Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SC

Disusun oleh :
Mardiana Mutiara Dewi
SN191093

PROGRAM STUDI POFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN POST SC

I. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA


A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2011).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2010).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012).

B. Etiologi
Menurut Mochtar (2010) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea
adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-
eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak
bokong.
Menurut Manuaba (2017) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
A. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada
corpus uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen
bawah uterus.
B. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2006), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG

H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

I. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan
RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar
Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa
medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda
vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien
multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit
yang sama (plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi
uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut,
warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena
jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada
bisisng usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara,
adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No Tujuan
keperawatan Intervensi Rasionalisasi
1 Nyeri b/d agens Setelah dilakukan a. kaji sifat, lokasi dan a. membantu

cidera fisik tindakan keperawatan derajat ketidaknyamanan mengidentifikasi faktor –

selama 1x24 jam b. berikan informasi faktor yang memperberat


diharapkanKebutuhan yang tepat tentang ketidaknyamanan

rasa nyaman terpenuhi perawatan rutin selama

post natal
2 Resiko infeksi Tupen : a. pantau tanda – tanda a. peningkatan suhu

dengan faktor Meminimalisasikan vital dengan rutin dan sampai 38.3oC dalam 24

resiko masuknya resiko infeksi sesuai indikasi catat tanda jam pertama sangat

mikroorganisme seminimal mungkin – tanda menggigil, menandakan infeksi

Tupen : anoreksa atau malaise b. Diagnosis dini dari

Resiko infeksi tidak b. infeksi sisi perbalkan infeksi lokal dapat

terjadi episiotomi setiap 8 jam mencegah penyebaran

c.kolaborasi dengan tim kejaringan

dokter dalam pemberian c. mencegah infeksi dari

antibiotik penyebaran kejaringan

sekitar atau aliran darah


3 Cemas b/d Tupen : a. kaji pengetahuan dan a. membantu dalam

perawatan luka Cemas berkurang dalampengalaman klien tentang mengidentifikasi

yang tidak efektif waktu 24 jam perawatan luka kebutuhan saat ini dan

Tupen : b. berikan informasi mengembangkan rencana

Cemas hilang dan klien perbal dan tertulis keperawatan

mampu mengatasi rasa mengenai fisiologi dan b. membantu menjamin

cemas keuntungan merawat luka suplai perawatan luka

dengan bekal episiotomi dan menjaga yang adekuat dan

pengetahuan yang kebersihan mencegah komikasi luka

cukup tentang merawat c. Demostrasikan dan episiotomi

luka tinjau teknik – teknik c. teknik ang tepat

perawatan luka biasanya membantu

d. berikan informasi penyembuhan luka

tentang pentingnya episiotomi dengan cepat


perawatan luka d. informasi yang didapat

episiotomi dapat klien dapat

mengurangi tingkat

kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2017. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC

Manuaba, I.B. 2017. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai