A. Latar Belakang
Sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan cara proses pembedahan
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam waktu sekitar kurang lebih enam
minggu organ-organ reproduksi akan kembali pada keadaan tidak hamil dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh ( karena pada sectio caesarea uterus akan diinsisi) dan berat janin diatas
500 gram (Maryunani, 2015).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Pembedahan menjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang
cedera akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Disamping
itu, perhatian kualitas kehidupan danpengembangan intelektual pada bayi telah memperluas
indikasi sectio caesarea(Padila, 2015).
Sectio Caesarea (SC) terus meningkat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara
berpenghasilan menengah dan tinggi, serta telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama dan kontroversial (Torloni, et al, 2014). Menurut Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun yang dikutip oleh Bijalmiah (2018), bahwa Sectio caesarea (SC) terus
meningkat di seluruh dunia, khususnya di negara- negara berpenghasilan menengah dan
tinggi diantaranya adalah Australia (32%), Brazil (54%), dan Colombia (43%). Angka
kejadian SC di Indonesia tahun 2013 sampai dengan 2018 rata-rata sebesar 7 % dari jumlah
semua kelahiran, sedangkan pada pada tahun 2006 sampai dengan 2012 rata-rata kejadian SC
meningkat menjadi sebesar 12%. (Bijalmiah, 2019).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan tingkat persalinan
SC di Indonesia Pada tahun 2013-2018 sebesar 1015% per 1000 kelahiran, sementara itu di
rumah sakit pemerintah rata-rata 11% dan di rumah sakit swasta lebih dari 30% (Pandya,
2019). Hasil Riskesdas 2018 menyatakan proporsi persalinan SC sebesar 9,8% dari total
49.603 kelahiran sepanjang tahun 2013 sampai 2018. Proporsi persalinan SC tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta, sementara terendah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Data proporsi
persalinan SC di Provinsi Riau sebesar 9,6%.
Adapun indikasi yang dilakukan sectio caesarea pada ibu adalah disproporsi cepalo
pelvic, plasenta previa, tumor jalan lahir, hidrocepalus, kehamilan gemely, malpresentasi,
letak lintang. Postmatur dengan oligohidramnion juga merupakan indikasi dilakukan sectio
caesarea. Namun demikian sectio caesarea bukan tanpa adanya resiko, komplikasinya pun
juga ada antara lain : perdarahan, infeksi (sepsis), dan cidera sekeliling struktur. (Yuliawati,
2007)
Oligohidramnion yaitu volume air ketuban yang dapat turun di bawah batas normal
dan kadang kadang menyusut hingga beberapa ml cairan kental. Kebocoran kronik suatu
defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan amnion dalam jumlah yang
bermakna, dan seringkali untuk kemudian segera dilakukan persalinan dengan sectio
caesarea. Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk, karena 80 kehamilan semacam
itu dan hanya janin janin yang selamat. (Cuningham, 2005)
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm adalah distress janin
intrapartum yang merupakan konsekuensi dari penekanan tali pusat yang berkaitan dengan
oligohidramnion. Distress janin semacam ini biasanya bermanifestasi deselerasi denyut
jantung janin yang memanjang dan bervariasi. Penyebab lain peningkatan resiko bagi janin
yang lahir pada 42 minggu hambatan pertumbuhan janin dan lahir mati. Bahaya pada janin
lebih sering terjadi pada kehamilan postterm yang mengalami penyulit oligohidramnion.
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa janin dengan oligohidramnion beresiko, namun standar
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis oligohidramnion masih belum disepakati. Kriteria
yang diajukan antara lain adalah ukuran (dengan ultrasonografi) kantong vertikal terbesar
kurang dari 1 atau 2 cm, indeks cairan amnion (aminiotic fluid index, AFI) empat kuadrat
kurang dari 5 atau 6 cm atau AFI kurang dari persentil ke-5. Disarankan gambaran cairan
amnion yang normal jangan sampai menimbulkan rasa aman semu bahwa janin sejahtera
karena volume cairan amnion dapat berkurang mendadak.
Berdasarkan hasil pengkajian selama di ruang Anggrek RS Aminah kota Tangerang yang
tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien yang Post
Sectio caesarea dengan indikasi oligohidramnion menjalani rawat inap di ruang Anggrek RS
komplikasi dan penatalaksanaan medis dan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada pasien sectio caesarea di ruang
Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a) Dapat melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea
b) Dapat menganalisa dan merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan
Tangerang.
c) Dapat merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea
d) Dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea
e) Dapat Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan Sectio caesarea indikasi
2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa
keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan
obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis (Khumaira, 2012).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah secara bermakna
dibandingan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion
adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan
50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal
kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih
atau uretra akan menurunkan keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti,
2010). Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang kurang
baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk, 2011)
3. Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidram-nion.
Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin
dapat juga menyebabkan oligohidram-nion. Janin yang menelan cairan amnion, yang
terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat
obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling
sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan
kromosom. Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia
janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme redistribusi
darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi
urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010).
4. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007) Komplikasi oligohidramnion dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
a) Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b) Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan
dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.
2) Komplikasi terhadap janinya
a) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat janinnya:
(1) Deformitas janin adalah:
(a) Leher terlalu menekuk-miring
(b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
(c) Deformitas ekstermitas
(d) Talipes kaki terpelintir keluar
(2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal distress
(3)Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus dengan
dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban
(a) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi
kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia sampai
atelektase paru
(b) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan kematian janin
intrauterin
b) Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya hubungan
langsung antara membran dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ektermitas terputus oleh
karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.
5. Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop. Indikasi amnioskopi adalah:
a. Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
b. Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
c. Bad Obstetrics History
d. Terdapat kemungkinan IUGR
e. Kelainan ginjal
f. Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
a. Kekeruhan air ketuban
b. Pewarnaan dengan mekonium
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
a. Terjadi persalinan prematur
b. Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
c. Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
d. Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi yang dapat
menentukan:
a. Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
b. AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
c. AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion
d. (Manuaba, dkk, 2007)
6. Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan tampak lebih
kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak, sering
berakhir dengan partus prematurus, bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan
kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih lama biasanya, sewaktu ada his akan
sakit sekali, bila ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar dan dari hasil USG jumlah air ketuban kurang dari 500 ml (Rukiyah dan Yulianti,
2010).
7. Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi
kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa
terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi
pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi
tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (Sistem otot)
(Khumaira, 2012:). Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang
dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga
kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
a. Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-paru
terhambat
b. Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
c. Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru (Khumaira, 2012).
8. Diagnosa banding
Menurut Sastrawinata dkk, (2005) diagnosa pada ibu yang mengalami
oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya
9. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik.
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh
karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012). Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010)
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
Pathway Oligohidramnion
3. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002
Panggul sempit Sectio caesaria
Distensi kandung
Penurunan medula Penurunan kerja Jaringan terputus Jaringan terbuka kemih
oblongata pons
Involusi
Masa krisis Tuntutan anggota baru
Ejeksi ASI
Kurang O2
Defisiensi pengetahuan
Ketidakefektifan pemberian ASI
4. Teknik-teknik Sectio Caesarea
a. Sectio caesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira–kira
sepanjang 10 cm. Kelebihan jenis sectio ini yaitu mengeluarkan janin lebih cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal. Adapun kekurangannya yaitu infeksi mudah
menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik, dan
untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan (Padila, 2015).
b. Sectio caesarea ismika atau profunda
Sectio caesarea dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (Low Servic Transversal) kira–kira 10 cm. Kelebihan sectio ini
yaitu penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang
baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum, perdarahan kurang, dan dibandingkan dengan cara
klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang/lebih kecil. Adapun kekurangan
sectio jenis ini yaitu luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteria uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang
banyak, dan keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi (Padila, 2015).
c. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Sectio Caesarea Extraperitoneal yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis (Kristiyanasari, 2012).
5. Kontara indikasi Sectio Caesarea
Kontraindikasi Sectio Caesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun
untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, sectio caesarea tidak dilakukan kecuali tidak
dalam keadaan terpaksa. sectio caesarea tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti
ini: 1) Janin sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini dokter memastikan denyut
jantung janin tidak ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin anak dan dari pemeriksaan USG
untuk memastikan keadaan janin, 2) Janin terlalu kecil untuk mampu hidup diluar
kandungan, 3) Terjadi infeksi dalam kehamilan, 4) Anak dalam keadaan cacat seperti
Hidrocefalus dan anecepalus (Cunningham, 2006).
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.
Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan • Identifikasi lokasi,
Tingkat nyeri menurun. karakteristik, frekuensi,
intensitas nyeri
Kriteria Hasil : • Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri menurun (5) • Identifikasi factor penyebab nyeri
• Tampak meringis menurun • Monitor efek samping penggunaan
(5) analgetik
Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
• Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
• Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
• Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi pereda nyeri
• Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
• Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2. Resiko infeksberhubung dengan usakan Setelah lakukan tindak kat Observasi :
integritas n 1x 8 jam dih
kulit. Tingkat urun. • Monitor tanda dan gejala infeksi local
dan sistemik Terapeutik :
Kriteria Ha
: • Batasi jumlah pengunjung
han tangan me
• Berikan perawatan kulit pada area
• edema
(5) ihan badan me • Cuci tangan sebelum dan sesudah
• kontak dengan pasien dan
menurun lingkungan pasien
(5) 5)
•
• Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi Edukasi :
• Kolaborasi pemberian
antibiotok ataupun imusisasi (jika
perlu)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :
imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas • Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi
Edukasi :
• Kemampuan Terapeutik :
mengenakan pakaian
secara mandiri meningkat • Dampingi dalam melakukan
(5) perawatan diri
• Mempertahankan • Fasilitasi kemandirian klien •
kebersihan diri Jadwalkan rutinitas perawatan diri
meningkat (5)
Edukasi :
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan
4. Implementasi
mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
(Nursalam: 2010)
5. Evaluasi
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
A. IDENTITAS KLIEN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Umur : 25 Th
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat Rumah : Petukangan
Tanggal masuk : 17 - 12 - 2021
No. Medical record : IP 2109029293-1
Ruang rawat : Anggrek Kelas III
Diagnosa medic : Post SC + oligohidramnion
Tanggal persalinan : 17 - 12 - 2021
4. Kehamilan Sekarang
- Hamil muda : Mual, Muntah
- Hamil tua : Tidak ada merasa pusing
C. DATA PSIKOLOGIS
Kehamilan sekarang : diinginkan
Anak yang akan lahir sekarang : disusui
Rencana lama menyusui : 2 Th
Dukungan suami untuk menyusui : ada
Interaksi antara ibu dan bayi serta suami : baik
D. DATA SPIRITUAL
Klien dan suami terlihat bahagia dan keluarga menerima kehadiran anggota
baru, klien bersukur atas kehadiran anggota baru yang diinginkan selama
pernikahan.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan darah : 110 / 80 R mmHg
- Suhu : 36.5 ⁰C
- Nadi : 90 kl/menit
- Pernafasan : 20 kl/menit
2. Kulit : Baik
3. Rambut : tidak berbau, tidak ada luka
4. Muka
- Conjungtiva : tidak ada anemis
- Sklera : tidak licterik
- Mulut : bersih, lidah bersih, mukosa lembab
- Gigi : gigi utuh
- Bibir : mukosa lembab
5. Leher : tidak ada
6. Buah dada/Mammae
- Simetris/tidak : simetris kiri dan kanan
- Areola mamae : hiperpikmentasi
- Puting susu : menonjol
- ASI : ada
- Pembengkakan : tidak ada
7. Abdomen
luka basah
P: Tympani
Fundus Uteri
Posisi : Tengah
Kontraksi : Baik
8. Paru-paru
9. Jantung
P: Redup
10. Genitalia
- Kebersihan : bersih
- Perineum : -utuh
-tipe episiotomi : tidak ada
-keadaan luka episiotomi : basah
tapi bersih tidak ada
-keadaan heachting episiotomi :
pus tidak ada
Jelaskan tanda-tanda REEDA !
R=kemerahan : tidak
E=bengkak : tidak
E=echimosis : tidak
D=discharge : tidak ada
A=approximate : tidak
- Lochea : -Rubra :
-jumlah : 260 cc
-warna : merah
-konsistensi : berbongkah
-bau : amis
- Haemorhoid : tidak
- Varises : tidak
11. Eliminasi
- BAK : ada
- BAB : tidak
Kalau tidak sejak kapan ? sejak pasien post
operasi
12. Extremitas
- Reflek patella : positif (+)
- Edema : tidak ada
- Varises : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
J. Keadaan Mental
Adaptasi psikologis : pasien mampu beradaptasi
Penerimaan terhadap kelahiran bayi : pasien tenang terhadap
kelahiran bayi
K. Kemampuan menyusui
Menyusui dengan baik
L. DATA PENUNJANG
1. Data laboratorium
Darah : - Hb : 12 gr%
- Leuco : 9800 mm3
- Gol. Darah :O
- Anti gen : Negatif
Pemeriksaa diagnostic
- Pemeriksaan USG :
- Pemeriksaan radiologi : Ro thorax
2. Program Terapi Dokter
- Obat oral :
- AS. Mefenamat 3X1
- Vit C 3X1
- Obat parenteral : RL + tramadol 20tpm
- RL + oxymetergin
- Injeksi : Ceftriaxon 1x2gr
- Diet : MB
ANALISA DATA
DO :
Skala nyeri klien 6
Sesekali klien tampak meringis
Klien tampak berhati-hati bila
bergerak
Tampak luka post-op di bagian
bawah abdomen kurang lebih 10 cm
yang masih ditutup verban
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,5 ◦c
Mengukur TTV
09:00 TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 84 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 3
14:00
Melakukan operan dengan sif sore
20/12/2021 07:00 Menerima Operan dengan dinas Malam
Mengukur TTV
08:00 TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 ◦c,
Nadi: 80 x/i,RR: 20 x/i, skala nyeri: 2
10:30
Menganjurkan pasien duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur
(menjuntai) atau di kursi
14:00
Melakukan operan dengan sif sore
EVALUASI
• Suhu : 36,5 ◦c
• Nadi : 90 x/i
• Pernafasan : 20 x/i
• Skala nyeri 6
O:
Tampak luka post-op di bagian bawah abdomen kurang lebih 10
cm yang masih ditutup verban
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,5 ◦c
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 20 x/i
P : Intervensi dilanjutkan
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasein
Jelaska tanda dan gejala infeksi
P : Lanjutkan Intervensi
P : Lanjutkan Intervensi
P : Intervensi dihentikan
20/12/2021 I S : Klien mengatakan nyeri pada luka post op Sectio Caesarea sudah
berkurang
A : Nyeri teratasi
P : Intervensi dihentikan
attachment.
Karina, 2015. Buku Ibu Post Partum. Jogjakarta : Mitra Cendika Press
Manuba Ida, Sarwono, 2002-2009. Buku Sistem Organ Reproduksi pada Post
Partum. Jakarta
Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta
Mansjoer, Arif. Dkk, 2000-2008. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC