Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESAREA

Disusun Oleh :
Agung Tri Anugrah 201903136

PROGRAM STUDI PROFESI


STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN POST SC

I. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA


A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau
vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Sofian, 2012).

B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama,
distosia serviks, pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio
caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya
robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea
dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta
previa walaupun anak sudah mati.

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
A. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi
memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda:
dengan insisi pada segmen bawah uterus.
B. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering
terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur
uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada
akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi.
Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

F. Pathway
(Terlampir)

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara
lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka
biasanya kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai
berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
I. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam
hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

J. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1
jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya.
Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan
terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam
setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari
ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-
beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi
beri plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen,
angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca
SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri),
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan /
luka kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post
operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
o Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang
berhubungan keperawatan selama … x nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan pelepasan 24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
mediator nyeri klien berkurang / 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
(histamin, terkontrol dengan (misalnya wajah meringis) terutama
prostaglandin) kriteria hasil : ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
akibat trauma  Klien melaporkan efektif.
jaringan dalam nyeri berkurang / 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
pembedahan terkontrol (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi,
(section caesarea)  Wajah tidak tampak perasaan, dan hubungan sosial)
meringis 4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
 Klien tampak rileks, progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
dapat berisitirahat, terapeutik.)
dan beraktivitas 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
sesuai kemampuan mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika
perlu.
2 Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
terhadap infeksi keperawatan selama … x sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
berhubungan 24 jam diharapkan klien 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
dengan trauma tidak mengalami infeksi fungsio laesa)
jaringan / luka dengan kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
bekas operasi (SC)  Tidak terjadi tanda - 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat /
tanda infeksi (kalor, rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi
rubor, dolor, tumor, 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan
fungsio laesea) sebelum / sesudah menyentuh luka
 Suhu dan nadi dalam 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
batas normal ( suhu laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
= 36,5 -37,50 C, 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat
frekuensi nadi = 60 - perkiraan kehilangan darah selama prosedur
100x/ menit) pembedahan
 WBC dalam batas 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
normal (4,10-10,9 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
10^3 / uL)
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan
berhubungan keperawatan selama … x ketersediaan sistem pendukung
dengan kurangnya 6 jam diharapkan 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan
informasi tentang ansietas klien berkurang menunjukkan rasa empati
prosedur dengan kriteria hasil : 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
pembedahan,  Klien terlihat lebih berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
penyembuhan, dan tenang dan tidak 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
perawatan post gelisah 5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
operasi  Klien pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
mengungkapkan operasi
bahwa ansietasnya 6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak
berkurang pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien
secara verbal
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal /


Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri


Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga


Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai