Anda di halaman 1dari 32

BAB II

PEMBAHASAN

I. KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas
500 gram (Sarwono, 2017).
B. Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut (Manuaba I, 2016)
meliputi:
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan
berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah
dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low
cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim.
Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak
berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya
sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke
otot-otot bawah rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan
dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea,
dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea
berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio
Caesarea. Biasanya dilakukan diatas bekas sayatan yang lama.
Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen
sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara
ekstraperitoneum.
C. Etiologi
Menurut Tucker, & Susan, M. (2016) Etiologi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua
disertai kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia,
atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung,
Diabetes Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,
mioma uteri dan sebagainya).
2. Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat
janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali
pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
ferseps ekstraksi.
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu,
keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat,
kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian
kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan
plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,
persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah
dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea.

E. Manifestasi klinik
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang
lebih komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum,
manifestasi klinis Sectio Caesarea menurut (Dongoes, 2016) yaitu :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 –
1000 mmHg
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir

F. Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berat seperti
peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya).
Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan
embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak
ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea.
2. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
3. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.

G. Test diagnostik
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG (Elektrokardiogram)
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker & Susan, 2016)

H. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan
dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi,
latihan pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar, hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya, kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa
tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam /lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat
berbeda-beda sesuai indikasi.
6. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat diberikan melalui supositoria obat yang
diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui oral. Obat yang dapat
diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi
ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
7. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
8. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti.
9. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
10. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Dermawan, D., Rahayuningsih, 2017;
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada uumumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri pada
daerah luka bekas operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika
pasien bergerak.
3. Riwayat kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji adalah
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang dan riwayat
kesehatan keluarga. Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal
yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah diderita pasien
khususnya penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit
jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin.
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data
yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya
operasi sectio caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang
dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution
plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat
(prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple
pregnancy), pre eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya
akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.
Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah
keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan
menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC,
hepatitis dan penyakit kelamin yang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya pre eklampsia dan giant baby, seperti
diabetes dan hipertensi yang sering terjadi pada beberapa
keturunan.
4. Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah
sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status
pernikahan saat ini.
5. Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah
pernah abortus, dan keadaan nifas yang lalu.
6. Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan,
jenis kelamin anak, keadaan anak.
7. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah
klien pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat
keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan
setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
8. Pola-pola fungsi kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi
antara pasien dan lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian
perilaku membantu perawat untuk mengumpulkan,
mengorganisasikan, dan memilah-milah data. Pengkajian pola
fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolisme biasanya
terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya kebutuhan untuk
menyusui bayinya. Pola aktivitas biasanya pada pasien post sectio
caesarea mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi miring
kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama, kemudian latihan duduk dan
latihan berjalan. Pada hari ketiga optimalnya pasien sudah dapat
dipulangkan. Pra eliminasi biasanya terjadi konstipasi karena
pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB. Pola
istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan
oleh kehadiran sang bayi dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat
luka pembedahan. Pola reproduksi biasanya terjadi disfungsi
seksual yang diakibatkan oleh proses persalinan dan masa nifas.
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh
pasien dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk
menemukan tanda klinis dari suatu penyakit.
Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala,
apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat
chloasma gravidarum pada ibu post partum. Pada pemeriksaan
mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok mata,
konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio
caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan
oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan yang
mengalami perdarahan.
Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi
septum nasi, pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung,
apakah ada secret, sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan
atau tidak, apakah ada polip dan purulent. Pada pemeriksaan
telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga,
kebersihan dan ketajaman pendengaran.
Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid,
bendungan vena jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi
pemebesaran kelenjar tiroid yang disebabkan proses meneran yang
salah. Pada pemeriksaan mulut dan orofaring meliputi keadaan
bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna
tonsil.
Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada,
penggunaan otot bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval
fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada semua lapang paru
mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem
intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara
tambahan).
Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami
bendungan ASI meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang,
ada nyeri tekan, kedua puting susu menonjol, areola hitam, warna
kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar
sedikit. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi
(amati ada atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau
pembesaran, amati ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas
jantung untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi
jantung).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas
operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan,
apakah terdapat striae dan linea), auskultasi (peristaltic usus
normal 5-35 kali permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau
tidak).
Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah
ada hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi
warna, jumlah, dan konsistensinya). Pada pemeriksaan kandung
kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika
penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak mampu lakukan
kateterisasi.
Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau
tidak. Pada pemeriksaan integument meliputi warna, turgor,
kerataan warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur,
hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau
tidaknya varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri
tekan atau panas pada betis, pemeriksaan human sign.
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi,
orientasi klien, proses berpikir, kemauan atau motivasi serta
persepsi klien.

B. Diagnosis Keperawatan
Tujuan pencacatan Diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat
ini dan merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah
yang diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi
pengembangan rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien sectio
caesarea adalah;
1. Nyeri Akut bd agen pencedera fisik (D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
2. Gangguan Pola Tidur bd kurang kontrol tidur (D.0055)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
3. Menyusui Tidak Efektif bd ketidakadekuatan suplai ASI (D.0029)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
4. Risiko Infeksi bd efek prosedur invasif (D.0142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
5. Ansietas bd krisis situasional (D.0080)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
6. Intoleransi Aktivitas bd kelemahan (D.0056)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
C. Penyimpangan KDM

Indikasi Sectio
Caesarea

Indikasi dari Ibu : Indikasi dari Bayi :

Primigravida kelainan letak Fetal Distress

Disproposi Sefalopelvik Giant Baby

Ketuban Pecah Dini Kelainan letak bayi

Kelainan tali pusat

Tindakan Sectio Caesarea

Adaptasi Post Anestesi Pembatasan Insisi


Partum Cairan Peoral

Risiko luka
Psikologis Fisiologis Bedres
Ketidaksei
mbangan
Cairan Nyeri Risiko
Taking in,
Akut infeksi
taking hold, Penurunan Involusi
letting go kerja pons Penurunan
Saraf
Pelepasan Gangguan
Kurang Desiduka
Penurunan Pola Tidur
Terpapar Kondisi diri
Informasi kerja otot menurun
Kontraksi
eliminasi
Uterus
Perubahan
peran Penurunan Resti Ketidakmampuan
Lochea Cedera Miksi
Peristaltik
Usus

Ansietas
Menyusui Tidak Intoleransi
Efektif Aktivitas
D. Intervensi Keperawatan
Menurut (PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018)

No. Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Manajemen Nyeri
Nyeri Akut bd Agen pencedera fisik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 1×8 jam maka diharapkan Perfusi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Perifer Meningkat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria Hasil : nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat
4. Gelisah menurun dan memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
6. Menarik diri menurun keyakinan tentang nyeri
7. Berfokus pada diri sendiri menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
8. Diaforesis menurun respon nyeri
9. Perasaan depresi (tertekan) menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
10. Perasaan takut mengalami cedera kualitas hidup
berulang menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
11. Anoreksia menurun komplementer yang sudah diberikan
12. Perineum tertekan menurun 9. Monitor efek samping penggunaan
13. Uterus terasa membulat menurun analgetik
14. Ketegangan otot menurun
Terapeutik :
15. Pupil dilatasi menurun
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
16. Muntah menurun
mengurangi rasa nyeri
17. Mual menurun
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
18. Frekuensi nadi membaik
rasa nyeri
19. Pola napas membaik
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
20. Tekanan darah membaik
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
21. Proses berpikir membaik
dalam pemilihan strategi meredakan
22. Fokus membaik
nyeri
23. Fungsi berkemih membaik
24. Perilaku membaik Edukasi :
25. Nafsu makan membaik 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Dukungan Tidur
Gangguan Pola Tidur bd kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
kontrol tidur. selama 1×8 jam maka diharapkan Tingkat 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Nyeri Menurun 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi makanan dan minuman
1. Keluhan sulit tidur meningkat yang mengganggu tidur
2. Keluhan sering terjaga meningkat 4. Identifikasi obat tidur yang
3. Keluhan tidak puas tidur meningkat dikonsumsi
4. Keluhan pola tidur berubah
Terapeutik :
meningkat
1. Modifikasi lingkungan. Batasi waktu
5. Keluhan istirahat tidak cukup tidur siang, jika perlu
meningkat 2. Fasilitasi menghilangkan stress
6. Kemampuan beraktivitas menurun sebelum tidur
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
5. Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga

Edukasi :
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/
minuman yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur
6. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara nonfarmakologi lainnya
3. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Edukasi Menyusui
Menyusui Tidak Efektif bd Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
ketidakadekuatan suplai ASI. selama 1×8 jam diharapkan Pola Tidur 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Membaik menerima informasi
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
1. Perlekatan bayi pada payudara ibu menyusui
menurun
Terapeutik :
2. Kemampuan ibu memposisikan bayi
1. Sediakan materi dan media pendidikan
dengan benar menurun
kesehatan
3. Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 jam
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
menurun
sesuai kesepakatan
4. Berat badan bayi menurun
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Tetesan/pancaran ASI menurun 4. Dukung ibu meningkatkan
6. Suplai ASI adekuat menurun kepercayaan diri dalam menyusui
7. Putting tidak lecet setelah 2 minggu 5. Libatkan sistem pendukung: suami,
melahirkan menurun keluarga, tenaga kesehatan dan
8. Kepercayaan diri ibu menurun masyarakat
9. Bayi tidur setelah menyusui menurun
Edukasi :
10. Payudara ibu kosong setelah menyusui
1. Berikan konseling menyusui
menurun
2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
11. Intake bayi menurun
dan bayi
12. Hisapan bayi menurun
3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui
13. Lecet pada putting menurun
dan perlekatan (Lacth on) dengan
14. Kelelahan maternal menurun
benar
15. Kecemasan maternal menurun
4. Ajarkan perawatan payudara
16. Bayi rewel menurun
antepartum dengan mengkompres
17. Bayi menangis setelah menyusui
dengan kapas yangtelah diberikan
menurun.
minyak kelapa
Ajarkan perawatan payudara post
partum.
4. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Pencegahan Infeksi
Risiko Infeksi bd kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
integritas kulit. selama 1×8 jam diharapkan Status 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
Menyusui Membaik dan sistemik.
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
1. Kebersihan tangan meningkat
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat
2. Berikan prawatan kulit pada area
3. Nafsu makan meningkat
edema.
4. Demam menurun
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
5. Kemerahan menurun
kontak dengan pasien dan lingkungan
6. Nyeri menurun
paien.
7. Bengkak menurun
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
8. Vesikel menurun
berisiko tinggi.
9. Cairan berbau busuk menurun
10. Sputum berwarna hijau menurun Edukasi :
11. Drainase purulen menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
12. Pluna menurun 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar.
13. Periode malaise menurun 3. Ajarkan etika batuk.
14. Periode menggigil menurun 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
15. Lelargi menurun atau luka operasi.
16. Gangguan kognitif menurun 5. Anjurkan meningkatkan asupan
17. Kadar sel darah putih membaik nutrisi.
18. Kultur darah membaik 6. Anjurkan meningkatkan asupan
19. Kultur urine membaik nutrisi.
20. Kultur sputum membaik Kolaborasi :
21. Kultur area luka membaik 1. Kolaborasi pemberian imunisasi,jika
22. Kultur feses membaik perlu.

5. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Reduksi Ansietas


Ansietas bd krisis situasional Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 1×8 jam diharapkan Tingkat 1. Identifikasi saat tingkat anxietas
Ansietas Menurun berubah (mis. Kondisi, waktu,
Kriteria Hasil : stressor)
1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi keputusan
yang dihadapi menurun 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan
3. Perilaku gelisah menurun non verbal)
4. Perilaku tegang menurun
Terapeutik :
5. Keluhan pusing menurun
1. Ciptakan suasana  terapeutik untuk
6. Anoreksia menurun
menumbuhkan kepercayaan
7. Palpotasi menurun
2. Temani pasien untuk mengurangi
8. Frekuensi pernafasan menurun
kecemasan , jika memungkinkan
9. Frekuensi nadi menurun
3. Pahami situasi yang membuat
10. Tekanan darah menurun
anxietas
11. Diaforesis menurun
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
12. Tremor menurun
5. Gunakan pedekatan yang tenang dan
13. Pucat menurun
meyakinkan
14. Konsentrasi membaik
6. Motivasi mengidentifikasi situasi
15. Pola tidur membaik
yang memicu kecemasan
16. Perasaan keberdayaan membaik
7. Diskusikan perencanaan  realistis
17. Kontak mata membaik
tentang peristiwa yang akan datang
18. Pola berkemih membaik
19. Orientasi membaik
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu.

6. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Terapi Aktivitas


Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intoleransi Aktivitas bd kelemahan selama 1×8 jam diharapkan Toleransi Observasi :
Aktivitas Meningkat 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
1. Frekuensi nadi meningkat dalam aktivotas tertentu
2. Saturasi oksigen meningkat 3. Identifikasi sumber daya untuk
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas yang diinginkan
aktivitas sehari-hari meningkat 4. Identifikasi strategi meningkatkan
4. Kecepatan berjalan meningkat partisipasi dalam aktivitas
5. Jarak berjalan meningkat 5. Identifikasi makna aktivitas rutin
6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat (mis. bekerja) dan waktu luang
7. Kekuatan tubuh bagian bawah 6. Monitor respon emosional, fisik,
meningkat social, dan spiritual terhadap aktivitas
8. Toleransi dalam menaiki tubuh tangga
Terapeutik :
meningkat
1. Fasilitasi focus pada kemampuan,
9. Keluhan lelah menurun
bukan deficit yang dialami
10. Dispnea saat aktivitas menurun
2. Sepakati komitmen untuk
11. Dispnea setelah aktivitas menurun
meningkatkan frekuensi danrentang
12. Perasaan lemah menurun aktivitas
13. Aritmia saat aktivitas menurun 3. Fasilitasi memilih aktivitas dan
14. Aritmia setelah aktivitas menurun tetapkan tujuan aktivitas yang
15. Sianosis menurun konsisten sesuai kemampuan fisik,
16. Warna kulit membaik psikologis, dan social
17. Tekanan darah membaik 4. Koordinasikan pemilihan aktivitas
18. Frekuensi nafas membaik sesuai usia
18. EKG eskemia membaik 5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang
dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan ( mis.
vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging, berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika
perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi
dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas
partisipasi dalam aktivitas

Edukasi :
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan PPNI, (2018). Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
F. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan. Menurut Nursalam, (2018) evaluasi keperawatan
terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisis perawat terhadap respon segera
pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan
Planning).
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D., Rahayuningsih, T. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan. (Gosyen Publishing. (ed.)).

Doenges, M. E. (2016). Manual Diagnosis Keperawatan Rencana, Intervensi, &


Dokumentasi Asuhan Keperawatan. (P. E. Karyuni, E. A. Mardella, E.
Wahyuningsih, & M. Mulyaningrum, Eds.) (Edisi 3). Jakarta: EGC.

Manuaba I. (2016). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC.

Nursalam. (2018). Nursalam. (2018). Proses dan Dokumentasi Keperawatan


Konsep dan Praktik Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2017. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI

Sarwono. (2015). Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sihombing N, Saptarini I, Putri DSK. The Determinants of Sectio Caesarea Labor


in Indonesia ( Further Analysis of Riskesdas 2013). J Kesehat Reproduksi.
2017;8(1):63–75.

Sumelung, V., Kundre, R. & Karundeng, M. (2014). Faktor-Faktor yang


Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit
Umum Daerah Liun Kende Tahuna. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 2(1), 1-7.

Tucker, & Susan, M. (2016). Standar Perawatan Pasien. EGC.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sectio Caesarea merupakan prosedur pembedahan untuk mengeluarkan janin


melalui insisi didinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus atau
histerektomi (Sumelung dkk, 2014). Sectio caesarea semakin meningkat
kejadiannya sebagai pilihan melahirkan di beberapa negara dalam beberapa tahun
terakhir (Sihombing dkk, 2017)..

Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013
menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan operasi Sectio Caesarea di
Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan
dengan Sectio Caesarea di kota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa dengan
presentasi 11 persen dari 3,9 persen di desa.

B. Rumusan Masalah
a. Jelaskan definisi Sectio Caesaria?
b. Jelaskan etiologi Sectio Caesaria?
c. Jelaskan patofisiologi Sectio Caesaria?
d. Bagaimana manifestasi klinik dari Sectio Caesaria?
e. Bagaimana komplikasi dari Sectio Caesaria?
f. Bagaimana test diagnostic dari Sectio Caesaria?
g. Bagaimana penatalaksanaan medic dari Sectio Caesaria?
h. Bagaimana penyimpangan kdm Sectio Caesaria?
i. Jelaskan asuhan keperawatan Sectio Caesaria?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari Sectio Caesaria
b. Untuk mengetahui etiologi dari Sectio Caesaria
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Sectio Caesaria
d. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Sectio Caesaria
a. Untuk mengetahui bagaimana maniefestasi kliniks dari Sectio Caesaria
Untuk mengetahui bagaimana test diagnostic dari Sectio Caesaria
b. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medic dari Sectio
Caesaria
c. Untuk mengetahui bagaimana penyimpangan kdm dari Sectio Caesaria
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Sectio Caesaria
LAPORAN PENDAHULUAN

“POST PARTUM (SC)”

OLEH :

YUNIAR RISKYANI DARUSMAN

BT 2001061

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2022

Anda mungkin juga menyukai