Disusun Oleh :
Agung Tri Anugrah 201903136
B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama,
distosia serviks, pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio
caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi.
Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Pathway
(Terlampir)
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara
lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka
biasanya kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai
berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
I. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam
hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan /
luka kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post
operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
o Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang
berhubungan keperawatan selama … x nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan pelepasan 24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
mediator nyeri klien berkurang / 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
(histamin, terkontrol dengan (misalnya wajah meringis) terutama
prostaglandin) kriteria hasil : ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
akibat trauma Klien melaporkan efektif.
jaringan dalam nyeri berkurang / 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
pembedahan terkontrol (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi,
(section caesarea) Wajah tidak tampak perasaan, dan hubungan sosial)
meringis 4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
Klien tampak rileks, progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
dapat berisitirahat, terapeutik.)
dan beraktivitas 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
sesuai kemampuan mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika
perlu.
2 Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
terhadap infeksi keperawatan selama … x sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
berhubungan 24 jam diharapkan klien 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
dengan trauma tidak mengalami infeksi fungsio laesa)
jaringan / luka dengan kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
bekas operasi (SC) Tidak terjadi tanda - 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat /
tanda infeksi (kalor, rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi
rubor, dolor, tumor, 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan
fungsio laesea) sebelum / sesudah menyentuh luka
Suhu dan nadi dalam 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
batas normal ( suhu laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
= 36,5 -37,50 C, 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat
frekuensi nadi = 60 - perkiraan kehilangan darah selama prosedur
100x/ menit) pembedahan
WBC dalam batas 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
normal (4,10-10,9 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
10^3 / uL)
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan
berhubungan keperawatan selama … x ketersediaan sistem pendukung
dengan kurangnya 6 jam diharapkan 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan
informasi tentang ansietas klien berkurang menunjukkan rasa empati
prosedur dengan kriteria hasil : 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
pembedahan, Klien terlihat lebih berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
penyembuhan, dan tenang dan tidak 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
perawatan post gelisah 5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
operasi Klien pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
mengungkapkan operasi
bahwa ansietasnya 6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak
berkurang pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien
secara verbal
DAFTAR PUSTAKA
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.