Tugas Mandiri
“Stase Keperawatan Maternitas”
Disusun Oleh :
Kinita La Adu Wali
NIM : 24.18.1261
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Maternitas
pada Ny. D dengan Post Op Sectio Caesaria di Ruang Kana RSUD Wonosari”
guna memenuhi tugas Mandiri Stase Keperawatan Maternitas STIKes Surya
Global Yogyakarta 2019
Diajukan Oleh :
Kinita La Adu Wali
NIM : 24.18.1261
Mengetahui,
5. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan
dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadangkadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu
jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
6. Pathway
Indikasi Sectio Caesarea
CPD, PEB, KPD, Bayi Kembar, Faktor Hambatan Jalan Lahir,
Kelainan Letak Janin, Kelainan pada letak kepala (Letak kepala
tengadah, Presentasi muka, Presentasi dahi), dan Letak Sungsang
Kurang
Pegetahuan
7. Komplikasi
a. Pada Ibu
Telah dikemukakan bahwa dengan kemajuan tehnik pembedahan,
dengan adanya antibiotika dan dengan persediaan darah yang
cukup, seksio sesaria sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas yang baik dan
tenaga-tenaga kompeten kurang dari 2 per 1000.
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
pembedahan ialah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
untuk melakukan pembedahan dan lamanya persalinan
berlangsung. Tentang faktor pertama, niscaya seorang wanita
dengan plasenta previa dan perdarahan banyak memikul resiko
yang lebih besar dari pada seorang wanita lain yang mengalami
seksio sesaria elektif karena disproporsi sefalopelvik. Demikian
pula makin lama persalina berlangsung makin meningkat bahaya
infeksi post operatif apalagi setelah ketuban pecah.
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul adalah :
1) Infeksi Puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu
selam beberapa hari dalam masa nifas atau bersifat berat
seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi post
operatif terjadi bila sebelum pembedahan sudah ada gejala-
gejala infeksi intra partum, atau adafaktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, akan tetapi tidak dapat dihilangkan
sama sekali, terutama seksio sesaria klasik dalam hal ini
lebuh berbahaya dari pada seksio sesaria transperitonealis
profunda.
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang-cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia
uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing,
embolisme paru- paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa
ini leih banyak ditemukan sesudah seksiosesaria klasik.
b. Pada Anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan
seksio sesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan
untuk melakukan seksio sesaria. Menurut statistic di Negara-
negara pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian
prenatal pasca seksio sesaria berkisar antara 4 dan 7 %.
8. Penatalaksanaan
a. Perawatan selama kelahiran sesarea (pre Op)
1) Persiapan fisik praoperatif dilakukan dengan mencukur
rambut pubis, memasang kateter untuk mengosongkan
kandung kemih, dan memberi obat preoperative sesuai resep.
Antasida seringkali diberikan untuk mencegah aspirasi
akibat secresi asam lambung kedalam paru- paru klien.
2) Cairan intravena mulai diberikan untuk mempertahankan
hidrasi dan menyediakan suatu saluran terbuka (openline)
untuk pemberian darah/ obat yang diperlukan.
3) Sample darah dan urin diambil dan dikirim ke laboratorium
untuk dianalisis.
4) Selama preoperative orang terdekat didorong untuk terus
bersama wanita tersebut selama mungkin untuk memberikan
dukungan emosional secara berkelanjutan.
5) Perawat memberikan informasi esensial tentang prosedur,
mengkaji persepsi wanita dan pasangan atau suaminya
tentang kelahiran sesarea. Ketika wanita mengungkapkan
perawat dapat mengidentifikasi gangguan potensial konsep
diri selama periode pasca partum.
6) Jika ada waktu sebelum melahirkan, perawat dapat mengajari
wanita tersebut tentang harapan pasca operasi, cara
merdakan nyeri, mengubah posisi, batuk dan napas dalam.
7) Perawat dikamar bedah bisa membantu mengatur posisi
wanita tersebut diatas meja operasi. Adalah penting untuk
mengatur posisi wanita tersebut sehingga uterus berada pada
posisi lateral untuk menghindari penekanan pada vena cava
inferior yang dapat menurunkan perfusi plasenta.
8) Perawatan bayi didelegasi kepada dokter anak dan perawat
yang melakukan resusitasi neonatus karena bayi ini dianggap
beresiko sampai ada bukti kondisi fisiologis bayi stabil
setelah lahir.
b. Perawatan pasca partum (post Op)
1) Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan
meliputi pemulihan dari efek anastesi, status pasca
operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.
2) Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita
tersebut diatur untuk mencegah kemungkinan aspirasi.
3) Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2 jam
sampai wanita itu stabil. Kondisi balutan insisi, fundus dan
jumlah lokea, dikaji demikian pula masukan dan haluaran.
4) Perawat membantu wanita tersebut untuk mengubah posisi
dan melakukan napas dalam serta melatih gerakan kaki.
Obat-obatan untuk mengatasi nyeri dapat diberikan.
5) Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat
didominasi oleh nyeri akibat insisi dan nyeri dari gas di usus
halus dan kebutuhan untuk menghilangkan nyeri.
6) Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan, seperti
mengubah posisi, mengganjal insisi dengan bantal, memberi
kompres panas pada abdomen dan tehnik relaksasi.
7) Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang
menghasilkan gas dan minuman berkarbonat bisa
mengurangi nyeri yang disebabkan gas.
8) Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum,
perawatan payudara dan perawatan higienis rutin termasuk
mandi siram setelah balutan luka diangkat.
9) Setiap kali berdinas perawat mengkaji tanda-tanda vital,
insisi, fundusuterus, dan lokia. Bunyi napas, bising usus,
tanda homans, eliminasiurine serta defekasi juga dikaji.
10) Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam sesi pengajaran
dan penjelasan tentang pemulihan pasangannnya. Beberapa
orang tua akan marah, frustasi atau kecewa karena wanita
tidak dapat melahirkan pervagina. Beberapa wanita
mengungkapkan perasaan seperti harga diri rendah atau citra
diri yang negative. Akan sangat berguna bila ada perawat
yang hadir selama wanita melahirkan, mengunjungi dan
membantu mengisi “kesenjangan” tentang pengalaman
tersebut.
11) Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan
fisik, pembatasan aktifitas, perawatan payudara, aktifitas
seksual dan kontrasepsi, medikasi, dan tanda-tanda
komplikasi serta perawatan bayi.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan).
b. Resiko infeksi berhubungan tindakan infasive, insisi post
pembedahan.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatan melahirkan caesarea.
d. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret akibat penurunan reflek batuk.
f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
ketidakadekuatan suplai ASI.
5. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan).
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi. Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam,
diharapkan klien dapat mengontrol nyeri (Pain Control).
Kriteria Hasil :
Klien dapat mengetahui penyebab nyeri, onset nyeri.
Klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, dan tindakan pencegah nyeri.
Klien melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan
managemen nyeri.
Menunjukkan tingkat nyeri (Pain Level) :
Klien melaporkan nyeri dan pengaruhnya pada tubuh.
Klien mampu mengenal skala, intensitas, frekuensi dan
lamanya episode nyeri.
Klien mengatakan rasa nyaman setalah nyeri berkurang.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
Manajemen nyeri (Pain Management) :
Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : Lokasi,
karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
Ajarkan menggunakan teknik nonfarmakologi (misalnya:
Nafas dalam, teknik distraksi, atau massage).
Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan dari nyeri yang
telah digunakan.
Tingkatkan istirahat yang cukup.
Pemberian analgetik (Analgetic Administration) :
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan
sebelum pengobatan.
Berikan obat dengan prinsip 6 benar.
Cek riwayat alergi obat.
b. Resiko infeksi berhubungan tindakan infasive, insisi post
pembedahan.
Tujuan :
Untuk mencegah dan mengatasi terjadinya infeksi, setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam resiko infeksi dapat
diatasi.
Kriteria Hasil :
(Immune Status) :
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Suhu tubuh normal (36,5-37 C).
Nadi normal (70-80x/menit).
Tekanan darah normal (120/70 mmHg)
Intervensi :
Pengendalian infeksi (Infection Control) :
Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya : suhu tubuh, keadaan
luka post operasi, kondisi vulva, kelelahan dan malaise).
Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya :
usia lanjut, status imun menurun, dan malnutrisi).
Pantau hygiene personal untuk perlindungan terhadap
infeksi.
Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatan melahirkan caesarea.
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pemahaman tentang perawatan
melahirkan caesarea. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan klien dapat :
Kriteria Hasil :
Knowledge : disease process :
Klien mengatakan paham tentang perawatan melahirkan
caesarea.
Klien mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
Klien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat tentang perawatan melahirkan caesarea.
Intervensi :
Teaching : disease process :
Diskusikan tentang perawatan insisi, gejala infeksi, dan
pentingnya diet nutrisi.
Jelaskan tentang pentingnya periode istirahat terencana.
Jelaskan bahwa lochea dapat berlanjut selama 3-4 minggu,
berubah dari merah ke coklat sampai putih.
Jelaskan pentingnya latihan, tidak mulai latihan keras sampai
diizinkan oleh dokter.
Jelaskan tentang perawatan payudara dan ekspresi manual
bila menyusui.
d. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
masalah konstipasi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Bowel elimination :
Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi.
Feses lunak dan berbentuk.
Intervensi :
Bowel Training :
Monitoring tanda dan gejala konstipasi.
Monitoring bising usus.
Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi.
Ajarkan klien untuk konsumsi makanan yang berserat tinggi.
Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi konstipasi.
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret akibat penurunan reflek batuk.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien
menunjukkan bersihan jalan nafas efektif dengan status pernafasan
adekuat.
Kriteria Hasil :
Respiratory status (Airway Patency) :
Klien mudah untuk bernafasan.
Tidak ada sianosis, tidak ada dispneu.
Saturasi O2 dalam batas normal.
Jalan nafas paten.
Mengeluarkan sekresi secara efektif.
Klien mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam
rentang normal.
Klien mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
Intervensi :
Airway Management :
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi.
Auskultasi bunyi nafas, area penurunan ventilasi atau tidak
adanya ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan.
Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suksion sesuai
kebutuhan.
Atur posisi klien untuk mengurangi dyspneu.
Monitor status respirasi dan oksigenasi sesuai kebutuhan.
Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
cairan.
f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
ketidakadekuatan suplai ASI.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
klien dapat :
Breastfeding Maintenance :
Kemantapan pemberian ASI : bayi perlengkatan bayi yang
sesuai pada dan proses menghisap dari payudara ibu untuk
memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama pemberian
ASI.
Kemantapan pemberian ASI : IBU : kemantapan ibu untuk
membuat bayi melekat dengan tepat dan menyusu dari
payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu
pertama pemberian ASI.
Pemeliharaan pemberian ASI : keberlangsungan pemberian
ASI untuk menyediakan nutrisi bagi bayi/toddler.
Intervensi :
Breasteding Irrigation :
Evaluasi pola menghisap/menelan bayi.
Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui.
Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi
(misalnya reflex rooting, menghisap dan terjaga).
Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara
efektif.
Pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi keputing.
Pantau integritas kulit puting ibu.
Evaluasi pemahaman tentang sumbatan kelenjar susu dan
mastitis.
Pantau kemampuan untuk mengurangi kongesti payudara
dengan benar.
Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi.
DAFTAR PUSTAKA
https://docplayer.info/34947733-Laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-
ibu-dengan-post-op-sectio-caesaria.html diakses tanggal 26 April 2019
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/566/1/NURKHAYAT%20ISMAIL%20NIM.
%20A01401941.pdf diakses tanggal 26 April 2019
https://www.slideshare.net/menantisenjadihati/laporan-pendahuluan-sc-sectio-
caesaria diakses tanggal 26 April 2019
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/127/jtptunimus-gdl-totokanton-6303-2-
babiip-u.pdf diakses tanggal 26 April 2019
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/516/1/KTI%20ASTRY%20LM%20fix.pdf
diakses tanggal 26 April 2019