Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator kesehatan umum dan
kesejahteraan masyarakat. Persalinan adalah proses membuka dan menutupnya servik
uteri disertai turunnya janin dan plasenta ke dalam jalan lahir sampai keluar secara
lengkap (berikut selaput-selaputnya). (Wagiyo, Putrono, 2016).
Persalinan dapat berlangsung secara fisiologis dan patologis. Salah satu dari
persalinan paotologis yaitu sectio caesarea. Operasi Sectio Caesaria merupakan tindakan
melahirkan janin yang sudah mampu hidup beserta plasenta dan selaput ketuban secara
transabdominal melalui insisi uterus. Di Indonesia, persentase Sectio Caesarea cukup
besar. Di rumah sakit pemerintah pada tahun 2008 rata-rata persalinan dengan Sectio
Caesarea sebesar 11%, sementara di Rumah Sakit Swasta bisa lebih dari 30%. Dan
tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35,7% - 55,3% ibu melahirkan dengan
proses sectio caesarea (Cahyono, 2014).
Suatu proses pembedahan setelah operasi atau post operasi akan menimbulkan
respon nyeri. Nyeri yang dirasakan ibu post partum dengan sectio caesarea berasal dari
luka yang terdapat dari perut. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada
fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Yuliana dkk,
2015).
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat idiviual yang tidak dapat
dibagi kepada orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur
aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut (Berman & Kozier 2009). Stimulus
nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental, sedangkan kerusakan
dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego individu (Yuliana dkk, 2015).
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non
farmakologis, semua intervensi akan berhasil jika dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih
parah dan keberhasilan sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan
(Suzanne & Soliigter, 2010).
Berdasarkan uraian diatas kelompok tertarik untuk menyusun laporan kasus
mengenai sectio caesarea dengan fokus studi nyeri akut dengan judul “Asuhan
Keperawatan Post Sectio Caesarea dengan Fokus Studi Nyeri Akut”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan ibu post sectio caesarea dengan masalah nyeri akut?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Tujuan umum penulisan ASKEP ini adalah memberikan gambaran pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien post sectio caesarea.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan askep ini adalah untuk:
1) Memahami definisi, epidemologi, penyebab dan tanda gejala yang muncul
pada pasien dengan post section caesarea
2) Memahami patofisiologi, pemeriksaan, komplikasi, dan penatalaksanaan
pasien dengan post section caesarea
3) Merumuskan diagnose keperawatan, pada askep post cestio caesarea
menggunakan pendekatan SDKI
4) Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep post section caesarea
dengan menggunakan pendekatan SLKI
5) Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep post section caesarea
dengan menggunakan pendekatan SIKI
6) Melaksanakan evaluasi keperawatan pada askep post section caesarea
7) Melakukan edukasi pasien dan keluarga pada askep post section caesarea.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Manfaat bagi kelompok
Kelompok dapat mempraktekkan langsung asuhan keperawatan pada klien dengan
post sectio caesarea
2. Manfaat bagi klien dan keluarga
Klien bisa mendapatkan asuhan keperawatan dan keluarga dapat mengetahui tentang
post sectio caesarea yang di derita dan mengetahui cara perawatan dengan benar di
RS dan secara mandiri di rumah.
3. Manfaat bagi masyarakat
Membudayakan perawatan secara preventif dan promotif agar klien mandiri dalam
beradaptasi akan kebutuhan masa nifas melalui pengelolaan keperawatan dengan cara
tindakan edukasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam
Maryunani, 2014).
Sectio caesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan
abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam Maryunani, 2014).
Sectio Caesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan
dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan
bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014)
Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram. (Prawirohardjo, 2010)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea adalah
suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

2. Klasifikasi
Klasifikasi section caesarea menurut(Hary Oxorn dan William R, forte,2010)
1) Segmen bawah : inisis melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman
sekalipun di kerjakam kemudian pada saat persalinan dan sekalipun di kerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi , maka
insis melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstetric
2) Segmen bawah: insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi
melintang , insisi memujur di buat dengan scalpel dan di lebarkan dengan
gunting tumpul untuk menghindari cederah pada bayi
3) Section caesarea klasik
Insisi longitudinal di garis tengah di buat dengan scalpel di dalam dinding
anterior uterus dan di lebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting yang
beujung tumpul .di perlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering di
lahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta di keluarkan dan uterus di
tutup dengan jahitan 3 lapis . pada massa modern ini hamper tidak di
pertimbangkan lagi mengerjakan sectio caesarea klasik.satusatunya indikasi
untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam menyikapkam
segmen bawah
4) Sectio caesarea extraperitoneal
Pemedahan extraperitoneal di kerjakan untuk menghindari perlunya
histeretomi pada kasus kasus yang mengalami ineksi luas dengan mencegah
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada eberapa metode section
caesarea extraperitoneal, seperti metode waters, latzko dan Norton, T. teknik
pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaa masuk ke dalam
fakum peritoneal dan isidensi cederah fesika urinaria meningkat. Metode ini
tidak boleh di uang tetapi tetap di simpan seagai cadangan kasu kasus tertentu.
Histerektomi caesarea pembedahan ini merupakan section caesarea yang di
lanjutkan dengan pengeluaran uterus. Jika mugkin histerektomi harus di kerjakan
lengkap(histeretomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih muda dan
dapat di kerjakan leih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi prosedur pilihan
jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika paien dalam keadaan
jelek akiat sea seba lain. Pada kasus kasus semacam ini lanjutan pemedahan adalah
menyelesaikannya secepat mungkin.

3. Etiologi
Menurut amin da hardi 2015 operasi section caesarea di lakukan atas indikasi
sebagai berikut :
1) Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, cafalo pelvict
diskproportion(disproporsi janin atau panggu), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, ketidak seimbangan ukuran kepala bayi dan panggul iu,
keracunan kehamilan yang para komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia dan
elamsia berat, atas permintaan, kehamilan yang di sertai penyakit(jantung, DM,)
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,mioma uteri dan sebagainya).
2) Indikasi yang berasal dari janinvetal distress atau gawat janin, mallpresentasi dan
mall posisi kedudukan janin seperti bayi yang terlalu esar( giant baby),kelainan
otak bayi seperti sungsang dan lintang, kelaina tali pusat dengan pembekuan kecil
seperti prolapses tali pusat, terlilit tali pusat, adapun factor plasenta yaitu plasenta
previa, solution plasenta, plasenta accrete dan vasaprevia. Kegagalan persalinan
fakum atau forceps extraksi , dan bayi kembar atau (multiple pregnanci)

4. Manifestasi klinis
Menurut Martowirjo 2018, manifestasi klinis pada klien dengan post section
caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600 – 800 ml.
b. Terpasang kateter, urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d. Bissing usus tidak ada
e. Ketidak nyamanan untuk menghadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda
g. Aloran lokhiasedang dan bebas ekuan, berlebihan dan banyak

5. Patofisiologi
Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian
perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan
secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi
sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal
dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi
yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan
lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot
pada kandung kemihsehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan
eliminasi urin.Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan
terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi.
Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan
prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang
dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik.
Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan
masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi
terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak
dilakukan perawatan luka yang baik.

6. Pathway

Indikasi Ibu : CPD, KDP, Indikasi Janin : Gawat Janin,


Plasenta Previa, Tumor Jalan Letak Lintang Janin,
Lahir, Preeklamsia, Partus Presentasi Bokong Dan Janin
SECTIO CESARE

Fisik Post-Op SC Pusing, Nyeri, Psikologi


MK : Epigastrium,
Risiko Mata Kabur,
Insisi Bedah Infeksi Anastesi TD naik
Progesterone
Spinal, dan
Epidural eksterogen
Trauma Jaringan MK : menurun
Defisit perubahan
MK: Nutrisi
Intestinal
MK: Nyeri Gangguan Kurang
akut Mobilitas Informasi
Fisik MK : mengenai
Peristaltik Defisit penyakit
MK :Gangguan usus menrun Pengetahua
Rasa Nyaman n
NyeriMK : MK :
Gangguan Defisit
Distensi MK :
Keperawata
n Abdomen Ansietas

Nyeri Mual &


Muntah
7. Komplikasi
Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ seperti
vesika urinasia dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi,
perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada persalinan seksio
cesarea dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi, 2009).
Menurut Rasjidi (2009) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi
pada persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat
disingkirkan. Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa,
solusio plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
Sementara itu menurut Leveno (2009) menyatakan bahwa komplikasi
pascaoperasi seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu secara drastis dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Penyebab utamanya adalah endomiometritis, perdarahan,
infeksi saluran kemih, dan tromboembolisme. Infeksi panggul dan infeksi luka operasi
meningkat dan, meskipun jarang, dapat menyebabkan fasiitis nekrotikans.

8. Pemerisaan penunjang
Menurut martowirjo 2018, pemeriksaan diagnostic yang di lakukan pada iu
section caesarea adalah sebagai berikut:
a. hitung darah lengkap
b. golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, test cooms NB.
c. Urinalisis; menentukan kadar albumin/glukosa.
d. Pelvimetri : menentukan CPD.
e. Kultur: mengidentivikasi adanya virus herpes simpleks tipe 2
f. Ultra senografi: melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin
g. Amniosintess: mengkaji maturitas paru janin.
h. Tes stress kontraksi atau non stress : mengkaji respon janin
i. Terhadap gerakan atau stress dari pola kontraksi uterus atau polla abnormal
j. Penentuanelektronik selanjutnya: memastikan status janin atau aktivitas uterus
9. Penatalaksanaan
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a. Ruang pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau dengan
cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk memastikan
bahwa uterus berkontraksi dengan baik
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan
kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena
yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat
atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam
setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan
hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi,
Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin
75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10-15mg intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam
stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama
operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.
g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien memutuskan
untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara yang bisa
mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan
tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis.
Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal dapat
diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.

i. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan
berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari
kelima pasca operasi sectio caesarea
j. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Pola Pengkajian Pola Fungsional Dongoes (2001) dan Kozier & Erb (2009)
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan pola
istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor mempengaruhi tidur
misalnya nyeri dan ansietas.
2) Sirkulasi darah
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600-800 ml. Volume
darah menurun seperti sebelum hamil.
3) Integritas ego
Gejala : faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran ) masalah dalam
penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan, masalah tentang keluarga, penolakan
terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa
bersalah dan depresi.
Tanda : ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri
rendah.
4) Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna jernih pucat. Pasien
yang tidak terpasang kateter tetap diajnurkan untuk melakukan kateterisasi rutin
kira-kira 12 jam pasca bedah, kecuali jika pasien dapat buang air kecil sebanyak
100 cc atau lebih dalam suatu jangka. Pasien kemungkinan mengalami konstipasi
dengan tanda adanya perubahan bising usus dan distensi abdomen.
5) Makanan atau cairan
Gejala : membran mukosa yang kering ( pembatasan masukan atau periode puasa
pre operatif dan post operatif ) anoreksia, mual, muntah, haus.
Tanda : antopometri
A : BB: TB:
B : Hemagloin : Hematokrit (HCT):
C : Mukosa bibir kering
D:-
6) Neurosensori
Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi spinal epidural. Setalah
24 jam pasien boleh duduk, miring ke kanan, miring ke kiri serta melipat kaki agar
perdarahan lancar.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien dengan nyeri. Diantaranya adalah
(pengkajian PQRST) :
a) Lokasi Nyeri
Untuk memastikan lokasi nyeri yang dialami klien, perawat harus meminta
klien menunjukan daerah yang dirasakan tidak nyaman bagi klien.
b) Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dalam
menentukan intensitas nyeri klien. Sebagian besar skala menggunakan
rentang 0-10 dengan 0 mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor tertinggi
mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi klien tersebut.
Dimasukanya kata-kata penjelas pada skala dapat membantu beberapa klien
yang mengalami kesulitan dalam menentukan nilai nyerinya. Klien diminta
untuk menunjukkan skala nilai yang paling baik mewakili intesitas
nyerinya.
Tidak semua klien dapat mengerti atau menghubungkan nyeri yang
dirasakan pada skala intensitas nyeri berdasarkan angka. Anak-anak yang
tidak dapat mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal dan klien
lansia yang mengalami kerusakan kognitif atau sulit berkomunikasi tidak
dapat menghubungkan nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri
berdasarkan angka. Maka dari itu skala tingkat nyeri wajah adalah cara yang
efektif untuk klien tersebut. Skala wajah memiliki skala nomor pada tiap
ekspresi sehingga intensitas nyeri dapat didokumentasikan. Jelaskan pada
klien bahwa setiap wajah adalah wajah seseorang, yang terlihat bahagia
karena ia tidak merasa nyeri (sakit) dan yang terlihat sedih karena ia
merasakan nyeri (sakit).
c) Kualitas Nyeri
Penjelasan dengan kata sifat membantu orang untuk mengkomunikasikan
kualitas nyeri. Beberapa istilah yang sering digunakan klien untuk
menggambarkan nyeri misalnya terasa seperti terbakar, seperti tertusuk,
panas, tidak dapat ditahan dll. Perawat perlu mencatat kata-kata sebenarnya
yang digunakan klien dalam menggambarkan nyeri karena kata-kata klien
lebih akurat dan deskriptif.
d) Pola Nyeri
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kapan nyeri berulang. Perawat
perlu menanyakan kepada klien saat kapan nyeri terjadi, berapa lama nyeri
berlangsung, dan apakah terjadi nyeri berulang.
e) Faktor Presipitasi
Aktivitas tertentu terkadang dapat mengakibatkan nyeri. Seperti aktivitas-
aktivitas yang berat pada seseorang yang berisiko mengalami nyeri akan
menyebabkan nyeri terjadi. Faktor lingkungan seperti kondisi dingin atau
panas yang ekstrem dan kelembaban yang ekstrem dapat mempengaruhi
terjadinya nyeri. Selain itu stressor fisik dan emosional juga dapat
menyebabkan nyeri terjadi.
f) Faktor yang Meringankan Nyeri
Perawat meminta kien untuk menjelaskan apa saja yang sudah klien lakukan
untuk membantu meringankan nyeri misalnya dengan obat tradisional atau
dengan memperbanyak istirahat. Perawat perlu mengkaji efek dari setiap
tindakan yang dilakukan terhadap nyeri, apakah tindakan tersebut dapat
meringankan nyeri atau justru memperburuk nyeri.
g) Gejala Terkait
Gejala terkait seperti mual, muntah, pusing dan diare juga termasuk dalam
penilaian klinis nyeri. Gejala tersebut dapat berhubungan dengan awitan
nyeri dan akan menyebabkan terjadinya nyeri.
h) Respons Perilaku dan Fisiologis
Terdapat bermacam-macam respon yang dilakukan klien terhadap nyeri.
Ekspresi wajah seringkali merupakan respons perilaku seseorang terhadap
nyeri. Respon fisiologis bervariasi sesuai dengan asal dan durasi nyeri. Pada
saat nyeri berlangsung sistem saraf simpatis terstimulasi yang akan
mengakibat kan respons fisiologis seperti peningkatan tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi napas, pucat, diaforesis dan dilatasi pupil.
i) Respons Afekif
Respons afektif terjadi berdasarkan situasi, derajat, durasi nyeri, dan
interpretasi nyeri. Perawat perlu mengeksplorasi dan memahami perasaan
klien misalnya rasa cemas, takut, kelelahan, dan depresi. Karena banyak
klien dengan nyeri yang kronik menjadi depresi karena nyeri yang
dialaminya tidak kunjung reda.
j) Efek Nyeri pada Aktifitas Sehari-hari
Perawat meminta klien untuk menjelaskan bagaimana nyeri telah
mempengaruhi aktivitas sehari-harinya seperti tidur, konsentrasi, bekerja,
hubungan interpersonal, hubungan perkawinan atau seks, aktivitas rumah
tangga, aktivitas di waktu luang, dan status emosional. Dengan mengetahui
bagaimana efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari klien dapat membantu
perawat memahami prespektif klien terhadap keparahan nyerinya.
k) Sumber Koping
Setiap individu akan menunjukkan koping mereka terhadap nyeri. Perawat
dapat mendorong cara yang digunakan klien untuk dapat meringankan
nyeri. Strategi tersebut dapat berupa penggunaan distraksi, berdoa, kegiatan
keagamaan, maupun dukungan dari orang terdekat.

8) Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler

9) Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila
digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri tekan.

10) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi pengeluaran lokhea
yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai ke tiga masa post partum, lokhea
serosa pada hari kelima sampai hari ke sembilan post partum, serta lokhea alba
pada hari kesepuluh sampai enam minggu post partum.

11) Pembelajaran
Respon klien terhadap ketidaktahuan

12) Higiene
Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu pihak keluarga

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk.
2) Tingkat kesadaran : composmentis, sopor atau somnolen.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah : Mengetahui faktor risiko hipertensi atau hipotensi. Batas
normal tekanan darah adalah 110/60-140/90 mmHg.
b) Nadi : Mengetahui denyut nadi pasien sehabis operasi, denyut nadi akan
lebih cepat. Batas normal denyu nadi 50-90 x/menit.
c) Suhu : Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak, jika
terjadi kenaikan suhu diatas 37°C, kemungkinan terjadi infeksi. Batas
normal 35,6-37,7°C.
d) Respirasi : Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam 1
menit. Batas normal 18-24x/menit.

4) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan rambut
5) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, kebersihan mulut.
6) Hidung : perlu dikaji untuk mengetahui adanya polip atau tidak.
7) Telinga : perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
8) Mulut : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut dan kebersihan mulut.
9) Leher : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid.
10) Dada : mengetahui kesimetrisan, massa, lesi, dan suara paru, dan keadaan
jantung.
11) Mammae : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran atau tidak,
puting susu menonjol atau tidak.
12) Abdomen : perlu dikaji untuk mengetahui luka post operasi dan DRA
(Diastasis Rektus Abdominis). Pemeriksaaan diastasis rectie yaitu tujuannya
untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal atau tidak.
13) Ekstremitas : perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises, dan
reflek pattela, nyeri tekan, atau panas pada betis. Adanya tanda Homan,
caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan dilakukan tekanan
ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis, disimpulkan
terdapat tanda homan.
14) Genetalia : perlu dikaji untuk mengetahui kebersihan pada genetalia. Adanya
perdarahan pada vagina.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kecepatan jaringan
2) Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang
tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
3) Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik, atau aliran darah dalam otak
4) Uji laboratorium
a) Fungsi lumbal
Menganalisis cairan serebrovaskular
b) Hitung darah lengkap
Mengevaluasi trombosit dan hematocrit
c) Panel elektrolit
d) AGD
e) Kadar kalsium darah
f) Kadar natrium darah
g) Kadar magnesium darah
d. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut Wiknjosastro
(2002) :
a. Infeksi Puerperal
Kenaikan temperatur pada beberapa hari setelah bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis. Namun komplikasi ini hanya bersifat ringan.
b. Perdarahan
Jika cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri perdarahan bisa
banyak timbul pada waktu pembedahan.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, tidak tepatnya pada dinding uterus
sehingga bisa terjadi rusaknya uteri pada kehamilan berikutnya.

Komplikasi Ketuban Pecah Dini

Menurut Arief Mansjoer, Dkk, 2001 : 310 :

a. Tali pusat menumbung


b. Prematuritas, persalinan belum cukup bulan, jika terjadi pada usia kehamilan
belum cukup bulan.
c. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban yang
sudah mengering.
d. Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, sakit di
bagian uterus, adanyan air-air pada vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ
meningkat), endometritis.
e. Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia
(sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir
dan premature.
f. Komplikasi infeksi intrapartum
1) Endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis
CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu merupakan
komplikasi pada ibu.
2) Asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin merupakan komplikasi
pada janin.

e. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut (Prawirohardjo,2007)
diantaranya :
a) Penatalaksanaan Secara Medis
1) Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol adalah analgesik yang
diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan.
2) bila terjadi pengeluaran darah yang hebat atau banyak diperlukan
pemberian tranfusi darah.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotik secar efektif dmasih dapat dipikirkan namun
pemberian masih tetapdianjurkan.
4) Ringer Laktat dan NaCl adalah Pemberian cairan secara parenteral.

b) Penatalaksanaan Secara Keperawatan


1) Tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4
jam kemudian harus diperiksa dan catat.
2) Pemantauan secara ketat pada pemeriksaan perdarahan dan urine.
3) Mobilisasi yaitu pada hari pertama klien hanya diperbolehkan hanya untuk
naikturun tempat tidur. Namun pada hari kedua klien sudah dianjurkan untuk
bisa berjalan dengan bantuan. Pada hari ke- 5 yaitu pemulangan jika tidak
terdapat komplikasi penderita setelah operasi.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut (D.0077)
Nyeri akut b.d agen pencedra fisik
2) Resiko infeksi (D.0142)
Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
3) Gangguan moilitas fisik (D.0054)
Gangguan moilitas fisik b.d post SC
4) Defisit nutrisi (D.0019)
Deficit nutrisi b.d gangguan persepsi makan
5) Ansietas (D.0080)
Ansietas b.d hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
6) Defisit Perawatan Diri (D.0109)
Deficit perawatan diri b.d tidak mampu bersiah diri secra mandiri
7) Defisit pengetahuan (D.0111)
Deficit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi

3. Perencanaan/ Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


. keperawatan Hasil
(SLKI)
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Management Nyeri
agen pencedera keperawatan 3x24 jam Observasi :
fisik. diharapkan tingkat nyeri - Indentifikaasi lokasi,
menurun dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
hasi : kuslitsd, intensitas nyeri
- Tingkat nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
- Kontrol nyeri meningkat Terapeutik :
- Penyembuhan luka - Berikan teknik non farmakologi
membaik untuk mengurangi
nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara cepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik

2. Pemberian Analgesik
Observasi :
- Indentifikaasi riwayat alergi obat
- Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
Terapeutik :
- Tetapkan target efektifitas
analgetik untuk
mengoptimalkan respons klien
Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik sesuai
indikasi

3.Pemantauan Nyeri
Observasi :
- Identifikasi faktor pencetus dan
nyeri
- Montor lokasi dan penyebaran
nyeri
Terapeutik :
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pencegahan infeksi
Dibuktikan keperawatan 3x24 jam Observasi :
Dengan efek diharapkan kemerahan dan - Perhatikan tanda dan gejala
prosedur invasif tingkat infeksi menurun infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasi : Terapeutik :
- Tingkat infeksi menurun - Cuci tangan sebelum dan
- Integritas kulit dan sesudah kontak dengan pasien
jaringan dan lingkungan klien
membaik - Pertahankan teknik aseptik pada
- Kontrol resiko meningkat pasien berisiko infeksi
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka dan luka oprasi
- Anjurkan untuk meningkatkan
asupan nutrisi
2. Managemmen Nutrisi
Observasi :
- Identifiksi statsu nutrisi
- Monitor asupan makanan
Terapeutik :
berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
Edukasi :
- Ajarkan diet ang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan
jika perlu
3. Perawatan Luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik :
- Bersihkan dengan cairan NaCl
atau pembersih nontoksik
- Pertahankan tekni steril saat
melakukan perawatan luka
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d keperawatan 1x24 jam Observasi :
post SC diharapkan pergerakan - Identifikasi adanya nyeri atau
ektremitas meningkat keluhan fisik lainya
dengan kriteria hasi : - Monitor kondisi umum selama
- Keseimbangan melakukan ambulasi
meningkat Terapeutik :
- Pergerakan sendi - Libatkan keluarga untuk
meningkat membantu pasien dalam
- Toleransi aktivitas meningkatkan ambulasi
meningkat Edukasi :
- Jelaskan tujuan dann prosedr
ambulasi
- Anjurkan ambulasi dini

2. Dukungan Mobilisasi
Observasi :
- Idntifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
- Libatkan keluarga untuk
membantupasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
- Jelaskann tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Management Nutrisi
Gangguan keperawatan 3x24 jam Observasi :
presepsi makan diharapkan status nutrisi - Identifikasi status nutrisi
membaik dengan kriteria - Identifikasi makanan yang
hasi : disukai pasien
- Status nutrisi membaik - Monitor asupan makanan
- Nafsu makan membaik Terapeutik :
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Edukasi :
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan tinggi protein

2. Pemantauan Nutrisi
Observasi :
- Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi
monitor mual dan muntah
Terapeutik :
- Ukur antropometrik komposisi
tubuh
- Hitung interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi
klien
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
5. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Reduksi Ansietas
hubungan orang keperawatan 1x24 jam Observasi :
tua-anak tidak diharapkan tingkat - Identifikasi saat ansietas berubah
memuaskan kecemasan menurun - Monitor tanda-tanda ansietas
dengan kriteria hasi : (verbal dan non verbal)
- Tingkat ansietas Terapeutik :
menurun - Ciptakan suasana terapeutik
- Proses informasi untuk menumbuhkan
meningkat kepercayaann
- Tingkat pengetahuan - Temani pasien untuk
meningkat mengurangi kecemasan
- Pahamsi situasi yang membuat
ansietas
- Dengarkan dengan penuh
perhatian
Edukasi :
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersamma pasien
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas (jika perlu seperti obat
lorazepam)
2. Terapi Relaksasi
Observasi :
- Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
- Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik :
- Gunakan relaksasi sebagai
strategipenunjang dengan
analgetik atau tindakan medic
lainya
Edukasi :
- Jelaskan, tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis teknik relaksasi

6. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Dukungan Perawatan Diri


diri b.d tidak keperawatan 3x24 jam Observasi :
mampu berhias diharapkan tingkat nyeri - Monitor tingkat kemandirian
secara mandiri menurun dengan kriteria - Identifikasi kebutuhan alat bantu
hasi : kebersihan diri
- Tingkat nyeri menurun Terapeutik :
- Kontrol nyeri meningkat - Sediakan lingkungan yang
- Penyembuhan luka terapeutik
membaik - Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
Edukasi :
- Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
Perawatan Rambut
Observasi :
- Identifikasi kondisi rambut klien
- Monitor kerontokan rambut
klien
Terapeutik :
- Siapkan peralatan fasilitas yang
ada

Edukasi :
- Jelaskan prosedur dan tujuan
perawatan rambut
7. Defisit Setelah dialkukan tindakan 1. Edukasi Kesehatan
pengetahuan b.d keperawatan 3x24 jam Observasi :
kurangnya diharapkan tingkat - Identifikasi kesiapan
terpaparnya pengetahuan membaik / kemampuan menerima informasi
informasi meningkat. - Identifikasi faktor-faktor yang
Kriteria Hasil : dapat meningkatkan dan
- Perilaku sesuai anjuran motivasiperilaku hidup bersih dan
- Kemampuan sehat
menjelaskan pengetahuan Teurapetik :
suatu topik - Sediakan materi dan pendidikan
- Pertanyaan tentang kesehatan
masalah yang dihadapi - Jadwalkan pendidikan kesehatan
meningkat sesuai kesehatan
- Perilaku meningkat - Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :
- Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi keshehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untukmeningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
PENGKAJIAN KASUS
DAFTAR PUSTAKA

Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio
Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99

Aizid, R (2011). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Salemba Medika

Barbara. (2002). Paradigma for Psychopatology. Jakarta: EGC

Berhimpong, M dkk. (2015). Perbandingan premedikasi fentanyl i mcg IV dan 2 mcg IV


terhadap tekanan darah dan nadi akibat intubasi jalan nafas pada pasien yang menjalani
pembedahan elektif. Jurnal e-Clinic (eCl), 3 (1)

Bulechek, GM, dkk. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC), edisi 5. Jakarta : Elsevier

Cahyono. (2014). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Pada Hari Ke 1-2. Jurnal AKP, 5 (2), 13-18

Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan)


Edisi 6. Jakarta: EGC

Doengoes, ME, dkk. (2014). Manual Diagnosis Keperawatan : rencana, intervensi &
dokumentasi asuhan keperawatan. Jakarta : EGC

Dongoes. (2001). Asuhan Keperawatan Doengoes Edisi 3. Jakarta : EGC

Dzulyadjaeni, S, (2010). Sectio caesarea dalam penatalaksanaaan medis. Surabaya : Mahesa Jaya

Edward R. (2012). Praktik Nafas Dalam. Kesehatan Anak, (16), 231–237

Gill. ( 2002 ). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan

Fitriyah, Pipit C dkk. (2011). Hubungan Obesitas Dengan Kadar Asam Urat Darah. Surya 2 (9)

Gondo, H.K. (2011). Pendekatan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat persalinan.
Jurnal CDK 185 38 (4)

Kozier, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC

Leveno, Kenneth J. (2009). Obstetri Williams : panduan ringkas, Edisi 21. Jakarta : EGC

Liu, David T.Y. (2007). Manual Persalinan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Maryuani, A. (2014). Perawatan Luka Seksio Caesarea (SC) dan Luka Kebidanan Terkini. Bogor
: IN Media
Moorhead, S, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), edisi 5. Jakarta : Elsevier

NANDA. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi & klasifikasi 2015-
2017, edisi 10. Jakarta : EGC

Novitasari, D., & Aryana, K.O. (2013). Pengaruh tehnik relaksasi benson terhadap penurunan
tingkat stres lansia di unit rehabilitas sosial wening wardoyo ungaran. Jurnal keperawatan jiwa
1(2)

Oxorn, Harry dan William R.F. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta : C.V Andi Offset

Pangalila, Kartika dkk. (2016). Perbandingan Efektivitas Pemberian Asam Mefenamat Dan
Natrium Diklofenat Sebelum Pencebutan Gigi Terhadap Durasi Ambang Nyeri Setelah
Pencabutan Gigi. Jurnal e-GiGi (eG), 4 (2)

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu

Potter, P. A., & Perry, A, G. (2009). Fundamental of Nursing, 7th Edition. Singapura : Elsevier
Pte Ltd

Retno . (2013). Tekanan Interface Pada Pasien Tirah Baring . THE SUN, 2(1), 60-67

Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rasjidi, Imam. (2009). Manual Seksio Sesarea & Laparatomi Kelainan Adneksa. Jakarta : C.V
Sugeng Seto

Robby, dkk. (2015). Kualitas Tidur Pasien Praoperasi Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia, 11 (2)

Smeltzer, S, C., & Bare, B, G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Sulaminingsih, Sri (2014). Efektifitas Pengaruh Kerja Obat Analgetik Ketorolac Pada Post
Sectio Caesarea. Jurnal Penelitian. Vol. 5

Suzanne & Soliigter. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tamsuri. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC Urden, LD, Stacy, KM &
Lough, ME. (2009). Critical Care Nursing: Diagnosis and Management 6thedition. Mosby,
Maryland Heights, Missouri

Vierga, B. S. (2008). Patofidiologi Kedokteran dan Tenaga Medis. Yogyakarta : PT. Gramedia
Wagiyo, Putrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal, dan Bayi Baru Lahir
Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET

Yuliana, A, dkk. (2015). Efektivitas Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Nyeri Pada Ibu
Postpartumsectio Caesarea. JOM, 2 (2), 944-952.

Yulistiani, Mustiah & Agus Santosa. (2015). Teknik Relaksasi Untuk Menurunkan Gejala
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi. Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian
LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Lailia Ainuhikma

2. NIM : P1337420515082

3. Tanggal Lahir : 8 Pebruari 1997

4. Tempat Lahir : Temanggung

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Alamat Rumah

a. Dusun : RT 03 RW 07 Banjaran

b. Kelurahan : Gowak

c. Kecamatan : Pringsurat

d. Kab/kota : Temanggung

e. Provinsi : Jawa Tengah

7. Telepon

a. Hp : 081567654736

b. Email : ilalailia01@gmail.com

B. Riwayat pendidikan

1. Pendidikan SD : MI Nurul Huda Gowak, lulus tahun 2009

2. Pendidikan SMP : MTs Negeri Grabag, lulus tahun 2012

3. Pendidikan SMA : SMAIT Ihsanul Fikri, lulus tahun 2015


Magelang, Maret 2018

Lailia Ainuhikma

P1337420515082

Anda mungkin juga menyukai