C. Etiologi
1) Indikasi Ibu
- Panggul sempit absolute
- Placenta previa
- Rupture uteri mengancam
- Partus lama
- Partus tak maju
- Preeklamsia dan hipertensi
2) Indikasi janin
- Letak lintang
- Letak belakang
- Gawat janin
- Janin besar
3) Kontra indikasi
- Janin mati
- Syok, anemia berat
- Kelainan congenital berat
D. Pathofisiologis
Tindakan Sectio Caesarea dilakukan apabila ada indikasi pada ibu ataupun
bayi seperti panggul sempit, plasenta previa, Cephalopelvik dispoportion, ruptur uteri,
partus lama dan preeklamsi yang menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan. Sebelum pembedahan dimulai klien dilakukan tindakan anestesi baik
umum ataupun Regional. Selama proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen, sehingga menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Setelah proses pembedahan berakhir
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka Post Sectio Caesarea, dan setelah
efek obat anestesinya habis akan menimbulkan rangsangan pada area sensorik
memicu pengeluran histamin dan prostaglandin sehingga klien merasa nyeri dan tidak
nyaman. Selain itu luka Post Sectio Caesarea apabila tidak di rawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi. Efek lain dari obat anestesi berpengaruh
terhadap jalan nafas menjadi tidak efektif, akibat secret yang berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup.
Klien dalam masa nifas akan mengalami gangguan eliminasi urine karena
terjadi penurunan sensitivitas pada kandung kemih yang menyebabkan distensi
kandung kemih sehingga terjadi udem di uretra. Pengaruh lainnya yaitu terjadi
penurunan produksi progesteron dan esterogen yang menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus secara adekuat, di tandai dengan pengeluaran lochea, dan sebaliknya
kontraksi yang tidak adekuat menyebabkan perdarahan sehingga klien kekurangan
volume cairan dan elektrolit yang akan menyebabkan adanya resiko syok
hipovolemik. Selain itu Hemoglobin terjadi penurunan karena tidak terpenuhinya
oksigen di dalam darah akibatnya terjadi kelemahan sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri. Klien dengan Post Sectio Caesarea akan mengalami masa adaptasi
Post Partum baik dari aspek Intelektual berupa kurang pengetahuan dan kurang
informasi, dari aspek fisiologis ejeksi ASI yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit sehingga nutrisi bayi tidak terpenuhi, dan timbul
masalah ketidakefektifan pemberian ASI.
E. Pathway
F. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan William R.Forte, 2010) :
1. Segmen Bawah : Insisi Melintang Karena cara ini memungkinkan kelahiran
per abdominal yang aman sekaligus dikerjakan kemudian pada saat persalinan
dan sekalipun rongga rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah
uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen Bawah : Insisi membujur Cara membuka abdomen dan
menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi membujur dibuat
dengan scapel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari
cedera pada bayi
3. Sectio Caesarea Klasik: Insisi Longitudinal digaris tengah dibuat dengan
scalpel kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah
dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar
karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta
dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini
hampir sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea
Klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan
teknis dalam menyingkapkan segmen bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal : Pembedahan extraperitoneal dikerjakan
untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami
infeksi luas, dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat
fatal. Ada beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal seperti metode
waterz, latzko, dan norton, T. Tehnik pada prosedur ini relative lebih sulit,
sering tanpa sengaja masuk kedalam vacum peritoneal dan isidensi cedera
vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap
disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Histerektomi Caesarea : Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang
dilanjutkan dengan pengeluaran uterus. Jika memungkinkan histerektomi
harus dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan
subtoral lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan
subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien
terjadi syok atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada
kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya
secepat mungkin.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Amin Huda (2015) Pemeriksaan Diagnostik Sectio Caesarea ada 10 yaitu:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Elektrolit
4. Hemoglobin/Hemotokrit
5. Golongan darah
6. Urinalisasi
7. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
8. Ultrasound sesuai pesanan
H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperal terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik, infeksi berat sering
kita jumpai pada partus terlantar; sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi
infeksi intra partum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama
2. Perdarahan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan dan placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar dari seluruh proses
keperawatan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan data-data dari pasien.
agar dapat mengidentifikasi masalah-masalah , kebutuhan kesehatan klien baik secara
fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian juga sangat penting untuk dapat
merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat bagi klien.
1. Identitas klien:
Meliputi nama, umur, ras, atau suku, alamat, nomor telepon, agama,
status perkawinan, pekerjaan dan tanggal anamnesa. Umur juga hal yang
penting karena ikut menentukan prognosis kehamilan. Kalau umur terlalu
lanjut atau terlalu muda, maka persalinan lebih banyak resikonya
(Chapman & Cathy, 2013).
2. Riwayat Kesehatan
2) Wajah
Perhatikan bentuk wajah, ada pitting edema pada dahi, terdapat
chloasma gravidarum
3) Mata
Warna konjungtiva dan sklera, bentuk mata, kebersihan, pergerakan
bola mata, reflek pupil terhadap cahaya, fungsi penglihatan,
kelainan dan gangguan penglihatan (rabun jauh/dekat).
4) Telinga
Bentuk, kebersihan telinga, fungsi pendengaran, adakah gangguan
pendengaran.
5) Hidung
Bentuk, pernapasan cuping hidung, kebersihan, ada tidak nyeri
tekan, gangguan pada fungsi penciuman
6) Mulut
Keadaan bibir, mukosa bibir, keadaan lidah, adakah gigi yang
berlubang, ada tidak gangguan pada fungsi pengecapan, adakah
nyeri saat menelan
7) Leher
Ada tidak pembesaran tyroid dan kelenjar limfe, peritonitis, nyeri
saat menelan, adakah peningkatan vena jugularis dan kaku kuduk.
8) Dada
- Paru-paru
Amati pola nafas apakah ada suara tambahan seperti wheezing,
ronchi dan kaji respirasi dalam satu menit
- Jantung
Bunyi jantung regular S1 lebih terdengar pada ICS 5 dan S2 lebih
terdengar di ICS 2 dan 3, tidak ada bunyi jantung tambahan seperti
gallop dan murmur
- Payudara
Periksa bentuk, ukuran, dan simetris atau tidak pada payudara.
Puting payudara menonjol, datar atau masuk 45 kedalam. Adakah
kolostrum atau cairan lain yang keluar dari puting klien, periksa
payudara untuk mengetahui adanya retraksi atau dimpling, lakukan
palpasi secara sistematis dari arah payudara dan aksila kemungkinan
terdapat massa atau pembesaran pembuluh limfe
9) Abdomen
Pada periode postpartum abdomen manjadi lunak dan lembut.
Adanya/tidak striae dan linea gravidarum, TFU pada saat bayi lahir
setinggi pusat, 2 hari setelah melahirkan TFU 2 jari di bawah pusat,
1 minggu setelah melahirkan TFU pertengahan sympisis, 6 minggu
setelah melahirkan bertambah kecil dan setelah 8 minggu, kontraksi
uterus teraba seperti papan (Mitayani, 2009).
10) Genetalia
Kebersihan, ada tidaknya edema pada vulva, pengeluaran lochea
rubra pada hari pertama dengan jumlah sedang dan sampai lochea
serosa pada hari ketiga dengan jumlah sedang berbau amis atau
kadang tidak berbau.
11) Ekstrimitas
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi saat hamil akan
kembali pada masa nifas. Adaptasi ini termasuk relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravid ibu sebagai respon
terhadap uterus yang membesar. Serta adanya perubahan ukuran
pada kaki
6. Data Psikologis
a. Adaptasi Psikologi Post Partum
Ada 3 periode dalam adaptasi post partum yaitu Taking In, Taking
Hold, Letting Go (Nurjanah et al. 2013).
7. Data Sosial
Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitar
8. Kebutuhan Bounding Attachment
Mengidentifikasi kebutuhan klien terhadap interaksi dengan bayi
secara nyata baik fisik, emosi maupun sensori (Nurjanah et al. 2013).
9. Kebutuhan Pemenuhan Seksual
Mengidentifikasi tentang kebutuhan klien terhadap pemenuhan seksual
pada masa post partum/nifas (Nurjana eta al. 2013)
10. Data Spiritual
Nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi sugesti
yang amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak
pada kesehatan klien. Termasuk juga praktik ibadah yang yang dijalankan
klien sebelum sakit sampai sampai saat sakit (Warohmah & Walid, 2009)
11. Pengetahuan tentang Perawatan Diri
Mengidentifikasi pengetahuan tentang perawatan diri; breast care,
perawatan luka perineum dan episiotomi, perawatan luka dirumah,
senam nifas, KB dan lain-lain (Mitayani, 2009).
Terapeutik
- Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu