Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA

I. KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian

Sectio Caesarea adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk


melahirkan bayi melalui sayatan yang dibuat pada perut dan rahim ibu (Penny,
Janet, dan Ann, 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2019).
Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram (Solehati, 2018).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi pada dinding 7
dan rahim perut ibu dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh dan bobot
janin diatas 500 gram.
B. Etiologi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea dilakukan atas indikasi:
1. Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai
kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, ketuban pecah dini, komplikasi
kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan kehamilan yang
disertai penyakit (Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan perjalanan persalinan
(kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal
presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan
pembukan kecil, kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi.

Sedangkan menurut Sulaiman (2015), penyebab dari timbulnya kelainan


panggul seseorang adalah sebagai berikut :

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan


a. Panggul sempit seluruh
b. Panggul picak
c. Panggul sempit picak
d. Panggul corong
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul Rachitis
b. Panggul osteomalasia
c. Radang artikulasi sakroiliaka
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. Kifosis
b. Skoliosis
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah
a. Koksitis
b. Luksasi
c. Atrofi
C. Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2016, meliputi :
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya
melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan
pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis
untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan
vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah Rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan
rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan
11 insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah
kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat
dibuka secara ekstraperitoneum
D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10.Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11.Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12.Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
E. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin dapat menyebabkan
persalinan normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan tidankan
suctio caesarea.
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang
berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban
pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea. (Sari, 2019).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yangng akan menyebabkan
pasien mengalami mobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktifitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai
proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien.
Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinensia jaringan, pembuluh darah,
dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan meninmbulkan rasa nyeri pada pasien. Setelah semua
proses pembedahan berakhir, daerah akan ditutup dan menimbulkan luka pada
post oprasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan meimbulkan masalah resiko
infeksi.
F. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2016) sectio caesarea komplikasi pada pasien
sectio caesarea adalah :
1. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis
dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya).
Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain
seperti luka kandung kencing dan embolisme paru. suatu komplikasi yang baru
kemudian tampak ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea.
2. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
3. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea
Klasik.
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur
telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
6. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan tramadol
atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan
setiap 6 jam bila perlu.
7. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
8. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
9. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
10. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudar
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglbin / Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urunalisis
8. Amnio sentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan seksio sesarea data yang dapat ditemukan

meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,

prolapse tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

1. Identitas atau biodata klien: nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : Penyakit kronis atau menular dan menurun
seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau
abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di
dapatkan cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian
tidak di ikuti tanda – tanda persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4. Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan
perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.

f. Pola hubungan dan peran


Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
g. Pola penagulangan stress, biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya lebih - lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri.
j. Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang – kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang - kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang - kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang - kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.

f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang - kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang - kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan - kelainan karena membesarnya
uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda - tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
III. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik( insisi pembedahan)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA
O KEPERAWATAN TUJUAN NOC INTERVENSI NIC
DAN KOLABORASI
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan 1. Health Education:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24  Berikan informasi
kurangnya jam klien menunjukkan mengenai
pengetahuan ibu respon breast feeding  Kebutuhan diit
tentang cara menyusui adekuat dengan indikator: khusus
yang benar 1. klien mengungkapkan  Faktor-faktor
puas dengan kebutuhan yang menghambat
untuk menyusui proses menyusui
2. klien mampu 2. Demonstrasikan breast
mendemonstrasikan care dan pantau
perawatan payudara kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara
mengeluarkan ASI
dengan benar, cara
menyimpan, cara
transportasi sehingga bisa
diterima oleh bayi
4. Berikan dukungan dan
semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian
Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan
tentang tanda dan gejala
bendungan payudara,
infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan
mendukung klien dalam
pemberian ASI
2. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 nyeri secara
agen cedera fisik jam diharapkan nteri komprehensif termasuk
(insisi pembedahan) berkurang dengan indicator: lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi, kualitas
nyeri (tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, 3. Kontrol lingkungan yang
mencari bantuan) dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
2. Melaporkan bahwa
ruangan, pencahayaan
nyeri berkurang dengan
dan kebisingan
menggunakan
4. Ajarkan tentang teknik
manajemen nyeri
non farmakologi
3. Mampu mengenali
5. Berikan analgetik untuk
nyeri (skala, intensitas,
mengurangi nyeri
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
3. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan penilaian tentang
tentang perawatan ibu keperawatan selama 3x24 tingkat pengetahuan
nifas dan perawatan jam diharapkan pengetahuan pasien tentang proses
post operasi b/d klien meningkat dengan penyakit yang spesifik
kurangnya sumber indicator: 2. Jelaskan patofisiologi
informasi 1. Pasien dan keluarga dari penyakit dan
menyatakan pemahaman bagaimana hal ini
tentang penyakit, kondisi, berhubungan dengan
prognosis dan program anatomi dan fisiologi,
pengobatan dengan cara yang tepat.
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan
secara benar cara yang tepa
3. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
mampu menjelaskan penyakit, dengan cara
kembali apa yang yang tepat
dijelaskan perawat/tim 5. Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya. pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat.

4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakuakan asuhan 1. Kaji penyebab kelelahan


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 (misalnya perawatan,
kelemahan fisik jam diharapkan toleransi nyeri dan pengobatan)
aktivitas dengan indicator: 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi pilihan
aktivitas fisik tanpa aktivitas
disertai peningkatan
tekanan darah, Nadi dan 3. Ajarkan kepada pasien
RR. dan keluarga pasien
2. Mampu melakukan tentang teknik perawatan
aktivitas sehari-hari diri yang akan
(ADLs) secara mandiri meminimalkan konsumsi
3. Tanda- tanda vital oksigen
normal 4. Ajarkan rentang
4. Mampu berpindah pengaturan aktivitas dan
dengan atau tanpa teknik manajemen waktu
bantuan untuk mencegah
kelelahan
5. Risiko infeksi Setelah dilakuakan asuhan 1. Monitor keadaan luka
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 2. Kaji tanda dan gejala
tindakan invasive jam diharapkan resiko infeksi
(pembedahan). infeksi terkontrol dengan 3. Cuci tangan setiap
indicator: sebelum dan sesudah
1. Klien bebas dari tanda tindakan keperawatan
dan gejala infeksi 4. Lakukan perawatan luka
2. Mendeskripsikan proses secara aseptic
penularan penyakit, 5. Tingktkan intake nutrisi
factor yang 6. Kolaborasi pemberian
mempengaruhi penularan terapi antibiotik
serta
penatalaksanaannya,
3. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi

Anda mungkin juga menyukai