Klien mengatakan perban luka integritas kalit
berdarah
 Klien mengatakan nyeri muncul
ketika bergerak
 Klien tampak sesekali memengangi
luka post op Sectio caesarea
menggunakan tangannya
 Verban luka post op Sactio
Caesarea tampak kotor karen bekas
darah
 Luka tampak bersih dan mulai
kering
 Tampak luka post op Sectio
Caesarea mulai kering
 Tampak luka post-op di bagian
bawah abdomen kurang lebih 10 cm
yang masih ditutup verban
 TD : 110/80 mmHg
 Suhu : 36,5 ◦c
 Nadi : 90 x/i
 Pernafasan : 20 x/i
 Leukosit : 9.800 (10`3/ul)

3. DS : Intoleransi aktivitas Imobilitas


• Klien mengatakan merasa lemah
• Klien mengatakan aktivitasnya
terkadang masih dibantu keluarga
• Klien mengatakan masih belum
bias berjalan terlalu jauh sendiri
• Klien mengatakan masih belum
bisa beraktivitan seperti biasa
DO :
• Klien tampak masih mencoba
berlatih berjalan
• Tampak luka post op Sactio
Caesarea di bagian bawah
abdomen kurang lebih 10 cm
• Klien tampak lesu
• Tampak Sesekali aktivitas klien
tampak di bantu keluarganya
• TD : 110/80 mmHg
• Suhu : 36,5 ◦c
• Nadi : 90 x/i
• Pernafasan : 20 x/i
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak


meringis.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan

klien merasa lemah.


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan (SLKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis DS : keperawatan 2x24 jam diharapkan • Identifikasi lokasi, karakteristik,
• Klien mengeluh nyeri pada luka post op Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
Sectio Caesarea • Identifikasi skala nyeri
• Klien mengatakan nyeri muncul ketika Kriteria Hasil : • Identifikasi factor penyebab nyeri
bergerak • Keluhan nyeri menurun • Monitor efek samping penggunaan
• Klien mengatakan luka jahitan post • Tampak meringis menurun analgetik
operasi sangat dirasakan saat berjalan Sikap protektif menurun Terapeutik :
• Klien mengeluh perut terasa kembung • Berikan teknik nonfarmakologis
DO : (tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
• Skala nyeri klien
• Kontrok lingkungan yang
• Sesekali klien tampak meringis
memperberat rasa nyeri (suhu,
• Klien tampak berhati-hati bila bergerak pencahayaan, kebisingan)
• Tampak luka post-op di bagian bawah • Fasilitas istirahat dan tidur
abdomen kurang lebih 10 cm yang masih
Edukasi :
ditutup verban
• Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
• TD : 110/80 mmHg • Jelaskan strategi pereda nyeri
• Suhu : 36,5 ◦c • Anjurkan monitor nyeri
• Nadi : 90 x/i secara mandiri
• Pernafasan : 20 x/i • Anjurkan teknik nonfarkamkologis
Skala nyeri 6 untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindak Observasi :
integritas kulit. keperawatan 2x24 jam
DS : diharapkan Tingkat infek • Monitor tanda dan gejala infeksi
• Klien mengatakan perban luka berdarah menurun. lokal dan sistemik
• Klien mengatakan nyeri muncul ketika
Kriteria Hasil : Terapeutik :
bergerak
• Klien tampak sesekali memengangi luka • Kebersihan tangan me • Batasi jumlah pengunjung
post op Sectio Caesarea menggunakan (5)
tangannya • Berikan perawatan kulit pada area
• Kebersihan badan me edema
DO : (5) • Cuci tangan sebelum dan sesudah
• Verban luka post op Sactio Caesarea • Nyeri menurun (5) kontak dengan pasien dan
tampak kotor karena bekas darah
lingkungan pasien
• Tampak luka post op Sectio Caesarea
mulai kering • Pertahankan teknik aseptik pada
• Skala nyeri 6 pasein beresiko tinggi
• Tampak luka post-op di bagian bawah
Edukasi :
abdomen kurang lebih 10 cm yang masih
ditutup verban • Jelaska tanda dan gejala infeksi
• TD : 110/80 mmHg • Ajarkan cuci tangan dengan benar
• Suhu : 36,5 ◦c • Anjurkan meningkatkan asupan
• Nadi : 90 x/i nutrisi
• Pernafasan : 20 x/i • Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

• Kolaborasi pemberian antibiotok


ataupun imusisasi (jika perlu)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :


imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas • Identifikasi keterbatasan fungsi dan
DS : meningkat. gerak sendi
• Klien mengatakan merasa lemah Kriteria Hasil : • Monitor lokasi dan sifat
• Klien mengatakan aktivitasnya terkadang ketidaknyamanan atau rasa sakit
masih dibantu keluarga • Kemudahandalam melakukan selama bergerak atau beraktivitas
• Klien mengatakan masih belum bias aktivitas seharihari meningkat
berjalan terlalu jauh sendiri (5) Terapeutik :
• Klien mengatakan masih belum bisa • Kecepatan berjalan
meningkat (5) • Lakukan pengendalian nyeri
beraktivitan seperti biasa
Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
• Perasaan lemah menurun • Berikan posisi tubuh optimal untuk
DO :
(5) gerakan sendi pasif atau aktif
• Klien tampak masih mencoba berlatih
• Fasilitasi menyusun jadwal latihan
berjalan rentang gerak aktif atau pasif
• Tampak luka post op Sactio Caesarea di • Berikan penguatan positif untuk
bagian bawah abdomen kurang lebih
10 cm melakukan latihan bersama
• Klien tampak lesu Edukasi :
• Tampak Sesekali aktivitas klien tampak
di bantu keluarganya • Jelaskan kepada pasien atau keluarga
• TD : 110/80 mmHg tujuan dan rencanakan latihan
• Suhu : 36,5 ◦c bersama
• Nadi : 90 x/i • Anjurkan pasien duduk ditempat
• Pernafasan : 20 x/i tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
• Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
Implementasi Keperawatan

TANGGAL PKL IMPLEMENTASI PARAF

18/12/2021 07:00  Menerima operan pasien dari dinas Malam

 Mengobservasi keadaan umum pasien, Mengidentifikasi lokasi,


08:00 karakteristik, frekuensi, intensitas nyeri,dan skala nyeri

 Melakukan pemeriksaan tanda tanda vital


09:00 TD: 110/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 90 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 6
 Memberikan/Mengajarkan teknik nonfarmakologis (tarik nafas
dalam, kompre hangat atau dingin)
11:00
 Kolaborasi dalam pemberian terapi RL + tramadol 20tpm
 Mengajurkan pasien untuk banyak istirahat
12:00  Memberikan therapy oral AS. Mefenamat 3X1
14:00
 Melakukan operan dengan sif sore
19/12/2021 07:00  Menerima Operan dengan dinas Malam

 Mengobservasi keadaan umum pasien,Memonitor tanda dan


08:30 gejala infeksi lokal dan sistemik

 Mengukur TTV
09:00 TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 84 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 3

11:05  Memberikan injeksi Ceftriaxon 2gr


 Menjelaskan tanda dan gejala Infeksi,Mengajarkan cuci tangan
dengan benar,menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi

 Memberikan therapy oral AS. Mefenamat 3X1


12:00
 Menjelaskan strategi pereda nyeri

14:00
 Melakukan operan dengan sif sore
20/12/2021 07:00  Menerima Operan dengan dinas Malam

 Mengukur TTV
08:00 TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 80 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 2

 Memonitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau rasa sakit


09:00 selama bergerak atau beraktivitas
 Menjelaskan kepada pasien atau keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama

10:30
 Menganjurkan pasien duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur
(menjuntai) atau di kursi

 Menganjurkan melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif


secara sistematis
11:00
 Memberikan injeksi Ceftriaxon 2gr
12:00
 Memberikan therapy oral AS. Mefenamat 3X1

14:00
 Melakukan operan dengan sif sore
EVALUASI

TANGGAL DX EVALUASI NAMA

18/12/2021 I S : Klien mengatakan nyeri pada luka post op Sectio Caesarea

O : Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis

• Sesekali klien tampak meringis

• Klien tampak berhati-hati bila bergerak

• Tampak luka post-op di bagian bawah abdomen kurang lebih 10 cm


yang masih ditutup verban
• TD : 110/80 mmHg

• Suhu : 36,5 ◦c

• Nadi : 90 x/i

• Pernafasan : 20 x/i

• Skala nyeri 6

A : Masalah Nyeri belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
 Identifikasi lokasi,karakteristik, frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi factor penyebab nyeri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
II S : Klien tampak sesekali memengangi luka post op Sectio Caesarea
menggunakan tangannya

O:
 Tampak luka post-op di bagian bawah abdomen kurang lebih 10
cm yang masih ditutup verban
 TD : 110/80 mmHg

 Suhu : 36,5 ◦c

 Nadi : 90 x/i

 Pernafasan : 20 x/i

A : Resiko infeksi belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasein
 Jelaska tanda dan gejala infeksi

 Ajarkan cuci tangan dengan benar


 Kolaborasi pemberian antibiotik

III S : Klien mengatakan aktivitasnya terkadang masih dibantu keluarga,Klien


mengatakan masih belum bias
berjalan terlalu jauh sendiri.

O : Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis


Klien tampak masih mencoba berlatih
berjalan
 Tampak luka post op Sactio Caesarea di bagian bawah abdomen
kurang lebih 10 cm
 Klien tampak lesu
 Tampak Sesekali aktivitas klien tampak di bantu keluarganya
 TD : 110/80 mmHg
 Suhu : 36,5 ◦c
 Nadi : 80 x/i
 Pernafasan : 20 x/i
A : Masalah Intoleransi aktivitas belum teratasi.

P : Lanjutkan Intervensi

 Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau rasa sakit selama


bergerak atau beraktivitas
 Lakukan pengendalian nyeri sebelum memulai latihan
 Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi pasif atau aktif
 Berikan penguatan positif untuk melakukan latihan bersama
 Jelaskan kepada pasien atau keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur
(menjuntai) atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif secara
sistematis
19/12/2021 I S : Klien mengatakan nyeri pada luka post op Sectio Caesarea sudah
berkurang

O : Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis


 TTV
TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 84 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 3
 Tampak luka post-op di bagian bawah abdomen kurang lebih 10
cm yang masih ditutup verban

A : Masalah Nyeri teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

 Identifikasi lokasi,karakteristik, frekuensi, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi factor penyebab nyeri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
II S: Klien mengatakan perban luka berdarah

O: Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis


 TTV
TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 84 x/i,RR: 20 x/i
 Verban luka post op Sactio Caesarea tampak kotor karena bekas
darah
 Luka tampak bersih dan mulai kering

A : Resiko infeksi belum teratasi


.
P : Lanjutkan Intervensi
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasein

 Ajarkan cuci tangan dengan benar


III S : Klien mengatakan sudah mulai bias berjalan dan beraktivitas
sendiri
O : Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis
 Klien tampak mulai berlatih jalan dan beraktivitas sendiri
 TTV
TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 84 x/i,RR: 20 x/i
A : Masalah Intoleransi aktivitas teratasi.

P : Intervensi dihentikan

20/12/2021 I S : Klien mengatakan nyeri pada luka post op Sectio Caesarea sudah
berkurang

O : Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis


 TTV
TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 80 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 2

 Tampak luka post-op di bagian bawah abdomen kurang lebih 10


cm yang masih ditutup verban

A : Nyeri teratasi
P : Intervensi dihentikan

II S: Klien mengatakan verban bekas luka post operasi sectio caesarea


sudah bersih

O: Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis


 TTV
TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 80 x/i,RR: 20 x/i.
 Luka post operasi sectio caesarea di bersihkan dengan NaCL 0.9 %
 Luka tampak bersih dan mulai kering

A : Resiko infeksi teratasi


.
P : Intervensi dihentikan
Pasien dipulangkan
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,. 2009. Buku Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika


Press

Bambang Widjanarko, 2010. Buku Sistem Reproduksi Wanita. EGC : Jakarta

Cunningham, 2006. Penatalaksanaan Post SC

Depkes, 2010. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta

Doengoes, M E, 2000. Rencana Askep Pedoman untuk Perencanaan Perawatan


Pasien. Jakarta : EGC

Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ).

Jakarta http://Putramadja. Blogspot. Co.id /2013/11/ Makalah-Bonding-

attachment.

Hutabalian, 2011. Buku Sectio Caesarea. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Hadijono, 2008:356. Ibu Post Partum. Jakarta : EGC

Ilmu Kebidanan, 2007. Buku Masa Nifas. Jakarta

Karina, 2015. Buku Ibu Post Partum. Jogjakarta : Mitra Cendika Press

Manuba Ida, Sarwono, 2002-2009. Buku Sistem Organ Reproduksi pada Post
Partum. Jakarta

Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta

Mansjoer, Arif. Dkk, 2000-2008. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam, 2008. Sypnosis Obsteti. Jakarta;EGC

Prawirohardjo, Sarwono, 2002-2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta:P.T Bina Pustaka

Saifuddin, 2002. Buku Maternitas Dasar. Jakarta:EGC

Verney, 2009.Buku Ajar Kebidanan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai